Selesai sarapan sendirian, dengan menu masakan yang ... sudahlah, jangan ditanya lagi bagaimana rasanya. Berpikir tadinya akan makan makanan enak buatan juru masak, tapi ternyata menu yang ia santap tetap saja menurut aturan Justin. Hanya saja variasinya yang berbeda beda, untuk bahan utama tentu saja fokus pada sayur sayuran dan makanan sehat lainnya. Lebih tepatnya, empat sehat lima sempurna ... dengan tambahan tingkat sterlilisasi yang tinggi.Duduk bersantai di balkon kamar, menatap jauh ke langit yang tampak benar benar cerah. Apalagi dengan udara yang terasa segar, jauh dari hiruk pikuk ibu kota yang sembrawut.“Justin pulang jam berapa, sih, ini ... gue mulai bosan,” gumamnya menyenderkan kepala di sandaran kursi yang ada di balkon.Memejamkan kedua matanya, berharap sajalah bisa tiduran lagi. Tapi jiwa bebasnya seakan meronta ronta untuk bisa keluar dari kamar ini.“Mending jalan keluar, ah,” gumamnya beranjak dari kursi, kembali masuk kamar.Menyambar sebuah cardigan berwarna
Rhea masih mendekam di rumah sakit dengan Tian yang setia menungguinya. Ayolah, sejujurnya ia tak enak hati jika dalam posisi seperti ini. Niat Tian ke sini adalah untuk bisnis, tapi malah berakhir menemaninya di rumah sakit. Dan lagi, sekarang Justin dan Hana juga terkena imbas. Padahal sobatnya itu dalam kondisi hamil besar.“Apa yang kamu pikirkan?”Sentuhan Tian di wajahnya, membuat lamunanya tersentak. Menatap fokus pada laki laki yang ada dihadapannya, memandangnya penuh tanda tanya.“Karena kondisiku, membuat semua kerjaan kamu malah terhenti,” ujar Rhea langsung.Tian hanya menghela napasnya panjang, ketika lagi lagi kalimat itulah yang dikatakan Rhea padanya. Bukan apa apa, hanya saja dari tadi pagi dia terus saj meminta maaf. Merasa kejadian ini adalah salahnya.“Apa kamu memintaku untuk marah padamu?”Rhea hanya tertunduk. Jangankan marah padanya, kadang sikap Tian yang sedikit mengabaikannya saja berasa dihadapkan pada sebuah masalah terbesar dalam kehidupannya. Berharap,
Tian tak menjawab pertanyaan wanita itu, tapi ia malah mengarahkan pandangan pada Justin yang masih duduk di kursi.“Je, lo kenal?” tanya Tian pada sobatnya itu.“Nggak kenal,” jawab Justin seakan tak memperdulikan wanita yang kini ada dihadapan Tian. Jangankan menoleh, bahkan ia malah fokus pada ponselnya saja.Mendapatkan jawaban dari Justin, wanita itu malah langsung saja masuk melewati Tian dan berjalan menghampiri Justin yang duduk di sofa. Tentu saja melihat kenekatan makhluk asing yang mendekati suaminya, membuat lahar panas seakan langsung meletup letup di dalam kepala Hana.Rhea sampai memasang wajah ngeri melihat raut muka Hana yang mulai menunjukkan rasa kesal.“Haii, Justin,” sapanya duduk di kursi yang ada di sebelah Justin, sambil menyodorkan tangannya. Yap, pertama tadi ia diabaikan ... sekarang semoga saja dirinya dapat sambutan hangat.Justin menghela napasnya berat. Bukan, kali ini justru emosinya lah yang seakan hendak berkobar menghadapi manusia jenis ini. Manusia
Seperti biasa, setelah mendapatkan suntikan itu, Justin akan tak sadarkan diri hingga beberapa jam ke depan. Dan sekarang posisinya ada di rumah sakit dengan tujuan menjenguk Rhea, tapi justru dia yang tak sadar.Hana masih setia menunggui Justin. Berpikir untuk memeriksakan kondisi suaminya ke dokter, tapi Tian malah menyarankan untuk tak melakukan itu.“Om Tian, ini apa nggak sebaiknya dia diperiksa oleh dokter. Aku takut dia kenapa kenapa,” ujar Hana.Rhea bahkan sampai menghitung berapa kali sobatnya mengatakan hal itu pada Tian. Padahal Tian sudah menjelaskan kenapa dirinya tak menyetujui hal itu.“Aku tahu kalau kamu khawatir, tapi percayalah ... dia nggak kenapa kenapa. Hanya menunggu sadar, kok. Dokter di sini nggak memahami apa yang dia derita, jadi nanti malah jadi membingungkan. Kalau dengan dokter pribadinya, kan sudah mengerti dan paham,” jelas Tian.“Baiklah,” respon Hana lagi.Rhea menghampiri Hana, kemudian duduk di samping sobatnya itu. Sementara Tian, suaminya keluar
Pagi ini Justin terbangun lebih dulu daripada Hana. Menatap fokus pada istrinya yang masih tertidur nyenyak dengan lengannya yang seolah jadi guling.Menyentuh wajah tidur itu, seakan tak terpengaruh sama sekali dengan sentuhannya. Hanya gerakan kecil, kemudian malah mengubah posisi tidur jadi memunggukinya.Justin tersenyum melihat itu, kemudian memilih untuk segera bangun. Yap, badannya sedikit mulai enakan daripada semalam yang justru membuatnya akan kehabisan napas.Beberapa saat membersihkan badannya di kamar mandi, kemudian keluar dengan keadaan yang sudah tampak segar. Tadinya mau lanjut menuju lemari pakaian, tapi Hana yang tampak sudah bangun dari tidurnya membuat ia beralih menghampiri wanita itu.“Udah bangun.”Duduk di pinggiran tempat tidur, menatap fokus pada dia yang memandangnya dengan tatapan menusuk.“Kamu nggak merasa bersalah?”Mendapatkan pertanyaan semacam itu tentu saja Justin merasa bingung. Apa ia melewatkan sesuatu, atau pikirannya mulai tak baik.“Maksud kam
Pagi ini Rhea dan Tian sudah bersiap untuk pulang dari rumah sakit. Tentunya bukan pulang ke rumah, karena saat ini keduanya masih berada di luar kota ... yang artinya ya pulangnya ke hotel.“Tian, kamu yakin hari ini kita langsung balik?”“Hmm,” angguk Tian. “memangnya kenapa?”“Nggak kenapa kenapa, cuman kasihan aja sama kamu. Beberapa hari kurang istirahat dan sekarang harus melakukan perjalanan jauh lagi.”Tian tersenyum menanggapi perkataan istrinya, kemudian berjalan menghampiri dia yang duduk di pinggiran tempat tidur.“Bukankah aku sudah biasa kurang tidur, jadi sekarang istirahat juga nggak akan membuatku merasa tenang.”“Terlalu memaksakan diri juga nggak boleh. Ingat, ada istri kamu yang selalu membutuhkanmu. Dan aku nggak mau kalau kamu sampai sakit gara gara kurang istirahat.”Tian mengangguk paham dengan apa yang dikatakan Rhea.“Maaf, jika aku terlalu cerewet menurutmu. Tapi aku benar benar merasa bersalah jika kamu kurang istirahat apalagi gara gara aku.”Tian langsung
“Hana,” gumam Justin tampak kaget akan kedatangan istrinya yang tiba tiba. Tak Hanya Justin, bahkan Tian yang juga ada di sana bersama dengannya juga dibuat kaget.“Kalian ngapain ke sini?” tanya Tian menghampiri keduanya. Sedang Justin masih diam di posisinya.Hana berjalan menghampiri Justin yang masih menatapnya fokus. Sampai dihadapan suaminya itu, lagi lagi ia bertanya.“Apa yang sedang kamu lakukan, Justin?”“Hanya melakukan sesuatu yang membuat seseorang merasakan sakit seperti yang ku rasakan kemarin,” jawabnya dengan mengarahkan telunjuk pada seseorang yang tampak menyedihkan di sana.Awalnya Hana tak terlalu peduli, tapi ketika pandangannya mengarah pada arah yang Justin tunjuk, membuatnya seketika kaget.“Astaga! Je, apa yang kamu lakukan pada dia?!”Ingat, kan ... wanita yang kemarin begitu kekeuh mendekati Justin dan ingin dekat dengan suaminya ini? Yap, kali ini dia terlihat menyedihkan dengan luka lebam di pipinya. Entah apa yang sudah dilakukan suaminya ini, hingga mem
Tian mengangguk cepat, pertanda setuju dengan pilihan yang diberikan Rhea.“Iya, aku janji ... aku janji nggak akan bikin hal semacam ini lagi. aku janji akan melakukan apapun yang emnurut kamu itu baik,” ucap Tian. “Sekarang, kemarilah.” Emngulurkan tangannya ke arah istrinya itu, agar menjauh dari pinggiran jembatan.“Jangan membohongiku.”“Haruskah aku berlutut agar kamu yakin dengan perkataanku kali ini?”Rhea tak menjawab, hingga akhirnya Tian benar benar melakukan apa yang ia katakan itu. Hanya saja tak sampai terjadi, karena Rhea lebih dulu mendekat dan memeluknya.“Jangan melakukan hal seperti itu lagi, Rhe ... itu membuatku takut,” bisik Tian memeluk erat Rhea dan menenggelamkan wajahnya di lekukan leher istrinya itu. “Aku akan lakukan apapun yang kamu mau dan inginkan, asal jangan pernah berpikir untuk pergi ninggalin aku.”Rhea tersenyum mendengar perkataan Tian. Entahlah, hanya rasanya senang saja ketika bisa membuat luluh hati keras seseorang seperti Tian. Memang, dia kel