Katanya dia hanya istirahat, bukan tidur ... tapi lihatlah, bahkan napas teratur yang dia hembuskan saja seakan meyakinkan kalau Justin benar benar tertidur.“Ya, kamu nggak tidur, hanya sekadar istirahat. Tapi lihatlah, justru hingga sekarang sudah satu jam waktu berjalan dan kamu belum bangun,” gumam Hana.Hana tersenyum, sambil mengelus lembut wajah yang tenang dalam pangkuannya ... kemudian sesekali mencium dahi Justin.Ia benar benar tak ingin Justin menyakiti dan merasa disakiti lagi. Karena dampaknya benar benar buruk, bahkan membahayakan. Bukan hanya menyiksa, karena merasa tersakiti membuat sikap kasarnya seketika muncul seolah tak pandang bulu untuk menyiksa.Awalnya ia tak begitu yakin jika sikap suaminya begini karena bawaan dari kebiasaan yang dia derita dari dulu, tapi ternyata faktor lain juga mempengaruhi. Ya, apalagi kalau bukan sebuah kebohongan yang dilakukan oleh mamanya. Membuat rasa percayanya terhadap wanita, seakan akan tak ada lagi. Maka dari itu jugalah, dia
Tetap, ya ... tak seperti keinginan Hana. Justin tetap bersikeras akan mengemudi. Memang benar benar keras kepala sekali dia. Padahal niatnya kan biar suaminya itu bisa istirahta jika ada supir, toh sampai di rumah dia pasti akan langsung emngurus kerjaan. Bakalan kurang tidur dan istirahat.“Han, kamu nggak mau mengajak suamimu ini mengobrol?” tanya justin ketika Hana memilih untuk diam.“Nggak ada yang mau ku bicarakan,” respon Hana menahan tawanya.“Itu kenapa juga harus tertawa.”“Aku cuman pengin kamu fokus mengemudi aja, Je. Kalau ku ajakin nbgobrol terus, ntar malah makin lama nyampenya. Kalau makin lama, itu artinya nyampe rumah kamu nggak bisa istirahat dulu. Lanjut ke kantor, kerja sampai malam, lembur dan ...” Menghentikan penjelasannya. “Sudahlah, aku capek jelasinnya, saking panjangnya.”“Ya, baiklah,” respon Justin pake mode pasrah.Berharap saja Hana bisa tertidur, karena kalau tidak, ia juga nggak bisa pake mode ngebut. Karena wanita yang di sampingnya ini akan terus m
Melanjutkan kehidupan seperti hari hari sebelumnya, di mana dengan dirinya yang hanya mendekam di rumah sebagai seorang ibu hamil dengan perut yang membesar. Rasanya sudah benar benar nggak bisa diungkap dengan kata kata. Dari awal perutnya yang masih datar, sekarang sudah mau otewe lounching aja ini bibit si Tuan besar. Tinggal menghitung hari perkiraan lahir.“Nona mau ngapain?” tanya seorang asisten rumah tangga ketika melihat majikannya berjalan menuju pintu belakang.“Nggak keman-mana, hanya mau ke taman belakang,” jawabnya dengan napas berat. Bagaimana tidak, setiap pergerakannya ditanya terus. Sampai sampai terkadang hanya mau ke kamar mandi, itu tempat diperiksa dulu dari kebersihan, keamanan dan segala macamnya.Bukan sok kurang kerjaan, tapi jujur saja rasanya memang membosankan jika tak berbuat apa apa. Ditambah lagi dengan semua asisten rumah tangga yang ada di rumah seolah berada dalam perintah Justin. Bahkan hanya untuk mengambil minum saja dirinya seolah dilarang, karen
Seperti yang Rhea bilang tadi, ia memang tak bisa lama lama menemani Hana. Ya, apalagi kalau bukan karena ada kuliah sore. Kalau tidak, mungkin akan ia temani sobatnya ini biar nggak kesepian.“Han, lo benar benar aman, kan?” tanya rhea memastikan ketika dirinya hendak pergi.“Kenapa?”“Si Baby nggak gelud, kan, di dalam perut lo?”Hana menempeleng kepala Rhea ketika sobatnya itu malah terlalu kepikiran akan dirinya. Nyesal juga bilang tai, lihat setalah itu dia malah selalu bertanya dan bertanya.“Udah di bilang gue nggak kenapa kenapa,” berengutnya.“Atau, gue telepon Om Justin, ya.”“Rhea, udah gue bilang juga nggak kenapa kenapa. Lagian, ini masih belum tanggal prediksinya, kan.”“Hanaku tersayang, udah tahu kan namanya prediksi ... itu artinya nggak bisa pasti. Bisa maju dari tanggal hari perkiraan bisa juga maju dari tanggal. Ya, siapa tahu elo masuk klu yang pertama.”“Udah, udah ... sana pergi. Bisa bisa endingnya lo malah nggak masuk kuliah ini.”“Anjay, gue diusir,” keluh Rh
Rhea segera menghubungi Justin, untungnya cowok itu langsung menanggapi panggilan teleponnya. Kalau tidak, haruskah ia menggunakan cara lama untuk menarik dia ke rumah sakit?Yap, mungkin sekitar 10 menit, Justin tampak berlari dari kejauhan menghampirinya.“Hana gimana?”“Ada di dalam, sama dokter,” jawab Rhea.Justin langsung bergegas masuk ke dalam sebuah ruangan di mana Hana berada. Yap, ada dokter Mila dengan istrinya yang sufdah lengkap dengan sebuah selang infus di pergelangan tangannya.““Justin,” gumam Hana.“Hana, kamu baik baik aja, kan? Kenapa nggak menhubungiku?” mengelus lembut wajah istrinya itu, dengan satu tangan menggenggam tangannya.“Maaf, ku pikir bukan waktunya.” Ini mukanya sudah nggak karuan lagi bentukannya. Antara rasa bersalah pada Justin dan rasa khawatir akan khamilannya.“Dokter, gimana?” tanya Justin pada dokter Mila.“Kondisi Mbak Hana baik, hanya tadi sempat pingsan karena mungkin kecapean juga. Dan, seperti yang saya sarankan sebelumnya, Mbak Hana n
Seperti kebanyakan bayi, bahkan si kembar pun juga seperti itu ... ketika ASI yang mereka dapatkan membuat perut kenyang, keduanya pun kini sudah mulai tenang di dalam box masing masing. Seolah menikmati masa bebas setelah sembilan bulan berada di dalam perut mamanya dan berbagi tempat.“Dokter, kok mata saya jadi ngantuk berat gini, ya. berasa ada sesuatu yang betengger di kelopak mata,” keluh Hana seakan akan membuatnya bisa tertidur dalam sekejap.“Itu hanya efek bius yang masih ada dalam tubuh, jadinya bikin ngantuk. Kalau Mbak mau tidur, tidur aja ... kalau anak anak mau ASI, bisa dibangunkan,” jelas Dokter Mila yang setia mendampinginya.Sudah seperti Kakak sendiri, itulah sosok Mila bagi Hana. Bukan apa apa, hanya saja selama sembilan bulan dirinya dirawat dan diperhatikan masalah kandungannya oleh dokter wanita ini, membuat sebuah kedekatan layaknya kakak adik terbentuk. Bahkan saat ia menyembunyikan kondisi kehamilannya pada Justin, dia juga setuju.“Ada Bapak Justin juga di
Rasanya benar benar terasa lega, ketika akhirnya setelah beberapa hari di rumah sakit, kini kembali ke rumah. Tentunya pulang dengan tambahan dua anggota baru yang akan menghiasi suasana rumah.Sebelumnya hanya berstatus sebagai seorang istri, sekarang bertambah dengan status ibu dua anak. Ayolah, itu rasanya benar benar sulit dipercaya dengan dirinya yang masih berusia 20 tahunan.Justin membantu Hana turun dari mobil dengan si kembar yang berada dalam gendongan dua orang suster. Jangan berprasangka buruk dulu kalau dirinya akan menggunakan jasa dalam merawat anak anaknya, bukan seperti itu. Ini hanya untuk beberapa hari ke depan, setidaknya sampai luka bekas operasinya mulai membaik dan aman untuk banyak bergerak.Tak lama, dua mobil tampak memasuki area pekarangan. Bisa ditebak siapa yang datang. Itu mobil Tian dan Willy, yang artinya ... pasti pasangan mereka juga ikut.Melanjutkan langkah memasuki rumah, tempat yang membuatnya tiba tiba rindu, meskipun kadang menyebalkan juga kar
Perlahan tapi pasti, hal hal yang dianggap baru dan asing juga akan terbiasa menghiasi hari hari. Begitupun dengan apa yang sedang dialami oleh Hana. Yang tadinya ia hanya berdua dengan Justin, kini semua terasa ramai ketika ada dua anak yang seakan membuat suasana di rumah terasa hangat.Justin yang tadinya hanya fokus mengurus pekerjaan meskipun di rumah, kini seolah merombak jadwal dan aktifitasnya. Saat di rumah, dia hanya akan fokus untuk keluarga. Tak ada lagi pekerjaan kantor yang dibawa pulang.Semakin terbiasa tanpa adanya bantuan perkara urusan si kecil, membuat Hana merasa benar benar full jadi ibu seutuhnya. Semua dilakukan sendiri, meskipun harus mendengar ocehan Justin yang menganggap dirinya kecapean.Jujur saja, ini rasanya memang capek ... hanya saja semua rasa itu seolah sirna ketika melihat mereka tersenyum padanya, seakan mengatakan terimakasih.Rasanya satu hari itu berlalu begitu cepat. Masih berputar putar dan fokus pada Riga dan Vio, tiba tiba saat selesai hari