Suasana di mansion terasa begitu tenang dan hangat. Karenina menikmati sarapan paginya dengan semangat, sesekali menyuap potongan kecil buah segar ke mulutnya. Meski kondisi fisik dan hatinya sedang tak baik-baik saja, penampilannya tetap harus sempurna.Rambut panjangnya terurai indah, dan wajahnya berseri-seri setelah berdandan dengan teliti. Ia harus memperlihatkan kepada semua orang bahwa kecantikannya tak akan pernah pudar. Di dalam hatinya, Karenina sangat yakin bila Kaisar tidak akan berhasil mengakhiri pernikahan mereka.Hari ini adalah hari yang spesial bagi Karenina. Ia akan pergi bersama Hana untuk memilih gaun pesta bagi pertunangan Reval, anak kesayangan Hana. Meskipun hati kecilnya sedikit terusik memikirkan pesta itu—terutama dengan kehadiran Almeera, istri kedua Kaisar yang ia benci—Karenina berusaha mengabaikannya. Dia lebih tertarik untuk tampil sempurna dan mencuri perhatian di acara itu. Lagipula, ini adalah momen langka bagi
Wendi menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. Seperti terdapat beban berat yang membuatnya sulit untuk bercerita."Yang pertama ... Pak Jerico, Bu. Dia ... dia ditangkap polisi pagi ini."Secara refleks, mata Karenina membelalak lebar, jantungnya serasa hampir berhenti. "Apa?! Jerico ditangkap?" suaranya meninggi. "Kamu yakin?!""Pasti, Bu. Saya melihat sendiri ketika para polisi membawanya keluar dari kantor tadi pagi. Mereka bilang ada laporan... bahwa Pak Jerico terlibat dalam kasus penggelapan dana perusahaan."Kata-kata Wendi seolah menghantam dada Karenina dengan keras. Denyut jantungnya terasa seperti tertahan di rongga dada. Mustahil, pikirnya.Rasanya tidak mungkin Jerico bisa sampai dipenjara. Pria itu selalu cerdas dan tahu bagaimana menjaga dirinya dari masalah. Dia terlatih untuk bersikap licik tanpa meninggalkan jejak.Karenina merasa kepalanya mulai berputar. Napasnya terasa berat, seolah-olah udara di sekel
Karenina memutuskan untuk menghubungi teman mendiang ayahnya, Tuan Mario, yang berprofesi sebagai pengacara. Tuan Mario sudah lama membantu keluarganya dalam berbagai urusan hukum. Namun kali ini, persoalannya jauh lebih serius daripada sebelumnya.Setelah beberapa dering, suara lembut dan tegas pengacara tersebut terdengar dari ujung telepon."Karenina," katanya tanpa basa-basi. "Ada yang bisa kubantu?"Karenina menelan ludah, mencoba mengendalikan suaranya agar tidak terdengar terlalu cemas. "Saya butuh bantuan Om Mario ... segera.""Apa masalahnya?" tanya sang pengacara dengan nada waspada, tampak menangkap getaran ketegangan dalam suara Karenina."Jerico... Jerico ditangkap polisi hari ini, Om. Dia adalah sahabat baik saya," kata Karenina, suaranya hampir berbisik."Rico ... terlibat masalah korupsi di PT. Tunjung Biru. Saya ingin tahu kondisinya sekarang, tapi saya tidak bisa muncul di kantor polisi. Ini... terlalu berisiko bagi s
Reval maupun Violetta sama-sama terkejut. Mereka tidak menyangka Kaisar akan mengatakan tentang perceraiannya di tempat umum. Mata Violetta melebar, dan bibirnya bergetar sejenak, seolah ingin memaki Almeera.Namun, dia menahan diri karena takut melawan Kaisar secara langsung. Bagaimanapun juga, posisi Kaisar di keluarga Syailendra dan di dunia bisnis sangat kuat, dan Violetta tahu dia tidak boleh mempermalukan dirinya sendiri."Perceraian?" Violetta akhirnya berucap, mencoba menahan iri hati dan cemburu yang sudah membakar hatinya. "Kenapa, Kak Kaisar ...?""Ini keputusanku," potong Kaisar cepat. "Karenina tidak lagi menjadi bagian dari hidupku, dan aku harap kamu bisa menghormati itu."Violetta terdiam, menundukkan kepalanya sejenak, mencoba mengendalikan emosi. Reval menyentuh lengan Violetta, sebagai isyarat agar perempuan itu menjaga percakapan mereka tetap netral. Namun, usahanya itu ternyata tidak membuahkan hasil.Tanpa basa-bas
Di dalam mobil mewah Kaisar yang nyaman, suara deru mesin hampir tak terdengar. Almeera duduk tak bergeming sembari melemparkan pandangan ke jendela. Semula, ia berpikir makan siang dengan Kaisar akan sangat menyenangkan. Namun, pertemuan mereka dengan Reval dan Violetta di restoran, justru membuat suasana berubah tegang.Di kursi sebelahnya, Kaisar sedang memeriksa ponsel, tampak sibuk mempersiapkan pertemuan penting yang akan segera ia hadiri. Almeera menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tidak ingin mengganggu pekerjaan sang suami dengan berkeluh-kesah. Namun kemudian, Kaisar mengangkat kepala dan menatapnya."Kamu masih memikirkan ucapan Violetta tadi?" Kaisar bertanya tiba-tiba, suaranya rendah dan penuh perhatian. Tatapan matanya serius, seperti biasa ketika berbicara tentang hal-hal penting.Almeera berpaling, terkejut karena Kaisar bisa membaca pikirannya. "Aku tidak apa-apa, Hubby. Aku tidak ingin meributkan hal kecil seperti itu," jaw
Setelah sopir dan pengawalnya pergi, Almeera kembali ke dalam salon. Ia dibimbing ke sebuah ruangan pribadi di belakang, tempat perawatan eksklusif selalu diberikan untuk klien istimewa. Ruangan itu dilengkapi dengan kursi empuk yang besar, dikelilingi cermin-cermin besar, serta lampu-lampu hangat yang menenangkan.Tanpa menunggu lama, perawatan dimulai. Rambutnya yang panjang dan hitam diolesi krim perawatan, kemudian dipijat lembut di bawah aliran air hangat. Almeera memejamkan mata, membiarkan kehangatan itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Ini adalah pertama kalinya ia merasa benar-benar dimanjakan.Ketika sesi perawatan rambut selesai, perawatan wajah dimulai. Krim-krim mahal dioleskan pada dahi, pipi, dan dagu, diikuti pijatan lembut yang membuat kulit wajahnya terasa segar dan rileks. Dan sebagai penutup dari rangkaian perawatan itu adalah pijat tubuh. Almeera mencoba melepaskan segala beban di pikirannya, membiarkan tangan-tangan terampil para terapis bekerja di p
Ketika Violetta tiba di depan gerbang mansion, rumah besar itu terlihat tenang. Hampir terlalu sunyi untuk kediaman keluarga Syailendra, yang seharusnya diisi dengan berbagai kesibukan.Violetta keluar dari mobil, membetulkan rambutnya sejenak sebelum melangkah menuju pintu depan. Dengan tidak sabar, ia mengetuk pintu besar itu dan langsung direspons oleh Bi Yuli. Kepala pelayan itu membungkukkan setengah badan kala melihat kedatangan calon menantu Hana.“Nona Violetta,” sapa Bi Yuli dengan sopan, meski wajahnya tampak sedikit kaku. “Ada yang bisa saya bantu?”“Aku ingin bertemu dengan Kak Nina, Bi,” kata Violetta tanpa basa-basi, menatap kepala pelayan itu tajam. “Ada masalah penting yang harus aku bicarakan dengannya.”Bi Yuli tampak ragu, pandangannya sedikit gelisah. “Maaf, Nona. Nyonya Karenina sedang tidak ingin menerima tamu hari ini.”Violetta mengerutkan kening, merasa tidak
Almeera hanya mengangguk dengan perasaan campur aduk. Kaisar selalu seperti itu—datang tanpa memberi tahu sebelumnya. Di satu sisi, dia senang Kaisar menyusulnya, tetapi ada bagian dari dirinya yang merasa gugup setiap kali sang suami hadir. Meski Kaisar sekarang sudah berubah hangat dan penuh pengertian, terkadang dia masih belum percaya diri.Sekitar dua puluh menit kemudian, pintu butik terbuka, dan Kaisar masuk dengan langkah percaya diri. Tak ayal, para pegawai butik langsung menatap kagum ke arah lelaki tampan itu. Penampilannya selalu rapi, dengan setelan formal yang menonjolkan statusnya sebagai seorang pengusaha sukses. Ketika matanya bertemu dengan Almeera, dia tersenyum hangat.“Sudah selesai, Sayang?” tanya Kaisar mendekati Almeera.Tanpa ragu, Almeera memperlihatkan gaun berwarna cokelat keemasan, beserta sepatu dan tas pilihannya. Kaisar pun mengamati dengan seksama sebelum memberikan komentar.“Gaun dan sepatumu terl