“Berangkatlah secepatnya setelah aku memberimu alamat, Willy.”Almeera membuka matanya, karena mendengar suara Kaisar yang berbicara dengan Willy melalui sambungan telepon. Ia tidak tahu jam berapa sekarang. Sepertinya, ia bangun kesiangan akibat semalam netranya sulit untuk terpejam. Bahkan, ia tertidur sambil berlinang air mata. Melihat jarum jam menunjuk angka delapan, Almeera langsung membetulkan letak kacamatanya. Lupa bahwa kakinya masih sakit, gadis itu buru-buru turun dari tempat tidur. Namun, denyutan yang menyakitkan di bagian pergelangan kaki membuat gadis itu berhenti. “Willy, nanti aku akan meneleponmu lagi.” Kaisar memutus panggilannya ketika mendengar desisan kecil dari bibir Almeera. “Akhirnya, kamu bangun juga,” ujar Kaisar. Pria itu mengambil secarik kertas dan pena dari nakas, lalu menyodorkannya kepada Almeera. “Tulis nama nenekmu dan rentenir itu, beserta alamat lengkap mereka.”Perintah Kaisar membuat Almeera terhenyak. Sepertinya, lelaki itu telah memutuskan
“Pergi, Kasman! Jangan ganggu Almeera!” usir Nenek Gayatri sembari menitikkan air mata. “Kau pikir cucumu itu seorang putri raja? Almeera hanya anak haram yang tidak jelas siapa ayah kandungnya! Dia harus membalas kebaikanku, karena aku bersedia menjadi ayahnya selama ini,” cerocos Kasman. Mirza lantas memberikan isyarat kepada warga yang ada di situ untuk membawa Kasman pergi. Bila tidak, pria paruh baya itu akan terus mengucapkan sumpah serapah yang menyebabkan Gayatri semakin terguncang. Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Kasman bagai racun yang mampu membinasakan orang-orang di sekitarnya.“Awas kalian semua! Aku akan membalas perbuatan kalian nanti!” teriak Kasman sebelum digiring keluar oleh warga.Selepas Kasman tak terlihat lagi, Mirza membantu Gayatri duduk di kursi. Ia juga pergi ke dapur untuk mengambilkan air putih bagi perempuan tua itu. Sungguh, Mirza tidak tega melihat kondisi Gayatri yang tampak memprihatinkan.“Minum dulu, Nek. Jangan khawatir, saya akan melindun
Almeera segera menarik tangannya supaya tidak bersentuhan terlalu lama dengan Kaisar. Menjaga jarak dari Kaisar adalah sebuah keharusan. Terlebih, ia sudah berjanji di depan Karenina untuk menghilang dari kehidupan Kaisar setelah kewajibannya selesai.“Tolong geser gambarnya sedikit lagi ke bawah,” kata Kaisar kemudian. Untung saja pria itu sudah kembali ke posisinya semula, sehingga wajah mereka tidak berdekatan.“Iya, Tuan.”Dengan patuh, Almeera melaksanakan perintah sang suami tanpa banyak bertanya. Namun, kali ini ia menggeser gambar lebih lambat agar Kaisar tidak memegang tangannya seperti tadi. “Ck, kalung ini terlalu simple, tidak sesuai dengan pesanan dari Ivander Wijaya,” decak Kaisar. Sepertinya, ia kesal terhadap desainer yang ditugaskan untuk merancang kalung berlian dalam katalog. Kaisar lantas turun dari tempat tidur untuk mengambil ponsel. Dari tempat tidur, Almeera mendengar Kaisar bicara dengan asistennya agar segera merevisi desain tersebut. Pria itu juga meminta
Perempuan paruh baya itu melepas kacamata hitam yang melekat di wajahnya. Semua yang ia kenakan adalah barang bermerk dengan harga fantastis. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, hingga anting berlian yang tersemat di telinganya. Jelas sudah bila dia bukanlah wanita sembarangan. “Kenapa kamu terkejut, Hamdan? Apa aku tidak boleh pulang ke rumah mendiang suamiku? Bukankah aku masih dianggap menantu di rumah ini?” tanya Hana sembari menatap Hamdan. “B-bukan begitu maksud saya, Nyonya Besar. Biasanya Anda memberitahu dulu sebelum pulang,” ucap Hamdan meralat ucapannya. Sedikit saja salah bicara, bisa berakibat fatal. Apalagi, Hana memiliki sifat temperamen dan mudah sekali tersinggung hanya karena hal-hal sepele. “Memang aku tidak ada rencana untuk kembali ke Jakarta. Tapi, karena aku mendengar kabar yang sangat buruk, terpaksa aku pulang lebih awal.”Hamdan langsung meneguk saliva kasar. Ia tahu benar apa yang dimaksud oleh Hana, yaitu pernikahan kedua Kaisar yang diatur oleh Tuan Barata
Rasanya Almeera ingin memegangi tangan Bi Ningrum agar tidak pergi meninggalkan vila. Sayangnya, hal itu mustahil untuk dilakukan. Perempuan paruh baya itu memiliki urusan keluarga yang mendesak dan tidak bisa ditunda.Alhasil, Almeera hanya bisa menatap kepergian pasangan paruh baya itu dari atas ranjang. Setelah mereka menghilang dari balik pintu, atmosfer di kamar itu berubah sangat canggung. Mengingat Kaisar terakhir kali membentaknya, Almeera memilih untuk bungkam. Jangan sampai ia memantik api dalam diri Kaisar, karena saat ini nasibnya dan sang nenek ada di tangan pria itu. Almeera hanya memperhatikan Kaisar yang menunduk ke salah satu tas belanjaannya. Dengan tangan kiri, pria itu mengeluarkan dua buah buku. Yang satu adalah buku gambar dan satunya lagi merupakan majalah wanita.Detik selanjutnya, Almeera terkejut lantaran Kaisar melemparkan buku tersebut ke pangkuannya. “Daripada pikiranmu melantur, lebih baik kamu menggambar atau membaca majalah ini. Siapa tahu penampilanm
“Meera, tenanglah, ada aku di sini. Atur napasmu,” ujar Kaisar. Pria itu segera meletakkan senter yang ia bawa di lantai, agar bisa menopang tubuh Almeera. Dari temaram cahaya senter, Kaisar bisa melihat gadis itu belum mengenakan apa-apa. Buru-buru, ia menyambar handuk yang terletak di wastafel untuk menutupi tubuh polos Almeera. Tanpa memikirkan satu tangannya yang masih terluka, Kaisar segera menggendong gadis yang sedang tak berdaya itu menuju ke kamar. Beruntung, ia sempat menyalakan senter ponselnya di atas meja untuk menerangi kamar. Meski tidak tidak terlalu terang, tetapi cukup untuk memandu jalannya menuju ke tempat tidur. Dengan hati-hati, Kaisar lantas merebahkan Almeera di atas ranjang lalu menyelimuti tubuh gadis itu dengan bed cover. “Aku akan mengambil senter dan bajumu sebentar,” kata Kaisar.Almeera melihat kepergian Kaisar sembari meringkuk di bawah bed cover. Ia tidak menyangka lagi-lagi Kaisar-lah yang muncul sebagai pahlawan di kala ia terjebak dalam kesulita
Di kampung, Gayatri baru selesai membuat makan malam sederhana untuk dirinya sendiri. Biarpun ia masih mencemaskan kondisi Almeera, paling tidak sudah ada Mirza yang bersedia mencari sang cucu. Apalagi, Mirza juga sudah mengakui perasaannya terhadap Almeera. Lelaki muda itu telah berjanji akan segera menemukan Almeera, lalu menikahinya atas restu dari Gayatri. Sembari memikirkan kebahagiaan sang cucu, Gayatri pun meletakkan nasi goreng buatannya di atas meja. Baru saja ia hendak makan, terdengar suara ketukan yang berulang di pintu. Sontak, jantung perempuan tua itu berdebar kencang. Ia takut bila Kasman datang untuk mengganggunya lagi. Atau mungkin Harsono yang sengaja berkunjung di malam hari, demi memaksanya memberitahukan keberadaaan Almeera. Meski begitu, Gayatri tidak akan pernah membuka mulut sedikit pun. Mendengar bunyi ketukan yang tidak berhenti, Gayatri terpaksa berjalan menuju ke pintu. Ia sudah bersiap untuk menghadapi para penjahat yang berniat mencelakai Almeera. Tak
Sembari melepaskan pelukannya, Kaisar berpikir bagaimana caranya supaya Almeera berhenti menangis. Pasalnya, suara gadis itu membuatnya sulit untuk memejamkan mata. Entah mengapa Almeera tidak berhenti mengusik ketenangannya, bahkan dalam kondisi tidur sekalipun. Andai saja Almeera tidak dalam kondisi lemah, mungkin dia akan segera membangunkan gadis tersebut. “Nenek ….”Mendengar suara Almeera yang mengigau, Kaisar menebak bila gadis ini bermimpi mengenai neneknya. Pastilah di dalam hati Almeera masih mencemaskan kondisi sang nenek di kampung, hingga terbawa ke alam mimpi. Hanya saja, gadis itu tidak berani bertanya secara langsung. Kaisar pun teringat akan Willy yang ia tugaskan untuk mendatangi rumah Almeera di kampung. Hingga saat ini, orang kepercayaannya itu belum memberikan laporan apa-apa. Namun, Kaisar yakin bila Willy sudah bertemu dengan neneknya Almeera.‘Besok, aku akan bertanya kepada Willy apa dia sudah membereskan masalah hutang piutang itu,’ pikir Kaisar. ***Di da