"Bagus ya? Sekarang kamu mulai berani pulang malam, hah?! Apakah kamu menjajakan diri te
rlebih dahulu sebelum pulang? Dasar, jalaang kecil!" hardik wanita paruh baya disertai dengan tatapan mata tajam.DEGH!Seketika tubuh gadis itu membeku di tempat dengan mata yang membola sempurna, saat melihat siapa sosok yang selalu membuatnya ketakutan."A-ampun, Bu! Ma-maafkan, Berli!" pinta Berli lirih. Kini tubuh gadis itu bergetar karena tatapan mematikan dari Ibunya.Melalui sorot matanya yang tajam sosok wanita paruh baya yang bernama Lusiana, selalu menjadi sosok yang sangat menakutkan untuk gadis cantik itu.Bagaimana tidak?Setiap kali Berli pulang terlambat atau tidak memberikan dia uang. Pasti gadis malang itu akan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi.Seperti halnya yang sudah terjadi saat Berli pulang tidak membawa hasil apapun. Tepat di saat itu juga Berli mendapatkan pukulan dari rotan, bahkan terkadang dia sama sekali tidak diberikan makan.Dan lebih parahnya lagi, setelah disiksa oleh Lusi. Berli harus tidur di luar rumah tanpa alas tidur sama sekali. Sangat malang bukan nasibnya?Namun, apa yang dilakukan oleh Lusi dan Berta, kakak Berli. Sama sekali tidak membuat gadis itu membenci atau memiliki dendam kepada mereka.Sungguh gadis cantik berhati malaikat yang sangat langka untuk ditemukan. Mungkin jika orang lain yang merasakannya, pasti mereka memilih pergi dari rumah itu dan hidup seorang diri."Ada apa sih, Bu? Ini sudah malam lho. Bisa tidak sih tidak ribut sehari saja." celetuk Berta yang baru saja keluar dari kamarnya."Lihatlah jalaang kecil ini, Sayang! Dan lihatlah jam berapa sekarang? Apakah pantas jika seorang gadis pulang tengah malam, kalau bukan menjajakan diri terlebih dahulu?" timpal Lusi sambil menatap sinis ke arah Berli berada."Tidak, Bu, Kak. Percayalah! Aku tidak mungkin melakukan hal serendah itu. Dan aku malam ini pulang terlambat karena--"Plok... Plok... Plok..."Ckk!! Sudah pandai berkilah ternyata sekarang kamu, Berli? Waw! Sandiwara yang bagus sekali." potong Berta disertai dengan tepuk tangan.Dengan cepat Berli menggelengkan kepalanya. Setiap ucapan yang dikeluarkan oleh gadis itu sama sekali tidak pernah dihiraukan oleh kedua wanita beda usia itu."Mana hasil kamu hari ini? Besok Ibu mau bayar hutang kepada Juragan Anton." cetus Lusi sambil mengulurkan tangannya ke arah Berli.GLEK!Dengan susah payahnya Berli menelan ludah yang tercekat di tenggorokan. Kini rasa takut pun semakin menyelimutinya."Ma-af, Bu! Hari ini aku sama sekali tidak mendapatkan uang. Karena barang-barang bekas hari ini menjadi rebutan beberapa orang yang ikut memulung, Bu. Bahkan persaingannya semakin ketat." jelas Berli sambil meremas ujung bajunya."Bodooh! Dasar gadis tidak berguna! Pembawa sial! Kalau bukan karena kamu, mungkin suamiku saat ini masih ada dan hidup kita tidak akan sesengsara ini!" hardik Lusi.Kata-kata pedas yang selalu dilontarkan oleh wanita paruh baya itu selalu menusuk ke relung hati gadis cantik itu. Namun, sayangnya gadis itu sudah kebal dan menulikan pendengarannya."Maafkan Berli, Bu! Berli berjanji! Besok Berli akan bekerja lebih keras lagi agar bisa mendapatkan uang yang lebih banyak. Tetapi Berli mohon! Izinkan Berli untuk beristirahat malam ini!" mohon Berli lirih."Baiklah. Malam ini kamu aku bebaskan dari hukumanmu. Tetapi ingat! Besok kamu harus membawa uang yang lebih banyak dari kemarin. Kalau tidak! Kamu akan aku jadikan jaminan untuk membayar semua hutang-hutang ku kepada Juragan Anton!"BRAK!Setelah mengatakan hal itu, Lusi langsung menutup pintu tersebut dengan keras sehingga membuat gadis malang itu terlonjak dan terkejut."Astaghfirullahal'adzim!""Kamu harus bersyukur, Berli! Karena malam ini kamu terhindar dari hukuman mereka. Ya, meskipun kamu harus tidur lagi diluar tanpa menggunakan alas sekalipun." gumam Berli lirih.Gadis malang itu kini mulai meringkuk di depan pintu sambil menatap gelapnya malam. Berharap jika esok akan menjadi hari baik untuknya.Meskipun dia sering diperlakukan tidak adil kepada Ibunya, tetapi dia berlapang dada untuk menerima perlakuan tidak manusiawi itu.Pernah beberapa tetangga yang merasa iba dan tidak tega melihat kesengsaraan gadis malang itu, mereka menawarkan untuk menampungnya.Namun, gadis itu selalu menolaknya dengan alasan bahwa mereka adalah keluarga yang dia miliki saat ini. Jadi bagaimana pun mereka memperlakukannya, gadis itu selalu akan berada di sisi mereka."Maaf, Pak, Bu! Bukan maksud saya untuk menolak kebaikan kalian. Tetapi bagaimanapun mereka memperlakukan saya, mereka adalah keluarga yang sangat berjasa di dalam hidup saya."Kata-kata mutiara dan bijaksana yang dilontarkan oleh gadis belia yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun.Orang-orang pun juga sangat kagum dengan kegigihan dan keuletan gadis remaja itu. Bahkan di usianya yang masih terbilang sangat muda, sudah bekerja keras untuk menjadi tulang punggung keluarganya."Ayah, temani Berli malam ini! Peluk Berli, Yah! Berli kedinginan." ucap Berli lirih.Kini udara dingin pun menerobos masuk ke dalam tubuhnya yang sudah sangat kedinginan. Bahkan saat ini dia juga masih menggunakan baju yang basah itu, karena Lusi dan Berta sama sekali tidak mengizinkannya untuk masuk ke dalam rumah.Apa boleh buat?Mau tidak mau, gadis malam itu harus menikmati dinginnya malam yang menusuk hingga ke tulang-tulangnya."Kamu kuat, Berli! Kamu bisa!" ucap lirih Berli sambil menguatkan dirinya sendiri.Tak terasa sang mentari kini mulai menyembul dari tempat persembunyiannya. Semburat warna kuning yang selalu dinantikan oleh semua insan manusia untuk melanjutkan perjalanan hidupnya.Pagi ini seperti biasa Berli yang selalu bangun lebih awal, memilih untuk menunggu Ibu atau Kakaknya bangun tidur untuk membersihkan dirinya."Mengapa Ibu tak kunjung bangun ya? Apakah aku harus mengetuk pintunya? Tetapi bagaimana kalau mereka akan marah?"Kini kegelisahan menyelimuti hati gadis malang itu. Niat ingin berangkat bekerja pagi, tetapi pintunya belum kunjung terbuka dan masih terkunci."Ya Allah, mengapa mereka tidak bangun-bangun? Bagaimana kalau aku berangkat kesiangan? Pasti nanti sudah banyak pemulung yang sudah lebih dulu mengambil alih tempatku." keluh Berli.CEKLEK!Tepat saat dia mengeluh pintu pun terbuka lebar, sehingga membuat gadis itu langsung mengembangkan senyumannya."Alhamdulillah. Akhirnya Ibu bangun juga. Maafkan Berli, Bu! Berli mohon izin untuk membersihkan diri terlebih
Di sebuah mansion milik keluarga Bagaskara disinilah gadis malang itu berada. Tempat yang baru beberapa jam dia singgahi."Assalamu'alaikum?" ucap Berli sambil menundukkan kepalanya saat memasuki rumah bak istana itu."Wa'alaikumsalam. Wah, akhirnya kamu berhasil juga membawanya ke sini, Van. Bunda kira kamu tidak akan bisa menemukannya." ujar Fariza."Bagaimana mungkin aku tidak bisa menemukannya, Bun? Semalam saja dia seperti malaikat kecil yang menolongku dari mautku." timpal Revan sambil terkekeh.Sejenak pria itu melupakan masalahnya. Padahal baru beberapa jam sebelum kecelakaan itu terjadi dia sedang tidak baik-baik saja.Hatinya pun juga masih teramat sangat sakit akibat pengkhianat yang dilakukan oleh kekasihnya itu.Namun, demi permintaan sang Ibunda tercinta. Revan mengesampingkan rasa sakit hatinya demi mencari malaikat penolongnya.'Aku harus bisa melupakan wanita pengkhianat itu. Dan aku harus segera bangkit dari rasa sakit yang baru semalam dia torehkan. Demi Bunda dan A
Dingin, basah, dan gelap...Itulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang bernasib malang. Berlari membelah derasnya hujan yang disertai dengan suara petir menggelegar.DUAARR!"Astaghfirullahal'adzim!" pekik gadis yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun.Dengan penuh keberanian, gadis cantik dan anggun itu terus berlari untuk mencari tempat yang teduh sebagai perlindungan dari derasnya hujan malam ini."Ayah, Berli takut! Temenin Berli, Yah!" pinta Berlian sambil memeluk dirinya sendiri yang telah basah kuyup diguyur hujan."Dingin, Ya Allah!" rintih Berlian disertai gigi yang bergemeletuk.Sembari menunggu hujan reda. Berli terus saja berdo'a, berharap jika gelapnya malam ini dia tidak sendirian di sebuah halte bus yang sudah sangat sepi.Tepat pukul sepuluh malam, hujan akhirnya reda. Dengan perlahan gadis berparas cantik itu berjalan sambil memeluk dirinya, dan membawa sebuah karung yang selalu menjadi teman kesehariannya.BRAK!Terdengar suara hantaman yang cukup keras te
"REVAN?!""Astaghfirullahal'adzim? Apa yang terjadi kepadanya?" pekik wanita cantik yang sudah memasuki kepala empat.Berli yang masih bergeming di tempat, kini hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya."Apa ada yang bisa menjelaskannya?" tanya sosok pria paruh baya yang saat ini sedang menatap penuh tanya kepada beberapa orang disekitarnya.Pria jangkung berkumis tipis kini langsung menyenggol lengan Berli. Seketika gadis cantik itu langsung mendongak dan menatap pria di sampingnya.Pak Ridwan adalah nama penjaga pintu masuk perumahan elit itu. "Bicaralah, Neng! Tolong jelaskan kepada orangtua Pak Revandra!" bisik Pak Ridwan yang meminta agar Berli membuka suaranya.Sebelum membuka suaranya sejenak Berli menghirup udara segar untuk mengurangi rasa gugupnya. 'Bantu aku untuk menjelaskan semuanya kepada mereka, Ya Allah!' batin Berli."Ma-maaf, Tu-tuan! Saya yang menemukan Tuan ini saat kecelakaan terjadi...." ucap Berli lirih dan terbata.Sosok pria berpawakan tin
Di sebuah mansion milik keluarga Bagaskara disinilah gadis malang itu berada. Tempat yang baru beberapa jam dia singgahi."Assalamu'alaikum?" ucap Berli sambil menundukkan kepalanya saat memasuki rumah bak istana itu."Wa'alaikumsalam. Wah, akhirnya kamu berhasil juga membawanya ke sini, Van. Bunda kira kamu tidak akan bisa menemukannya." ujar Fariza."Bagaimana mungkin aku tidak bisa menemukannya, Bun? Semalam saja dia seperti malaikat kecil yang menolongku dari mautku." timpal Revan sambil terkekeh.Sejenak pria itu melupakan masalahnya. Padahal baru beberapa jam sebelum kecelakaan itu terjadi dia sedang tidak baik-baik saja.Hatinya pun juga masih teramat sangat sakit akibat pengkhianat yang dilakukan oleh kekasihnya itu.Namun, demi permintaan sang Ibunda tercinta. Revan mengesampingkan rasa sakit hatinya demi mencari malaikat penolongnya.'Aku harus bisa melupakan wanita pengkhianat itu. Dan aku harus segera bangkit dari rasa sakit yang baru semalam dia torehkan. Demi Bunda dan A
Tak terasa sang mentari kini mulai menyembul dari tempat persembunyiannya. Semburat warna kuning yang selalu dinantikan oleh semua insan manusia untuk melanjutkan perjalanan hidupnya.Pagi ini seperti biasa Berli yang selalu bangun lebih awal, memilih untuk menunggu Ibu atau Kakaknya bangun tidur untuk membersihkan dirinya."Mengapa Ibu tak kunjung bangun ya? Apakah aku harus mengetuk pintunya? Tetapi bagaimana kalau mereka akan marah?"Kini kegelisahan menyelimuti hati gadis malang itu. Niat ingin berangkat bekerja pagi, tetapi pintunya belum kunjung terbuka dan masih terkunci."Ya Allah, mengapa mereka tidak bangun-bangun? Bagaimana kalau aku berangkat kesiangan? Pasti nanti sudah banyak pemulung yang sudah lebih dulu mengambil alih tempatku." keluh Berli.CEKLEK!Tepat saat dia mengeluh pintu pun terbuka lebar, sehingga membuat gadis itu langsung mengembangkan senyumannya."Alhamdulillah. Akhirnya Ibu bangun juga. Maafkan Berli, Bu! Berli mohon izin untuk membersihkan diri terlebih
"Bagus ya? Sekarang kamu mulai berani pulang malam, hah?! Apakah kamu menjajakan diri te rlebih dahulu sebelum pulang? Dasar, jalaang kecil!" hardik wanita paruh baya disertai dengan tatapan mata tajam. DEGH! Seketika tubuh gadis itu membeku di tempat dengan mata yang membola sempurna, saat melihat siapa sosok yang selalu membuatnya ketakutan. "A-ampun, Bu! Ma-maafkan, Berli!" pinta Berli lirih. Kini tubuh gadis itu bergetar karena tatapan mematikan dari Ibunya. Melalui sorot matanya yang tajam sosok wanita paruh baya yang bernama Lusiana, selalu menjadi sosok yang sangat menakutkan untuk gadis cantik itu. Bagaimana tidak? Setiap kali Berli pulang terlambat atau tidak memberikan dia uang. Pasti gadis malang itu akan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi. Seperti halnya yang sudah terjadi saat Berli pulang tidak membawa hasil apapun. Tepat di saat itu juga Berli mendapatkan pukulan dari rotan, bahkan terkadang dia sama sekali tidak diberikan makan.Dan lebih parahnya lagi, s
"REVAN?!""Astaghfirullahal'adzim? Apa yang terjadi kepadanya?" pekik wanita cantik yang sudah memasuki kepala empat.Berli yang masih bergeming di tempat, kini hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya."Apa ada yang bisa menjelaskannya?" tanya sosok pria paruh baya yang saat ini sedang menatap penuh tanya kepada beberapa orang disekitarnya.Pria jangkung berkumis tipis kini langsung menyenggol lengan Berli. Seketika gadis cantik itu langsung mendongak dan menatap pria di sampingnya.Pak Ridwan adalah nama penjaga pintu masuk perumahan elit itu. "Bicaralah, Neng! Tolong jelaskan kepada orangtua Pak Revandra!" bisik Pak Ridwan yang meminta agar Berli membuka suaranya.Sebelum membuka suaranya sejenak Berli menghirup udara segar untuk mengurangi rasa gugupnya. 'Bantu aku untuk menjelaskan semuanya kepada mereka, Ya Allah!' batin Berli."Ma-maaf, Tu-tuan! Saya yang menemukan Tuan ini saat kecelakaan terjadi...." ucap Berli lirih dan terbata.Sosok pria berpawakan tin
Dingin, basah, dan gelap...Itulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang bernasib malang. Berlari membelah derasnya hujan yang disertai dengan suara petir menggelegar.DUAARR!"Astaghfirullahal'adzim!" pekik gadis yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun.Dengan penuh keberanian, gadis cantik dan anggun itu terus berlari untuk mencari tempat yang teduh sebagai perlindungan dari derasnya hujan malam ini."Ayah, Berli takut! Temenin Berli, Yah!" pinta Berlian sambil memeluk dirinya sendiri yang telah basah kuyup diguyur hujan."Dingin, Ya Allah!" rintih Berlian disertai gigi yang bergemeletuk.Sembari menunggu hujan reda. Berli terus saja berdo'a, berharap jika gelapnya malam ini dia tidak sendirian di sebuah halte bus yang sudah sangat sepi.Tepat pukul sepuluh malam, hujan akhirnya reda. Dengan perlahan gadis berparas cantik itu berjalan sambil memeluk dirinya, dan membawa sebuah karung yang selalu menjadi teman kesehariannya.BRAK!Terdengar suara hantaman yang cukup keras te