Dingin, basah, dan gelap...
Itulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang bernasib malang. Berlari membelah derasnya hujan yang disertai dengan suara petir menggelegar.
DUAARR!
"Astaghfirullahal'adzim!" pekik gadis yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun.
Dengan penuh keberanian, gadis cantik dan anggun itu terus berlari untuk mencari tempat yang teduh sebagai perlindungan dari derasnya hujan malam ini.
"Ayah, Berli takut! Temenin Berli, Yah!" pinta Berlian sambil memeluk dirinya sendiri yang telah basah kuyup diguyur hujan.
"Dingin, Ya Allah!" rintih Berlian disertai gigi yang bergemeletuk.
Sembari menunggu hujan reda. Berli terus saja berdo'a, berharap jika gelapnya malam ini dia tidak sendirian di sebuah halte bus yang sudah sangat sepi.
Tepat pukul sepuluh malam, hujan akhirnya reda. Dengan perlahan gadis berparas cantik itu berjalan sambil memeluk dirinya, dan membawa sebuah karung yang selalu menjadi teman kesehariannya.
BRAK!
Terdengar suara hantaman yang cukup keras tepat di depan gadis yang bernama Berlian. Sebuah mobil tiba-tiba melesat kencang dan menabrak pembatas jalan.
Berli yang sangat terkejut dengan kejadian di depan matanya, kini langsung berlari ke arah mobil berada. Gadis itu mengintip melalui kaca mobil yang berwarna hitam. Betapa terkejutnya saat Berli melihat seseorang yang sudah terlihat lemah bersandar di belakang kemudi.
"Astaghfirullahal'adzim!" pekik Berli.
Entah apa yang dia pikirkan saat ini, Berli langsung mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk membuka pintu mobil yang masih terkunci dari dalam.
Karena beberapa kali mengetuk-ngetuk pintu kaca mobil dan tidak mendapatkan respon apapun dari sang empu.
Akhirnya dengan kecerdikan yang dia miliki, Berli langsung mencari sebuah batu untuk membuka pintu tersebut.
"Bertahanlah! Aku akan mencoba untuk menolongmu!" ucap Berli yang terus menerus memukuli pintu mobil itu hingga tak berbentuk lagi.
"Alhamdulillah!" pekik Berli.
Perjuangan dan usaha yang membuahkan hasil, kini membuat gadis itu langsung bergerak cepat saat melihat asap yang keluar dari kap mesin mobil.
"Aku harus segera mengeluarkannya sebelum mobil ini meledak." gumam Berli.
Dengan sudah payahnya, gadis bertubuh mungil itu mencoba mengeluarkan seorang pemuda yang berpawakan tinggi dan kekar.
"Astaghfirullah! Berat banget sih!" keluh Berli.
Tepat saat beberapa langkah menghindari mobil itu, tiba-tiba suara dentuman keras terdengar sehingga membuat gadis mungil itu memekik dan hampir menjatuhkan tubuh pemuda itu.
DUUAARRR!!
"Astaghfirullah! Ya Allah, terimakasih karena Engkau telah membantuku untuk menyelamatkan nyawa ini. Jika saja aku tidak melihatnya, entah apa yang terjadi dengannya." syukur Berli.
Setelah menyapu ke segela penjuru arah, Berli tidak melihat adanya tanda-tanda seseorang yang lewat. Saat ini jalanan pun terlihat sepi dan hanya sesekali terlihat mobil yang melintas tanpa berniat untuk berhenti.
"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Kemana aku harus membawanya?" keluh Berli sambil memandangi sosok yang sama sekali tidak dia kenali.
"Tolong bantu hambamu ini, Ya Allah! Aku mohon berikan aku petunjuk, agar aku bisa menyelamatkan nyawanya." pinta Berli.
Saat gadis itu hendak mencari petunjuk, tiba-tiba dia melihat sebuah dompet yang masih menyelip di dalam saku celana.
"Dompet?" ucap Berli sambil meraih dompet yang masih tersimpan rapi.
"Apa aku harus membukanya? Tetapi jika aku tidak membukanya, bagaimana aku bisa melihat alamat dan identitasnya?" imbuh Berli.
"Maafkan aku, Tuan! Aku tidak bermaksud lancang untuk membuka dompet dan privasimu. Tetapi aku tidak punya pilihan lain selain melihat isi dompetmu." izin Berli kepada pemuda masih memejamkan matanya.
Perlahan gadis itu membuka dompet kulit berwarna coklat tua. Kemudian dia langsung melihat sebuah identitas yang terselip diantara beberapa kartu yang ada.
"REVANDRA ADITYA BAGASKARA?"
"Kenapa nama belakangnya seperti tidak asing ya? Sepertinya aku sering melihat nama ini saat aku memulung." gumam Berli.
Tidak mau terlalu banyak membuang waktu, akhirnya Berli mendapatkan alamat kantor dan rumah pemuda itu.
"JALAN MAWAR NO.02, PERUMAHAN BOUGENVILLE? Ini 'kan perumahan elit yang berada tidak jauh dari tempat tinggalku? Astaghfirullah! Ternyata dia anak Sultan?" pekik Berli sambil menatap sosok pria yang belum sadarkan diri.
Tanpa berpikir panjang lagi, akhirnya Berli membawa tubuh kekar itu dengan susah payahnya menuju alamat yang tertera.
"Sadarlah, Tuan! Aku mohon, bantu aku untuk menolongmu! Sebentar saja. Karena jaraknya sudah tidak terlalu jauh." mohon Berli sambil memandangi pekatnya malam.
Bahkan gadis itu sudah lupa dengan keadaannya sendiri, baju yang basah dan rasa dinginnya tiba-tiba menguap begitu saja.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk..."
"Alhamdulillah. Akhirnya Tuan sadar juga." ucap Berli sambil mengucap syukur.
Pria yang bernama Revandra mencoba untuk melihat siapa yang sedang memapah tubuhnya. Namun, pandangannya yang sedikit kabur, membuat pemuda itu tidak bisa melihat dengan jelas sosok malaikat penolongnya.
"Te-ri-ma-kasih." ucap Revandra.
Hanya satu kata dan itupun keluar dengan lirih dan terbata. Tetapi suara pemuda itu masih dapat di dengar oleh Berli.
"Sama-sama, Tuan. Tolong bantu aku untuk mempertahankan kesadaranmu! Sebentar lagi kita akan sampai." ucap Berli sambil berjalan tertatih-tatih.
Melihat ketulusan dari seorang gadis yang sama sekali tidak dia kenali membuat seorang Revandra mengukir senyuman tipis di kedua sudut bibirnya.
'Aku berjanji akan mencarimu setelah aku pulih. Terimakasih malaikat kecilku.' batin Revandra.
Sebuah kecelakaan sekaligus pertemuan tak terduga diantara mereka suatu saat akan menjadi sebuah cahaya penolong untuk seorang Berlian, si gadis malang.
Di saat mereka melewati jalan masuk perumahan elit, tiba-tiba mereka di hadang saat akan melewati pos keamanan.
"Hey, kamu! Kamu siapa? Mau kemana?" tanya salah satu penjaga keamanan sambil berlari kecil menghampiri Berli dan Revandra.
Saat mereka tiba di bawah cahaya lampu yang terang, Berli menghentikan langkahnya dan menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke perumahan ini.
"Astaga! Ini 'kan Pak Revandra? Kamu bertemu beliau di mana, Neng? Apa yang terjadi?" tanya penjaga yang diperkirakan usianya sudah lebih dari setengah abad.
"Maaf, Pak! Saya bertemu dengan Tuan ini saat berteduh di Halte bus sebelah sana. Dan tanpa sengaja saat Saya akan berjalan, tiba-tiba mobil Tuan ini menabrak pembatas jalan......"
Seketika mata penjaga itu membola sempurna, "Lalu dimana mobilnya sekarang?" tanya penjaga itu lagi.
"Mobilnya meledak, tepat saat kami baru beberapa langkah menghindari mobil itu." imbuh Berli.
"Astaga! Untung saja ada kamu, Neng. Terimakasih ya? Mari ikut Saya! Kita antar Pak Revandra bersama. Rumahnya hanya di depan sana." ujar penjaga itu.
Kini kedua orang itu sama-sama memapah tubuh Revandra yang sudah sangat lemas. Meskipun tidak sepenuhnya sadar, tetapi Revandra mendengar setiap perbincangan kedua orang yang telah menolongnya.
"Oh, iya, Neng. Kamu tinggal dimana? Kenapa kamu bisa berada di daerah sini?" tanya penjaga itu dengan ramah.
"Oh, saya tinggal tidak jauh dari sini, Pak. Dan kebetulan Saya baru mau pulang bekerja." jelas Berli.
Penjaga itu hanya manggut-manggut setelah mendengar penjelasan dari gadis cantik itu. Setelah tiba di sebuah rumah yang sangat besar dan luas disertai dengan gerbang yang menjulang tinggi.
Gadis cantik yang bernama Berlian kini menatap penuh takjub sambil berdecak kagum saat melihat rumah bak istana untuknya.
"MasyaAllah! Ini rumahnya besar sekali. Ini rumah apa istana ya?" gumam Berli.
"Ini adalah rumah Pak Revandra, Neng. Apa Neng mau ikut masuk? Saya ingin Neng yang menjelaskan tentang kecelakaan yang menimpa Pak Revandra. Neng mau 'kan?" pinta penjaga tersebut.
Mau tidak mau, akhirnya Berli menganggukinya meskipun sebenarnya dia sangat ragu untuk memasuki rumah mewah itu.
Setelah bertemu dengan scurity yang bertugas, mereka pun langsung masuk dan dibantu oleh scurity itu yang selalu sigap dalam keadaan apapun.
TING... TONG...
Sedikit menunggu lama, akhirnya pintu pun terbuka lebar dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang merasa sangat terkejut dengan kedatangan seseorang.
"Astaghfirullah! Den Revandra?!" pekik wanita paruh baya itu.
"Apa yang terjadi? Kenapa Den Revan bisa seperti ini?" tanya wanit itu.
Setelah memberikan penjelasan kepada wanita paruh baya itu, ketiga orang yang telah membantu Revandra ikut masuk ke dalam rumah.
Awalnya Berli menolak karena dia merasa tidak pantas untuk memasuki rumah yang dia anggap sebagai istana itu.
Namun, wanita paruh baya yang bernama Sumi dengan kekeuh memaksanya untuk masuk, dan menjelaskan semuanya kepada kedua majikannya.
Saat ini Revandra sudah dibaringkan di atas sofa ruang tamu. Dan dengan cekatan Bi Sumi langsung memanggil kedua majikannya yang berada di lantai dasar.
Tok... Tok... Tok...
"Tuan? Nyonya? Den Revan..."
Tak berselang lama kemudian, muncullah sepasang suami-istri yang merasa heran dengan sikap pelayannya.
"Ada apa, Bi? Kenapa Bibi terlihat sangat cemas sekali? Dan ada apa dengan Revan? Bukankah dia sedang pergi bersama Alisha?" cecar pria berpawakan tinggi dan tegap.
"Mari ikut Saya, Nyonya, Tuan!" pinta Bi Sumi.
Akhirnya sepasang suami-istri itu pun langsung mengikuti
langkah kaki pelayannya. Meskipun sebenarnya banyak sekali pertanyaan di dalam pikiran mereka.
"REVAN?!" pekik wanita yang sudah menginjak usia kepala empat.
"REVAN?!""Astaghfirullahal'adzim? Apa yang terjadi kepadanya?" pekik wanita cantik yang sudah memasuki kepala empat.Berli yang masih bergeming di tempat, kini hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya."Apa ada yang bisa menjelaskannya?" tanya sosok pria paruh baya yang saat ini sedang menatap penuh tanya kepada beberapa orang disekitarnya.Pria jangkung berkumis tipis kini langsung menyenggol lengan Berli. Seketika gadis cantik itu langsung mendongak dan menatap pria di sampingnya.Pak Ridwan adalah nama penjaga pintu masuk perumahan elit itu. "Bicaralah, Neng! Tolong jelaskan kepada orangtua Pak Revandra!" bisik Pak Ridwan yang meminta agar Berli membuka suaranya.Sebelum membuka suaranya sejenak Berli menghirup udara segar untuk mengurangi rasa gugupnya. 'Bantu aku untuk menjelaskan semuanya kepada mereka, Ya Allah!' batin Berli."Ma-maaf, Tu-tuan! Saya yang menemukan Tuan ini saat kecelakaan terjadi...." ucap Berli lirih dan terbata.Sosok pria berpawakan tin
"Bagus ya? Sekarang kamu mulai berani pulang malam, hah?! Apakah kamu menjajakan diri te rlebih dahulu sebelum pulang? Dasar, jalaang kecil!" hardik wanita paruh baya disertai dengan tatapan mata tajam. DEGH! Seketika tubuh gadis itu membeku di tempat dengan mata yang membola sempurna, saat melihat siapa sosok yang selalu membuatnya ketakutan. "A-ampun, Bu! Ma-maafkan, Berli!" pinta Berli lirih. Kini tubuh gadis itu bergetar karena tatapan mematikan dari Ibunya. Melalui sorot matanya yang tajam sosok wanita paruh baya yang bernama Lusiana, selalu menjadi sosok yang sangat menakutkan untuk gadis cantik itu. Bagaimana tidak? Setiap kali Berli pulang terlambat atau tidak memberikan dia uang. Pasti gadis malang itu akan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi. Seperti halnya yang sudah terjadi saat Berli pulang tidak membawa hasil apapun. Tepat di saat itu juga Berli mendapatkan pukulan dari rotan, bahkan terkadang dia sama sekali tidak diberikan makan.Dan lebih parahnya lagi, s
Tak terasa sang mentari kini mulai menyembul dari tempat persembunyiannya. Semburat warna kuning yang selalu dinantikan oleh semua insan manusia untuk melanjutkan perjalanan hidupnya.Pagi ini seperti biasa Berli yang selalu bangun lebih awal, memilih untuk menunggu Ibu atau Kakaknya bangun tidur untuk membersihkan dirinya."Mengapa Ibu tak kunjung bangun ya? Apakah aku harus mengetuk pintunya? Tetapi bagaimana kalau mereka akan marah?"Kini kegelisahan menyelimuti hati gadis malang itu. Niat ingin berangkat bekerja pagi, tetapi pintunya belum kunjung terbuka dan masih terkunci."Ya Allah, mengapa mereka tidak bangun-bangun? Bagaimana kalau aku berangkat kesiangan? Pasti nanti sudah banyak pemulung yang sudah lebih dulu mengambil alih tempatku." keluh Berli.CEKLEK!Tepat saat dia mengeluh pintu pun terbuka lebar, sehingga membuat gadis itu langsung mengembangkan senyumannya."Alhamdulillah. Akhirnya Ibu bangun juga. Maafkan Berli, Bu! Berli mohon izin untuk membersihkan diri terlebih
Di sebuah mansion milik keluarga Bagaskara disinilah gadis malang itu berada. Tempat yang baru beberapa jam dia singgahi."Assalamu'alaikum?" ucap Berli sambil menundukkan kepalanya saat memasuki rumah bak istana itu."Wa'alaikumsalam. Wah, akhirnya kamu berhasil juga membawanya ke sini, Van. Bunda kira kamu tidak akan bisa menemukannya." ujar Fariza."Bagaimana mungkin aku tidak bisa menemukannya, Bun? Semalam saja dia seperti malaikat kecil yang menolongku dari mautku." timpal Revan sambil terkekeh.Sejenak pria itu melupakan masalahnya. Padahal baru beberapa jam sebelum kecelakaan itu terjadi dia sedang tidak baik-baik saja.Hatinya pun juga masih teramat sangat sakit akibat pengkhianat yang dilakukan oleh kekasihnya itu.Namun, demi permintaan sang Ibunda tercinta. Revan mengesampingkan rasa sakit hatinya demi mencari malaikat penolongnya.'Aku harus bisa melupakan wanita pengkhianat itu. Dan aku harus segera bangkit dari rasa sakit yang baru semalam dia torehkan. Demi Bunda dan A
Di sebuah mansion milik keluarga Bagaskara disinilah gadis malang itu berada. Tempat yang baru beberapa jam dia singgahi."Assalamu'alaikum?" ucap Berli sambil menundukkan kepalanya saat memasuki rumah bak istana itu."Wa'alaikumsalam. Wah, akhirnya kamu berhasil juga membawanya ke sini, Van. Bunda kira kamu tidak akan bisa menemukannya." ujar Fariza."Bagaimana mungkin aku tidak bisa menemukannya, Bun? Semalam saja dia seperti malaikat kecil yang menolongku dari mautku." timpal Revan sambil terkekeh.Sejenak pria itu melupakan masalahnya. Padahal baru beberapa jam sebelum kecelakaan itu terjadi dia sedang tidak baik-baik saja.Hatinya pun juga masih teramat sangat sakit akibat pengkhianat yang dilakukan oleh kekasihnya itu.Namun, demi permintaan sang Ibunda tercinta. Revan mengesampingkan rasa sakit hatinya demi mencari malaikat penolongnya.'Aku harus bisa melupakan wanita pengkhianat itu. Dan aku harus segera bangkit dari rasa sakit yang baru semalam dia torehkan. Demi Bunda dan A
Tak terasa sang mentari kini mulai menyembul dari tempat persembunyiannya. Semburat warna kuning yang selalu dinantikan oleh semua insan manusia untuk melanjutkan perjalanan hidupnya.Pagi ini seperti biasa Berli yang selalu bangun lebih awal, memilih untuk menunggu Ibu atau Kakaknya bangun tidur untuk membersihkan dirinya."Mengapa Ibu tak kunjung bangun ya? Apakah aku harus mengetuk pintunya? Tetapi bagaimana kalau mereka akan marah?"Kini kegelisahan menyelimuti hati gadis malang itu. Niat ingin berangkat bekerja pagi, tetapi pintunya belum kunjung terbuka dan masih terkunci."Ya Allah, mengapa mereka tidak bangun-bangun? Bagaimana kalau aku berangkat kesiangan? Pasti nanti sudah banyak pemulung yang sudah lebih dulu mengambil alih tempatku." keluh Berli.CEKLEK!Tepat saat dia mengeluh pintu pun terbuka lebar, sehingga membuat gadis itu langsung mengembangkan senyumannya."Alhamdulillah. Akhirnya Ibu bangun juga. Maafkan Berli, Bu! Berli mohon izin untuk membersihkan diri terlebih
"Bagus ya? Sekarang kamu mulai berani pulang malam, hah?! Apakah kamu menjajakan diri te rlebih dahulu sebelum pulang? Dasar, jalaang kecil!" hardik wanita paruh baya disertai dengan tatapan mata tajam. DEGH! Seketika tubuh gadis itu membeku di tempat dengan mata yang membola sempurna, saat melihat siapa sosok yang selalu membuatnya ketakutan. "A-ampun, Bu! Ma-maafkan, Berli!" pinta Berli lirih. Kini tubuh gadis itu bergetar karena tatapan mematikan dari Ibunya. Melalui sorot matanya yang tajam sosok wanita paruh baya yang bernama Lusiana, selalu menjadi sosok yang sangat menakutkan untuk gadis cantik itu. Bagaimana tidak? Setiap kali Berli pulang terlambat atau tidak memberikan dia uang. Pasti gadis malang itu akan mendapatkan hukuman yang tidak manusiawi. Seperti halnya yang sudah terjadi saat Berli pulang tidak membawa hasil apapun. Tepat di saat itu juga Berli mendapatkan pukulan dari rotan, bahkan terkadang dia sama sekali tidak diberikan makan.Dan lebih parahnya lagi, s
"REVAN?!""Astaghfirullahal'adzim? Apa yang terjadi kepadanya?" pekik wanita cantik yang sudah memasuki kepala empat.Berli yang masih bergeming di tempat, kini hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya."Apa ada yang bisa menjelaskannya?" tanya sosok pria paruh baya yang saat ini sedang menatap penuh tanya kepada beberapa orang disekitarnya.Pria jangkung berkumis tipis kini langsung menyenggol lengan Berli. Seketika gadis cantik itu langsung mendongak dan menatap pria di sampingnya.Pak Ridwan adalah nama penjaga pintu masuk perumahan elit itu. "Bicaralah, Neng! Tolong jelaskan kepada orangtua Pak Revandra!" bisik Pak Ridwan yang meminta agar Berli membuka suaranya.Sebelum membuka suaranya sejenak Berli menghirup udara segar untuk mengurangi rasa gugupnya. 'Bantu aku untuk menjelaskan semuanya kepada mereka, Ya Allah!' batin Berli."Ma-maaf, Tu-tuan! Saya yang menemukan Tuan ini saat kecelakaan terjadi...." ucap Berli lirih dan terbata.Sosok pria berpawakan tin
Dingin, basah, dan gelap...Itulah yang dirasakan oleh seorang gadis yang bernasib malang. Berlari membelah derasnya hujan yang disertai dengan suara petir menggelegar.DUAARR!"Astaghfirullahal'adzim!" pekik gadis yang baru akan menginjak usia tujuh belas tahun.Dengan penuh keberanian, gadis cantik dan anggun itu terus berlari untuk mencari tempat yang teduh sebagai perlindungan dari derasnya hujan malam ini."Ayah, Berli takut! Temenin Berli, Yah!" pinta Berlian sambil memeluk dirinya sendiri yang telah basah kuyup diguyur hujan."Dingin, Ya Allah!" rintih Berlian disertai gigi yang bergemeletuk.Sembari menunggu hujan reda. Berli terus saja berdo'a, berharap jika gelapnya malam ini dia tidak sendirian di sebuah halte bus yang sudah sangat sepi.Tepat pukul sepuluh malam, hujan akhirnya reda. Dengan perlahan gadis berparas cantik itu berjalan sambil memeluk dirinya, dan membawa sebuah karung yang selalu menjadi teman kesehariannya.BRAK!Terdengar suara hantaman yang cukup keras te