Hari itu Topan baru saja tiba di kantor. Saat menandatangani beberapa berkas sayahnya kembali menelepon. Topan merasa dadanya bergemuruh saat ayahnya selalu menekan hidupnya.
“Halo!”
“Kamu di mana?” suara Angkasa begitu tegas.
“Masih di kantor, Yah.”
“Pulang ayah mau bicara.”
“Aku baru tiba di kantor, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang Yah,” ujar Topan.
“Kamu pulang sekarang atau saya menghancurkan kantormu.”
Dengan tangan terkepal kut Topan menutup telepon dan menyimpan berkas di tangannya. Wajahnya mengeras menahan amarah, kalau saja pria berkepala botak itu bukan ayahnya ia sudah dari dulu ingin menghabisinya. Tapi Topan tidak ingin menjadi anak durhaka ia selalu menahan emosi menghadapi sikap keras ayahnya.
Topan baru saja membangun perusahaan sendiri walau harus mengunakan embel-embel nama belakang keluarganya di belakan bisnis tetapi ia hanya memakai nama kelurganya semua modal dari Topan sendiri. Ia ngin lepas dari ayahnya. Tapi kerja kerasnya membangun perusahaan itu tidak mendapat dukungan dari Angkasa
Topan pulang kerumah di sambut wajah marahnya dari kedua orang tuanya.
“Duduk kamu.”
Saat ia duduk dengan sigap tangan Samudra mengangkat gelas menyiramkan pada Topan. Ia mundur dengan wajah kaget.
“Jangan marah lagi,” bujuk Mentari ia membujuk suaminya agar jangan memarahi Topan.
“Diam kamu semua itu karena didikanmu wanita tidak berguna,” ujar Samudra dengan ketus.
Tangan Topan terkepal ingin rasanya ia membogem ayahnya yang selalu menyakiti bundanya.
Tetapi kalau ia melawan yanga akan tersakiti pasti ibunya juga.
“Ada apa ?” tanya Topan dengan pundak naik turun.
“Apa benar kamu tidak ingin menikah dengan Mentari?”
“Iya, aku tidak ingin melihat keluarga itu. Bagaimana ayah menikahkanku dengan Mentari setelah Bulan membatalkan pernikahan kami.”
“Aku sudah bilang … suka tau tidak suka pernikahan tetap akan di lakukan kamu tinggal pilih menikah atau hidup kamu hancur,” ancam Angkasa.
Bunda Topan memelas seakan-akan memohon pada Topan agar jangan membantah ucapan ayahnya.
**
Di sisi lain Mentari juga tersiksa dengan rencana perjodohan mereka.
Sejak ada rencana perjodohan. Mentari diminta untuk sering datang ke rumah Topan, ia juga diminta menemani Topan belanja. Tapi itu bukan kemauan Mentari Ibu Topanlah yang memintanya.
‘Sial sampai kapan aku seperti ini’ ucap Mentari dalam hati.
“Kalau dalam minggu ini kamu tidak bisa menyingkirkan kekasih Topan, aku akan menarik dukunganku,” ancam Mutiara pada Mentari lagi, Mutiara lelah sebab di tekan dan didesak suaminya. Mau tidak mau ia juga harus mendesak Mentari agar labih serius mengajak mengajak menikah
“Baik akan aku usahakan .” Mentari meganguk setuju.
“Semakin cepat kamu menikah dengan Topan, semakin cepat kamu mendapatkan apa yang pernah aku janjikan padamu,” ujar Mutiara.
“Baik Tante.”
“Berusaha lebih keras lagi Mentari, kalau perlu gunakan tubuhmu dan rayu Topan dengan wajahmu yang cantik ini.” Mutiara mengusap pipi Mentari.
“Baik Tante.” Ia hanya bisa mengangguk dengan patuh.
Topan semakin kesal saat Mentari lebih sering ada di rumahnya, saat ia ditaman wanita itu akan datang ia tidak tahu kalau sang Ibunda meminta mentari melakukan semua itu.
Tidak tahan dengan tekanan orang tuanya, Topan datang kembali ke bar kesukaannya bar yang bernama ‘Sinar’ salah satu tempat untuk bersenang-senang dengan teman-temanya. Sebab penyanjiannya gaya anak muda dan musik Dj yang disungguhka kekinian.
Saat lagi duduk tiba-tiba saja Mentari ikut datang. Topan kaget bercampur emosi sebab Mentari mengikutinya kemana saja.
“Adek Loe?” tanya teman-teman Topan meledek.
“Nongkrong bareng ceritanya sama, adek?”
“Apa yang kamu lakukan di sini?”
“Ikut kakak nongkorong,” ujar Mentari tidak merasa takut.
“Kamu ngapain ke tempat beginian. Kamu masih seorang siswa kenapa tidak pulang dan tidur di rumah,” ujar Topan.
“Kenapa aku harus pulang sementara kakak di sini, enak-enakan,” sahut Mentari.
“Dengar Mentari kamu masih anak kecil, harusnya kamu itu belajar agar biar nilai belajarmu bagus.”
“Ah, ngapin entar juga kita sebentar lagi menikah, aku akan menjadi istri yang baik kalau sudah menikah.”
“Aku sudah bilang, kan, Aku belum mau menikah,” ujar Topan
“Harus mau, aku akan melakukan apapun agar bisa menikah.”
Mendengar itu Topan merasa sakit kepala. Lalu mengantar Mentari pulang. Tidak tahan mendapat tekanan dari ayahny. Akhirnya muncul Hingga muncul sisi gelap dari otak seorang Topan. Saat melintas di jembatan jalan tol tiba-tiba setan dalam dirinya berbisik meminta mendorong wanita muda itu dari jembatan itu, karena malam sudah gelap dan ia juga sudah kedaan mabuk.
Mobil Topan berhenti, Mentari keluar dan bertindak setengah waras karena pengaruh minuman, berjalan-jalan di sisi jembatan. Topan membiarkannya berharap Mentari jatuh dan mati agar ia tidak dipaksa menikah.
Mentari mulai menaiki pagar jembatan, ia beryannyi, tidak ingin disalahkan lalu Topan masuk ke dalam mobil mengarahkan camera ponsel merekam bagaimana Mentari jatuh .
Tetapi semua niat buruk itu gagal, tiba-tiba seorang pengendara motor berhenti dan mengendongnya turun.
Sebegitu benci Topan dengan rencana pernikahan mereka. Ia bahkan ingin Mentari mati, dengan cara membiarkanya naik ke jembatan.
“Kamu ingin bunuh diri masih mudah uda ingin mati, turun!” ujar pengendara
“Biarkan saja dia, agar orang gila berkurang di buka bumi ini,” ujar Topan mendumal.
“Lepaskan, aku hanya bersenag-senang aku bersama calon suami, itu dia.” Menunjuk mobil Topan, tidak mau dituduh membiarkan bunuh diri, ia pura-pura ikut mabuk dan menyadarkan kepala di setir mobil.
Lelaki yang masih mengenakan helem itu mengetuk jendela mobil milik Topan, ia mengetuk beberapa kali tidak ada tanggapan, lelaki asing itu ingin memecahkan kaca mobilnya dan sudah memegang batu, Topan buru-buru bangun.
“Ada apa, Bang?”
“Wanita itu calon istri kamu’bukan? Dia memanjat jembatan dan kamu tidak melihatnya.” Ia membuka helemnya seorang lelaki masih muda yang menyelamatkan Mentari.
Bersambung
Hari itu Topan baru saja tiba di kantor. Saat menandatangani beberapa berkas ayahnya kembali menelepon. Topan merasa emosinya memuncak saat ayahnya selalu menganggunya saat bekerja. Kalau saja ayahnya tidak menjadikan ibunda tercintanya sebagai pelampiasan ia tidak akan mau menuruti semua kemauan Ayahnya.Topan memejamkan mata lalu menghela napas panjang, mengusap panel berwarna hijau di ponsel miliknya“Halo!”“Kamu di mana?” suara Angkasa begitu tegas.“Masih di kantor, Yah.”“Pulang ayah mau bicara.”“Aku baru tiba di kantor, kalau ayah ingin mengatakan sesuatu, katakan saja sekarang,” ujar Topan.“Kamu pulang sekarang atau saya menghancurkan kantormu.”Dengan tangan terkepal kuat Topan menutup telepon dan menyimpan berkas di tangannya. Wajahnya mengeras menahan amarah, kalau saja pria berkepala botak itu bukan ayahnya ia sudah dari dulu ingin menghabisinya. Tapi Topan tidak ingin menjadi anak durhaka ia selalu menahan emosi menghadapi sikap keras ayahnya.Topan membangun perusa
Saat Mentari ingin bejuang agar pernikahan mereka berlanjut, Topan malah sebaliknya, ia ingin rencana pernikan mereka batal. Bagi Topan , pernikahan mereka tidak masuk akal, salah satunya perbedaan umur yang sangat jauh.Ia juga tidak ingin berhubungan lagi dengan keluarga mantan kekasihnya. Saat ia berusaha keras untuk menolak , rupanya Mentari berjuang untuk tetap bisa menikah dengan Topan. Mendengar hal tersebut Topan mencoba mencari titik kelemahan Mentari.“Baiklah, aku akan menikah denganmu, tapi aku ingin melihat kamu apa kamu masih perawan atau tidak. Aku akan mempercepat pernikahan kalau kamu masih perawan.”‘Apa jaman sekarang hal itu masih penting?’ tanya Mentari tapi ia tidak mau terlihat lemah.“Baik,” sahut Mentari santai.“Mari kita ke hotel, aku akan pastikan dulu baru kita menikah.” Mentari setuju, Topan tersenyum kecut melihat keberania gadis muda tersebut, ia juga semakin tidak suka melihat Mentari.Sepanjang jalan ada banya hotel berderet, mulai yang murah
Selesai acara pernikahan Topan sengaja membawa mentari ke hotel,l tujuannya agar ia bisa mendapat ketenangan agar bundanya tidak ikut campur dalam hal urusan ranjangnya, sebab Topan belum berniat melakukan malam pertama dengan Mentari.Tetapi setelah pernikahan dan mereka berada di hotel, ada sesuatu yang berubah dari Mentari . Wajahnya tidak lagi ceria seperti sebelum pernikahan. Seakan-akan ia sudah menyelesaikan tugas penting.“Aku ingin membuat kesepakatan,” ucap Topan, ia mengeluarkan kertas dari dalam tasnya.“Iya, katakan saja.” Mentari duduk tenang.“Setelah pernikahan tidak ada yang akan berubah. Kamu akan tetap sekolah dan jangan pernah mengatakan pada orang tentang pernikahan kita. Aku juga tidak akan menyentuh kamu, jangan mengharapkan itu dariku lagi,” ucap Topan.“Baiklah,” sahut Mentari menatap layar ponselnya dengan serius.“Kamu tidak akan mengurusi pribadiku dan aku juga demikian,” ucapnya lagi.“Baiklah.” Mentari tidak menghiraukan Topan, layar ponselnya jauh
Setelah mandi bersih, Mentari bersantai di kamarnya sembari memegang Ipad di tangannya dan mengerjakan tugas dari Mandala. Lalu menelepon seseorang.“Aku sudah mendapatkannya Bos, aku sudah mengirimnya pada Rehan,” ujar Mentari.“Kerja bagus Mentari. Klien kita sangat puas dengan kerjamu, saya sudah transfer bonus ke rekening kamu,” ujar Mandala sang Bos.“Baik Bos.”“Oh, hati-hatilah setiap bertindak,” ujar lelaki itu memperingatkan Mentari. Semntara Topan menunggu Mentari di hotel, ia tidak ingin kembali kerumah sendirian, kalau ia pulang sendiri dan Mentari pulang sendiri, takut orang tuanya curiga. Saat lelaki berwajah tampan itu sedang menunggu, ada panggilan masuk ke ponselnya.“Bunda?” Topan mengusap layar ponsel.“Halo Bun, ada apa?”“Kamu di mana Pan, Mentari sudah di rumah, kalian bertengkar? Dia pulang sendirian.”“Oh tadi ada urusan sebentar Bun, aku pulang.”Saat mendengar Mentari sudah di rumah Topan menendangkan kakinya ke udara dengan perasaan jengkel. Padahal i
Pagi harinyaDi sekolah Mentari, telah terjadi kehebohan, sebab malam sekelompok perampok memasuki sekolah membawa beberapa laptop dan computer sekolah dan paling gilanya mereka bisa membobol brankas sekolah dan membawa kabur berkas-berkas berharga milik sekolah. Mentari masih tidur di kamar, lalu Mandala menelepon.“Mentari, Apa itu kerjaan kamu?” Mandala menahan napas, ia tahu orang seperti keluarga Topan. Kalau sampai ketahuan orang yang mengusik keluarganya maka akan dihabisi.“Jangan khawatir Bos, tidak akan mempengaruhi kinerjaku.”“Mentari, kenapa tidak bilang padaku kalau kamu melakukannya.”“Bos, ini tidak ada hubungannya dengan organisasi kita. Ini antara aku dan mereka. Jangan khawatir aku bisa mengatasinya,” sahut gadis muda pemberani tersebut.“Bagaimana dengan lukamu. Apa parah?” Mandala memberi perhatinya sebagai seorang atasan.“Jangan khawatir Bos, itu hanya luka kecil bagiku, lebih dari itu sudah pernah aku alami,” ucap Mentari.Mentari Gumala usianya bole
Mentari bekerja dengan cepat, ia tidak ingin menunda-nunda balas dendamnya pada keluarga Topan sang suami. Saat Angkasa sibuk mengambil hati masyarakat dalam kampanye untuk pemilu nanti. Ternyata di sisi lain ada berita yang mengemparkan. Kasus lama di ungkap lagi ke permukaan. Terbongkarnya kasus korupsi empat tahun yang lalu yang dituduhkan ke Bapak Mentari Samudra Gumala, kasus itu kembali mencuat ke permukaan. Dalam berita kali ini; Samudra di tuduh melakukan pengelapan pada sekolah dan masuk penjara, tetapi sebenarnya, ia hanya di jadikan kambing hitam, pelakunya pihak sekolah. Semua bukti dipaparkan dan pelaku sebenarnya bukanlah Samudra Gumala, bukti itu ditujukan pada Sutomo kepala sekolah yang baru. Dalam satu situs berita lain. Pihak sekolah diminta meminta maaf pada Samudra Gumala, karena sudah menuduhnya mengelapkan dana sekolah dan meminta pihak sekolah menyelidiki kasus itu kembali. “Ini kan kasus lama kenapa bisa muncul lagi?” tanya para guru di sekolah. “A
Jika dendam sudah menguasai hati, maka akan menumbuhkan rasa sakit. Rasa sakit itulah yang terus bertumbuh di hati Mentari Gumala, hingga nekat membodol sekolah dan meretas laptop bapak mertuanya. Ia tahu itu sangat berbahaya tetap saja ia melakukannya. Kini tindakannya sudah diketahui Topan dan meminta penjelasan dari istri kecilnya. Setelah mengumpulkan kekuatan dan keberanianya lalu ia mengetuk pintu kamar Topan. Tok- Tok! Sebenarnya Topan sudah mendengar suara ketukan di pintu kamar, tetapi, lelaki bertubuh tinggi itu memilih diam mengacuhkan suara ketukan. ‘Berusahalah demi keras lagi anak kecil, karena mulai malam ini kamu akan di bawah pengawasanku’ ucap Topan dalam hati. Mentari belum menyerah, tetapi terlihat jelas ada ketegangan di wajahnya, ia makin panik saat ketukannya tidak mendapat sahutan dari yang empunya kamar. Hatinya semakin kecut, saat beberapa asisten rumah tangga bondar-bandir turun naik, seakan-akan menertawakannya. Tok- tok
Malam itu, saat Topan meminta haknya sebagai suami, Mentari menolak dengan banyak alasan. Mentari yang sudah bertekat akan menghancurkan keluarga suaminya, mencari cara agar lolos untuk melakukan kewajibannya sebagai istri. ‘Aku tidak akan sudi tidur dengan lelaki yang sudah menghancurkan hidup keluargaku’ Mentari membatin, ia bahkan beralasan datang bulan untuk menghindari tanggung jawabnya sebagai istri. “Aku tidak bisa,” ucap Mentari. “Kenapa tidak bisa?” “Masalahnya aku datang tamu bulanan.” Mentari beralasan. “Kamu mencari alasan?” “Tidak, aku tidak bohong,” ucapnya mencoba menyakinkan Topan. “Baiklah, aku akan menunggumu, sekarang tidurlah,” ujar Topan. ‘Baik Mentari, malam ini kamu bisa lolos tapi ingatlah, kamu tidak akan bisa mempermainkan hidupku dan menghancurkan keluargaku. Umurmu masih terlalu mudah untuk melakukan hal- hal berbahaya seperti itu’ ucap Topan dalam hati. Saat hati di selimuti dendam dan sakit hati, tidak ada artinya sebuah ikatan, Mentari
Mentari sangat bahagia saat sahabatnya datang berkunjung ke rumah mereka. Topan yang membawa Melie ke sana, ingin Mentari bahagia. Topan tahu hanya Melie sahabat satu-satunya yang dimiliki Mentari. Sebelum mengajaknya ke rumah Topan terlebih dahulu meminta Melie bertemu, ia menjelaskan kenapa Mentari tidak berterus terang padanya tentang Dilan. Topan meluruskan kesalahpahaman antara keduanya.Melie setuju memaafkan sahabatnya dan setuju bertemu juga. Mentari sangat berterimakasih pada Topan karena bisa memperbaiki hubungan persahabatan mereka.“Aku sangat senang Kak Topan membawa Meli kesini,” ucap Mentari saat mereka bertiga duduk di ruang tamu.“Aku tidak ingin melihatmu sedih, itu sebabnya aku meminta Meli bertemu.”Kedua sahabat itu saling menatap dan sama-sama tertawa.“Aku minta maaf atas perkataanku hari itu, Tari,” ujar Melie dengan raut wajah menyesal.“Tidak apa-apa, kamu pantas marah padaku.”Topan berdiri, “Aku ingin memberikan waktu pada kalian berdua, aku ada pertemu
Hubungan pasangan suami istri itu kian membaik, setelah Topan memberi Mentari suntikan ala suami perkasa. Saat bumil cantik itu bangun Topan sudah membawakannya susu hangat dan roti bakar hangat.“Selamat pagi Sayang,” sapa Topan saat Mentari duduk. Kesadarannya belum terkumpul otaknya belum konek ke saraf-saraf otak, hanya diam dengan kedua bola mata memutar kekanan dan ke kiri, mencoba mengingat-ingat semua yang terjadi.‘Kenapa Topan datang ke kamarku?’ tanya Mentari dalam hati.Melihat Mentari seperti orang bingung Topan duduk di sisi ranjang, ia menyisihkan anak rambut yang menutupi kening sang istri.“Kenapa terlihat bingung. Kamu hanya menjawab selamat pagi juga,” ujar Topan mencubit hidung mancung istri kecilnya.“Kenapa kamu ada disini.”Mendengar pertanyaan konyol Mentari, Topan tertawa kecil, “apa kamu lupa?”“Lupa …? Apa yang aku lupakan?” tanya Mentari bigung.Topan menarik selimut yang menutupi bagian tubuh Mentari, lalu ia mengedipkan sebelah mata memberi kode ka
Topan tersenyum kecil saat Mentari meninggalkannya di dapur, dalam otak Topan sudah menyusun rencana yang pakai untuk meluluhkan hati Mentari. Ia menoleh meja jus alpukat pesanan Mentari belum di minum sama sekali. Laki-laki tampan itu tersenyum, lalu berdiri membawa jus . Tiba di depan kamar Mentari ia mengetuk.“Siapa?”“Ini Aku, jus yang kamu pesan tadi belum di minum.”Mentari berdiri sebentar memikirkan alasan menolak membuka pintu.“Aku sudah mengantuk, besok saja.”“Besok tidak bisa diminum lagi, kamu yang mengatakan tadi tidak baik buang-buang makanan.”Mentari akhirnya membuka pintu, membiarkan Topan masuk ke dalam kamar yang ditempati. Sudah hampir tiga bulan sejak mereka tinggal bersama di rumah baru yang dibeli Topan. Keduanya menempati kamar terpisah sesuai permintaan Mentari. Selama mereka tinggal Mentari bahkan tidak memperbolehkan siapapun masuk ke dalam kamarnya. Pertama kalinya Topan masuk ke kamar tersebut. Di Atas meja ada banyak buku tebal yang dibaca Mentari
“Kamu tidak perlu melakukannya Untukku, lakukan saja itu untuk Kak Bulan.”Mendengar itu, wajah Topan berubah muram, “kamu istriku Mentari, aku tidak perlu menyuruhku memberi perhatian pada orang lain.”“Dia kakakku Topan.”“Aku tidak ingin Bulan, aku hanya butuh kamu dalam hidupku. Kamu dan anakku itu yang aku inginkan.”“Tapi dia menginginkan dirimu, dia sangat mencintaimu. Kalian berdua saling mencintai.”Topan tidak ingin berdebat di sana, ada banyak orang di restoran, kalau Mentari terus menerus membawa-bawa Bulan, ia bisa meledak.“Kita sudahi pembicaraan kita sampai di sini, stop membahas Bulan lagi,” potong Topan.Topan mengajaknya pulang, bahkan lupa membeli kebutuhan Mentari. Dalam mobil keduanya sama-sama diam. Topan fokus dengan kemudi sementara Bumil cantik itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Saat tiba di rumah, Topan keluar dari mobil meminta Mentari untuk duduk.“Mari kita bicara dan luruskan semuanya,” ucapnya sambil duduk di sofa di depan rumah mereka.“Baiklah.” M
Hubungan Topan dan Mentari sedikit membaik berkat kesabaran Topan. Laki-laki tampan itu memilih mengalah dan sabar untuk menghadapi sikap istri kecilnya. Mentari sudah mau bicara padanya , bahkan sudah mau duduk semeja dengan Topan, walau tidak tidur dengan satu kamar tapi ia akan tetap bertahan.“Apa kamu mau jalan-jalan bersamaku?” tanya Topan saat Mentari berdiri di tepi kolam renang.“Tidak usah, aku malas.”Topan tidak ingin memaksa, tetapi ia menawarkan hal yang lain.“Bagaimana dengan perlengkapanmu,apa masih ada? Kebetulan aku kehabisan parfum kalau kamu mau kita pergi bersama-sama.”Mentari memikirkan tawaran sang suami, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk memeriksa apa saja barang yang ia perlukan.“Baiklah, aku ikut,” ucap Mentari.Mendengar hal itu Topan merasa sangat bahagia, selama ini Mentari masih memasang tembok penghalang diantara mereka. Topan sudah bertekad akan penghalang asal ia sabar menghadapi sikap keras kepala Mentari.“Apa perlu kita meminta Melie menem
Mentari bersedia dibawa ke Jakarta dengan berbagai persyaratan yang harus dituruti Topan. Salah satunya tidak ingin tinggal di rumah ibu mertuanya. Mentari juga harus diperbolehkan mengikuti ujian susulan. Agar bayi dalam kandungan Mentari Topan melakukan semuanya, ia mengijinkan Mentari mengikuti ujian kelulusan. Selama masa ujian Topan tidak diperbolehkan bicara padanya, bahkan Mentari tidak pernah menemuinya selama berhari-hari. Mereka hidup satu atap, tapi bisa bertemu satu sama lain.Mentari sudah berbulan-bulan tidak bertemu sahabatnya Melie. Mentari meminta izin ingin bertemu Melie.“Kamu hamil anak siapa?” tanya Melie sahabatnya.“Hamil anak Topanlah Melie,” ujar Mentari mencubit lengan Melie.Kedua sahabat itu bertemu di sebuah café setelah menyelesaikan ujian kelulusan. Melie belum tahu kalau Dilan seorang perempuan. Mentari tidak ingin menutupinya lagi dari Melie.“Mel, aku ingin jujur sama kamu,” ucap Mentari dengan raut wajah serius.“Tentang apa?”“Dilan.”Mendenga
Setelah bertengkar hebat dengan istrinya Samudra merasa kepalanya ingin meledak. Ia tidak ingin pertengkaran mereka semakin melebar , ia berhenti menyudahi semua pertengkaran merekam keluar dari rumah. Saat ia keluar ternyata Mentari juga berdiri di sana. Hati Mentari begitu hancur, selama ini ia berpikir kalau Ibu yang ia sayangi menyayanginya juga, ternyata ia salah wanita itu membencinya. “Apa kamu mendengar pertengkaran kami?” tanya pria itu dengan khawatir.“Iya,” sahut Mentari dengan kepala menunduk.“Maafkan Ayah Nak.”Pria itu berjalan menuju bangku taman. Duduk sambil menatap hamparan laut luas. Suara deburan ombak menambah rasa pilu dalam hatinya.Setiap malam ia selalu duduk di sana mendengar deburan ombak yang indah. Semenjak pindah ke Bali Samudra merasakan ketenangan. Jauh dari hiruk pikuk ibu kota. Namun, kali ini ada perasaan yang berbeda saat duduk di sana. Ada perasaan yang sangat terluka akan sulit menyembuhkannya.Mentari juga duduk di samping ayahnya, pria it
Samudra tidak percaya dengan apa yang dilihat di depan matanya. Anak perempuan yang selama ini ia bangakan ternyata melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan.“Bulan! Apa yang kamu lakukan? Dia suami adikmu, bahkan adikmu sedang hamil. Kenapa kamu tega melakukannya?”“Ayah … dengar dulu, ini tidak seperti yang ayah lihat,” bantah Bulan.“Stop! Kalian berdua tidak bisa mengelak. Saya sudah melihat dengan mata kepala saya sendiri,” bentak Samudra.Pundaknya naik turun, wajahnya menghitam menahan luapan emosi yang ingin meledak. Tatapan mata tajam dia tujukan pada menantunya.“Kamu laki-laki bajingan, pergilah dari sini,” usirnya lagi.“Yah, maafkan saya, saya khilaf.” Topan bersimpuh di tanah.Saat ayahnya marah besar, tapi tidak untuk Mentari. Ia begitu tenang seolah-olah tahu kalau hal itu akan terjadi.“Apa karena itu kamu meminta menikah dengan Bulan? Dengar aku tidak akan memberikan kedua putriku pada bajingan seperti kamu. Ayo Nak kita pergi dari sini.” Samudra menggenggam ta
Setelah permintaan sang Ibu, sikap Mentari jadi berubah, wanita cantik itu lebih irit bicara, bahkan menghindar bertemu dengan keluarganya.“Apa kamu sakit Nak?” tanya Angkasa, saat melihat Mentari duduk di taman.“Tidak, aku hanya menikmati angin yang sejuk ini Yah.”“Masuklah ke dalam rumah, angin malam tidak baik untukmu dan bayimu,” ujar Ayahnya perhatian.Mentari masuk ke kamarnya hanya duduk diam dalam kamar. Kalau biasanya dia menyempatkan waktunya untuk mengobrol dan cerita-cerita berbagai hal dengan kakak dan Ibunya. Namun kali ini, ia berubah memilih masuk kamarnya. Ia lebih senang sendiri. Untuk hanya sekedar makan saja ia enggan untuk turun. *Samudra berpikir putrinya sedang mengidam, ia membawa makanan ke dalam kamar Mentari.“Ayah, membawa makanan yang kamu suka.” Pria yang sudah beruban itu meletakkan nampan diatas meja.“Terimakasih Yah, aku tidak apa-apa hanya lagi sibuk belajar untuk ujian nanti.”Samudra mengalihkan tatapannya ke buku-buku diatas meja,