"T-tapi … gimana caranya, Pak??" tanya Santi bingung dan panik.
"Buka!!""Hah? Apa, Pak??""Aku bilang buka!!"Santi segera membuka kait celana yang dikenakan Bima. Matanya sempat menatap tajam tak percaya ke arah senjata yang masih tertutup kain tipis itu.Karena tak sabar dengan yang dilakukan oleh Santi, Bima segera menurunkan celananya sendiri. Dan begitu senjata tumpul itu tak tertutup apapun lagi, Bima duduk di kursi kerjanya dengan menyandarkan tubuhnya ke belakang."Kamu urut dia!" perintah Bima."Hah?? Apa, Pak??""Kamu nggak bisa jawab dengan perkataan lain??""Tapi, saya benar-benar enggak ngerti harus bagaimana!"Bima menutup wajahnya dengan kedua tangan karena melupakan bagaimana polosnya sekretaris barunya itu. Akhirnya dengan menahan nafsunya, Bima menuntun tangan Santi untuk memegang miliknya."Emmmhhh … teruslah bergerak seperti itu!" kata Bima tanpa melepaskan tangan Santi.Santi menuruti apa yang diperintahkan oleh Bima tanpa banyak membantah lagi. Sejujurnya dia pun mulai menikmati permainan baru yang sedang dia pelajari.Santi merasakan ada dorongan kuat dalam tubuhnya yang membuat miliknya kembali basah. Bahkan tanpa sadar, Santi mendekatkan bibirnya untuk mengecup senjata Bima yang berotot itu."Kamu!!" Bima tersentak kaget ketika menerima kecupan singkat di bagian ujung miliknya. Entah kenapa hanya mendapat kecupan singkat seperti itu bisa membuat Bima hampir mencapai klimaksnya.Dan benar saja, ketika Santi mempercepat ritme tangannya, Bima bisa melepaskan keinginannya tanpa harus tertunda lagi."I-ini apa, Pak?? Kok keluar cairan lengket dari sini??" tanya Santi. Benar-benar polos maksimal."Itu yang harus dikeluarkan dari tubuhku. Karena kalau enggak, kepalaku akan terus merasa pusing!!"Santi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh Bima. Padahal sebenarnya dia sama sekali tidak mengerti."Kamu jangan cuma angguk-angguk saja! Sebenarnya kamu ngerti nggak, sih?""Ma-maaf, Pak. Aku memang nggak ngerti!!""Aku jadi curiga, jangan-jangan kamu pakai ijazah palsu, ya?" tuduh Bima."Loh … kok Bapak menuduh saya seperti itu? Salahku dimana, Pak?""Memangnya kamu selama sekolah nggak pernah diajari tentang reproduksi?""Diajarin, Pak. Tapi kan yang dibahas reproduksi hewan, bukan manusia!""Astaga, Santiiiiiiiiii!!! Nggak mungkin kalau tidak dibahas tentang reproduksi manusia. Pasti kamu nggak nyimak 'kan?""Beneran, Pak! Ngapain aku bohong?? Ohhh … apa jangan-jangan waktu dijelaskan reproduksi manusia, aku sedang izin nggak masuk kali ya, Pak?""Kalau kamu tanya sama aku, aku mau tanya sama siapa?"Santi tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung harus merespon bagaimana omelan Bos barunya tersebut."Ngapain malah senyum-senyum? Kamu ngeledek aku??""Eh, mana berani, Pak! Aku cuma bingung harus menjawab apa!!""Mulai besok kamu harus belajar dengan sungguh-sungguh dari para tamu yang datang ke kantor.""Baik, Pak!""Ya sudah .. kembali ke meja kerjamu!" kata Bima sambil membenarkan posisi celananya.Setelah Santi keluar dari ruangannya, Bima menghubungi Aldo untuk mengatur wanita yang nanti malam harus memuaskannya."Aku nggak mau tahu, nanti malam harus ada wanita yang bisa memuaskanku. Jangan kayak yang barusan!!""Iya-iya aku tahu!"***Lampu kerlap-kerlip disko membuat suasana diskotik terasa sangat ramai. Banyak gadis muda yang menari di lantai dansa dengan baju yang kurang bahan. Namun, entah kenapa Bima yang biasanya bersemangat melihat kemolekan para gadis yang menarik itu, malam ini tidak berselera sama sekali.Saat ada seorang wanita cantik dan seksi menghampirinya, Bima sama sekali tidak tergoda. Bahkan ketika tangan sang wanita itu menggelitik pahanya dengan gerakan sensual, Bima tetap tak bergeming."Kenapa malam ini seperti nggak bersemangat gitu sih, Bim??" tanya wanita itu."Aku juga nggak tahu. Rasanya aku mulai bosan dengan aktivitasku ini."Mendengar jawaban Bima, wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Dia berpikir itu adalah celah untuk mendapatkan lelaki mapan tersebut.Dengan gerakan tubuh yang erotis, wanita yang bernama Clara itu duduk di pangkuan Bima. Tangannya melingkar di leher Bima dengan tubuh yang menempel lekat."Mungkin sudah waktunya yang dibawa sana mendapatkan tempat yang terindah.""Maksud kamu?""Bagaimana kalau kita pindah ke hotel saja dulu? Aku akan memberitahumu apa yang ku maksud.""Baiklah. Kamu atur aja tempatnya, aku mau ke toilet dulu sebentar," ujar Bima seraya berdiri dan membiarkan Clara duduk di kursinya sendiri."Yessss!!!" pekik Clara sepeninggal Bima.Clara mengambil sebuah obat perangsang dari dalam tasnya. Dan obat itu dia campurkan dengan minuman Bima yang belum disentuh sama sekali."Malam ini kamu akan menjadi milikku!" kata Clara dengan penuh percaya diri. Kali ini dia yakin akan berhasil membuat Bima bertekuk lutut di hadapannya."Gimana? Kamu udah pesan tempatnya?" tanya Bima setelah kembali dari toilet."Ya.""Ya sudah kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang!""Heiii … tunggu dulu!! Kenapa nggak minum dulu minuman yang sudah kamu pesan ini?""Ah, aku hampir saja melupakannya!" kata Bima. Diambilnya gelas minuman tersebut dan meminumnya hingga habis. Setelah itu dirangkulnya Clara untuk keluar dari diskotik tersebut dan menuju ke hotel yang sudah dipesan.Sepanjang perjalanan, Clara tak henti-hentinya memuji ketampanan Bima. Dan dengan gerakan yang sensual, Clara sengaja memancing hasrat Bima."Silahkan ini kuncinya!" kata pegawai hotel begitu Clara menunjukkan bukti booking kamar di ponselnya.Tanpa banyak basa-basi, keduanya segera menuju ke kamar tersebut. Baru saja duduk di atas ranjang beberapa menit, Bima merasakan tubuhnya terasa panas."Ada yang nggak beres sama tubuhku. Jangan-jangan wanita licik ini memberiku sesuatu?" gumam Bima sambil melirik ke arah Clara."Aku ke toilet dulu sebentar!""Baiklah, aku akan menunggu di sini …"Clara merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi satu kakinya ditekuk. Clara yang mengenakan dress di atas lutut berwarna merah cerah, terlihat sangat seksi dengan pose tersebut.Apalagi posisi Bima yang berada di dekat ranjang, bisa melihat dengan jelas apa yang ada di balik dress tersebut. Namun, Bima masih bisa menahan dirinya dan pergi menuju toilet.Tubuhnya terasa semakin panas sehingga Bima memilih untuk mendinginkannya dengan mandi di bawah air shower. Aliran air dingin yang membasahi kulitnya, nyatanya tak mampu mengurangi rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya.Dengan putus asa Bima menyambar handuk yang berada di sebelah tombol shower. Dililitnya sebagian tubuhnya dengan handuk tersebut.Setelah itu Bima keluar dari kamar mandi dan mendapati Clara tengah tertidur dengan posisi yang begitu menggoda. Dengan rasa yang menggebu-gebu dan tak bisa ditahan lagi, Bima mendekati Clara dan langsung memposisikan diri di atas tubuh Clara.Mata Bima mulai menggelap, ketika Clara meliukkan tubuhnya seperti ular. Apalagi ketika tangan nakal Clara berjalan di atas dada bidang Bima yang polos."Aku milikmu," kata Clara dengan penuh percaya diri.Kedua tangannya melingkar di leher Bima. Ditariknya ke bawah agar bisa melumat bibir seksi tersebut.Untuk beberapa saat lamanya, Bima menikmati pagutan liar yang dilakukan oleh Clara. Apalagi Clara memang sudah cukup profesional dalam melayani.Tangannya langsung menuju ke bagian inti tubuhnya yang telah menegang sejak tadi. Dengan lihai dibukanya handuk yang melilit di tubuh Bima."Ini benar-benar luar biasa!!" ucap Clara ketika memegang tombak yang sudah berdiri tegak. Dikocoknya pelan atas dan ke bawah sehingga membuat Bima semakin terbang ke awan."Aku akan memuaskanmu malam ini," kata Clara lagi seraya menjatuhkan tubuh Bima.Clara langsung memposisikan diri di atas Bima. Jari-jemarinya menari di atas dada bidang yang ditumbuhi sedikit rambut tipis itu.Sentuhan demi sentuhan yang dirasakan oleh Bima, semakin membuatnya merasa panas dan ingin segera menyelesaikan semuanya.Clara yang mengetahui hal tersebut, sengaja mempermain
Santi membusungkan tubuhnya merasakan sensasi lembut dan geli yang dirasakannya. Kedua tangannya secara refleks memeluk kepala Bima agar terus berada di sana.“Pak …”“Hemmm …” jawaban Bima yang hanya berdehem itu malah membuat sensasi lain di tubuh Santi. Rasanya sungguh tidak bisa dijelaskan dengan satu katapun.Perlahan tangan Bima mulai turun mencari sesuatu dibawah sana. Ada semacam keinginan kuat dalam dirinya untuk menyentuh sesuatu yang belum pernah dia pegang.“Jangan, Pak!” seru Santi karena Bima menekan miliknya.Entah kenapa Bima tak mengindahkan teguran Santi yang memintanya untuk tidak melakukannya. Selama ini para wanita yang menemaninya selalu berharap dia menyentuh inti tubuh mereka, tapi tidak dilakukannya. Dia hanya bermain-main di bagian atas dan mengakhirinya dengan si wanita mengulum miliknya layaknya permen dengan gerakan yang memabukkan.Tapi berbeda ketika dengan Santi, rasanya dia tidak bisa untuk melakukan seperti pada wanita lainnya. Bahkan dia ingin melih
“Astaga!!” Santi segera menutupi tubuhnya dengan selimut karena menyadari tatapan Bima yang begitu melekat padanya.“Apa dia sengaja membuatku ingin memakannya lagi??” batin Bima sambil mengalihkan pandangannya pada tempat lain.“A-aku mandi dulu, Pak!” Santi melilitkan selimut tersebut pada tubuhnya dan bergegas menuju kamar mandi.“Ya udah sana!”Bima tak melihat kemana Santi pergi karena hanya akan membangkitkan sesuatu dibawah sana. Susah payah dia menahan diri untuk tidak memakan gadis polos itu. Bagaimanapun juga, dia tak mau sembarangan melakukan sesuatu.Dia berniat mencari tahu lebih dalam dulu soal Santi sebelum benar-benar memberikan pengalaman pertamanya pada Santi.“Ahh … sial!! Kenapa aku malah jadi berpikir dia adalah penjahatnya di sini? Aku seperti seseorang yang akan diambil paksa kesuciannya oleh gadis sialan itu!! Pakai ilmu apa sih dia?” gerutu Bima seekan menyesali sikap berbedanya pada Santi.Tak berselang lama, Aldo datang dengan membawakan baju sesuai pesanan
“Lah … kenapa ada Panjull disini?!” tanya Santi dengan nada terkejut.“Hah?? Panjul??” tanya Aldo panik karena mobil yang mereka tumpangi tak bisa maju lagi.“Iya. Aku keluar dulu,Pak!!”“Eh, jangan!! Berbahaya!!” cegah Bima yang ketakutan.“Itu soulmate aku kok, Pak!” kata Santi seraya membuka pintu mobil.“Dia bilang apa barusan?? Soulmate?” tanya Bima tak percaya.“Ya, sepertinya begitu,” jawab Aldo yang terperangah ketika Santi malah memeluk hewan jorok yang ada di depan mobil mereka.“Panjuuuullll!!! Kamu kangen sama aku, ya?? Kok bisa tau aku ada di mobil itu, sih?? Kamu itu kerbau, kok penciumannya udah kayak anjing pelacak, sih??” tanya Santi beruntun, berbicara seperti kepada manusia.Aldo sampai menoleh ke belakang dan saling berpandangan dengan Bima yang terlihat shock. Bagaimana bisa dia mempunyai seorang sekretaris seudik itu? Berteman dengan seekor kerbau? Itu benar-benar di luar prediksinya.“Pak, kalian ikuti aku aja! Aku mau naik Panjul dari sini ke rumah. Udah deket,
“Kamu ngapain, sih?” tanya Bima.“Cuma mau ngucapin terima kasih untuk bantuan Pak Bima.”“Apa harus dengan cara seperti ini?”“Aku akan belajar yang lebih baik lagi untuk mengikuti kemauan Pak Bima.”Bima tercengang dengan jawaban Santi. Dilihatnya Aldo yang menahan tawa sampai wajahnya memerah. Dari situ dia paham bahwa Aldo ada di balik semua ini.“Pasti Aldo sudah mengatakan yang sebenarnya pada Santi. Bagus juga sebenarnya, tapi aku nggak mau Santi sampai melakukan itu karena disuruh. Aku berharap dia secara naluri melakukannya,” batin Bima.Setelah melalui beberapa jam perjalanan panjang, mereka sudah tiba di sebuah apartemen mewah yang letaknya hanya di belakang perusahaan. Bahkan ada jalan khusus masuk ke perusahaan karena memang sengaja dibuat sedemikian rupa oleh Bima.“Jadi ini apartemen Pak Bima? Bagus banget!!” seru Santi sambil berhambur masuk ke dalam begitu pintu dibuka.Bima geleng-geleng kepala melihat kelakuan Santi yang seperti anak kecil itu. Bisa-bisanya dia melo
Wanita itu sampai tersungkur ke lantai karena didorong oleh Bima. Rasanya sakit juga bercampur kesal karena tak berhasil mendapatkan perhatian Bima dengan aksinya.Aldo sempat heran ketika melihat wanita yang dipilih Bima keluar dengan buru-buru. Merasa ada yang tidak beres, Aldo menghampiri sahabatnya itu. Dilihatnya Bima sedang menangkup wajahnya dengan kedua tangannya.“Heii … ada apa denganmu? Kamu baik-baik saja bukan?”“Ya. Aku hanya kesal kenapa milikku tidak bereaksi.”“Mungkin karena kamu kecapekan aja. Kita tadi ‘kan habis bepergian jauh’, jadi stamina kamu berkurang banyak.”“Ya sudah, kita pulang aja kalau gitu!”“Oke!!”***Beberapa hari berlalu sejak hari itu, Bima terus saja uring-uringan tidak jelas karena dia yang biasanya bisa menuntaskan hasratnya setiap hari, kini tak bisa lagi seperti dulu. Jangankan tuntas, untuk bisa membangkitkan yang di sana saja susah. Padahal otaknya sudah membayangkan kemana-mana.“Kamu belakangan ini kenapa, sih?” tanya Aldo yang melihat B
Bima tak menyangka jika sudah menyangkut masalah hasrat, seorang gadis polos pun bisa mengikuti instingnya. Terbukti ketika dia ingin berhenti, Santi malah dengan santainya meminta lagi.Alhasil dia pun menuruti kemauan Santi untuk terus bermain di sana. Membiarkan Santi menjambak rambutnya karena merasakan nikmat sekaligus geli pada tubuhnya. Dibiarkannya gadis polos itu mengikuti apa yang dikehendaki oleh tubuhnya.Namun sayangnya, meskipun sudah mabuk dalam keinginan untuk terus bercumbu, rupanya Santi masih bisa menjaga kewarasannya. Dia masih bisa tau apakah boleh sampai seperti itu atau tidak.“Pak, jangan di sana!” cegah Santi saat Bima mengarahkan miliknya yang sudah tak kuasa menahan diri.Bima berusaha membentengi dirinya untuk tidak melakukan sampai sejauh itu. Tapi tubuh dan pikirannya benar-benar tidak sejalan. Matanya mulai menggelap karena birahi yang sudah memenuhi dirinya.“Aku sudah nggak tahan lagi!” seru Bima.“Tapi, Pak!!” Santi mencoba menutupi miliknya dengan ke
"Kamu siapa?" tanya Santi."Kamu nggak perlu tahu siapa aku. Yang jelas aku kesini mau memberitahu kamu satu hal!""Soal apa, ya??"Gadis berambut pirang dengan dandanan yang menor itu terlihat sangat membenci Santi. Dari caranya melihat, seperti seorang musuh bebuyutan. Padahal mereka baru pertama kali bertemu."Aku cuma mau ngingetin ke kamu. Jadi cewek jangan kepedean! Asal kamu tahu aja, setelah dia merasa bosan padamu dan mendapat pengganti yang lebih, dia pasti akan ninggalin kamu!!"Santi mengerutkan keningnya karena merasa bingung dengan arah pembicaraan wanita tersebut. Mereka baru saja bertatap muka, tapi dia sudah menunjukkan aura kebencian yang begitu dalam. Bahkan langsung menghujat bahwa dirinya akan ditinggalkan setelah merasa bosan."Tunggu dulu, deh! Ini maksudnya apa sih? Datang-datang langsung marah dan mengatakan hal yang nggak jelas! Minimal perkenalan dulu lah, jangan langsung bilang bakal ditinggalin. Emangnya aku mau ditinggal sama siapa sih, Mbak?" tanya Santi
Santi memijit pelipisnya saking kesalnya dengan tingkah dua lelaki hebat di sampingnya. Ada rasa senang tapi juga sedih, karena kebebasannya terenggut secara tidak masuk akal.***Bulan demi bulan terlewati dengan berbagai macam aturan yang diberikan oleh Adam dan juga Bima. Namun ketika kehamilan Santi sudah memasuki bulan ketujuh, Santi mulai mengutarakan keresahan dalam hatinya."Pa, Mas … Aku ingin pergi ke mall untuk membeli keperluan bayi ini, ya. Udah lama aku nggak jalan-jalan keluar," pinta Santi di sela sarapan pagi mereka."Emangnya kamu mau beli apa? Biar aku aja yang beli kamu tinggal sebutin aja mau apa," jawab Bima."Iya, bener!" timpal Adam. Santi memasang wajah memelas sambil mengelus perut buncitnya. "Kalau nanti kamu lahirnya ileran, salahin aja Opa dan juga papa kamu ya, Nak!"Adam dan Bima langsung bergidik ngeri. Mereka tak menyangka Santi akan berkata demikian. Biasanya Santi akan menurut saja pada apa yang dikatakan oleh mereka."Kamu jangan kayak gitu dong, S
"Kamu kenapa sih, Sayang?" keluh Bima.Santi malah sibuk menutup hidungnya dengan selimut dan mengibaskan tangannya agar Bima menjauh darinya. Mencium aroma sabun di tubuh Bima membuat Santi merasa mual."Jangan deket-deket, Mas! Aku nggak suka bau sabunnya!" kata Santi."Bukannya ini bau sabun favorit kamu, ya? Kenapa mendadak jadi nggak suka?" tanya Bima.Santi ingin menjawab tapi perutnya seperti diaduk-aduk. Dia bergegas menuju ke kamar mandi berusaha mengeluarkan isi perutnya namun tak ada yang keluar sama sekali.Matanya sampai berair karena mencoba memuntahkan isi perutnya. Kepalanya terasa sedikit berat dan matanya berkunang-kunang."Kamu ikut aku sekarang!" kata Bima seraya menarik tangan Santi keluar dari kamar mandi."Mau kemana, Mas? Aku belum mandi!" Santi mencoba menolak namun tenaga Bima tentu saja lebih kuat."Udah, ikut aja!" seru Bima. Dia memberikan syal pada istrinya untuk menutup hidungnya agar tak mencium aroma sabun di tubuhnya.Adam yang baru saja selesai lari
"Kenapa gitu, San? Bentar lagi juga mateng kok!" kata Bima masih sambil mengaduk telur dalam wajan.Santi menghela nafas panjang sambil menyalakan kompor. "Mau sampai besok pagi juga nggak bakal mateng kalau kompornya belum dinyalain, Mas!" Bima garuk-garuk kepala sambil cengar cengir tak jelas. Dia mengalihkan pandangannya ke dalam wajan dan bertanya pada San, "Apa caraku memasak juga salah?""Nggak kok, Mas. Cuma mungkin ada cara yang lebih bagus lagi dari pada buang-buang minyak goreng," kata Santi seraya mengambil alih alat masak yang dipegang oleh Bima."Biar aku aja, Santi. Kamu kan lagi sakit juga," kata Bima."Nggak usah, biar aku aja. Kamu sama papa tunggu aja sambil nonton televisi," ucap Santi sambil mengurangi minyak goreng di wajan.Adam menarik Bima agar segera menjauh dari sana. Bagaimanapun juga memang lebih baik jika Bima menjauh dari dapur sebelum meledakkan dapur di rumah itu.Keduanya pun menuju ke ruang tengah sambil menonton televisi. Sesekali mereka bercengkrama
"Ada apa dengannya?" tanya Adam tak kalah panik."Aku juga nggak tahu, Pa. Tadi dia masih baik-baik aja!" ujar Bima sambil menggendong tubuh istrinya masuk ke kamarnya."Kamu juga, sih! Kenapa kurang memperhatikan kondisi istrimu! Dia pasti kelelahan karena belakangan ini selalu sibuk mengurus kita berdua!" cecar Adam sambil berjalan mengikuti anaknya di belakang."Papa nggak usah bawel, deh! Mendingan sekarang bantuin aku buat nelpon dokter agar segera kesini buat memeriksa kondisi istriku!" kata Bima.Beberapa kali mendapati Santi dalam kondisi yang buruk membuat Bima merasa benar-benar gagal menjadi suami yang baik. Apalagi Santi juga yang berapa kali malah melindunginya dari serangan musuh.Dalam hati Bima merutuki kebodohannya yang tidak bisa menjaga istrinya dengan baik. Kalau boleh memilih tentu saja Bima tidak ingin berada di posisi seperti kemarin.Bima pun ingin mempunyai keluarga yang harmonis dan bahagia seperti orang kebanyakan. Bukan malah penuh dengan darah dan juga den
"Sepertinya aku kedatangan tamu istimewa! Selamat datang!" Ucap Rizwan berusaha tetap tenang. Dia tak mau terlibat gugup di depan semuanya."Aku nggak mau basa-basi di sini. Yang aku tahu kamu udah menyuruh orang untuk melenyapkan Septa!" kata Santi."Hahahaha … sayang! Bukankah kamu sudah menyetujui permintaan Papa untuk menikah denganku? Kenapa sekarang kamu malah menuduhku melakukan hal itu?" tanya Rizwan. "Lagi pula kalau bukan karena Septa berkhianat, pasti papa aku juga nggak akan pergi meninggalkanku sendiri!" imbuh Rizwan."Aku tahu kamu sedih kehilangan papamu, tapi percayalah itu sudah kemauannya. Dia sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya," kata Santi mencoba berdamai dengan Rizwan."Sayangnya aku nggak bisa percaya begitu saja," Rizwan berjalan mendekat secara perlahan.Santi tetap waspada dengan segala gerak gerik Rizwan. Dia melihat ada senjata di saku samping Rizwan dan bisa diperkirakan itu adalah pistol."Kami mempunyai rekaman CCTV yang membuktikan bahwa p
"Apa sudah ada informasi siapa dalang dibalik semua ini?" tanya Bima."Semuanya tersusun rapi seperti sudah direncanakan jauh hari sebelumnya. Bahkan mereka tahu seluk-beluk perusahaan ini sampai bisa melumpuhkan Septa begitu saja." Aldo merasa dirinya sudah gagal."Pasti ada kerjasama dengan orang dalam. Kamu pastikan untuk mencari Siapa yang terlibat dengan semua ini!" kata Bima kemudian.Aldo mengangguk setuju. Dia pun mengirim pesan pada orang kepercayaannya untuk mencari tahu siapa yang berani berkhianat pada Bima."Sekarang kita ikuti kemana perginya mereka," kata Bima.Dalam mobil Bima sudah terpasang GPS sehingga bisa melacak keberadaan istrinya. Namun, Bima punya pikiran lain. Lawannya bukan orang yang sembarang bergerak. Terbukti dia menyusun rencana tersebut dengan rapi.Orang itu tidak mungkin dengan sengaja membawa mobil pribadi miliknya untuk menculik Santi pergi jika tanpa satu alasan. Orang itu pasti mempunyai rencana tersendiri untuk menjebaknya."Siapkan orang-orang
Mona tercengang mendengar pernyataan Santi. Dia sampai menganga tak percaya dan menatap Santi lekat."Kamu jangan bercanda, San. Bukannya kalian ini kerabat jauh?" Mona tak langsung percaya dan menepis tangan Santi."Itu hanya formalitas saja karena kemarin Mas Bima masih sangat takut aku kenapa-napa, dan sekarang kami nggak akan menutupi hubungan kami lagi," terang Santi dengan senyum manisnya."Ini nggak bener kan, Bim?" tanya Mona masih tak bisa percaya."Sepertinya kamu butuh pembersih telinga, Mona …" ucap Bima santai. Bima berdiri dan menghampiri istrinya. Dirangkulnya bahu Santi agar tubuh mereka menempel."Aku yang bersalah kemarin karena tak berani mengakui Santi sebagai istriku. Aku takut dia disakiti oleh orang lain, tapi sekarang aku sadar kalau ternyata dia tak selemah itu," imbuh Bima.Mata Mona berkaca-kaca ketika keduanya menunjukkan cincin pernikahan yang melingkar di jari masing-masing. Dia segera berjalan keluar dengan air mata yang sudah terlanjur menetes di pipin
Septa melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil agar tidak mendapat teguran dari Bima. Dia sangat hafal dengan sikap Bima yang tidak mau diganggu ketika sedang bersama Santi, terutama untuk hal itu.Setelah beberapa menit, akhirnya mereka sampai di perusahaan dimana sebagian karyawan sudah mulai bekerja. Septa hanya mengetuk kaca mobil beberapa kali dan menunggu di tempat agak jauh, membiarkan atasannya yang sepertinya belum selesai dengan urusannya itu.Tak lama kemudian Santi turun lebih dulu dengan mulut komat kamit meluapkan kekesalannya. Rambutnya sedikit berantakan dan jangan lupakan bajunya yang tampak kusut."Nanti tolong ambilkan baju ganti di apartemen Mas Bima ya," kata Santi pada Septa."Baik!" jawab Septa singkat."San! Tunggu!" Bima bergegas menyusul Santi yang sudah masuk lebih dulu meninggalkannya.Namun begitu masuk ke area kantor, Bima langsung mengerem langkah kakinya. Bagaimanapun juga dia harus menjaga image sebagai seorang CEO di perusahaannya.Beberapa karyawan
"Dimana para penjaga di luar?" tanya Adam sambil turun dari ranjang dan bersembunyi di balik lemari agar tidak terkena lemparan batu.Tak berselang lama kemudian muncullah beberapa orang yang ingin mengecek kondisi atasan mereka."Maafkan kami! Tiba-tiba saja kami diserang secara beruntun dan tidak memperhatikan secara keseluruhan!" ucap salah satu dari mereka."Apa situasi di luar sudah terkendali?" tanya Bima."Sudah, Pak. Kebetulan Pak Aldo yang langsung turun tangan tadi," katanya lagi."Suruh Aldo kesini!" kata Adam.Orang itu mengangguk dan segera keluar untuk menjalankan perintah tersebut. Dia langsung menyampaikan pesan dari Ada pada Aldo.“Ada apa, Om?” tanya Aldo begitu sampai di ruangan Adam dan Bima dirawat.“Siapa mereka?” tanya Adam.“Masih belum bisa dipastikan siapa pelakunya, Om. Tapi besar kemungkinan itu adalah orangnya Rizwan,” kata Aldo.“Lalu gimana dengan Baron?” tanya Adam lagi.Aldo tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya. Dia enggan menjawab pertanyaan