"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri gitu?" Santi terheran karena suaminya seperti sedang merencanakan sesuatu."Nggak apa-apa, kok! Aku hanya seneng aja menemukan sesuatu yang baru," jawab Bima santai."Apa?""Nanti kamu lihat aja kalau sudah waktunya!" jawab Bima dengan seringaiannya."Apa sih? Nggak usah bikin penasaran gitu, deh!" Santi mengerucutkan bibirnya.Bima meraih bahu istrinya dan membiarkannya bersandar di bahu.Setelah membicarakan lebih dulu mau pulang kemana, akhirnya pilihan tetap kembali ke apartemen dan esok harinya baru ke rumah Bima.Mereka sengaja begitu agar Maura tidak mengganggu. Meskipun Maura terlihat sudah malas berhubungan dengan Santi, tetap saja wanita itu pasti tidak akan menyerah mengganggu mereka.***"Kenapa kamu malah mabuk-mabukan seperti ini, Ra?" Aldo menyingkirkan gelas kecil yang ada di depan Maura."Mana Krisna?! Bukannya dia sering ke sini?" tanya Maura dengan matanya yang sudah merah."Sadarlah, Ra!! Lebih baik kamu segera pulang, aku anterin
Keduanya saling bertatapan sebelum akhirnya sebuah pelukan hangat membuat Maura tak mampu menahan rasa ingin tahunya. "Kenapa kamu melakukan ini padaku?""Apa maksudmu, Ra?" tanya Aldo melepas pelukannya."Kenapa kamu menciumku?" tanya Maura lagi. Aldo kembali memeluk Maura dan menempelkan telinga wanita itu di dadanya. "Apa kamu bisa mendengarnya?" Maura mengangguk cepat. Tapi setelah itu dia memasang wajah cemberutnya dan menjauhkan diri dari Aldo."Aku juga punya detak jantung yang sama seperti itu. Memangnya kenapa?" Maura ingin mendengar secara langsung perasaan Aldo, bukan hanya sekedar detak jantung yang semua orang juga memilikinya. Aldo mendekati Maura dan memeluknya dari belakang."Ra, aku pikir selama ini di pikiranmu hanya ada Bima. Setiap saat hanya Bima yang kamu bahas," kata Aldo."Emang cuma Bima yang ada di pikiranku. Tapi hatiku nggak! Kamu nggak tahu gimana aku selama ini menahan diri untuk tidak memakimu habis-habisan gara-gara sikapmu itu. Kamu selalu meminta Bima
Tangan Santi bergetar saat ingin menyentuh sebuah benda berwarna hitam yang memiliki pelatuk kecil di bagian tengahnya."Apakah hal seperti ini juga harus dipelajari?" tanya Santi ragu."Kamu boleh pilih yang lainnya lebih dulu kalau masih ragu," Adam membuka kotak lainnya yang berisi belati.Santi menelan saliva berulang-ulang karena pilihan yang ditawarkan padanya sama-sama berat. Dia sendiri tidak yakin apakah mampu melakukannya atau tidak."Kalau kamu ragu, kamu bisa berhenti sekarang juga. Papa nggak akan paksa kamu, San. Semua yang dilakukan harus atas dasar niat kuat dari hati," Adam menepuk bahu menantunya pelan.Dia membiarkan Santi sendiri memikirkan apa yang akan dilakukannya. Meskipun dalam hati dia berharap bahwa Santi akan berubah menjadi kuat.Santi memperhatikan senjata yang ada di depannya berulang-ulang. Niatnya memang belum benar-benar penuh. Kadang kuat kadang lemah, dan itu benar-benar membuatnya kesal."Bagaimana kalau Non Santi belajar beladiri aja dulu, Pak?" U
"Apa lagi sih, Sannn?!!" Bima mendengus kesal."Biar aku aja yang kerja, kamu cukup diam saja," kata Santi berusaha membuat suaminya tidak kecewa."Tapi aku sedang ingin melakukan gaya baru, makanya aku belikan kamu banyak kostum itu, tapi malah … aahhhh!!" Bima kembali ingin menguasai permainannya.Tapi, Santi dengan segenap usaha melawan rasa lelahnya mendorong Bima dan membalikkan posisi mereka."Aku nggak akan kecewain kamu, jadi tenang aja!" Santi mulai melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.Jari-jarinya dengan pandai menari-nari di atas dada bidang Bima sementara bibirnya bergerilya mencari lawannya. Lidah mereka saling bertautan menyalurkan keinginan untuk memiliki.Ciumannya mulai turun dan menuju ke bagian perut. Rasa geli dan nikmat yang dirasakan Krisna oleh sapuan basah Santi membuat perutnya kembang kempis. Apalagi ditambah tangan Santi yang dengan lihai memainkan senjatanya yang sudah siap sejak tadi."Yang kuat, Sayangg!" Bima menahan nafasnya saat bibir Santi melahap
"Kenapa kalian seperti orang bodoh begitu, sih?" tanya Maura. "Oh, kalau manusia purba wajar aja, sih! Tapi kenapa Bima juga ikut-ikutan seperti orang bodoh? Bersikaplah sewajarnya!" imbuhnya."Bagaimana aku bisa bersikap wajar kalau tiba-tiba temanku yang tidak pernah mau dekat dengan wanita manapun ini memanggilmu dengan sebutan sayang?" Bima membela dirinya."Ya, sepertinya selama ini aku salah paham. Ternyata Maura ini diam-diam sudah menyimpan perasaannya kepadaku, dan akhirnya terjawab sudah kalau selama ini aku yang bodoh karena berpikir bahwa yang dia sukai itu adalah kamu!" ucap Aldo malu.Bima tersenyum tipis. Pada dasarnya dia sudah tahu sejak awal jika Maura dan Aldo itu sama-sama saling mencintai. Itulah sebabnya Bima tidak pernah ambil pusing dengan sikap Maura yang selalu mencari perhatian kepadanya."Dan seandainya dari dulu aku mengikuti saranmu untuk membuka hati pada Maura, menurutmu siapa yang akan terluka?" tanya Bima yang langsung mendapat cubitan dari istrinya
"Kamu ikut aku, sini!!" Maura menarik tangan Santi dan mengajaknya masuk kembali ke dalam.Maura memanggil penjaga yang sedari awal meremehkan kehadiran Santi. Dia sengaja meminta penjaga tersebut yang melayani mereka."Mbak, tolong yang ini dibalikin lagi," kata Maura dengan nada datar. "Terus tolong carikan aku gaun yang terbaru di sini, nggak usah mikir harganya ambilkan saja yang terbagus!" imbuhnya."Baik, Mbak!" jawab penjaga tersebut sambil berjalan menuju ke bagian gaun yang dianggapnya bagus dan memang terbaru di sana.Setelah mengambil beberapa gaun, penjaga yang bernama Eli tersebut memberikannya kepada Maura. "Ini Mbak gaunnya. Ini adalah gaun keluaran terbaru dan juga bagus jika dipakai oleh wanita cantik seperti Mbak ini," ujarnya memuji."Bukan buatku, tapi buat dia!" jawab Maura sambil menunjuk ke arah Santi.Eli tampak tidak suka ketika melihat Santi. Entah kenapa sejak awal melihatnya, Eli sudah berpikir bahwa Santi tidak layak menginjakkan kakinya di sana."Kamu ken
"Terserah apa katamu saja, San!" Maura menyerah dengan pola pikir istri Bima.Kalau secara fisik, Maura bisa pastikan untuk merombak keseluruhan. Tapi kalau untuk karakter, itu sangatlah sulit kalau tidak didasari atas keinginan orang itu sendiri.Akhirnya keduanya pergi ke sebuah restoran tempat dimana Bima dan juga Aldo menunggu dengan diantar oleh Septa. Tak butuh waktu lama untuk sampai sana karena jaraknya tidak cukup jauh.Saat Santi turun dari mobil, banyak pasang mata yang melihat ke arahnya sampai-sampai Santi merasa risih sendiri. Dia tidak terbiasa mendapat tatapan seperti itu."Orang-orang pada kenapa, sih? Ngeliatin aku gitu amat!" celoteh Santi."Dasar manusia satu ini, ampun deh!!" gerutu Maura. Maura memilih berjalan mendahului Santi karena kesal sendiri. Dia langsung menuju ke meja dimana ada Aldo dan juga Bima."Sukses, Sayang?" tanya Santi Aldi menyambut kedatangan kekasihnya itu."Lihat aja sendiri, tuh!" Maura menunjuk ke arah Santi yang masih sibuk sendiri mengom
“Al!!” tubuh Maura menegang dengan kedua tangan yang mencengkram sprei.Aldo tersenyum puas ketika melihat ekspresi Maura yang seperti itu. Dia kembali ragu akan melanjutkannya atau tidak.“Kenapa berhenti?” Maura yang tadinya memejamkan mata kini melirik Aldo yang tampak ragu.“Apa kamu yakin?” tanya Aldo.Maura segera bangkit dan mencium bibir Aldo dengan sangat lembut. Lumatan manis itu membuat Aldo merasa tertantang kembali karena sensasinya benar-benar berbeda ketika melakukannya dengan penuh cinta. Ditangkupnya kedua pipi Maura dan agar semakin intens dalam menyalurkan perasaannya.Lama dalam posisi seperti itu membuat Maura kesal sendiri. Dia menganggap Aldo tak mau melakukan itu dengannya. Alhasil Maura mengarahkan satu tangannya masuk ke dalam kain yang menutup senjata keras Aldo.“Ra!” Aldo tersentak kaget ketika miliknya diremas dan dikocok naik turun.“Dia sudah siap dari tadi, kamu nungguin apa?” Maura tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya.Aldo segera melepas semuany