Felix merenung di kamarnya, Revalina masuk ke sana. Ia memberikan saran agar Felix dan Vino segera berbaikan sebelum kejadian fatal terjadi karena jika satu tim ada yang tidak akur bisa mengakibatkan rencana gagal total. Seharusnya, Felix bisa lebih menahan emosi apalagi menyangkut Raisa karena itu akan sangat membahayakan. Felix menemui Vino yang tengah duduk sambil menikmati secangkir teh manis hangat. Vino tidak menyapanya bahkan hanya sekedar meliriknya pun tidak sama sekali. Felix minta maaf dengan posisinya yang masih berdiri di samping pria itu. "Anggap aja kita udah baikan," jawab Vino sambil kembali meneguk teh itu, lalu pergi meninggalkan Felix. Felix berjalan cepat menghadangnya berdiri di depan Vino membuat langkahnya terhenti. Ia kembali minta maaf apa yang sudah dilakukannya sangat kelewatan. Kata Vino, Felix sudah minta maaf sebaiknya tidak perlu mengulangnya beberapa kali. "Kamu masih marah?" tanya Felix. "Kalau kamu tahu gak usah nanya, kamu pikir apa yang kamu l
Raisa marah pada Heri karena tugasnya selalu saja tidak pernah berhasil. Malah Raisa yang kerugian karena harus menanggung biaya hidup dia keluarga anak buah Heri yang ditahan. Heri membela dirinya yang sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi memang sudah hasilnya selalu gagal karena ada Vino. "Kenapa kalian takut sama dia?" Vino adalah orang yang sangat ditakuti oleh mereka karena terkenal jagoannya. Raisa minta Heri mempunyai anak buah yang jago beladiri melebihi Vino. Heri tidak sanggup karena ia tidak mempunyai kenalan orang yang bisa mengalahkan Vino. Mungkin jika tidak dengan mengalahkannya menggunakan cara bertengkar setidaknya bisa dengan cara halus. "Maksudmu membunuhnya?" "Ya terserah kamu yang penting bisa menjauhkan Vino dari Revalina."Kali ini Heri tidak ingin gegabah, tetapi perintah dari Raisa telah membuatnya menjadi ceroboh. Tiga pria suruhan Heri menungggu Vino lewat, kebetulan pagi ini ia sedang olahraga. Satu-persatu orang turun dari mobil, tanpa Vino sadari
Felix sedang memikirkan siapa orang yang hendak membawa Vino pergi, ia yakin kalau itu pasti ada hubungannya dengan Heri. Pria itu masuk ke kamar Vino melihat keadaannya. "Gimana keadaanmu sekarang?" "Gak usah berlebihan, Lix. Aku cuma luka dikit aja udah sembuh," jawab Vino. Felix membicarakan apa yang di pikirkannya tadi, Vino juga merasakan hal yang sama. "Sebenarnya ada di mana pria itu?" tanya Vino pada Felix. "Sepertinya dia dan teman-temannya berkeliaran, kita harus waspada." Mungkinkah harus menggunakan bodyguard seperti yang disarankan oleh Vina? Tentu Felix tidak setuju dengan pertanyaan dari Vino. Apapun yang Felix lakukan akan ketahuan olehnya, Vina akan mudah tahu. "Kalau kita gak menggunakan mereka pasti bakal diserang terus, aku belum mau mati, belum punya istri belum punya anak belum punya cucu." Felix memelas mendengar ucapan Vino, menurut Felix baik Revalina, Vino atau dirinya harus pergi secara bersamaan agar mereka tidak bisa menyerang satu-persatu. "Kenap
Santi mau ke kampus, tetapi sangat bingung karena uangnya habis. Ibunya bertanya mengapa anaknya belum juga berangkat padahal sudah siang bisa telat masuk kampus. "Ma, boleh minta uang buat beli bensin gak?" Ibunya memelas sambil mengeluarkan uang dari saku celananya. Santi cemberut karena uangnya tidak ada lebihnya, ia minta lagi buat beli makan di kampus, mana mungkin tidak makan selama berada di sana. "Kemarin, kan udah Mama kasih jatah buat hari ini dan besok, masa gak cukup?" "Mama mau kalau anak Mama satu-satunya ini jadi sakit lambung gara-gara gak makan?" Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan pelan, lalu memberikan uang lagi. Santi tersenyum sambil mengambil helm di atas meja. Ibunya melihat Vino lewat, kesempatan ia memanggil pria itu membuat si pengemudi mengentikan kendaraannya. "Nak Vino, Santi mau ikut ke kampus sama Nak Vino boleh, kan?" "Boleh, Tan." "Mama apaan, sih? Malu tahu." "Eh gak apa-apa itung-itung menghemat ongkos, nanti pulang dari kampus kamu bi
Untuk membuat Raisa senang, Felix sengaja memanjakan wanita yang satu ini dengan membawanya membeli banyak barang-barang mewah. Revalina juga ikut ke sana, tetapi gadis itu hanya mengikuti mereka saja. Raisa sudah merencanakan tentang penculikan Revalina. Kedatangannya ke sana diikuti Siska. Namun, mereka kesulitan untuk menangkap Revalina di pusat perbelanjaan karena keadaan sangat ramai. Revalina berada agak jauh dari Felix dan Raisa, ia dipantau oleh Siska. Siska menemui Revalina, gadis itu terkejut karena takut Felix melihat seorang wanita berada di belakangnya, Siska langsung membius Revalina hingga pingsan. Seorang pria yang membersamainya datang membawa gadis tersebut masuk ke mobil. Revalina berhasilnya dibawa dari tempat tersebut tanpa sepengetahuan Felix. Raisa membawa banyak barang yang dipilihnya ke meja kasir. 'Dimana Revalina?' batin Felix dengan mengedarkan pandangannya. "Kamu mencari siapa sayang?" tanya Raisa. "Kamu bayar dulu semua barang-barangnya pake uang ka
Raisa sangat senang karena sudah melihat Revalina secara langsung dalam keadaan pingsan dan terikat. Ia merasa puas dengan apa yang mereka kerjakan untuknya. Heri mengatakan tidak ada orang yang mengetahui keberadaannya saat ini jadi tidak mungkin Felix bisa menemukannya. Heri minta imbalan yang dijanjikan oleh Raisa. Raisa mengancam Heri jika sampai Revalina bisa melarikan diri maka ia tidak akan mengampuni mereka. Tidak akan Heri biarkan gadis itu pergi karena setelah menghabiskan uang dari Raisa, Revalina akan dijadikan pengantinnya. Itu terserah mau dijadikan apapun Revalina karena bukanlah urusannya yang penting gadis itu sudah tidak ada lagi di hidup Felix. "Ini adalah uang yang kamu inginkan, jaga perempuan itu baik-baik jangan sampai kabur!" tegas Raisa sambil memberikan sekoper uang. Heri sangat senang karena sudah memiliki banyak uang, Raisa pergi karena urusannya sudah dianggap selesai. Heri membuka koper tersebut, ia melihat isinya yang sangat banyak. Salah satu pria
Setelah beberapa hari, Siska belum juga mendapatkan bagian sepeserpun dari hasil kerja kerasnya. Sudah kesekian kalinya Siska menemui Heri, tetapi tetap saja uang itu tidak diberikannya. Heri juga menjadi mogok bertemu dengan Siska, akhir-akhir ini ia sering menghindar dari gadis tersebut dengan pergi berenang-renang dengan banyak wanita. Merasa tertipu, ia tidak akan membiarkan keberuntungan terus berpihak pada Heri. Ia masuk ke ruang penyekapan, kali ini Revalina tidak bereaksi minta tolong karena tahu kalau sang Kakak tidak mungkin menolongnya.Siska masuk membawa makanan untuk Revalina, tetapi tujuannya bukan itu. Ia mengunci pintu dari dalam, sedangkan para penjaga malah asyik bermain kartu. Siska melepaskan tali yang mengikat gadis tersebut, menyingkirkan kain yang menutupi mulutnya. Siska memecahkan kaca menggunakan kayu membuat jalan untuk bisa menembus keluar ruangan tersebut. Revalina hanya diam melihat apa yang dilakukan oleh Siska. "Sekarang kamu keluar lewat dari jendel
Para penjahat mencoba membuka pintu, tetapi pintu dikunci dari dalam. Mereka memanggil Siska, tidak ada jawaban dari sana. Terpaksa pintu didobrak, mereka terkejut melihat kaca yang sudah pecah dan Revalina tidak ada, itu artinya Revalina berhasil melarikan diri dengan bantuan dari Siska. Salah satu di antara mereka berpendapat tidak mungkin Siska membawa gadis itu pergi, jelas-jelas ia bergabung dengan Heri. Mereka memeriksa setiap penjuru ruangan tersebut, terlihatlah Siska yang sudah terkapar tidak berdaya di bawah jendela di luar tempat tersebut. Di sebelahnya ada kayu, mereka yakin kalau Revalina sudah memukul Siska sehingga pingsan. Satu di antara lima penjahat itu membawa Siska masuk, sedangkan yang lainnya mencari Revalina. Mereka tidak menemukan jejak apapun dari gadis tersebut, orang yang membawa Siska mencoba menyadarkannya, tetapi Siska belum juga sadar. "Hallo Bos, Revalina melarikan diri." Di balik telepon Heri marah-marah, ia langsung datang ke tempat kejadian meli