Liora masih belum sadarkan diri selama kurang lebih satu jam sejak Kevin membawanya ke rumah sakit. Wajah imut Liora terlihat pucat. Kevin duduk dengan tangan mengusap wajahnya berkali-kali.
Ia telah membuat gadis seperti Liora mengandung bayinya, hal yang tidak Kevin sengaja telah menciptakan nyawa yang belum lahir.
Kevin keluar, ia pulang kerumahnya selagi Liora masih berada di rumah sakit dalam keadaan tidak sadar. Kebetulan kedua orang tua Kevin ada di rumah, walaupun sosok ayah Kevin kini terlihat akan kembali ke rumah istri barunya.
“Kamu dari mana Vin, pulang-pulang kok wajahnya pucat begitu.” Tanya Sandra.
Hasan juga menatap Kevin. “Kamu ada masalah? Kamu bisa bicarain sama papa sebelum papa balik ke Kalimantan.” Katanya.
Kedua pupil mata Kevin menatap ayah dan ibunya bergantian, semalam. Ya semalam, Karin baru saja mengadakan acara resepsi pernikahan. Bukan Kevin ingin mendahului Karin dalam perihal keturunan tapi hal ini murni karena tidak sengaja dan Kevin harus bertanggung jawab.
“Aku akan menikah, minggu ini juga.” Katanya, hal tersebut sontak saja membuat kedua orang tua Kevin terkejut.
“Kamu serius?” tanya Sandra. “Vin, minggu ini terlalu cepat. Adik kamu bahkan baru semalam selesai gelar acara, emang gak bisa gitu kamu nunggu satu bulan lagi?” lanjutnya.
Kevin menggeleng. “Enggak bisa, Ma. Kevin akan menikah sama Liora, minggu ini juga. Dan Kevin juga tidak ingin acara di adakan seperti Karin, cukup di lakukan sederhana saja yang jelas aku akan menikahi Liora dalam waktu singkat ini.”
“Kenapa tiba-tiba begini, Vin?” tanya Hasan.
Tangan Kevin menyugar rambutnya ke belakang, ia tidak bisa cerita jika Liora saat ini mengandung bayinya. Kevin hanya bisa menghela nafas berat dari bibirnya yang kemerahan.
“Aku sudah memberi tahu kalian, sisanya biar aku sendiri yang urus acaranya.” Lalu Kevin naik ke dalam kamar untuk mengambil sesuatu, setelahnya ia kembali ke rumah sakit untuk menemani Liora.
Saat Kevin tiba di rumah sakit, Liora sudah bangun dan terlihat duduk dengan wajah pucat. Kedua mata gadis itu langsung kaget melihat Kevin datang menghampiri.
“Pak Kevin kok di sini?” tanya Liora.
“Bagaimana keadaanmu?” Kevin balik bertanya.
Liora mengangguk rendah. “Sudah mendingan, tapi pak Kevin belum jawab aku. Kenapa Pak Kevin ada di sini? Pak Kevin yang bawa aku ke rumah sakit?” Liora masih bertanya, jelas terlihat jika gadis itu belum tau jika keadannya sekarang sedang tidak sendirian, ada nyawa baru yang belajar tumbuh di rahimnya.
Kevin mendekat, “Kamu istirahat aja sampai kondisi kamu benar-benar baikan, ada hal yang harus aku beritahu setelah kamu keluar dari rumah sakit nanti.” Kalimat kevin terdengar sangat lembut, dengan mendengar suaranya saja membuat Liora yakin jika Kevin adalah sosok pria penyayang.
Liora mengangguk mengiyakan ucapan Kevin, lelaki itu memperbaiki selimut untuk Liora agar gadis itu bisa kembali istirahat.
Hari sudah sore, Liora juga merasa tidak sakit lagi sehingga Kevin membantu Liora pulang. Tapi bukan pulang ke butik, melainkan ke rumah besa Kevin.
“Pak Kevin, pak Kevin ada yang mau di ambil ya di rumah itu? Kalau gitu aku bisa pulang naik ojek aja pak, takutnya ngerepotin pak Kevin.”
Kevin menoleh sejenak, mengabaikan ucapan Liora dan terus mengemudikan kendaraan sampai memasuki gerbang tinggi menjulang di mana sebuah rumah mewah berdiri kokoh di sana.
“Ayo turun.” Ajak Kevin.
“Hm ..., aku pulang aja ke butik deh pak. Aku juga gak ada urusan di rumahnya pak Kevin.” Tolak Liora.
Kevin menghela nafas, ia memutari mobil dan membuka pintu di sisi Liora, membantu melepaskan sabuk pengaman dan menggandeng tangan itu memasuki rumah. Liora berdebar-debar merasa aneh di gandeng seperti ini oleh Kevin.
Liora mencoba menarik tangannya dari Kevin tapi lelaki itu memegangnya dengan cukup kuat.
Kevin membawa Liora ke kamarnya, saat ini rumah sedang sepi karena kedua orang tua Kevin sedang pergi entah kemana. Sedangkan Karin pasti sedang menghabiskan waktunya dengan sang suami, jadi Kevin tidak ingin mengganggu masa-masa saat kedua orang itu menikmati yang namanya pengantin baru.
“Pak Kevin, tolong berhenti pak.” Seru Liora sebelum Kevin membawa Liora menaiki tangga.
Menoleh, tanpa banyak bicara Kevin membopong Liora menaiki tangga. Hal itu spontan membuat Liora memekik kaget hingga melingkarkan tangan di bahu Kevin.
“Pak Kevin, turunkan saya pak.”
“Liora, bisa kamu diam saja.”
Seperti terhipnotis oleh suara rendah kevin yang menenangkan, Liora pun diam sampai Kevin membuat Liora duduk di atas tempat tidur yang empuk dan nyaman.
“Mulai sekarang, kamu tinggal di rumah ini.”
Liora langsung berdiri. “Gak usah pak. Saya lebih merasa nyaman tinggal di butik, lagian ada pekerjaan yang harus saya kerjakan di sana.” Liora akan melewati Kevin tapi segera Kevin mencekal tangan Liora.
“Hari ini dan seterusnya jangan melakukan pekerjaan apapun.”
Kening Liora mengernyit, ia tidak paham dengan maksud Kevin berkata demikian. Perlahan, tangan yang memegang tangannya di lepaskan. Liora mendongak menatap Kevin sambil tersenyum, menyembunyikan rasa khawatir yang muncul di benaknya.
“Pak Kevin terlalu baik banget sama aku. Tapi beneran kok pak, aku gak papa. Sekarang aku balik ke butik dulu, ya.”
Kevin masih belum bisa mengatakan kondisi Liora sekarang, bagaimana jika gadis itu stress setelah mengetahui ada bayi di perutnya yang masih rata itu? Kevin mengikuti Liora, sepertinya saat ini Kevin belum akan memberitahu Liora mengenai kehamilannya, biarkan Kevin menyelesaikan pendaftaran pernikahan agar jika Liora mengetahui kehamilan tersebut, gadis itu tidak punya pilihan untuk menolak pernikahan yang akan terjadi.
“Kamu beneran mau balik ke butik? Di sini kamu bisa mendapatkan apapun yang kamu mau loh, ada bibik yang nyiapin makanan buat kamu. Kamu gak usah kerja, lagian butik juga di liburkan sama Karin ‘kan?”
“Enggak Pak. Aku udah tinggal gratis di butik, masa’ iya aku gak beres-beres butik. Oh ya, terima kasih ya Pak buat hari ini. Pak Kevin udah baik hati mau antar aku ke rumah sakit.” Liora berkata dengan senyum manisnya. Berjalan keluar dari kamar tersebut tapi Kevin menahan tangan Liora.
“Kalau kamu mau balik ke butik, biar aku antar kamu.” Kevin takut jika terjadi sesuatu saat di jalan, bagaimana kalau bayi yang ada di perut Liora terluka? Mau bagaimanapun itu adalah bayinya juga.
Di perjalanan hanya ada keheningan, Liora menatap Kevin yang sibuk menyetir lalu memalingkan wajah ke arah jalanan lewat jendela.
“Jangan kerja keras sampai kecapekan, nanti kalau kamu sakit segera telfon aku saja.” Kata Kevin tanpa menoleh.
Sebenarnya Liora merasa heran dengan sifat Kevin yang seperti ini. Kevin lantas melontarkan pertanyaan lain untuk Liora.
“Kamu punya pacar?”
“Enggak. Aku belum pernah pacaran.” Jawab Liora jujur.
Kevin menoleh sejenak. “Kenapa?”
“Ya karena aku gak pengen pacaran. Lagian untuk apa pacaran? Orang ‘kan mikirnya aku ini masih anak SD.” Liora terkekeh geli, tapi kekehan tersebut langsung berhenti, beralih deheman canggung.
“Lalu apa ada cowok yang dekat sama kamu?” sekali lagi Kevin bertanya.
Liora menggeleng. “Aku punya temen cowok, tapi pas SMA dulu. Sekarang aku bahkan gak punya teman perempuan, apalagi teman cowok.” Jawabnya.
Semakin di buat yakin. Anak itu pasti anak Kevin. Rasa bersalah menyergap diri Kevin. Liora terdiam, ia masih merasa tidak bisa sedekat ini dengan Kevin, waktu itu Kevin terus menuntutnya agar mengakui kejadian malam berdarah, tapi Liora bersikeras jika itu bukan dirinya. Lalu kenapa Kevin tiba-tiba saja bersikap seperti ini tepat setelah lima minggu kejadian itu berlalu?.
Tak terasa sudah tiga hari Kevin menyembunyikan rahasia kehamilan Liora, tidak ada yang tau selain dirinya dan dokter yang memeriksa keadaan Liora kemarin. Tapi, sejak saat itu Liora setiap pagi akan selalu merasa mual.Hal itu membuat para karyawan lain membiarkan Liora istirahat, gadis semenggemaskan Liora tentu saja tidak ada yang tega melihat gadis itu sakit.Sudah tiga hari dan Kevin sudah mengatur pernikahannya dengan Liora. Waktu tiga hari itu di manfaatkan oleh Kevin dengan sangat baik, ia mengurus segala hal mengenai pernikahan legal yang akan ia lakukan dengan Liora.Karena Karin masih belum datang ke butik setelah acara pernikahannya dengan Altar, kedatangan Kevin di butik itu mengundang tatapan takjub para karyawan lain. Pasalnya Kevin memang sangat jarang datang ke butik, lalu sekarang lelaki itu datang di butik di saat Karin tidak ada di sana, lalu apa yang Kevin cari dengan datang ke butik?Mengabaikan tatapan kekaguman yang di lontarkan ke
Liora duduk di tepi tempat tidur yang pernah ia masuki di rumah besar Kevin tempo hari. Jari-jari tangan saling memilin, perasaan kacau Liora saat ini tak bisa di deskripsikan dengan jelas.Kemarin adalah hari yang sangat mengejutkan bagi Liora, ada bayi di perutnya dari kesalahan satu malam yang tidak di sengaja.Sedih, tapi juga senang. Sedih karena ia hamil sebelum pernikahan, tapi senang karena ia akan menjadi seorang ibu dari bayinya yang belum lahir. Sesekali Liora mengusap perutnya yang masih rata, tiap kali mengusap perutnya sendiri, ada rasa berdebar yang Liora rasakan.Brakk!Liora melonjak kaget, pintu terbuka dan terlihat sosok Karin berdiri di sana. Wajah Karin tidak seramah seperti yang Liora kenal sebelumnya, Liora takut jika apa yang akan Kevin lakukan telah di dengar oleh Karin, lalu boss-nya ini akan memarahi Liora karena menggoda kakaknya.“Mbak Karin.” Desis Liora.Karin berjalan cepat ke arah Liora, sedangkan p
Hari pernikahan pun tiba, Liora di bantu oleh seseorang untuk memakai gaun pernikahan berwarna putih tulang rancangan Karin yang tepat di tubuh Liora. Kini Liora telah tampil cantik, ditambah make up dewasa yang di poleskan di wajahnya menambah kesan kecantikan gadis itu semakin banyak.Pernikahan di gelar tidak begitu mewah, hanya beberapa orang yang di undang, dan acara pun hanya akan berlangsung sampai sore hari. Harusnya saat hari pernikahannya ini, ibunya ada untuk memuji dan ayahnya ada untuk menggandeng tangan Liora.Namun, kenyataan bahwa ia hanya sebatang kara kembali membuat Liora kembali sedih. Tak lama Kevin datang, Liora menoleh ke arah suaminya yang sudah berpenampilan tampan lengkap dengan setelan tuksedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam melingkari lehernya.Sangat tampan. Beruntungnya Liora akan menjadi istri dari lelaki seperti Kevin.Di lain itu Kevin hanya berdiri di depan pintu menatap takjub dengan sosok Liora, gadis mung
Seorang Kevino Adrian, seumur hidup gak pernah pegang yang namanya pohon mangga kini harus mencari pohon mangga yang berbuah untuk ia panjat. Kevin sudah membeli buah rambutan yang bisa ia dapatkan dengan mudah di supermarket, lalu kini Kevin tinggal mencari buah mangga yang menggantung di pohonnya.Mengendarai mobil di malam hari saat pukul tujuh malam, sudah hampir dua jam Kevin mencari pohon mangga yang berbuah tapi tidak ia temukan. Hampir menyerah, tapi sekali lagi Kevin ingat jika ia mencari buah mangga muda ini demi calon bayinya.Pencarian Kevin tidak sia-sia, ia menghentikan mobil di tepi jalan lalu berhenti saat melihat pohon mangga yang cukup tinggi itu sedang berbuah, pemilik pohon mangga itu terlihat sedang duduk di teras rumah, dan Kevin tebak jika rumah itu adalah milik seorang perwira tentara, pagarnya saja sudah kentara loreng-loreng.“Permisi, pak.” Sapa Kevin dari luar pagar. Seekor anjiing langsung menggongong
“Makan nasi, ya?” ucap Kevin, Liora menggeleng keras kepala.“Aku udah kenyang pak. Mangga yang pak Kevin tadi lumayan besar loh, aku udah abis tiga, masa iya gak kenyang makan mangga sebanyak itu.”“Tapi dari tadi siang kamu gak makan nasi loh, nanti kalau sakit gimana?” tanya Kevin.Liora menggeleng tetap menolak. Kevin menghela nafas, ia lalu mengambil bekas kulit rambutan sebelum di buang ke tempat sampah. Liora terlihat santai berbaring di tempat tidur begitu buah yang Kevin bawakan ludes tak tersisa sedikitpun.Kevin hari ini merasa cukup lelah, tak pernah Kevin duga kalau manjat pohon mangga ternyata menguras tenaga ekstra. Saat Kevin akan berbaring di samping Liora, Kevin di buat kaget karena Liora langsung turun dari tempat tidur.“Kamu gak mau tidur?” tanya Kevin heran.“Pak Kevin mau tidur satu ranjang sama saya?” Liora balik bertanya.Kevin menggaruk belakang teli
Pagi hari menyapa. Kevin terbangun karena mendengar suara Liora dari arah kamar mandi. Segera Kevin bergegas menghampiri Liora yang sudah lemas duduk di atas closet.Wajah Liora memerah. Kevin terlihat panik, saat Kevin akan menyentuh tangan Liora, perempuan itu kembali mual tidak karuan. Mengeluarkan apapun yang ada di dalam perut, namun yang keluar hanya cairan kental.Kevin berlari keluar kamar, mencari Mbok Inem salah satu asisten rumah tangga.“Mbok! Mbok!” seru Kevin. Orang yang di panggil lari dari arah belakang menghampiri Kevin.“Ada apa, Den?” tanya mbok Inem kaget.“Punya minyak masuk angin gak mbok? Liora butuh itu soalnya.” Ucap kevin.“Bentar, Den. Mbok ambilkan.”Kevin mengangguk dan menunggu. Tak lama terlihat Sandra menghampiri Kevin.“Liora kenapa, Vin?” tanya nya.“Mual-mual mah, wajahnya merah banget. Kevin khawatir.” Jawab Kevin.
Sudah siang, Kevin menjaga Liora dengan penuh khawatir. Kondisi istrinya itu kini seperti boneka yang tak bertulang. Dokter juga sudah memeriksa keadaan Liora, meski belum sepenuh membaik tapi kini sudah terlihat mendingan.Kedua bola mata bening dengan pupil hitam menatap ke arah Kevin. Lelaki yang sekarang telah menjadi suminya, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Kevin akan menjadi suami masa depan Liora, dulu saat pertama kali bekerja di butik Karin, Liora sempat tertarik dengan sosok Kevin saat pertama kali bertemu.Siapa yang tidak menyukai pria tinggi, berkulit putih bersih. Wajah lembut tanpa ada sedikitpun sifat kejam dari dari sana, Kevin juga orang yang ramah seperti Karin, belum lagi Kevin adalah pebisnis muda yang berhasil mengembangkan perusahaan keluarga. Siapapun pasti akan menyukai lelaki seperti Kevin, bisa di bilang Kevin adalah pria idaman.Tapi kevin sekarang justru terjebak dengan seorang istri seperti Liora, Gadis miskiin yang bahkan t
Kendaraan beroda empat milik Kevin tidak kembali ke rumah besar, kendaraan tersebut berhenti di sebuah rumah bercat ungu muda yang sepertinya baru selesai di renovasi. Kevin turun, tak lama pintu dari rumah tersebut di buka sebelum Kevin dan Liora sampai di depan pintu.Terlihat sosok Karin berdiri di sana, mengembangkan senyum melihat kehadiran Kevin dan Liora.“Kalian ayo masuk.” seru Karin.Liora menoleh ke arah Kevin. “Ini rumahnya mbak Karin sama suaminya?” tanya nya. Kevin mengangguk lalu menggandeng tangan Liora memasuki rumah Altar.Di dalam rumah tersebut terlihat Altar dan Karin duduk menghadap meja makan, terdapat banyak makanan dan buah-buahan di meja tersebut. Kevin sampai heran melihat adik iparnya makan dengan begitu lahap, terlebih yang di makan bisa di bilang gak wajar. Bagaimana tidak jika yang Altar makan saat ini adalah ubi kayu mentah. Kevin bergidik.Kevin duduk dan begitupun juga Liora. A
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr