Liora duduk di tepi tempat tidur yang pernah ia masuki di rumah besar Kevin tempo hari. Jari-jari tangan saling memilin, perasaan kacau Liora saat ini tak bisa di deskripsikan dengan jelas.
Kemarin adalah hari yang sangat mengejutkan bagi Liora, ada bayi di perutnya dari kesalahan satu malam yang tidak di sengaja.
Sedih, tapi juga senang. Sedih karena ia hamil sebelum pernikahan, tapi senang karena ia akan menjadi seorang ibu dari bayinya yang belum lahir. Sesekali Liora mengusap perutnya yang masih rata, tiap kali mengusap perutnya sendiri, ada rasa berdebar yang Liora rasakan.
Brakk!
Liora melonjak kaget, pintu terbuka dan terlihat sosok Karin berdiri di sana. Wajah Karin tidak seramah seperti yang Liora kenal sebelumnya, Liora takut jika apa yang akan Kevin lakukan telah di dengar oleh Karin, lalu boss-nya ini akan memarahi Liora karena menggoda kakaknya.“Mbak Karin.” Desis Liora.
Karin berjalan cepat ke arah Liora, sedangkan pintu kamar tertutup dengan sendirinya setelah Karin lewat. Karin memegang tangan Liora yang dingin, menatap wajah gadis imut yang sudah Karin kenal cukup lama.
“Kak Kevin apain kamu sampai dia tiba-tiba ngotot mau nikahin kamu besok?” tanya Karin.
Liora gelagapan, apa Kevin belum memberi tau mengenai kehamilan Liora? Jika Kevin belum memberitahu, artinya Liora juga tidak akan memberitau siapapun, Kevin pasti punya alasan kenapa lelaki itu tidak memberitahu keluarganya.
“Mbak Karin, aku ....,”
“Liora. Aku gak marah sama kamu, tapi kamu bilang sama aku. Kak Kevin apain kamu sampai tiba-tiba dia mau nikah sama kamu? Bukan masalah mau sama siapapun kak Kevin bakalan nikah tapi besok itu terlalu cepat, aku yakin pasti ada sesuatu ‘kan? Kak Kevin sudah bikin ulah apa sampai kamu mau nikah sama dia?” cecar Karin.
Liora menggeleng, ia takut. Takut jika orang yang selama ini baik padanya tiba-tiba membencinya karena tau apa yang sebenarnya terjadi. Pelupuk mata Liora mengembun, Karin menghela nafas, mengusap air mata yang akan menetes ke wajah cantik Liora.
“Aku gak niat mau bikin kamu takut, jangan nangis ya. Aku cuman kaget, kenapa kak Kevin tiba-tiba mau nikahin kamu, dan ini terlalu mendadak. Aku takut kalau kak Kevin itu nyakitin kamu, kak Kevin memang orang yang baik tapi bukan berarti dia gak bisa bikin kesalahan.” Karin merengkuh tubuh Liora yang lebih kecil darinya.
Tubuh Liora bergetar, Karin sangat yakin jika ada sesuatu di antara Liora dan Kevin. Liora yang Karin kenal adalah anak yang ceria, tidak banyak bergaul dan lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya di butik.
Melihat respon Liora yang seperti ini saat di beri pertanyaan, ini bukan respon orang yang mengharapkan pernikahan. Jika memang Liora mencintai Kevin, harusnya Liora senang dan bukan malah menangis ketakutan seperti ini.
Karin mengurai pelukan untuk Liora, kembali mengusap air mata yang sudah membasahi wajah cantik menggemaskan milik Liora.
“Mbak Karin gak benci sama aku ‘kan?” tanya Liora.
Karin menggeleng. “Kenapa aku benci sama kamu? Kamu gak salah, tapi besok itu hari pernikahan kamu sama kak Kevin. Jadi, jangan nangis ya. Kak Kevin pasti bisa jagain kamu kok dan kabar baiknya lagi adalah mulai besok kita akan beneran jadi keluarga.” Karin memberikan senyum ramahnya.
Liora semakin merasa bersalah, ia mengusap air matanya yang siap akan menetes kembali, wajahnya menghadap Karin dan menatap calon adik iparnya. Tidak menyangka, boss baik hati yang selama ini Liora puji akan menjadi adik iparnya besok.
“Kamu jangan panggil aku ‘Mbak’ lagi mulai sekarang ya. Panggil aja aku Karin, kamu kan mau nikah sama kak Kevin.” Karin kembali berbicara, Liora justru semakin merasa bersalah.
“Mbak Karin ...,”
“Shhh..., udah-udah nangisnya. Calon pengantin kok malah nangis kayak gini sih, pamali loh.” Lagi, Karin merengkuh Liora ke dalam dekapannya. Saat itu kedua bola mata Liora melihat sosok Kevin yang sedang bediri di dekat pintu yang setengah terbuka.
Melepaskan pelukannya dari Karin lalu Karin pun berbalik melihat Kevin yang berjalan mendekat.
“Mama nyariin kamu di bawah.” Ucap Kevin. Karin mengangguk lalu ia menatap Liora sebelum keluar dari kamar tersebut.
Kevin berjongkok di depan Liora, menggenggam kedua tangan Liora sembari mendongak menatap gadis yang akan menjadi istrinya besok. Kecupan lembut Kevin daratkan di punggung tangan Liora sekilas.
“Maaf.” Satu kata itu meluncur bebas dari bibir Kevin.
“Pak, aku ...,”
“Maaf udah buat kamu kayak gini. Kalau bukan karena kebodohanku, kamu pasti masih bisa menjaga kesucianmu dan tidak perlu terpaksa nikah sama aku demi bayi yang ada di perut kamu saat ini.” Sela Kevin.
Nyeri. Perasaan Liora rasanya seperti tersayat oleh goresan silet yang tajam.
Sebelah tangan Kevin terangkat, mendongak, mengusap lembut wajah Liora yang sedikit basah. “Jangan sedih, jangan pikirkan apapun yang membuatmu pusing. Aku tau kamu pasti merasa tidak nyaman dengan pernikahan dadakan ini, tapi aku gak mau kamu stress. Bagaimanapun juga ada janin yang harus kita jaga bersama.”
Sesaat perasaan nyeri tadi berubah menghangat. Sentuhan kelembutan Kevin berhasil membuat Liora luluh, hangat dari tangan Kevin yang membelai wajahnya menghantarkan sensasi nyaman yang hanya bisa Liora dapatkan saat ibunya masih hidup.
Kevin berdiri, duduk di samping Liora dengan posisi miring menghadap gadis itu. Kedua bola mata bening milik Liora menatap Kevin, tidak ada kecacatan di wajah lelaki di depannya ini. Selain itu, sifat Kevin juga sangat lembut, mungkin karena Kevin punya adik perempuan yang selama ini ia jaga.
Rengkuhan hangat kembali di terima oleh Liora, tangan Kevin mengusap kepala Liora yang bersandar di dadanya.
“Aku gak berharap kamu bisa dengan cepat maafin aku. Kesalahanku terlalu besar buat kamu maafkan dengan mudah.”
Tak pernah Kevin merasa sebersalah ini, ia juga tidak pernah sedekat ini sampai berani memeluk wanita yang baru datang di hidupnya. Saat dengan Almira, Kevin hanya berani menggandeng tangannya, tak pernah sekalipun Kevin berani memeluk atau mencium Almira ketika menjadi kekasihnya dulu.
Begitupun dengan gadis yang pernah menjadi tunangan Kevin, tak ada kedekatan romantis yang pernah Kevin berikan sampai pertunangan itu akhirnya berakhir begitu saja.
“Pak Kevin.” Panggil Liora dengan nada lirih.
Kevin melepaskan pelukan, Liora menarik diri dan menatap wajah Kevin. “Kenapa pak Kevin mau nikah sama aku? padahal bisa saja ‘kan pak Kevin biarin aku kayak gini tanpa perlu nikah? Lagipula, aku sama pak Kevin juga gak begitu saling mengenal, tapi kenapa pak Kevin bisa langsung mau nikahin aku setelah tau aku hamil anaknya pak Kevin?” tanya Liora.
Helaan nafas rendah keluar dari bibir Kevin. “Liora, dengar aku.” Kata Kevin serius.
“Aku gak akan biarin anak aku lahir begitu saja tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan aku bukan orang yang akan lari dari rasa tanggung jawab. Lebih dari itu, aku sangat tau bagaimana rasanya punya kedua orang tua namun di abaikan.” Tutur Kevin meyakinkan.
Liora menunduk, dirinya juga di besarkan hanya dengan didikan sang ibu, saat usia Liora lima tahun. Ayahnya meninggal jatuh dari atap bangunan saat mencari nafkah.
“Kamu benci aku karena buat kamu hamil?”
Terdiam. Liora tidak menjawab. Kevin manggut-manggut, ia mengusap rambut hitam yang sedikit bergelombang milik Liora.
“Kamu istirahat aja, semua acara dan prosesnya biar aku yang urus. Kamu jangan sampai kecapekan, aku gak mau terjadi sesuatu dengan bayinya.”
“Pak Kevin.” Panggil Liora yang berani kembali menatap wajah Kevin.
“Kamu butuh sesuatu?” tanya Kevin.
Liora menggeleng. “Aku mau tanya, apa pak Kevin sangat ingin anak ini lahir?” katanya balik.
“Tentu saja. Meskipun kita membuatnya tanpa sengaja, tapi dia itu bernyawa Liora. Sesuatu yang bernyawa harus di pertahankan, apalagi ini yang harus kita pertahankan adalah calon anak kita, apa kamu tega membunuh anak kamu sendiri?”
Liora menggeleng. Kevin menarik nafas dalam lalu ia hela perlahan.
“Pokoknya jangan macam-macam, selagi aku masih ada untuk melindungi kalian, aku tidak akan membuat kalian terluka.” Kevin tersenyum, wajah tampan nan ramah itu berhasil menggetarkan perasaan Liora, kecupan hangat mendarat di kening Liora sebelum Kevin keluar dari kamar tersebut.
Liora memegangi dadanya, ada rasa berdebar yang ia rasakan beberapa saat lalu. Entah perasaan apa itu, tapi rasanya sangat menyenangkan di perlakukan dengan lembut oleh seseorang.
Sesaat Liora tersenyum, melupakan kesedihan yang ia rasakan beberapa saat lalu.
Hari pernikahan pun tiba, Liora di bantu oleh seseorang untuk memakai gaun pernikahan berwarna putih tulang rancangan Karin yang tepat di tubuh Liora. Kini Liora telah tampil cantik, ditambah make up dewasa yang di poleskan di wajahnya menambah kesan kecantikan gadis itu semakin banyak.Pernikahan di gelar tidak begitu mewah, hanya beberapa orang yang di undang, dan acara pun hanya akan berlangsung sampai sore hari. Harusnya saat hari pernikahannya ini, ibunya ada untuk memuji dan ayahnya ada untuk menggandeng tangan Liora.Namun, kenyataan bahwa ia hanya sebatang kara kembali membuat Liora kembali sedih. Tak lama Kevin datang, Liora menoleh ke arah suaminya yang sudah berpenampilan tampan lengkap dengan setelan tuksedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam melingkari lehernya.Sangat tampan. Beruntungnya Liora akan menjadi istri dari lelaki seperti Kevin.Di lain itu Kevin hanya berdiri di depan pintu menatap takjub dengan sosok Liora, gadis mung
Seorang Kevino Adrian, seumur hidup gak pernah pegang yang namanya pohon mangga kini harus mencari pohon mangga yang berbuah untuk ia panjat. Kevin sudah membeli buah rambutan yang bisa ia dapatkan dengan mudah di supermarket, lalu kini Kevin tinggal mencari buah mangga yang menggantung di pohonnya.Mengendarai mobil di malam hari saat pukul tujuh malam, sudah hampir dua jam Kevin mencari pohon mangga yang berbuah tapi tidak ia temukan. Hampir menyerah, tapi sekali lagi Kevin ingat jika ia mencari buah mangga muda ini demi calon bayinya.Pencarian Kevin tidak sia-sia, ia menghentikan mobil di tepi jalan lalu berhenti saat melihat pohon mangga yang cukup tinggi itu sedang berbuah, pemilik pohon mangga itu terlihat sedang duduk di teras rumah, dan Kevin tebak jika rumah itu adalah milik seorang perwira tentara, pagarnya saja sudah kentara loreng-loreng.“Permisi, pak.” Sapa Kevin dari luar pagar. Seekor anjiing langsung menggongong
“Makan nasi, ya?” ucap Kevin, Liora menggeleng keras kepala.“Aku udah kenyang pak. Mangga yang pak Kevin tadi lumayan besar loh, aku udah abis tiga, masa iya gak kenyang makan mangga sebanyak itu.”“Tapi dari tadi siang kamu gak makan nasi loh, nanti kalau sakit gimana?” tanya Kevin.Liora menggeleng tetap menolak. Kevin menghela nafas, ia lalu mengambil bekas kulit rambutan sebelum di buang ke tempat sampah. Liora terlihat santai berbaring di tempat tidur begitu buah yang Kevin bawakan ludes tak tersisa sedikitpun.Kevin hari ini merasa cukup lelah, tak pernah Kevin duga kalau manjat pohon mangga ternyata menguras tenaga ekstra. Saat Kevin akan berbaring di samping Liora, Kevin di buat kaget karena Liora langsung turun dari tempat tidur.“Kamu gak mau tidur?” tanya Kevin heran.“Pak Kevin mau tidur satu ranjang sama saya?” Liora balik bertanya.Kevin menggaruk belakang teli
Pagi hari menyapa. Kevin terbangun karena mendengar suara Liora dari arah kamar mandi. Segera Kevin bergegas menghampiri Liora yang sudah lemas duduk di atas closet.Wajah Liora memerah. Kevin terlihat panik, saat Kevin akan menyentuh tangan Liora, perempuan itu kembali mual tidak karuan. Mengeluarkan apapun yang ada di dalam perut, namun yang keluar hanya cairan kental.Kevin berlari keluar kamar, mencari Mbok Inem salah satu asisten rumah tangga.“Mbok! Mbok!” seru Kevin. Orang yang di panggil lari dari arah belakang menghampiri Kevin.“Ada apa, Den?” tanya mbok Inem kaget.“Punya minyak masuk angin gak mbok? Liora butuh itu soalnya.” Ucap kevin.“Bentar, Den. Mbok ambilkan.”Kevin mengangguk dan menunggu. Tak lama terlihat Sandra menghampiri Kevin.“Liora kenapa, Vin?” tanya nya.“Mual-mual mah, wajahnya merah banget. Kevin khawatir.” Jawab Kevin.
Sudah siang, Kevin menjaga Liora dengan penuh khawatir. Kondisi istrinya itu kini seperti boneka yang tak bertulang. Dokter juga sudah memeriksa keadaan Liora, meski belum sepenuh membaik tapi kini sudah terlihat mendingan.Kedua bola mata bening dengan pupil hitam menatap ke arah Kevin. Lelaki yang sekarang telah menjadi suminya, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Kevin akan menjadi suami masa depan Liora, dulu saat pertama kali bekerja di butik Karin, Liora sempat tertarik dengan sosok Kevin saat pertama kali bertemu.Siapa yang tidak menyukai pria tinggi, berkulit putih bersih. Wajah lembut tanpa ada sedikitpun sifat kejam dari dari sana, Kevin juga orang yang ramah seperti Karin, belum lagi Kevin adalah pebisnis muda yang berhasil mengembangkan perusahaan keluarga. Siapapun pasti akan menyukai lelaki seperti Kevin, bisa di bilang Kevin adalah pria idaman.Tapi kevin sekarang justru terjebak dengan seorang istri seperti Liora, Gadis miskiin yang bahkan t
Kendaraan beroda empat milik Kevin tidak kembali ke rumah besar, kendaraan tersebut berhenti di sebuah rumah bercat ungu muda yang sepertinya baru selesai di renovasi. Kevin turun, tak lama pintu dari rumah tersebut di buka sebelum Kevin dan Liora sampai di depan pintu.Terlihat sosok Karin berdiri di sana, mengembangkan senyum melihat kehadiran Kevin dan Liora.“Kalian ayo masuk.” seru Karin.Liora menoleh ke arah Kevin. “Ini rumahnya mbak Karin sama suaminya?” tanya nya. Kevin mengangguk lalu menggandeng tangan Liora memasuki rumah Altar.Di dalam rumah tersebut terlihat Altar dan Karin duduk menghadap meja makan, terdapat banyak makanan dan buah-buahan di meja tersebut. Kevin sampai heran melihat adik iparnya makan dengan begitu lahap, terlebih yang di makan bisa di bilang gak wajar. Bagaimana tidak jika yang Altar makan saat ini adalah ubi kayu mentah. Kevin bergidik.Kevin duduk dan begitupun juga Liora. A
“Liora, sini, Nak.” Panggil Sandra.Liora yang baru turun dari lantai dua kamarnya benar-benar menghampiri Sandra yang kini menjadi ibu mertuanya. Saat itu terlihat Sandra sedang berada di dapur membuat sesuatu.“M.mama bikin apa?” Liora bertanya canggung.Sandra tersenyum. Menghampiri Liora lalu menarik pelan tangan menantu kecilnya itu duduk di salah satu kursi meja makan, menyodorkan su-su ibu hamil untuk Liora.“Kamu kayaknya gak pernah Mama lihat makan nasi. Nanti Kevin biar mama suruh beli makanan sehat biar kamu ada tenaga. Oh ya, ini mama buatin kamu su-su ibu hamil, di minumnya biar calon cucu mama nanti lahiran sehat.”Segelas cairan berwarna pink di terima oleh Liora, kepalanya menatap Sandra yang terlihat sangat baik. Keluarga Kevin sepertinya baik semua, entah itu Karin, Kevin atau ibunya. Namun Liora belum tau betul, mana ayah mertuanya. Saat pernikahan, Liora hanya melihat sekilas tap
Tak terasa kini usia kandungan Liora memasuki bulan ke tiga. Rasa mual dan keinginan yang aneh-aneh jelas sering di minta oleh Liora pada Kevin. Untungnya Kevin adalah suami yang sigap jadi Liora merasa lega, apapun yang ia inginkan saat mengandung bisa di turuti.Pagi ini Kevin baru pulang sejak tadi subuh keluar dari rumah hanya untuk mencarikan Liora buah berduri. Bukan buah durian, tapi buah berduri yang lain. Orang sering menyebutnya buah sirsak atau buah sirkaya. Ternyata buah itu sangat sulit di cari, apalagi nyarinya subuh-subuh.Kevin masih mengantuk, bagaimana tidak jika ia harus keluar rumah di waktu pukul tiga dini hari hanya untuk mencarikan buah yang Liora inginkan. Sepulangnya dari pencarian yang melelahkan, Kevin membaringkan diri dan tak butuh waktu lama bagi Kevin untuk terlelap.“Ih kayaknya enak, aku mau!” tiba-tiba saja Karin datang berniat membantu Liora menghabiskan buah berduri lembut itu.“Aku boleh nyobain?
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr