Tak terasa sudah tiga hari Kevin menyembunyikan rahasia kehamilan Liora, tidak ada yang tau selain dirinya dan dokter yang memeriksa keadaan Liora kemarin. Tapi, sejak saat itu Liora setiap pagi akan selalu merasa mual.
Hal itu membuat para karyawan lain membiarkan Liora istirahat, gadis semenggemaskan Liora tentu saja tidak ada yang tega melihat gadis itu sakit.
Sudah tiga hari dan Kevin sudah mengatur pernikahannya dengan Liora. Waktu tiga hari itu di manfaatkan oleh Kevin dengan sangat baik, ia mengurus segala hal mengenai pernikahan legal yang akan ia lakukan dengan Liora.
Karena Karin masih belum datang ke butik setelah acara pernikahannya dengan Altar, kedatangan Kevin di butik itu mengundang tatapan takjub para karyawan lain. Pasalnya Kevin memang sangat jarang datang ke butik, lalu sekarang lelaki itu datang di butik di saat Karin tidak ada di sana, lalu apa yang Kevin cari dengan datang ke butik?
Mengabaikan tatapan kekaguman yang di lontarkan ke arah Kevin, langkah lelaki itu berjalan tegas ke lantai dua di mana ada Liora yang terbaring lemas di sana. Sejujurnya Kevin tidak tega membiarkan calon ibu dari anaknya seperti ini.
Kevin membuka pintu di mana Liora berbaring di sana. Kevin berjalan mendekat. Liora bergerak duduk melihat Kevin kaget.
“P.pak Kevin kok kesini?”
Tidak menjawab, Kevin berjongkok di depan Liora. “Ini sudah waktunya.” Kata Kevin.
Liora mengernyitkan keningnya. “Waktunya apa? Ah, waktunya aku bekerja ya? Oke deh, aku akan bekerja, karena aku sakit-sakitan kayak gini jadi dari tadi gak punya tenaga buat kerja.” Liora beranjak dari tidurnya lalu berdiri.
“Siapa yang nyuruh kamu kerja?” sahut Kevin, kepala lelaki itu menoleh melihat Liora yang menatapnya bingung.
“Lah, terus pak Kevin ke sini dan bilang ‘ini sudah waktunya’ jadi itu maksudnya apa pak?”
Kevin berdiri, menatap wajah Liora dengan seksama. Wajah menggemaskan, tidak ada kedewasaan sama sekali di wajah itu. Padahal usia Liora sudah dua puluh dua tahun.
“Waktunya kamu nikah sama aku.” Ucap Kevin.
Terkejut. Tentu saja. Refleks Liora bergerak mundur.
“Menikah apa sih pak. Jangan bercanda deh, aku bakalan kerja sekarang biar pak Kevin gak bercanda lagi kayak gini.” Liora berbalik menuju pintu tapi Kevin mencekalnya.
“Aku gak bercanda Liora. Aku serius.” Sahut Kevin.
Liora berbalik, berjalan menghampiri Kevin dan berdiri tepat di depan lelaki tinggi itu lalu mendongak. “Pak Kevin. Aku gak tau kenapa pak Kevin ngomong kayak gini sama aku. Tapi kalau memang pak Kevin niatnya cuman bercanda, aku gak akan ingat apa yang pak Kevin ucapkan tadi.”Liora tersenyum.
Kedua kaki Liora berbalik menuju pintu yang tertutup, Kevin menghela nafas, sekali lagi ia berkata.
“Ayo menikah.” Ajaknya yang terdengar begitu jelas.
Tangan yang akan memegang handle pintu berhenti, Liora berbalik menatap Kevin yang terlihat serius saat mengatakan ajakan pernikahan barusan. Kevin berjalan mendekat, Liora bergerak mundur sampai mentok di dinding samping pintu.
“M.menikah? Tidak, aku masih muda.” Jawab Liora menolak.
Kevin menatap Liora lalu turun ke perut rata milik Liora. “Lalu apa kamu akan membiarkan bayi itu lahir tanpa ayah?”
Bayi? Spontan Liora menunduk melihat perutnya, mengusap perut rata itu sebelum kembali menatap Kevin sambil tertawa konyol.
“Jangan ngada-ngada pak Kevin. Bayi apanya, bapak pikir saya hamil? Kayaknya makin lama pak Kevin makin ngawur deh, aku balik kerja dulu ya pak.” Pamitnya.
“Apa kamu lupa apa yang terjadi saat di hotel bulan lalu?” sahut Kevin.
Liora yang akan bergerak keluar dari kamar jadi berhenti kembali, tubuhnya membeku, urat saraf seolah tak mau di gerakkan. Pikiran Liora kini hanya satu.
Apa Kevin sudah ingat apa yang terjadi?
“Pak Kevin, aku sudah katakan sama bapak kalau aku bu—“ kalimat Liora terjeda ketika Kevin menunjukkan rekaman cctv yang memperlihatkan Liora keluar dari kamar hotel di waktu pukul dua dini hari dengan keadaan menangis.
Kedua bola mata Liora melebar, saat ini pasti Kevin sudah tau apa yang Liora sembunyikan.
“Kamu tau siapa yang ada di video ini? Jika kamu tau, maka kamu juga pasti tau siapa ayah dari bayi yang ada di kandunganmu sekarang.”
“Pak, tapi saya gak hamil. Kenapa pak Kevin ngotot kalau saya hamil anak bapak?” jawab Liora, suaranya bingung tapi juga ketakutan.
“Kamu yang ngalamin mual-mual setiap pagi ‘kan? Menurut kamu itu apa? Terus saat kamu aku temuin pingsan di kamar waktu itu, kamu tau gak apa yang dokter bilang? Kamu hamil, dan sudah jelas itu anak aku.” Kevin mengambil nafas dalam lalu ia hela perlahan sambil menatap Liora lagi.
“Aku akan tanggung jawab. Bayi itu anakku, aku gak mau jadi pembunuh buat nyuruh kamu aborsi anak yang gak bersalah. Sekarang kamu ikut aku, mulai sekarang kamu ada dalam pengawasanku sampai bayi itu lahir.” Kevin menggandeng Liora keluar dari kamar.
Liora memberontak, ia tidak sepenuhnya yakin dengan apa yang Kevin katakan dengan kehamilan, Liora memang mengalami mual beberapa hari ini tapi bukan berarti itu karena hamil ‘kan?
“Pak Kevin, lepasin saya pak!” seru Liora.
Kevin tak peduli jika karyawan lain kini sedang menatapnya menarik Liora, Liora terus berontak sampai Kevin menggendong Liora seperti menggendong bayi baru lahir. Liora melotot.
“Pak Kevin, turunkan saya pak!”
“Diam atau kamu akan jatuh.” Jawab Kevin.
Para karyawan lain keluar dari tempat mereka untuk melihat Liora yang di gendong oleh Kevin. Seorang Kevino Adrian, pengusaha sukses tiba-tiba datang ke butik adiknya lalu pulang dengan membawa salah satu karyawan di butik tersebut, berita itu pasti akan menyebar dengan cepat.
Kevin memasukkan Liora ke mobil, memasangkan sabuk pengaman, secepat kilat Kevin duduk di kursi kemudi lalu mengendarai mobil miliknya.
“Pak Kevin, aku gak hamil.”
“Kamu akan tau setelah kita melakukan pemeriksaan.” Kevin menjawab seadanya sambil mengarahkan mobil ke klinik kandungan. Liora yang yakin jika ia tidak hamil, mengikut saja saat Kevin membawanya masuk ke klinik kandungan tersebut untuk di periksa.
Keyakinan Liora yang berpikir bahwa ia tidak hamil telah pupus sudah saat dokter bertanya kapan dirinya terlambat datang bulan. Liora tidak ingat kapan ia terlambat, yang jelas sudah lebih satu bulan.
Dokter pun menyarankan untuk USG, and see ... ada benda kecil di dalam perut Liora yang bernama janin.
Deg!
Hal pertama yang Liora rasakan adalah syok, ia benar-benar hamil. Bukti telah terlihat nyata di depannya, gumpalan daging yang di sebut janin itu ada di dalam perutnya.Berbeda dengan keterkejutan Liora. Saat Liora menatap Kevin, lelaki itu terlihat tersenyum tipis, seolah bayi itu sangat di harapkan oleh Kevin, padahal bayi itu ada karena ketidak sengajaan.
“Janinnya sehat, pak, bu. Selama perkembangan janin, harap ibu tidak melakukan aktifitas berat dan juga harus rajin makan buah yang di anjurkan saat masa kehamilan. Nanti saya akan tambahkan vitamin agar ibu dan janin bisa lebih sehat.” Kata dokter.
Liora sudah tak bisa berkata apapun lagi, apa yang Kevin katakan mengenai kehamilan ternyata benar. Dokter keluar membiarkan Liora dan Kevin berdua, kedua bola mata Liora melihat Kevin, lelaki itu langsung membantu Liora yang ingin duduk.
“Bagaimana? Sekarang kamu percaya kalau aku gak bercanda ‘kan?”
Liora masih terdiam, ia terlalu syok dengan kenyataan bahwa di perutnya kini ada sosok nyawa yang berusaha tumbuh. Perlahan tangan Liora mengusap perutnya sendiri yang masih rata, kepalanya menoleh ke arah Kevin dengan wajah pucat pasi.
“Pak Kevin, s.saya hamil pak?” tanya Liora lirih, seolah nyawa dan raganya terpisah menjadi dua.
Kevin mengangguk. “Kamu tenang aja. Selama aku ada, aku akan pastikan kamu dan bayinya akan sehat sampai lahiran nanti.” Kevin mengusap surai halus milik Liora, gadis itu kembali terdiam, tak peduli usapan lembut yang Kevin berikan.
Ini terlalu tiba-tiba, Liora yang tidak peka sampai membuatnya tidak menyadari arti dari terlambat datang bulan dan mual selama berhari-hari. Siapa yang menyangka jika semua itu terjadi karena sosok gumpalan daging bernama janin yang ada di perutnya saat ini?
Liora duduk di tepi tempat tidur yang pernah ia masuki di rumah besar Kevin tempo hari. Jari-jari tangan saling memilin, perasaan kacau Liora saat ini tak bisa di deskripsikan dengan jelas.Kemarin adalah hari yang sangat mengejutkan bagi Liora, ada bayi di perutnya dari kesalahan satu malam yang tidak di sengaja.Sedih, tapi juga senang. Sedih karena ia hamil sebelum pernikahan, tapi senang karena ia akan menjadi seorang ibu dari bayinya yang belum lahir. Sesekali Liora mengusap perutnya yang masih rata, tiap kali mengusap perutnya sendiri, ada rasa berdebar yang Liora rasakan.Brakk!Liora melonjak kaget, pintu terbuka dan terlihat sosok Karin berdiri di sana. Wajah Karin tidak seramah seperti yang Liora kenal sebelumnya, Liora takut jika apa yang akan Kevin lakukan telah di dengar oleh Karin, lalu boss-nya ini akan memarahi Liora karena menggoda kakaknya.“Mbak Karin.” Desis Liora.Karin berjalan cepat ke arah Liora, sedangkan p
Hari pernikahan pun tiba, Liora di bantu oleh seseorang untuk memakai gaun pernikahan berwarna putih tulang rancangan Karin yang tepat di tubuh Liora. Kini Liora telah tampil cantik, ditambah make up dewasa yang di poleskan di wajahnya menambah kesan kecantikan gadis itu semakin banyak.Pernikahan di gelar tidak begitu mewah, hanya beberapa orang yang di undang, dan acara pun hanya akan berlangsung sampai sore hari. Harusnya saat hari pernikahannya ini, ibunya ada untuk memuji dan ayahnya ada untuk menggandeng tangan Liora.Namun, kenyataan bahwa ia hanya sebatang kara kembali membuat Liora kembali sedih. Tak lama Kevin datang, Liora menoleh ke arah suaminya yang sudah berpenampilan tampan lengkap dengan setelan tuksedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam melingkari lehernya.Sangat tampan. Beruntungnya Liora akan menjadi istri dari lelaki seperti Kevin.Di lain itu Kevin hanya berdiri di depan pintu menatap takjub dengan sosok Liora, gadis mung
Seorang Kevino Adrian, seumur hidup gak pernah pegang yang namanya pohon mangga kini harus mencari pohon mangga yang berbuah untuk ia panjat. Kevin sudah membeli buah rambutan yang bisa ia dapatkan dengan mudah di supermarket, lalu kini Kevin tinggal mencari buah mangga yang menggantung di pohonnya.Mengendarai mobil di malam hari saat pukul tujuh malam, sudah hampir dua jam Kevin mencari pohon mangga yang berbuah tapi tidak ia temukan. Hampir menyerah, tapi sekali lagi Kevin ingat jika ia mencari buah mangga muda ini demi calon bayinya.Pencarian Kevin tidak sia-sia, ia menghentikan mobil di tepi jalan lalu berhenti saat melihat pohon mangga yang cukup tinggi itu sedang berbuah, pemilik pohon mangga itu terlihat sedang duduk di teras rumah, dan Kevin tebak jika rumah itu adalah milik seorang perwira tentara, pagarnya saja sudah kentara loreng-loreng.“Permisi, pak.” Sapa Kevin dari luar pagar. Seekor anjiing langsung menggongong
“Makan nasi, ya?” ucap Kevin, Liora menggeleng keras kepala.“Aku udah kenyang pak. Mangga yang pak Kevin tadi lumayan besar loh, aku udah abis tiga, masa iya gak kenyang makan mangga sebanyak itu.”“Tapi dari tadi siang kamu gak makan nasi loh, nanti kalau sakit gimana?” tanya Kevin.Liora menggeleng tetap menolak. Kevin menghela nafas, ia lalu mengambil bekas kulit rambutan sebelum di buang ke tempat sampah. Liora terlihat santai berbaring di tempat tidur begitu buah yang Kevin bawakan ludes tak tersisa sedikitpun.Kevin hari ini merasa cukup lelah, tak pernah Kevin duga kalau manjat pohon mangga ternyata menguras tenaga ekstra. Saat Kevin akan berbaring di samping Liora, Kevin di buat kaget karena Liora langsung turun dari tempat tidur.“Kamu gak mau tidur?” tanya Kevin heran.“Pak Kevin mau tidur satu ranjang sama saya?” Liora balik bertanya.Kevin menggaruk belakang teli
Pagi hari menyapa. Kevin terbangun karena mendengar suara Liora dari arah kamar mandi. Segera Kevin bergegas menghampiri Liora yang sudah lemas duduk di atas closet.Wajah Liora memerah. Kevin terlihat panik, saat Kevin akan menyentuh tangan Liora, perempuan itu kembali mual tidak karuan. Mengeluarkan apapun yang ada di dalam perut, namun yang keluar hanya cairan kental.Kevin berlari keluar kamar, mencari Mbok Inem salah satu asisten rumah tangga.“Mbok! Mbok!” seru Kevin. Orang yang di panggil lari dari arah belakang menghampiri Kevin.“Ada apa, Den?” tanya mbok Inem kaget.“Punya minyak masuk angin gak mbok? Liora butuh itu soalnya.” Ucap kevin.“Bentar, Den. Mbok ambilkan.”Kevin mengangguk dan menunggu. Tak lama terlihat Sandra menghampiri Kevin.“Liora kenapa, Vin?” tanya nya.“Mual-mual mah, wajahnya merah banget. Kevin khawatir.” Jawab Kevin.
Sudah siang, Kevin menjaga Liora dengan penuh khawatir. Kondisi istrinya itu kini seperti boneka yang tak bertulang. Dokter juga sudah memeriksa keadaan Liora, meski belum sepenuh membaik tapi kini sudah terlihat mendingan.Kedua bola mata bening dengan pupil hitam menatap ke arah Kevin. Lelaki yang sekarang telah menjadi suminya, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Kevin akan menjadi suami masa depan Liora, dulu saat pertama kali bekerja di butik Karin, Liora sempat tertarik dengan sosok Kevin saat pertama kali bertemu.Siapa yang tidak menyukai pria tinggi, berkulit putih bersih. Wajah lembut tanpa ada sedikitpun sifat kejam dari dari sana, Kevin juga orang yang ramah seperti Karin, belum lagi Kevin adalah pebisnis muda yang berhasil mengembangkan perusahaan keluarga. Siapapun pasti akan menyukai lelaki seperti Kevin, bisa di bilang Kevin adalah pria idaman.Tapi kevin sekarang justru terjebak dengan seorang istri seperti Liora, Gadis miskiin yang bahkan t
Kendaraan beroda empat milik Kevin tidak kembali ke rumah besar, kendaraan tersebut berhenti di sebuah rumah bercat ungu muda yang sepertinya baru selesai di renovasi. Kevin turun, tak lama pintu dari rumah tersebut di buka sebelum Kevin dan Liora sampai di depan pintu.Terlihat sosok Karin berdiri di sana, mengembangkan senyum melihat kehadiran Kevin dan Liora.“Kalian ayo masuk.” seru Karin.Liora menoleh ke arah Kevin. “Ini rumahnya mbak Karin sama suaminya?” tanya nya. Kevin mengangguk lalu menggandeng tangan Liora memasuki rumah Altar.Di dalam rumah tersebut terlihat Altar dan Karin duduk menghadap meja makan, terdapat banyak makanan dan buah-buahan di meja tersebut. Kevin sampai heran melihat adik iparnya makan dengan begitu lahap, terlebih yang di makan bisa di bilang gak wajar. Bagaimana tidak jika yang Altar makan saat ini adalah ubi kayu mentah. Kevin bergidik.Kevin duduk dan begitupun juga Liora. A
“Liora, sini, Nak.” Panggil Sandra.Liora yang baru turun dari lantai dua kamarnya benar-benar menghampiri Sandra yang kini menjadi ibu mertuanya. Saat itu terlihat Sandra sedang berada di dapur membuat sesuatu.“M.mama bikin apa?” Liora bertanya canggung.Sandra tersenyum. Menghampiri Liora lalu menarik pelan tangan menantu kecilnya itu duduk di salah satu kursi meja makan, menyodorkan su-su ibu hamil untuk Liora.“Kamu kayaknya gak pernah Mama lihat makan nasi. Nanti Kevin biar mama suruh beli makanan sehat biar kamu ada tenaga. Oh ya, ini mama buatin kamu su-su ibu hamil, di minumnya biar calon cucu mama nanti lahiran sehat.”Segelas cairan berwarna pink di terima oleh Liora, kepalanya menatap Sandra yang terlihat sangat baik. Keluarga Kevin sepertinya baik semua, entah itu Karin, Kevin atau ibunya. Namun Liora belum tau betul, mana ayah mertuanya. Saat pernikahan, Liora hanya melihat sekilas tap
Ke esokan harinya, Liora terbangun dengan badan pegal-pegal, kepalanya menoleh melihat sang suami yang masih tidur. Liora sedikit merenggangkan tangannya, sejak permainnya dengan Kevin untuk membuat adik untuk Varka selesai, tubuhnya terasa tidak bersahabat kali ini.Liora turun dari tempat tidur, meraih bajunya yang jatuh di bawah tempat tidur untuk ia pakai sebelum ke kamar mandi, di tatapnya wajah yang sedikit bulat itu di kaca besar.“Aku sudah telat berapa hari ya?” gumamnya. Tanpa sepengetahuan Kevin, Liora mencoba alat tes kehamilan, dalam hitungannya ia sudah tidak mendapatkan bulanan sekitar lima hari, Liora sangat berharap jika sekarang ada yang sudah tumbuh di dalam rahimnya, sudah tujuh belas tahun sejak ia melahirkan Varka, Tuhan masih belum mengijinkannya untuk mengandung lagi.Sembari menunggu hasil tes keluar, Liora kembali menghampiri Kevin yang masih terlelap dalam tidurnya. “Sayang, bagun. Kamu kan harus kerja hari ini.
Seorang remaja memasuki sebuah rumah besar menggunakan kendaraan roda dua, motor hitam dengan sedikit corak berwarna merah tersebut lantas berhenti di depan rumah, helm yang di gunakan remaja tersebut di lepas, lantas ia pun masuk ke dalam rumah yang tak di jaga.“VARKA!” serunya. Namun yang di panggil tak menyahut, remaja itu pun berjalan cepat ke arah kamar Varka namun remaja yang ia cari juga tak ada di kamar, sampai ia kembali turun ke lantai utama, mencari ke belakang rumah di mana ada kolam renang di sana.“Woy! Kamvret lu! Gak ingat ini hari apa!” bentak Saga dengan Varka yang sedang asik bermain air seperti ikan lumba-lumba.Varka berenang menepi, sedikit mendongak melihat ke arah Saga. “Napa sih lo! Pagi-pagi dah ngajak ribut aja!”“Eh sompret! Buruan ganti baju, ini kepala isinya apa sih, dasar tukang lupa padahal masih muda. Tante Liora nyuruh aku buat manggil kamu.”Varka mencebikkan
17 tahun kemudian. “Mami!” seorang remaja berlari setelah memakirkan kendaraannya di depan rumah tanpa peduli jika kendaraan tersebut akan menghalangi kendaraan lain yang akan lewat. “MAMI!” kembali ia meneriaki salah satu penghuni rumah, “Mami kemana sih.” sambil berlarian di rumah yang sangat besar itu sendirian. Sementara itu. Orang yang di cari ada di dalam ruang kerja Kevin, setelah memikirkan cukup panjang akhirnya Kevin dan Liora memutuskan untuk tidak pindah ke jakarta meski hal itu mengharuskan Kevin sering pulang balik jakarta sampai tujuh kali sebulan atau bahkan lebih. “Udah tujuh belas tahun, apa kita akan terus menunda untuk kasih adik buat Varka?” Liora menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tergantung di dekat pintu sebelum berbalik mendekati Kevin, suaminya itu akhir-akhir ini sibuk dengan layar laptop, Liora mendengus. Kevin terlihat sangat fokus sampai tidak memperhatikan Liora sedetik pun. Merasa di abaikan, Liora mendekat, menutup layar laptop tanp
“Gimana? Sudah kamu temuin?” Airin duduk di samping Gim yang memangku laptop, keduanya sibuk menjelajah internet bersamaan sampai ada sebuah link web yang mengarahkan Gim mengklik link tersebut sehingga membawanya ke sebuah informasi yang sejak kemarin ia dan Airin cari.Airin menepuk bahu Gim dengan cukup keras. “TUH KAN!” ujarnya, Gim meringis akibat pukulan refleks dari Airin. “Apa aku bilang.” lanjutnya sembari menatap Gim dengan senyum lebar.Saat malam hujan kembali turun, langit gelap dan angin yang ikut serta menggoyangkan dedaunan pohon yang basah. Liora sejak tadi memperhatikan Kevin yang sibuk memeriksa informasi dari orang-orang suruhannya dan juga website yang memposting informasi anak hilang.Sudah semakin larut, ketika Kevin menoleh ia melihat Liora tertidur di sofa dengan posisi meringkuk kedinginan. Matanya sedikit bengkak karena banyak menangis. Kevin berdiri dari duduknya menghampiri Liora, mengangkat istrin
Tiga hari kemudian.Selama itu Kevin jarang pulang untuk mencari keberadaan Varka yang tak kunjung di temukan, padahal sudah cukup banyak informasi yang di sebar, mulai dari internet bahkan koran dengan mencantumkan nominal angka yang cukup banyak bagi siapapun yang berhasil menemukan Varka.Namun Varka masih belum bisa di temukan sampai sekarang.“Kenapa cairan asi yang kamu sedot makin hari makan banyak?” tanya Karin, hari pertama satu botol, dan sekarang hari ke tiga Liora bisa menghasilkan asi tiga botol, Karin bahkan tidak bisa mengeluarkan asi nya sebanyak itu untuk Saga.“Kamu gak lagi maksain diri, kan?” Karin menyentuh tangan Liora. “percaya sama kak Kevin, dia pasti bisa bawa Varka pulang dengan selamat.”“Karin, aku kangen sama Varka. Siapa yang penuhi kebutuhan Varka di luar sana? Ini sudah tiga hari Varka di luar jangkauan aku.”“Percaya deh, Varka pasti kembali.” u
Liora merasakan dadanya nyeri, cairan yang harusnya di habiskan oleh Varka kini menetes sia-sia. Dan dari pada harus membiarkan cairan itu terbuang semakin banyak, Liora mengambilnya menggunakan alat agar bisa di berikan untuk Saga.Sudah pukul sepuluh malam dan Kevin masih belum kembali, di luar juga hujan, Liora cemas jika Varka tidak di temukan. Setelah selesai mengambil asupan gizi bayi, Liora menyimpan cairan putih itu ke tempat khusus agar tetap bisa di pakai sampai besok.Sejam kemudian, suara mobil terdengar, Liora sudah siap berdiri menyambut kedatangan Kevin dan Varka, sejak tadi Liora sangat cemas sampai terus berdebar-debar.“Kamu berhasil membawa Varka?!” seru Liora tepat saat Kevin baru saja membuka pintu, harapan yang terpancar di wajah Liora menghilang begitu melihat Kevin datang seorang diri.“Varka mana, Vin?” Liora berlari keluar, mungkin seseorang yang membawa Varka, tapi sebelum Liora keluar, tangan Kevin
Hari sudah malam, di hari yang sama saat kehilangan sang ibu, Kevin juga harus kehilangan putranya yang di culik oleh Almira. Pihak IT yang Kevin miliki telah melacak posisi terakhir nomor Almira yang menghubunginya berada.Kevin juga tidak jadi menghubungi Polisi, jangan sampai Almira mencelakai Varka saat kondisinya terpojok.“Bawa Varka kembali dengan selamat.” pesan Liora, ia tidak ikut saat Kevin akan pergi, Liora takut jika ia ikut nantinya malah menjadi beban untuk Kevin. Tapi tetap saja Liora cemas, ia tak berhenti berdoa agar nanti Kevin kembali membawa Varka.“Aku akan berusaha bawa Varka pulang.”Kevin mengecup singkat kening Liora sebelum pergi ke lokasi Almira berada setelah tim IT berhasil mendapatkan lokasi perempuan itu.Sementara itu, Almira menatap bayi yang amat mirip dengan Kevin masih menangis di atas tempat tidur, Almira tidak diam saja, ia sudah memberikan su-su untuk Varka dan untuk beberapa saat bayi itu sem
Masalah yang di terima oleh keluarga Kevin tak berhenti begitu saja, sepulangnya mereka dari pemakaman. Seluruh penghuni rumah terlihat panik, termasuk para pembantu di rumah besar tersebut, bahkan pak security yang berjaga di luar pun ikut panik di dalam rumah.Kevin mendekati salah satu pembantu di rumahnya. “Bik, ada apa?” tanya Kevin. Tak lama mbak Nunik lari menuruni tangga dan mbak Husni lari dari arah belakang rumah.“ADEN VARKA HILANG, DEN.” seru mbak Nunik panik, kepanikan itu spontan mempengaruhi keterkejutan Kevin dan Liora.“Kok bisa?! Varka masih dua bulan, gimana caranya bayi dua bulan hilang?” Liora kini ikut mencari, si mbok terlihat mencari di kamar Liora sampai bawah kolong tempat tidur. Meskipun mustahil bayi dua bulan merangkak ke bawah tempat tidur.“Periksa keamanan CCTV!” teriak Kevin memerintah. Dan keamanan pun mulai siaga, mereka sigap mematuhi perintah yang Kevin berikan.
Varka di titpkan ke mbok di saat Kevin dan Liora bergegas ke rumah sakit yang menampung para korban kecelakaan pesawat. Kevin bahkan tidak menoleh ke arah Liora karena fokusnya hanya ke depan untuk segera melihat kondisi ibunya, memastikan Sandra baik-baik saja. Meski kemungkinan itu tipis, Kevin tau ibunya tidak bisa berenang.“Kak Kevin juga di sini?” Kevin menoleh sekilas melihat Karin juga datang bersama Altar. “Keadaan mama bagaimana kak?”Kevin juga tidak tau, ia tidak menjawab pertanyaan Karin dan langkahnya terus mencari ruangan para korban. Karin mengikuti di belakang, Liora juga mengikuti sambil berlari.Mereka tiba di ruangan di mana ada tiga mayat di ruangan tersebut yang tertutup oleh kain berwarna putih. Ada seorang penjaga di luar ruangan, satu dokter yang baru saja keluar setelah memastikan para korban tidak bisa di selamatkan.Karin tanpa takut ataupun ragu membuka satu persatu kain putih itu untuk memastikan Sandr