Perkenalan

Sampai di stasiun Tanah Tinggi kutelepon si Pipit.

"Pit, di mana?"

"Pipit lagi sarapan di warung nasi yang seberang stasiun, Bang."

Ah elah itu orang yak bikin ribet aja emang, aku kembali menyalakan motor menuju warung tersebut.

Bener aja, Pipit ada di warteg seberang stasiun.

"Abang sini dulu, perut Pipit sakit Bang, kayaknya maaghnya kambuh ini karena belum sarapan."

"Lah emang kamu gak sarapan dulu tadi di Jakarta, Pit?"

"Gak Bang, Pipit buru-buru pergi sebelum Sesil bangun."

Akhirnya aku terpaksa duduk di sebelah Pipit.

"Mau sarapan juga, Bang? Pipit pesenin ya."

"Eh gak usah, nanti aja Abang sarapan di rumah," tolakku cepat.

"Oh ya udah Pipit pesenin kopi aja ya, Abang masih suka ngopi 'kan?" tanyanya lagi.

Baru saja aku akan menolak, Pipit udah lebih dulu manggil pemilik warung.

"Bu, kopi hitamnya satu ya, tapi kalau kopinya sachet jangan diseduh semua, dibagi dua aja soalnya suka sakit di perut," ujarnya pada si pemilik warung.

Aku tercengang, ternyata si Pipit masih inget kal