Aku melongo, Pak Amet cepat-cepat menarik tanganku naik ke pelaminan, Asmi ikut di belakangku dan kami pun foto bersama keluarga mempelai pria, ya meskipun wajah Hanum sedikit murung, tapi kalau di depan keluarga suaminya dia bisa apa? Selain nurut tentunya haha.
Selesai di foto Hanum berbisik."Kak Hasan kok bisa sih kalian diajak foto sama keluarga suamiku?""Bisalah, kami orang terkenal," jawabku sambil berlalu menarik tangan Asmi.Selesai acara hajatan, bapak menyuruh kami menginap karena besok mau bongkar tenda dan beres-beres katanya, oke aku nginep itu pun karena bapak yang memintanya, kalau bukan bapak jangan harap aku mau, habisnya aku terlanjur kesal sama ibu dan kelakuan sodara-sodaraku yang selalu saja meremehkanku dan mengejek istriku itu.Malam hari selepas isya aku sedang ngopi di depan teras bersama bapak, Mas Fatih, Kak Angga dan Aldan si pengantin baru sambil mengobrol ngalor-ngidol tentang pekerjaan Aldan, baru kutahu sekarang ternyata yang diucapkan Hanum bual semua.Kata Hanum calon suaminya itu pemilik bisnis lab batu permata besar, tahunya bisnis lab itu adalah milik Pak Amet yang tadi kutemui, pantas saja tadi Pak Amet bilang begitu. Hanu ... m Hanu ... m gayamu ampun dah mulai lagi aja bikin bapak geram.Sedang asik mengobrol samar-samar kudengar suara Kak Alfa sedang mengintrogasi Asmi di kamar depan, entah ulah apa lagi yang akan dilakukan Kak Alfamaret, dia itu seperti tidak ada kapoknya.Karena perasaanku semakin gelisah dan tak enak, aku pamit sebentar ke belakang untuk melihat Asmi. Sengaja aku menguping di depan pintu kamar yang masih terbuka sedikit.Di sana ada ibu dan Kak Alfa rupanya, entah kemana Mbak Andin tidak ikut menimbrung mungkin dia masih marah sama Kak Alfa dan ibu karena kejadian tadi siang."Ah Kakak gak percaya itu emas kamu beli sendiri Asmi, bilang aja kenapa sih itu perhiasan rental di mana?" tanya Kak Alfa maksa."Ya Allah Kak Alfa, kenapa sih gak percaya banget sama Asmi? Itu emang perhiasan Asmi yang Asmi beli dulu sebelum nikah.""Serius kamu?"Asmi mengangguk.Kak Alfa dan Ibu lalu duduk di samping Asmi."Punya uang dari mana kamu beli perhiasan? Oh ya, soal sumbangan hajatan itu apa bener itu uang kamu?" Kak Alfa bertanya lagi."Ya bener atuh Kak, emang dipikir uang siapa?""Kali aja uang minjem ke bank," sahut Ibu."Enggak atuh Bu, itu uangnya Asmi nabung sendiri, hasil Asmi bisnis online sejak gadis.""Hah? Hahahha." Ibu dan Kak Alfa malah tertawa."Kamu pikir Kakak buta teknologi? Berapa sih untung jualan online? bukannya untung cape mah iya. Buang-buang waktu juga.""Eh apa jangan-jangan kamu anak orang kaya ya Asmi? Semua uang dan beras serta kambing yang disumbangin itu pasti dari orang tuamu ya?" Kak Alfa bertanya lagi."Ih apaan sih Alfa, mana ada orang tua Asmi kaya, yang ada udah jompo kali, buktinya waktu Asmi nikahan gak ada tuh yang datang ke sini," sahut Ibu kecut."Ya terus kambing sama beras dari siapa dong, Bu?""Itu dari Asmi Kak, Asmi beli sendiri kambingnya, kalau beras paman kebetulan habis panen di desa, karena untung Asmi suruh kirim ke sini." Asmi menyahut."Gara-gara bapak kamu bawa ini anak gak jelas asal usul nya dari mana, kita jadi perlu tanya-tanya begini kayak orang kurang kerjaan, udah ah Alfa Ibu sibuk, Ibu mau ke dapur." Kemudian Ibu bangkit, dari raut wajahnya tampak tak suka sekali Ibu pada istriku."Tunggu sebentar Bu, Alfa belum puas nanya-nanya, kalau Alfa nanya sendiri entar ada Hasan Alfa disemprot lagi, urusannya jadi repot," ucap Kak Alfa sambil menahan Ibu."Udah ah Ibu males."Ibu lalu keluar dari kamar itu, buru-buru aku bersembunyi dan kembali lagi ke dekat pintu saat ibu sudah ke dapur."Kamu bisnis apa Asmi? Jualan online emang gede ya untungnya?" tanya Kak Alfa lagi. Sekarang wajahnya terlihat serius dan kepo."Lihat aja di market place toko Asmi ada di sana kok, nama tokonya LUPABOBO, lihat udah berapa banyak barang yang terjual di toko Asmi." Asmi menjawab dengan wajah yang mulai kesal.Aku buru-buru membuka ponsel dan menekan aplikasi tempat belanja yang biasa kugunakan untuk membeli kaos kaki dan semvak.LU-PA-BO-BO. Ah kenapa namanya mesti begitu sih? Pantesan istriku suka melek terus, apa nama tokonya terinspirasi dari dia yang suka melek terus? Lupa bobo, haha boleh juga.Setelah kuklik tombol pencarian, eh bener aja toko lupabobo milik Asmi muncul paling atas, sudah termasuk best seller dan seller mall. Tapi yang paling mengejutkanku, barang yang Asmi jual per itemnya ternyata sudah mencapai hingga puluhan ribu, sedangkan kulihat di tokonya itu ada sekitar 1000+ barang yang dijualnya.Barangnya macem-macem, dari mulai keset sampe jerami padi pun ada. Buset, ada gitu yang beli? Ada gaes, jerami aja sudah dibeli lebih dari sepuluh ribu kali. Tepok jidat aku melihatnya."Aa di sini?" tanya Asmi, aku tersentak, tak sadar saking asiknya aku melihat-lihat toko online Asmi, orangnya ternyata sudah ada di depanku.Buru-buru aku mematikan ponsel dan memasukannya ke dalam saku kolor."Eh iya Neng, tadi Aa cariin Neng tapi ternyata Neng ada di kamar ini."Asmi menyipitkan mata lalu pergi ke dapur. Sementara aku masuk ke kamar menghampiri Kak Alfa yang juga sedang terkaget-kaget melihat toko online Asmi di ponselnya."Gimana udah percaya 'kan sekarang kalau emas yang dipakai istri Hasan itu bukan emas rental?" Ketus aku bertanya sambil melipat kedua tangan di dada.Kak Alfa lalu nyengir dan memegang kedua bahuku. "Duduk di sini Hasan," ucapnya sambil memaksaku duduk di kasur."Kamu kok gak pernah cerita sih kalau istri kamu punya usaha online besar?""Emang harus ya Hasan cerita?" Aku bertanya balik, sengaja supaya Kak Alfamart itu malu sendiri."Ya 'kan kalau cerita dari awal Kakak gak akan raguin dia San, pasti Kakak terima dia meski dia kelebihan berat badan."Dih, masih aja Kak Alfa itu hina-hina istriku, emang gak ada malunya ini orang, apa mungkin mulutnya itu emang udah lemes dari sananya?"Asmi gak butuh diterima sama Kakak, meski gak diterima sama Kakak pun kami udah punya segalanya," ucapku ketus."Jangan gitu dong Hasan sama sodara, Kakak minta maaf ya kalau kemarin Kakak bikin kamu kesel."Entah kenapa sekarang Kak Alfa jadi baik sekali ucapannya itu. Tapi aku tidak akan semudah itu memaafkan omongannya yang julit itu, dia pikir dia siapa? Setelah hina-hina istriku sekarang minta dimaafin dengan mudahnya, aku cuma manusia biasa choy bukan kinderjoy.Makanya kalau punya mulut itu dijaga bukan dibiarin terbuka, kemasukan setan baru tahu rasa dah tuh."Gak!" tandasku.Karena aku malas akhirnya aku keluar saja dari kamar itu dan mengabaikan Kak Alfa yang tampak sudah menyesal selalu menghina-hina istriku selama ini.Keluar dari kamar itu, aku mencari Asmi ke dapur tapi istriku tidak ada di sana, kemana Neng Asmirandahku? Wah perasaanku kembali tidak enak, akhirnya kucari-cari ia kemana-mana dan untunglah saat lewat depan kamar pengantin aku lihat Asmi sekilas ada di dalam.Rupa-rupanya istriku sedang memberikan kado pernikahan buat si Hanum."Num, Kak Asmi mah gak bisa kasih apa-apa buat Hanum, cuma ini aja nih ada perhiasan sedikit, maaf ya karena kemarin Kak Asmi bingung mau kasih apa buat Hanum," kata istriku seraya memberikan kotak perhiasan bentuk love.Duh kenapa juga Asmi mesti kasih hadiah perhiasan, kalau aku jadi dia mendingan perhiasannya kujual dan kubelikan sprei 50 ribuan juga udah bagus, apalagi kalau gambar bunga seperti yang ibuku suka beli beuh bagus banget meskipun luntur semua pas dicuci.Hanum yang sedang mengobrol bersama Mbak Andin akhirnya menerima kotak pemberian Asmi dan membukanya saat itu juga."Hah? Kak Asmi serius? Ini buat Hanum?" tanya Hanum tak percaya, mulutnya melongo dengan wajah yang berseri-seri.Perhiasan yang ada di dalam kotak itu seperti gelang bertahta batu permata indah, permatanya langsung mengkilap saat lampu menyorot gelang itu, pokoknya mata ini sampe sakit gara-gara lihat kilapan permata itu. Hih lebay banget sih."Serius atuh Num, suka gak?""Suka banget Kak, kok Kakak pun
Aku segera mengejar istriku."Ayo A kita pulang," katanya sambil menyampirkan tas kecilnya di bahu."Loh kenapa, Neng? Ada apa?" Aku bertanya cemas, pasalnya baru kali ini aku melihat Asmi marah dan menangis seperti ini selama kami menikah.Selama ini dia dihina-hina, dicemooh dan lainnya pun Asmi selalu sabar, tapi entah kenapa kali ini saat kak Alfa membahas orang tua Asmi, ia menangis sampai marah begini."Ayo Aa jangan banyak tanya," katanya lagi sambil berusaha menghapus air matanya.Aku buru-buru mengambil kunci motor dan mengejar istriku keluar."Eh ada apa ini? Kenapa Asmi nangis?" tanya Bapak saat kami sudah naik motor."Gara-gara Jak Alfamaret, Pak," jawabku buru-buru, setelah itu aku melajukan motor membawa Asmi pulang.Sampai di kontrakan aku memberinya minum, setelah Asmi tenang aku kembali mengintrogasinya."Neng kenapa? Ada apa tumben Neng nangis begini?" Serius aku bertanya.Istriku menyeka air mata di pipinya. "Neng mah sedih A kalau ada yang bahas-bahas masalah kelua
Asmi menyeka air mata di pipinya."Beneran Aa mau bantu Neng nyari bapak kandung, Neng?""Beneran dong, jangankan bapak yang hanya manusia biasa, alamat yang enggak jelaspun selalu Aa cari-cari sampai dapat.""Alamat siapa?""Alamat yang punya paket dong Neng, Neng lupa ya kalau Aa ini babang kurir?" candaku, Asmi tertawa mendengarnya.Di tengah obrolan kami terdengar suara lagu naik delman diputar, kukira ada odong-odong lewat tahunya ponsel Asmi yang bunyi.'Pada hari minggu kuturut ayah ke kota, naik delman istimewa kududuk di muka.'Aku tepok jidat, kenapa nada deringnya harus naik delman sih Asmiii? Ampun dah."Halo Assalamualaikum Paman, kumaha?" kata Asmi dalam sambungan telepon yang diloudspeaker."Waalaikumsalam Neng, si bapak teh nuju udur ripuh geulis tos 3 dinten dirawat di rumah sakit teu acan aya perobahan, geura uih heula ka lembur sakedap mah karunya bisi aya naon-naon, tenang upami tos silih hampura mah, karunya ongkoh si ibu bisi teu gaduheun kanggo bekel di rumah sa
"Oh ya A, sebelum pulang mampir dulu ke gudang ya, Neng mau pamitan ke pegawe gudang karena mau pulang kampung, siapa tahu kan nanti di sana kita bakal lama," kata Asmi kemudian.Aku manut saja kebetulan juga aku ingin tahu di mana gudang usahanya itu berada.Selesai minum cendol kami segera melaju ke arah Cipondoh di mana letak gudang usaha Asmi berdiri, aku pikir cuma ruko kecil tapi ternyata aku salah, gudangnya cukup besar karena ada dua rolling pintu yang Asmi sewa, saat kulihat dalamnya benar ada 3 orang karyawan di sana, 2 orang perempuan dan satu laki-laki yang sedang jualan live di salah satu market place.Aku sampe geleng-geleng melihat ternyata istriku sehebat itu, bertumpuk-tumpuk barang jualannya ada di ruko sebelah dan sebelahnya ia jadikan kantor admin untuk 3 orang karyawannya itu, Asmi hanya memantau dari jauh lewat hp sejak Asmi menikah denganku, tapi meski begitu Asmi selalu bekerja keras sampai harus begadang tiap malam agar ia bisa mengecek semua laporan yang masu
Malam hari kami naik bus Luragung Jaya pukul 8 malam dari kota Tangerang. Melewati jalan tol Cipali menuju kota Cirebon dan sampai di terminal Kertawangunan Kuningan pada pukul 3 pagi.Aku pikir turun dari bus ini desa Asmi sudah dekat sehingga kami bisa langsung ke sana tapi ternyata kata Asmi kami masih harus melewati jalan desa yang cukup jauh dan berkelok.Karena tidak mungkin kami masuk ke desa pagi buta begini, sebab tidak ada angkutan umum juga akhirnya Asmi membawaku ke tempat paman dan bibiknya dulu di daerah Lebakwangi Kuningan untuk beristirahat.Selepas subuh berjamaah di sebuah saung aku mengobrol dengan pamannya Asmi yang dulu datang ke acara pernikahanku, meski udaranya sangat dingin sebab angin pesawahan tak hentinya menerpa wajah dan kulitku tapi aku sangat senang karena bisa mengobrolkan banyak hal dengan beliau.Beliau bilang Asmi itu adalah pekerja keras, selain usaha onlinenya baru kutahu juga bahwa Asmi adalah juragan sawah di desanya.Hampir semua sawahnya yang
Bu Sarah lalu bangkit dan pergi begitu saja saat melihat Asmi datang ke hadapannya.Asmi segera menyusul dan aku juga mengekor di belakang Asmi."Ibu, Asmi teh hoyong nyuhunkeun hampura, Asmi teu tiasa ningali si bapak sa teu acanna teu aya, Asmi sedih Bu, pamugia si bapak ditampi iman islam na." Begitu kata Asmi dalam bahasa sunda lagi.("Ibu, Asmi teh mau minta maaf, Asmi gak bisa lihat si bapak sebelum beliau tiada, Asmi sedih Bu, semoga si bapak diterima iman islamnya.")Ah lagi-lagi aku harus garuk-garuk kepala, rasanya menyesal aku tidak belajar bahasa Sunda ke si Dadang temen kuliahku di Tangerang. Padahal si Dadang itu pinter, aku malah gaul sama si Jehanex alhasil aku jadi belangsak dan gak tahu apa-apa begini.Tapi meski aku tak mengerti obrolan mereka, aku tetap memperhatikan Asmi dan ibunya di dekat pintu kamar."Ieu Bu, sakedik kanggo ngabantosan kariripuh Ibu sareng kanggo tahlilan bapak."("Ini Bu, sedikit untuk bantu kesusahan Ibu dan buat acara tahlilan bapak.")Asmi
"Cep." Nenek menepuk pundakku."Eh iya, Nek.""Malah bengong. Gimana kabar orang tuamu? Sesekali ajak atuh mereka ke sini, mereka sayang kan sama Asmi?"Aku diam sebentar, gimana ini? Jangankan sayang sama Asmi, nerima aja kagak. Tapi gak mungkin juga kan kalau aku cerita yang sebenarnya? Bisa sedih nanti neneknya Asmi."Sayang kok Nek, mereka sayang sama Asmi, lain kali Acep bawa mereka main ke sini," jawabku akhirnya meski harus berbohong juga.***Esok hari.Sebelum kami pulang esok lusa, Asmi mengajakku ke kota Kuningan. Kata paman aku harus diajak kesana agar aku tahu beberapa tempat di kota Kuningan sekalian beli oleh-oleh untuk ibu dan sodara-sodaraku di Tangerang.Tempat yang pertaman kudatangi adalah mesjid Syiarul Islam, di sampingnya ada taman kota untuk kami duduk santai, berolahraga santai atau sekedar berswafoto. "Neng, kenapa sih kota Kuningan ini julukannya harus kota kuda? Kenapa bukan kota emas? Kan namanya aja udah bagus tuh Ku-ningan yang artinya emas-emas gitulah
"Boleh boleh kalau bayarannya emas gini sih Mbak mau aja, tapi inget, jangan sampe keceplosan omongan lagi!" tegasnya padaku.Setelah mendapatkan apa yang ia mau, Mbak Andin pamit pulang karena katanya mau jemput anak-anak juga di sekolahnya.Huh dasar artis emas terigu, kalo emasnya udah dapet aja langsung dah tuh pergi.Setelah Mbak Andin pulang, cepat aku bertanya, "Neng, kenapa harus kasih emas itu ke mbak Andin sih?""Gak apa-apa A, itu cuma 0,05 gr ini, sisanya juga kan mau kita jual ke Pak Amet kalau kita jadi beli rumahnya."."Iya sih Neng, tapi sebaiknya dilihat aja dulu Neng rumahnya.""Iya tenang, Aa." Setelah beristirahat sebentar di kontrakan, aku pamit untuk masuk kerja. Sebab tidak enak karena aku sudah sering sekali bolosnya. Dan mau tak mau Asmi harus setuju meski katanya masih mau kangen-kangenan.Sampai di kantor ekspedisi aku segera melakukan pendataan alamat paket yang akan kuantarkan, setelah itu barulah aku jalan mengantarkan paket dari satu alamat ke alamat la
"Ya kalau ada." Aku nyengir."Ada. Tenang aja. tar aku bukain deallernya khusus buat kalian. Eh tapi apa kalian mau beli mobil aku aja? Kebetulan nih istriku kemarin beliin mobil buat si bujang eeh tapi malah gak ditolak karena cocok katanya. Mobilnya padahal bagus tapi dia mau yang boddynya lebih macco.""Wah yang bener? Emang mobil apa Yon?""Itu di garasi, ayo lihat aja."Aku dan Ranti pun digiring ke garasinya. Buset emang dasar orkay, di sana mobilnya berjejer sampe 6 biji."Gila banyak amat mobil kamu Yon, udah sukses ya kamu sekarang.""Ah biasa aja. Ini buat kujual juga kalau ada yang nanyain. Nah ini mobilnya." Yono menepuk satu mobil berwarna putih mengkilat yang kelihatannya emang masih mulus banget itu."Pajero San. Bagus," katanya lagi.Aku melirik ke arah Ranti. Dia langsung mengangguk yakin."Beneran Ran mau yang ini?" "Beneran Yah, Ranti suka banget."Akhirnya setelah bernego dan membayar setengahnya langsung bawa mobil itu pulang. Sisa harganya nanti kubayar setelah
Esok harinya. Hari raya dan Asmi udah sibuk sejak sebelum subuh buta. Masak opor, masak ketupat, masak sambel goreng kentang dan pastinya ada sop iga sapi.Suasana lebaran di desa ini emang paling aku nantikan banget. Karena bertahun-tahun melewati suasana di kota saat aku kecil sampe dewasa, rasanya lebaran tak seberkesan seperti di desa.Beneran dah sumpah, aku baru ngerasa lebaran itu berkesan dan seru banget saat aku lebaran di desa Asmi ini. Di sini itu antara tetangga satu dan lainnya saling berkunjung, saling meminta maaf dan yang jelas aku bersyukur karena di sekitar rumah kami gak ada yang namanya tetangga julid. Mereka semua pada baik, pada ramah, pada saling mendukung dan menjunjung namanya tali persaudaan dengan gotong royong.Bahkan saat lebaran, biasanya mereka ada yang saling memberi makanan khas lebaran, walau sebenernya di setiap rumah juga ada. Ya 'kan namanya lebaran haha.Hari ini Asmi juga gitu, dia sengaja masak banyak karena mau ngasih ke ibu dan ke rumah tetang
Ranti DatangKarena penasaran aku pun bangkit menguping dekat pintu dapur."Iya iya kamu tenang aja, pokoknya Mas secepetnya kirim, Mas 'kan harus minta dulu sama istri Mas, uangnya baru cair tadi," kata si Broto lagi.Waduh parah. Ini sih bau-bau perselingkuhan kayaknya. Kasihan si Ratu ular, dia dikadalin sama lakinya."Wah aku harus buru-buru bawa si Ratu ke sini. Biar seru nih lanjutannya."Gegas aku ke depan.Tok! Tok! Tok! Kuketuk pintu kamar si Ratu cepat-cepat."Raaat, Raaat, buka!"Pintupun dibuka walau agak lama."Apaan sih? A Hasan? Ada apa? Ngetok pintu kayak mau nagih hutang aja," ketusnya, kesal."Rat, ayo buruan ke belakang. Kamu harus denger juga apa yang tadi Aa denger," ajakku tanpa basa-basi.Si Ratu mengernyit, "apaan sih, ogah," ketusnya sambil membanting pintu.Tok tok tok!"Rat Rat, buka Rat bukaa!""Berisik. Sana pergi! Ganggu orang istirahat aja!" teriaknya dari dalam.Aku mendengus kesal sambil kukeplak daun pintu kamar itu sedikit, "huh dasar, ya udah kalau
"Nah itu baru bagus," timpalku sambil kujentikan jari telunjuk dan jempolku.Si Ratu menoleh, "Apaan sih, ikutan aja," ketusnya.Aku menjebik, lah sok cantik amat, tuh bibir pake digaling-galingin gitu segala. Kesel banget dah."Loh Dewi, Putri, ada apa ini teh? Kenapa kalian mendadak enggak mau ambil uangnya?" tanya Ibu mertua, beliau kelihatan bingung."Gak ah Bu, gak usah, biar bagian Putri dikasih ke orang lain aja, buat Ibu juga gak apa-apa." Si Putri menjawab. Wanita berkulit putih itu nyengir kuda sambil lirak-lirik pada kakaknya, si Dewi.Aku sih paham, mereka pasti beneran takut sama omonganku tadi, takut mereka dijadiin tumbal haha."Dewi juga, biar duitnya buat Ibu aja, atau ... buat Bapak sekalian." Si Dewi melirik ke arah Papa mertua dengan tatapan sinis."Wah wah. Tumben-tumbenan nih pada baik," timpalku lagi sambil nyengir puas."Enggak!" sembur si Ratu kemudian. Dia spontan berdiri dari kursinya."Apaan sih kok jadi pada gak kompak gini? Dewi! Putri! Pokoknya kalian ak
"Ck dibilangin gak percaya," tandasku, gegas aku bangkit dan mabur ke depan. Di depan rumah aku cekikikan sendiri sambil geleng-geleng kepala, si Dewi itu bener-bener banget dah, obsesi banget dia sampe abis sahur pun masih nanyain soal kesalahpahaman semalem yang dia lihat haha.***Malam takbiran tiba.Alhamdulillah karena uang penjualan saham Asmi udah cair, malam itu juga Asmi langsung ajak aku lagi ke rumah ibu mertua."Ratu, Dewi, Putri, ini uang buat Teteh bayarin rumah teh udah ada, mau ditransfer sekarang apa gimana?" tanya Asmi pada ketiga adiknya.Mereka saling melirik sebentar sebelum akhirnya si Ratu menyahut."Ya sekarang dong Teh, kalau udah ada duitnya ngapain disimpen terus, si Putri juga 'kan mau pake buat lunasin sewa pelaminan.""Oh ya udah atuh, Teteh transfer ke rekening kamu aja semua dulu ya, nanti baru kamu bagi-bagi ke adik-adikmu.""Ya buruan, bawel ah," ketus si Ratu.Tau dah, kenapa orang satu itu makin ketus aja sama Asmi sekarang."Udah, tuh udah Teteh
"K-kami ...." Si Dewi dan Si Putri gelagapan, wajahnya terlihat tegang dan panik."Nguping ya kalian?" desakku."Enggak, kata siapa?" jawab si Dewi cepat."Dewi, Putri, jadi kalian teh lagi ngapain di sini?" tanya Asmi."Kami ... emm ... Teteh ngapain di dalam? Kok ada lilin sama baskom isi daun di dalam kamar? Dan ...." Si Dewi melirik ke arahku dengan tatapan aneh."Kenapa?" tanyaku risih."A Hasan pake apa itu? Kalian beneran ....""Beneran apa?" desakku."Kalian beneran ... ngepet?""Hah?" Aku dan Asmi saling melirik dengan mata melongo."Ngepet?" Asmi mengulang."Ya ngepet, kalian ngepet biar bisa dapat duit banyak 'kan?" "Astagfirullah Dewi, apa-apaan kamu teh? Omongannya kenapa ngaco begitu atuh ah.""Tapi bener 'kan Teteh sama A Hasan ngepet? Buktinya itu di dalam ada lilin sama baskom isi daun terus A Hasan pake jubah hitam begini," timpal si Putri sambil terus menerus lirik-lirik ke dalam kamar."Astagfirullah." Asmi elus dada sambil geleng-geleng kepala. Sementara aku cek
"Neng, kalau malam ini nginep di rumah Ibu lagi saja gimana?" tanya Ibu mertua saat aku sampai di dekat Asmi."Iya Bu, Ibu teh tenang aja, Neng pasti nginep lagi di sini, oh ya, kalau si Papa teh kemana? Kenapa enggak kelihatan lagi?""Tadi teh pamit katanya mau nyari rempah sama dedaunan buat penurun tekanan darah.""Ck ck ck ai ai Papa teh ada-ada aja, meski berasal dari kota ternyata masih percaya pengobatan tradisional begitu.""Ya bagus dong Neng, itu namanya melestarikan kebudayaan leluhur," timpalku cengengesan.Asmi menjebik saja.-Sore hari selepas aku balik sebentar ngabarin Hasjun kalau kami mau menginap lagi, di desa hujan gede.Bahkan saking gedenya sampe aliran listrik di desa mati dan signal hape pun jadi darurat.Gak aneh sih, emang di desa sering banget mati lampu dan darurat signal begini saat hujan gede, tapi lama-lama jengkel juga karena mati listrik dan mati signal itu gak nyaman banget rasanya.Aku pikir ini salah satu yang bikin gak enaknya tinggal di desa Asm
"Oh saya jadi sungkan," kata Pak Mantri lagi."Ah Pak Mantri ini kayak sama siapa saja atuh.""Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu ya Teh Asmi, semoga ibunya cepat membaik.""Baik Pak, biar suami saya antar ke depan."Pak mantri mengangguk, gegas aku antar dia ke depan bareng si Ratu CS.Setelah mantri itu pergi, aku buru-buru kembali ke dalam, tapi belum sempat kaki ini melangkah ke kamar, kudengar si Ratu CS pada rumpi."Eh gak salah itu Teh Asmi ngasih lebihan duit ke mantri itu sampe 300 rebu?" bisik si Putri."Iya, kalau Teh Asmi gak punya duit harusnya duit 300 rebu gede loh, jangankan yang gak punya duit, kita aja yang duitnya banyak sayang banget rasanya kalau ngasih segitu banyak, gile aja, duit loh itu," balas si Dewi.Wah karena topiknya kayaknya seru, aku pun mundur lagi ke dekat jendela depan, kupasang telinga tegak-tegak, nguping kayaknya seru nih haha."Halah palingan pencitraan, biar dikata banyak duit, gak usah heran sama orang desa tuh, emang pada begitu kalau carm
Kudengar suara Asmi dan ibu mertua, ternyata mereka lagi ada di kamar ibu mertua."Ibu teh enggak apa-apa Neng, cuma sedikit pusing aja kepala Ibu, rebahan sebentar juga nanti sehat lagi."Kasihan, ibu mertua pasti pusing karena kelakuan anak-anaknya yang pada dableg itu."Ibu teh enggak usah banyak pikirian, udah biar acara hajatan Putri, Neng yang urus aja.""Iya Neng, Ibu teh percaya sama Neng, cuma Ibu teh pusing sama kelakuan adik-adikmu, udah pada dewasa kok bisa mereka teh sikapnya begitu sama kamu dan Papamu.""Gak apa-apa, mungkin mereka hanya belum paham aja bagaimana menerima, orang baru dalam kehidupan mereka Bu.""Semua ini salah Ibu, dulu Ibu terlalu memanjakan mereka dan selalu menanamkan rasa benci sama kamu di hati mereka.""Udah atuh Bu, yang dulu teh biarlah berlalu, enggak usah atuh dibahas lagi, mereka bersikap begitu mungkin karena mereka belum bisa menerima kenyataan aja.""Iya, Neng."Obrolan mereka terdengar makin lesu, aku sampe gak tega dengernya, karena saa