"Ayah!" Pekik Nada shock."Bik Sum, anak ini beberapa bulan ke depan terserah pada mu. Dia akan tinggal di rumah mu," kemudian Adam beralih menatap Nada, "sampai kamu bisa sopan pada orang tua, sepertinya Ayah dan Bunda terlalu memanjakan mu selama ini!" Kata Adam.Kemudian Adam pun pergi dengan membawa Kinanti."Ayah!" Seru Nada dengan cepat, berharap Adam membatalkan hukumannya.Tapi tidak, hukum yang didapatkan jauh lebih parah.Karena Adam ingin Nada menjadi lebih baik, Adam terlalu menyayangi anaknya itu sehingga tak ingin sampai mengulangi apa yang sudah di tetapkannya.Lagi pula selama ini Nada terus saja membatah dan berbuat sesukanya, membuatnya kian semakin khawatir akan masa depan Nada nantinya."Kalau gitu Nada nggak mau ada bodyguard lagi, atau Nada bakalan tambah sesukanya!" Seru Nada juga mengajukan syarat.Langkah kaki Adam pun terhenti, Nada yakin Ayah tak akan pernah bisa untuk itu."Baik!" Jawab Adam menyetujui keinginan anaknya."Apa?" Pekik Nada tak menyangka jika
"Tama, sampai kapan kamu akan seperti ini? Mama, sudah tua begini. Sakit-sakitan, Mama ingin memiliki teman, kamu harapan Mama satu-satunya, anak Mama hanya kamu saja. Kalaupun Mama mati, Mama ingin melihat kamu menikah terlebih dahulu dan memberikan Mama seorang cucu."Malam ini hujan deras turun begitu deras, tetapi tetap saja tak mengalahkan segala kesedihan seorang Ibu mengenang nasib percintaan anaknya yang begitu malang. Sedangkan Tama berdiri di jendela kaca kamar Mamanya.Melihat hujan turun yang kian semakin membasahi bumi, di luar sana.Membuat perasaan Mira semakin tidak karuan menatap putra tunggalnya yang terus larut dalam kesenangan diri tanpa memikirkan masa depannya kelak.Tetapi sejenak Tama pun mengingat kembali masa lalunya, masa-masa yang menyeretnya masuk ke dalam sebuah kesenangan sesaat bersama dengan banyaknya wanita di luar sana.Lantas bagaimana dengan perasaannya, siapa pun tak pernah tahu kecuali Mira."Mama tahu, kamu pernah kecewa. Tapi tidak selayaknya k
"Kenapa Tama harus merasakan ini Ma, kenapa Antoni berhiyanat dengan istri Tama sendiri!" Tanya Tama.Mira memeluk anaknya, berusaha untuk memberikan sedikit ketenangan.Mira tahu seperti apa Tama yang sangat mencintai Keyla, bahkan rela melakukan apapun demi kebahagiaan istrinya tersebut.Namun siapa sangka jika ketulusan tak selamanya dibalas dengan ketulusan, malahan Tama harus merasakan bertapa pahitnya mencintai tetapi dikhianati.Sungguh luka tanpa darah jauh lebih menyakiti dari pada luka yang tampak dan berdarah.Semua kenangan indah hancur begitu saja, cinta yang terbina kini hilang tanpa sisa.Di saat Tama memimpikan masa tuanya dengan Keyla bahagia bersama, tetapi tidak dengan sebaliknya.Bahkan anak yang di kandung Keyla pun bukanlah anaknya, padahal selama ini sudah bermimpi akan menjadi seorang Ayah dari wanita yang dicintainya tersebut.Bahkan menceritakan pada teman-temannya, tentang dirinya yang akan menjadi seorang Ayah dengan bangganya."Kamu masih belum bisa melupak
"Nada, kamu yakin?" Tanya Sarah."Ayolah, Sarah. Apa kau pernah pergi ke club malam?" Tanya Nada.Sarah pun menggelengkan kepalanya, sebab selama ini dirinya hanya menjadi anak rumahan yang menurut pada apapun yang dikatakan oleh Ibu dan Ayahnya."Baiklah, sepertinya asik juga," Sarah pun mengangguk setuju.Menurutnya sesuatu yang menantang itu memang sangatlah indah."Tapi rahasiakan dari Ibu dan Ayah ku?""Rahasiakan dari Ayah dan Bunga ku juga?""Setuju!" Keduanya pun berseru, seakan begitu bahagia setelah merencanakan untuk melepaskan penat malam minggu ini.Bahkan Nada menjual tas branded miliknya, sebab dirinya yang tak memiliki uang.Keduanya berteriak setelah memasuki sebuah club'malam, dengan perjanjian tak ada yang boleh minum.Karena tak ingin menjadi masalah, itulah kesepakatan yang diberikan oleh Nada yang takut mendapat masalah lagi.Suara dentuman musik membuat keduanya terus saja berjoget dengan lincahnya, berteriak melepaskan penatnya permasalahan terutama Nada yang k
Sedangkan di tempat lainnya seorang pria dengan kepala yang diperban sedang melihat rekaman cctv club malam.Dimana tampak rekamannya saat dihantam oleh seorang wanita.Beberapa kali Tama mengulangi rekaman agar melihat wajah wanita sialan yang sudah membuat masalah dengannya."Kenapa ada jalang yang berani melakukan ini, aku akan membuatnya menyesal," umpat Tama.Tama pun menutup laptopnya, kemudian menyambar ponselnya.Dirinya ada rapat penting untuk pagi ini, hingga harus segera berangkat.Sedangkan kepalanya terus saja berdenyut nyeri, dalam hati akan mencari kemanapun wanita itu pegi.Bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun, tidak akan ada kata menyerah.Hingga sesampainya di perusahaan milik Fikri dan sialnya malah menertawainya."Kau tahu? Ini karena seorang wanita jalang," kata Tama."Jalang?" "Iya, biasanya wanita di sana yang menjajakan tubuhnya pada ku. Tapi, kali ini?" Tama mendesus kesal, sambil terus berusaha mengingat wajah wanita tersebut."Aku tidak menyangka ada juga
Tangisan Nada membuat Tama merasa iba, seketika itu bangkit dari atas tubuh wanita tersebut.Begitu pun dengan Nada yang segera menuruni ranjang, kedua tangannya meremas kemejanya. Sedangkan wajahnya begitu sembab.Tatapan mata Tama yang tajam seakan menatapnya penuh intimidasi."Kamu yakin masih perawan?" Tanya Tama dengan suara beratnya.Sulit sekali ingin merasakan tubuh wanita itu saja, karena banyaknya drama.Saat ini Tama hanya ingin dihargai, sebab malam tadi dirinya merasa direndahkan oleh seorang wanita di hadapan orang banyak.Bahkan Tama berencana untuk membawa Nada ke tempat hiburan malam itu, kemudian melayani banyak pria hidung belang di sana.Benar-benar untuk membuktikan bahwa seorang wanita memang tidak pantas untuk dihargai."Om, Nada benar-benar minta maaf."Tama pun terdiam sambil menimbang sesuatu, meyakinkan dirinya bahwa apa yang dikatakan oleh wanita itu benar adanya atau hanya sekedar mengelabuinya saja.Sebab wanita adalah racun dunia, sangat suka menipu deng
Nada masih berdiri di tempatnya, menantikan perintah dari Mira maupun Tama akan pekerjaan yang harus di kerjakan.Satu bulan kedepan.Tidak masalah, asalkan masalah terselesaikan dengan baik tanpa membuatnya kehilangan keperawanan.Lagi-lagi itulah alasan tepatnya, bayangkan juga jika dirinya harus masuk ke dalam penjara?Sudah pasti Adam akan tahu dan pasti akan sangat kecewa atas perbuatannya yang selalu hanya bisa menyusahkan keluarga.Tidak!Nada sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi anak baik, hingga Adam sendiri yang mengakuinya sebagai dengan penuh kebanggaan tanpa diminta oleh Nada seperti selama ini."Nada, temani Tante masak yuk," Mira begitu senang bisa memiliki teman.Hingga dirinya begitu antusiasnya mengajak Nada untuk masak bersama dengannya.Nada pun mengangguk dan membantu mendorong kursi roda Mira.Mira yang masih menjalani kemoterapi pasca operasi kanker payudara kini harus menggunakan kursi roda untuk membantunya berjalan.Tubuhnya yang mudah lelah cukup membuat
Dari pada banyak berbicara dengan Nada lebih baik langsung menyeruput kopi tersebut pikir Tama.Sedangkan Nada masih diam saja ditempatnya, karena menantikan kalimat pujian setelah Tama nantinya mencicipi kopi buatannya dengan rasa penuh percaya diri."Kenapa masih di sini?" Tama malah kesal melihat bocah ingusan yang malah cengar-cengir di hadapannya.Di mata Tama lebih terlihat seperti pengemis yang meminta receh."Nggak papa, Nada cuman mau dengar komentar Om aja," Nada pun tak ingin lebih lama dihadapan Tama, selain ingin melihat exspresi wajah Tama setelah mencicipi kopi ternikmat di dunia ini dan kopi itu tentunya adalah kopi buatannya itu.Lagi pula setelah itu Nada pun ingin menyombongkan dirinya.Menyombongkan pada Tama bahwa tangan mulusnya sangat pintar dalam menyeduh kan kopi.Setelah itu Nada pun akan memasak, saat di cicipi lagi makanan nya pun akan kembali membungkam mulut Tama.Nada tersenyum samar penuh kebahagiaan dan siap menantikan detik-detik kebanggaannya tersebu
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada