Sampai di depan ruang operasi, Zidan harus melepaskan tangan Renata.Tapi tidak, Zidan masih menggenggamnya dengan erat tanpa ingin melepaskan sama sekali.Genggam itu bukan sekedar tidak ingin dilepas, tapi juga karena takut ini akan menjadi yang terakhir kalinya keduanya saling menggenggam tangan."Sebentar," Renata meminta untuk sejenak berhenti mendorong brankar, tepat di depan pintu ruang operasi yang sudah terbuka lebar.Renata menatap Zidan yang terus saja menatapnya penuh air mata.Renata menggenggam erat tangan Zidan, setitik air mata yang menetes dengan bibir yang tersenyum."Aku tidak apa," kata Renata dengan nada suara bergetar.Zidan menggeleng dan tidak tahu harus berkata apa, kondisi ini sangat membuatnya menjadi tidak berdaya."Tapi aku punya satu keinginan," pinta Renata.Zidan pun menatap manik mata Renata, menantikan apa yang akan dikatakan oleh wanita yang dicintainya dari dulu sampai kini."Aku yakin aku akan baik-baik saja, tapi-" Renata sejenak terdiam sebab mata
Seorang wanita terbaring lemah tidak berdaya, keadaannya begitu memprihatinkan saat ini.Zidan menatap istrinya.Istri tercintanya yang sejak dulu sudah membuatnya jati hati.Bedanya kini semua lebih istimewa, setelah cinta lama terpendam kini terbalas sudah.Lebih dari sekedar mendapatkan berlian, balasan perasaan jauh lebih dari segalanya.Keadaan Renata saat ini setengah sadar.Selain karena pengaruh obat setelah operasi juga, karena keadaannya yang memang cukup buruk sebelumnya.Perasaan was-was tentu menyelimuti, rasa takut kehilangan cahaya hidupnya jelas terlihat nyata.Namun, di sini masih ada secercah harapan indah.Harapan untuk tetap bertahan hidup bersama, meskipun tanpa rahim.Renata sudah tidak memiliki rahim, walaupun begitu tidak lantas membuat Zidan meninggalkan Renata.Zidan masih menerima segala kekurangan Renata.Sudah ada dua anak, tentunya sudah lebih dari cukup, meskipun tidak tahu apakah bayi itu akan bertahan karena keadaannya yang begitu memprihatinkan.Rasa
Beberapa saat kemudian, Adam membuka semua peralatan medis yang terpasang pada tubuh Renata.Tidak ada lagi yang tersisa, semua benar-benar dilepaskan.Perlahan kain ditarik untuk menutupi seluruh tubuh wanita yang dicintai Zidan itu.Zidan pun tersentak melihatnya, Zidan cepat-cepat bangkit dari duduknya dengan perasaan bertanya-tanya.Kemudian terdengar suara tangisan.Semuanya berada di sana entah sejak kapan, menangisi Renata.Terutama Sindi menangis tersedu-sedu tiada henti setelah dokter mengatakan bahwa Renata sudah tidak lagi ada.Renata ikut menyusul kedua orang tua mereka."Aku sekarang sendiri Renata, kamu tega sekali meninggalkan aku juga. Aku tidak punya keluarga lagi," kata Sindi di sela-sela tangisnya.Renata sudah tiada, membuatnya menjadi seorang diri, tidak ada kerabat yang bisa menjadi tempat curhatnya seperti selama ini."Sindi sabar, ada kami," Mala memeluk Sindi dengan eratnya.Bukan hanya Sindi yang terpukul atas kepergian Renata.Kinanti, Serena dan Zahra pun i
Kinanti bersama Serena pun memasuki kamar rawat Renata, melihat keadaan Renata pasca melahirkan secara sesar.Tetapi keduanya terkejut melihat Zidan yang sedang menangis dan berteriak ketakutan. Mungkin bermimpi, sepertinya mimpi buruk yang sangat buruk hingga berteriak terus-menerus."Kak Zidan! Kak!" Serena berusaha membangunkan Zidan.Tetapi begitu sulit hingga mengambil mineral dan menuangkan pada wajah Zidan.Bukan berniat tidak sopan, tetapi Serena merasa kasihan pada Zidan yang menangis tersedu-sedu terus-menerus dan sulit untuk terbangun.Benar saja, setelah air itu mengenai wajah nya Zidan pun terbangun seketika itu juga.Dirinya menatap sekitarnya, ada Kinanti dan Serena di sana.Sekalipun sudah menggerakkan pundaknya sekencang mungkin."Renata!" Zidan melihat Renata begitu panik.Dengan refleks menggerak-gerakkan tubuh Renata, ketakutan jelas terlihat di wajah Ayah dua orang anak tersebut.Serena merasa kasihan pada Renata yang terus terguncang karena Zidan, dengan cepat me
Dua hari kemudian keadaan Renata jauh lebih baik, walaupun masih membutuhkan seseorang untuk menolongnya dalam segala kebutuhan.Walaupun begitu Zidan selalu ada, siap dalam segala keadaan untuk membantu istrinya.Renata tersenyum dengan tubuhnya yang duduk di atas kursi roda, melihat anaknya yang masih berada di dalam inkubator."Kasihan sekali dia, padahal belum waktunya untuk lahir. Maaf ya Nak, Mom tidak kuat seperti wanita lain di luar sana," Renata menitihkan air mata, menatap iba putranya.Kedua kalinya ini terjadi, apa daya semua harus terjadi, beruntung Mentari dapat berjuang dan akhirnya bisa melewati masa-masa dimana berusia 7 Bulan tapi sudah harus dikeluarkan dari rahimnya.Namun, putranya jauh lebih kasihan, sebab belum genap 7 Bulan sudah harus dikeluarkan dari kandungannya.Semoga anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang pintar, sukses dalam segala perjuangannya."Kamu juga hebat, bahkan mengalahkan mereka diluar sana. Jangan sedih, dia pun pasti mengerti keadaan ini,
"Aku kan udah minta maaf Abang."Bayu sebenarnya tidak pernah marah, hanya saja dirinya sangat suka melihat wajah Serena yang tiba-tiba menjadi manja.Dan itu akan terjadi saat melakukan kesalahan-kesalahan, berikut kata maaf yang terlontar.Sampai di rumah pun Bayu hanya diam saja, berbeda dengan Serena yang masih saja meminta maaf pada Bayu."Bayu maaf.""Bereskan pakaian mu!"Serena pun mendadak memucat, Serena tidak bisa jika Bayu menceraikannya.Apa cerai?Otaknya yang berpikir negatif pun kembali berputar.Apakah Bayu memintanya membereskan pakaiannya untuk dicarikan?Untuk dipulangkan ke rumah kedua orang tuanya.Tidak!Bagaimana kalau Serena ingin dipeluk?Serena tidak bisa tanpa Bayu.Ingin rasanya menangis berteriak kencang."Bayu maaf, aku udah minta maaf. Tapi kenapa kamu malah mau ceraikan aku!" Seru Serena dengan terus saja menangis tanpa hentinya.Seketika raut wajah Bayu terlihat berubah mendengar kata cerai yang diutarakan oleh Serena.Mengapa istrinya bisa menyimpulk
Beberapa jam kemudian, Serena pun terbangun dan tersadar sudah sampai ditempat tujuan.Setelah memasuki pesawat beberapa saat lalu Serena sudah mulai terlelap, apa lagi pelukan Bayu yang begitu hangat tentunya mudah membuatnya segera tertidur.Tidur indah dengan hangat nya.Serena bisa gila jika sudah menyangkut soal Bayu."Abi, kita udah nyampe, ya?""Turun yuk."Keduanya pun turun dari pesawat dan memasuki mobil yang sudah menjemput.Lalu membawa menuju hotel berbintang.Serena terperangah saat Bayu membawanya ke sebuah hotel yang sangat mewah.Terbilang sangat bagus dan cukup bergengsi.Tapi bagaimana dengan biayanya selama disana, satu malam menginap di hotel tersebut tentunya sangat mahal.Serena tidak mau menghamburkan uang saat ini, sebab saat melahirkan nanti pasti membutuhkan biaya tidak sedikit.Walaupun terlahir dari keluarga berada tentunya Serena akan merasa malu untuk meminta uang pada Papanya.Sebab, itu menyangkut harga diri Bayu sebagai seorang suami di mata keluargan
"Tidur pun tidak nyenyak kalau gini!" Serena pun bergegas bangkit dan memilih keluar dari kamar.Mungkin sejenak berjalan-jalan bisa menyegarkan pikiran.Sekelilingnya terlihat mewah, sangat megah dengan desain yang begitu memanjakan mata."Kayaknya kok mules ya, lapar juga iya," Serena memegang perutnya yang sudah sangat membuncit.Kemudian melihat sekelilingnya, dirinya membutuhkan makanan. Kalau tidak isinya bisa berdemo.Serena pun mencari restoran, kemudian duduk di salah satu meja.Setelah memesan makanan, matanya pun kembali mengedar melihat sekiranya.Sampai akhirnya Serena melihat Bayu duduk dikursi lainya, bersama dengan beberapa pria dan juga ada satu orang wanita."Bayu, makan bareng dan aku nggak diajak?" Serena mengacak rambutnya, kesal sekali pada Bayu yang tidak mengajaknya ikut makan bersama.Tiba-tiba mata Bayu tertuju padanya, Serena pun membuang tatapannya pada arah lainnya.Setelah makanan datang, Serena langsung memakannya.Menikmati dengan penuh kenikmatan, bahk