Beberapa jam kemudian, Serena pun terbangun dan tersadar sudah sampai ditempat tujuan.Setelah memasuki pesawat beberapa saat lalu Serena sudah mulai terlelap, apa lagi pelukan Bayu yang begitu hangat tentunya mudah membuatnya segera tertidur.Tidur indah dengan hangat nya.Serena bisa gila jika sudah menyangkut soal Bayu."Abi, kita udah nyampe, ya?""Turun yuk."Keduanya pun turun dari pesawat dan memasuki mobil yang sudah menjemput.Lalu membawa menuju hotel berbintang.Serena terperangah saat Bayu membawanya ke sebuah hotel yang sangat mewah.Terbilang sangat bagus dan cukup bergengsi.Tapi bagaimana dengan biayanya selama disana, satu malam menginap di hotel tersebut tentunya sangat mahal.Serena tidak mau menghamburkan uang saat ini, sebab saat melahirkan nanti pasti membutuhkan biaya tidak sedikit.Walaupun terlahir dari keluarga berada tentunya Serena akan merasa malu untuk meminta uang pada Papanya.Sebab, itu menyangkut harga diri Bayu sebagai seorang suami di mata keluargan
"Tidur pun tidak nyenyak kalau gini!" Serena pun bergegas bangkit dan memilih keluar dari kamar.Mungkin sejenak berjalan-jalan bisa menyegarkan pikiran.Sekelilingnya terlihat mewah, sangat megah dengan desain yang begitu memanjakan mata."Kayaknya kok mules ya, lapar juga iya," Serena memegang perutnya yang sudah sangat membuncit.Kemudian melihat sekelilingnya, dirinya membutuhkan makanan. Kalau tidak isinya bisa berdemo.Serena pun mencari restoran, kemudian duduk di salah satu meja.Setelah memesan makanan, matanya pun kembali mengedar melihat sekiranya.Sampai akhirnya Serena melihat Bayu duduk dikursi lainya, bersama dengan beberapa pria dan juga ada satu orang wanita."Bayu, makan bareng dan aku nggak diajak?" Serena mengacak rambutnya, kesal sekali pada Bayu yang tidak mengajaknya ikut makan bersama.Tiba-tiba mata Bayu tertuju padanya, Serena pun membuang tatapannya pada arah lainnya.Setelah makanan datang, Serena langsung memakannya.Menikmati dengan penuh kenikmatan, bahk
"Mana ambulance nya?""Sedang perjalanan menuju ke sini Bos.""Sudahkah, jumpa-jumpa di jalan saja," Bayu pun mengangkat Serena, kemudian membawanya masuk ke dalam mobil.Manager bernama Steven itu pun menggaruk kepalanya bingung."Memangnya bisa begitu" Tanyanya bicara sendiri, "memangnya mereka sedang janjian?"Benar-benar kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa."Hey, cepat! Kenapa masih diam saja!"Terdengar suara Bayu dari arah lainya, seketika Steven pun mengangguk."Iya Bos!""Lama sekali, istri ku mau melahirkan!""Mohon maaf Bos, saya tidak bisa menangani orang melahirkan," kata Steven.Bayu pun mengetuk kepala Steven dan ingin membentur pada mobil."Aduh bos sakit!""Bayu, cukup!" Kata Serena berseru dari dalam mobil, membuat Bayu mengurungkan niatnya untuk membentur kepala Steven."Maaf Bos," Steven pun menangkup kedua tangannya dengan ketakutan."Kamu mengemudikan mobilnya tolol!" "O," Steven pun bernapas lega, dengan bodohnya sempat berpikir akan menjadi bidan dad
"Namanya Dimas aja ya, Mama suka namanya," kata Dara dengan penuh semangat.Serena dan Bayu pun mengangguk setuju, melihat wajah Dara yang berseri-seri tentunya tidak akan membuat keduanya tega untuk menolak."Serena, setuju saja Ma. Namanya bagus," jelas Serena."Bayu juga setuju Ma," Bayu pun mengangguk dengan cepat."Wah, namanya Dimas ya," Mala menimpali sambil menatap cucunya dengan rasa bahagia.Tidak lama kemudian Kinanti pun sampai bersama dengan Adam."Hay, semuanya," sapa Kinanti sambil berjalan masuk.Keduanya datang berdua saja, baby Nada masih terlalu kecil untuk bepergian terlalu jauh.Sehingga Kinanti dan Adam lebih memilih untuk pulang setelah melihat keadaan Serena dengan waktu sebentar saja.Kinanti dan Serena sudah seperti air dan beras, keduanya tidak bisa dipisahkan lagi. Sebab, Kinanti tidak bisa melupakan Serena yang selalu ada dalam menolongnya semasa hidupnya masih dalam kesulitan.Untuk itu Kinanti pun langsung meminta Adam mengantarkan dirinya menuju Bali, d
"Ini serius?" Kinanti pun ikut panik melihat Zahra menahan sakit."Bawa ke UGD saja," kata Adam memberikan saran.Dengan cepat Ferdian mengangkat tubuh Zahra, membawanya menuju UGD.Zahra pun terus memegangi tangan Ferdian, sambil merasakan rasa sakit yang kian terasa."Anda mau apa?" Ferdian menahan seorang dokter yang ingin memeriksa keadaan istrinya.Dokter tersebut pun bingung, bertanya-tanya penyebab Ferdian menghentikan dirinya yang ingin memeriksa pasien yang ada di hadapannya."Aku tidak mau dokter laki-laki, harus dokter wanita!"Zahra mengusap wajahnya, saat seperti ini pun suaminya itu masih saja cemburu."Tapi ini sudah menjadi pekerjaan saya Bapak," kata Dokter tersebut berharap Ferdian mengerti."Kami pikir saya bodoh? Saya juga dokter! Bedanya bukan dokter kandungan!" Tegas Ferdian."Dok, mohon maaf. Sebaiknya dokter wanita saja," Adam pun ikut bersuara karena dirinya tahu Zahra harus ditangani sesegera mungkin."Baik," dokter tersebut pun mengangguk, kemudian memanggil
"Mas, Zahra udah nggak tahan lagi."Ferdian menahan malu, wajahnya memerah seketika itu juga."Sabar, pasti sakit sekali ya. Tapi nanti kalau sudah melihat wajah bayi-bayi mungil kamu sudah lupa dengan sakit ini," ujar Ajeng.Ferdian pun melihat Zahra, begitu juga dengan sebaliknya.Bukan tidak tahan sakit, melainkan tidak tahan karena ada hasrat yang ingin di tuntaskan.Zahra pun tidak mengerti mengapa bisa dirinya ingin sekali menuntaskan hasratnya, padahal sudah akan melahirkan.Apa lagi Ferdian yang kebingungan harus bagaimana, dirinya sendiri tidak masalah.Sungguh keinginan yang sangat menyulitkan.Namun, Ajeng tidak tahu apa-apa. Hingga wajahnya terlihat santai dan hanya memikirkan tentang Zahra dan kedua cucunya yang akan segera lahir ke dunia ini.Ajeng hanya memikirkan rasa sakit yang dirasakan oleh menantunya.Dimana sebagai seorang wanita tentunya pernah merasakan hal tersebut."Sabar," kata Ferdian sambil menggosok punggung istrinya.Entah berguna atau tidak, tapi percayal
"Selamat ya bestie," Serena mengunjunginya Zahra yang barusan melahirkan dua orang putra.Keduanya berada dalam rumah sakit yang sama, tanpa ada yang menduga keduanya bisa melahirkan dihari yang sama ini."Makasih, mana si ganteng Dimas?" Tanya Zahra dengan antusias."Sama Omanya di kamar. Aku nggak nyangka kita bisa barengan lahirannya," ujar Serena tersenyum bahagia, walaupun duduk di atas kursi roda tidak lantas membuatnya menjadi murung."Iya bener, sih. Kayaknya kita buatnya juga waktunya barengan," kata Zahra dengan suara yang sangat pelan agar hanya keduanya yang mendengar..Serena tersenyum dan mengangguk, ikut membenarkan apa yang dikatakan sahabatnya."Hay," Kinanti pun kembali muncul, dirinya bolak balik luar kota hanya untuk melihat keadaan Zahra.Sesampainya Sarah di rumah, Kinanti pun kembali berangkat menuju Bali.Melihat keadaan Zahra yang sudah melahirkan dua orang putra beberapa saat yang lalu."Kinan," seru Zahra sambil merentangkan tangannya."Zahra!" Kinanti pun b
Zahra pun sudah dibawa pulang ke rumah, bersama dengan dua anaknya yang sangat tampan dan begitu menggemaskan.Suasana rumah pun menjadi ramai, sebab mereka semua tinggal satu rumah untuk sementara waktu ini.Tapi setelah 2 bulan usia babi twins D mereka akan berpindah ke rumah baru yang sudah selesai proses renovasi.Nama anak Zahra dan Ferdian adalah Daffa dan Davi."Hay, anak Papi," Ferdian pun menggendong anak sulungnya dengan rasa bahagia, tidak menyangka kini sudah menjadi orang tua untuk dua anak sekaligus."Hai anak Ibu," Zahra pun menggendong bayi bungsunya dan menciumnya dengan gemas.Ferdian memang di panggil Papi, sedangkan Zahra tidak mau.Karena merasa dirinya lebih cocok dipanggil Ibu seperti dirinya memanggil Ibunya.Ferdian tidak mempermasalahkan sama sekali, karena semua terserah kepada istrinya."Dia lucu sekali," kata Ferdian dengan penuh kasih sayang, "tapi wajah mereka lebih mirip ke kamu," Ferdian sedikitpun kecewa akan hal tersebut."Sama Mas juga mirip kok," Z
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada