Nadira terengah-engah saat bersembunyi di ruang dosen setelah berlari untuk menghindari dua orang pria penagih hutang. “Menyebalkan!”
Punggung Nadira dicolek Nathan saat kebetulan Nadira memasuki ruangannya. “Ada apa, hm?” Suaranya lembut dan wajahnya selalu teduh.
Sontak bahu Nadira melonjak. “Astaga!”
Kini, Nadira berusaha mengatur napasnya saat Nathan memperhatikannya dengan dahi mengeryit heran.
“Dila punya hutang. Di luar ada penagih hutang!”
Dahi Nathan semakin berkerut heran, “Nggak mungkin Dila punya hutang sampai penagih hutang kesini.”
“Aku juga nggak tau. Tapi mereka mengira aku Dila!”
“Ya udah, sekarang temui mereka. Aku akan bantu kamu karena aku rasa mereka salah orang.” Nathan segera berjalan di sisi Nadira.
Setelah Nathan meminta surat-surat resmi dari kedua pria itu, ternyata benar data diri Nadila ada di sana sekalian dengan rincian pinjamannya.
“Waktu kalian hingga pukul 12 malam!” Kedua pria ini pergi setelah memberikan peringatan.
Nathan memegangi pelipisnya seiring menatap rincian hutang milik Nadila. “Apa-apan ini!”
“Jangan pura-pura nggak tau deh. Pasti dari awal kamu tau kan, Dila punya hutang. Jangan-jangan ini hutang kalian berdua, atau bisa aja kamu peras Dila. Kamu sengaja buat Dila berhutang untuk kamu!” tukas Nadira.
“Hei, jangan asal nuduh.” Suara Nathan masih lembut walau mulut Nadira seolah tidak disekolahkan.
Nadira berdecak dan memalingkan wajahnya, sedangkan Nathan meneliti selembar kertas dalam genggamannya. “Sekali berhutang Dila mengambil 10 juta, Dila berhutang setiap minggu, lalu membayar alakadarnya setiap hari. Uang-uang ini buat apa sih!”
Nadira menyahut ketus, “Kamu cari tau sendiri!”
Nathan segera menyambungkan panggilan pada Nadila, tetapi tidak terhubung. “Mungkin Dila ganti nomor.”
“Udah pasti!” Nadira semakin berdecak geram.
“Di mana rumah orangtua angkat kamu? Kita cuma bisa minta penjelasan langsung!”
Nadira mengerjap, lalu berkata panik, “Aku nggak mau temui Dila di rumah. Gimana kalo orangtua aku tau!”
“Hati-hati dong, kita kan bisa ngomong bertiga sama Dila.”
“Nggak. Aku nggak mau ambil resiko. Mama sama Papa sangat teliti. Mereka menyayangi aku sangat over, jadi masalah sekecil apapun mereka akan tau. Aku nggak mau nama aku jelek karena dikira berhutang, padahal ini perbuatan Dila. Tapi sekarang Dila lagi jadi aku!”
Nathan membuang udara cukup panjang karena situasi ini membingungkan. “Aku ngerti maksud kamu. Tapi kalo bukan temui Dila secara langsung, berarti kita harus cari tau sendiri.”
Maka setelah jam kuliah usai, Nathan dan Nadira mengunjungi perusahaan yang tertera dalam kertas rincian hutang. Ternyata perusahaan ini legal, maka sudah dipastikan rincian hutang yang ada dalam genggaman Nathan benar adanya.
Kini, Nathan dan Nadira hanya duduk lesu di atas motor gede. “Aku nggak mau bayar hutang Dila!” Gadis ini mendengus sangat sadis.
“Aku juga nggak mampu bayar hutang sebanyak ini ....” Sikap Nathan berbeda dengan Nadira, laki-laki ini seolah kehilangan semangat hidup.
Nadira berkata lantang dan memaksa, “Minta uangnya ke Dila!”
Panggilan segera dihubungkan pada nomor rumah karena tidak mungkin Nadila mengganti nomor itu. Dugaan Nadira benar, bibi segera menyambungkan panggilan dan memberikannya pada Nadila.
Tidak membuang waktu, Nadira segera menghardik Nadila dengan lidahnya yang tajam dan mengiris, “Kamu emang manusia paling gila. Sekarang juga bayar hutang kamu!”
“Oops.” Nadila bersuara sangat santai. “Aku Nadira, kamu lupa?”
“Kamu cari mati!” ucap lantang Nadira hingga membuat Nathan kaget dengan keberanian Nadira dan merasa jika gadis ini lebih cocok menjadi penagih hutang.
Alih-alih merasa bersalah, justru Nadila berkata sangat anggun, “Jangan kasarin aku ....”
“Aku nggak mau tau, sekarang juga bayar hutang kamu sebelum mereka dateng ke rumah! Kamu udah nunggak tiga bulan, di mana otak kamu!”
“Aku nggak tau apa-apa ..., itu hutangnya Nathan, tapi mengatas namakan aku ....”
“Apa!” Ujung mata Nadira segera mengiris Nathan hingga laki-laki ini kembali diserang kaget.
“Jangan bohong!”
“Tanya aja Nathan ....”
Nadira segera mencengkeram kerah bahu Nathan menggunakan tangannya yang kuat. “Dila bilang ini hutang kamu!”
“Sumpah, aku nggak tau apa-apa!” Saat ini Nathan seakan lembek di hadapan Nadira karena laki-laki ini tidak tahu karakter gadis di hadapannya, maka dia tidak ingin gegabah dalam bersikap dan bertindak.
Nadira semakin meruncingkan tatapannya, tetapi wajah Nathan adalah wajah tidak berdosa. Maka dia kembali menghardik Nadila, “Aku nggak peduli hutang siapa ini, pokoknya sekarang juga bayar hutang kamu. Waktu kamu cuma sampe tengah malem!”
Suara Nadila masih terdengar manis. “Emang berapa sih hutangnya?”
“390 juta!” Suara Nadira 3 oktap maka orang-orang di sekitar sampai memutar leher mereka ke arahnya.
“Astaga ... itu salahnya Nathan karena seharusnya tiap hari menyicil hutang, itu pasti penambahan bunga selama tiga bulan nunggak ....” Nadila tidak mengubah nada suara manisnya hingga membuat Nadira semakin muak.
Sekarang otak Nadira seakan meledak, maka dia mengancam dengan bengis, “Kalo kamu nggak lunasi hari ini, aku akan bongkar semua kebusukan kamu, nggak peduli apapun respon orangtua kita dan orangtua angkat aku. Aku udah nggak peduli apapun, kamu selalu bertindak keterlaluan, aku udah nggak bisa toleransi!” Dengusan menjadi pengakhir, lalu panggilan diputus.
Saat ini Nathan tidak berkata apapun, dia hanya menatap Nadira yang dipenuhi amarah.
Selama beberapa jam ke depan, harapan Nathan dan Nadira adalah kesadaran Nadila. Tapi pada pukul 23.30 waktu setempat, Nadira mendapatkan peringatan lewat handphone dari perusahaan penagih hutang yang menandakan saudara kembarnya tidak peduli pada ancamannya. “Aku akan bunuh Dila!”
“Sssttt ....” Nathan mencoba menenangkan Nadira yang selalu berapi-api. “Sekarang mendingan cari solusi lain tanpa mengharapkan Dila.”
Nadira mendengus, lalu dengan berat hati berkata, “Ya udah, aku yang akan bayar! Aku nggak mau mereka datang ke rumah menagih hutang Dila ke Mama dan Papa.”
Nadira membuka mobile banking, tapi ternyata sekarang dia tidak memiliki akses masuk ke rekeningnya sendiri. “Hah, kenapa ini!” paniknya.
“Mungkin kamu salah pasword.”
Namun, Nadira mengingat sesuatu hingga membuat wajahnya memucat. “Aku rasa bukan salah pasword, tapi Papa udah ganti rekeningku sekalian blok ATM karena dulu aku pernah kehilangan ATM aku. Mungkin sekarang Dila beralasan ATM aku hilang karena dia nggak punya KTP aku sekalian kartu bank aku, semua ada di dompet aku ....”
Bersambung ...
Nathan mencoba membuat kesepakatan dengan perusahaan yang memberikan hutang pada Nadila. Laki-laki ini membayar sebesar 50 juta, lalu sisanya minggu depan supaya bunganya tidak semakin bertambah.Saat ini Nadira merasa sedikit lega. “Syukur kamu punya uang, walau dikit tapi membantu, seenggaknya kita punya waktu.”“Iya ....” Nathan tersenyum tenang karena sekarang Nadira sudah memadamkan api amarahnya.“Tapi kok tabungan kamu dikit banget sih!” celetuk Nadira.Mendapatkan kalimat itu membuat Nathan merasa terhina, tapi dia tidak marah karena Nadira dibesarkan di keluarga old money. “Sebenernya aku punya 70 juta, tapi 20nya buat kebutuhan hidup kita sekalian buat keperluan mendadak.”“Dikit banget!” Nadira masih merasa tidak puas.Saat ini Nathan merasa semakin kecil di hadapan Nadira. “Itu tabungan aku setahun, hasil kerja di dua propesi sekaligus.”“Apa aja?”“Dosen sekalian guru les SMP.”“Oh!” Datar Nadira.“Mungkin buat kamu aku nggak ada apa-apanya, tapi buat aku uang segitu sang
“Kamu bisa pulang sendiri?” tanya Nathan pada Nadira setelah jam mengajarnya selesai.“Emangnya kamu mau kemana?” Nadira hanya penasaran, tidak pernah terpikir jika Nathan memiliki rencana tanpa sepengetahuannya. Tidak ragu Nathan membuat alasan, “Aku harus ngajar les anak SMP.”“Oh ..., ya udah, pergi aja. Aku bisa pulang naik bus sama temen-temennya si Dila!” Nadira menambahkan decakan hingga membuat Nathan tertawa kegelian.Nathan memberikan nasihat dengan lembut, “Temen-temennya Dila temen kamu juga.”“Mereka emang solidaritas banget sih, tapi kan tetap aja aku ini Dila di mata mereka!” Jika harus diungkapkan sampai kapanpun Nadira tidak suka dianggap sebagai Nadila karena mereka adalah orang berbeda dengan kepribadian berbeda. Gadis ini tidak ingin disamakan dengan saudara kembarnya yang gila harta sampai mengorbankan keluarganya sendiri dan dengan teganya menyakiti hati orangtuanya.Puncak kepala Nadira dielus penuh ketulusan oleh Nathan. “Nggak apa-apa ..., lama-lama kamu akan
Berkat alasan cerdas yang dikatakan Nathan, akhirnya dia bisa bertatap muka dengan Nadila. “Jangan terus menempatkan Dira dalam situasi yang sulit.” Suaranya terjaga.Nadila melipat tangan di depan dada dengan sangat angkuh. “Nadira sudah menjadi Nadila. Itu memang hidup Nadila. Terima saja!”“Kamu yang menempatkan Dira dalam kehidupan kamu.”“Memang kenapa? Apa aku ikut merugikan kamu, sampai-sampai kamu protes ke aku!” Sikapnya masih sangat angkuh.“Nasib hidup kalian memang berbeda, tapi bukan berarti kamu merebut kehidupan Dira secara paksa dan menumpahkan semua kesulitan kamu pada Dira.”“Udah deh jangan sok bijak. Aku kan yang kamu cintai, tapi kok kamu belain Dira!”“Sekarang udah nggak.” Tatapan serta cara bicara Nathan menjadi sangat dingin.“Nggak aneh sih, cowok emang mudah berubah. Hatinya gampang kebawa arus. Beruntung aku nggak nikah sama kamu!”“Yang beruntung itu aku.”Nadila mendengus. “Jangan menilai aku seolah pembawa sial sampai-sampai kamu menganggap beruntung tan
Nadila segera menyadari bahaya jika tidak dapat mengendalikan situasi. Pintu segera dibuka setelah mengondisikan dirinya. “Selamat malam, Ma. Iya, Dira lagi belajar sama guru les.” Senyumannya santun dan indah.Sopia segera menyapa Nathan dengan santun dan memperlakukan Nathan sangat terhormat, “Kami minta maaf karena putri kami mengundang Anda malam-malam begini ....”Nathan segera menyambut uluran tangan Sopia bersama sikap santun. “Tidak apa-apa, Nyonya. Ini memang pekerjaan saya.”“Tidak biasanya Dira mengundang guru les karena biasanya Dira akan belajar bersama Papanya andai ada materi yang tidak dimengerti ....” Tatapannya berbaur pada Nathan dan Nadila.Segera, Nadila beralasan, “Dira mau dapat ilmu tambahan, Ma.”Sopia terkekeh senang, “Kamu memang selalu semangat belajar. Terimakasih ya, Sayang selalu membanggakan kami ....” Sikap, tutur kata, serta tatapan Sopia selalu menunjukan ketulusan hingga membuat Nadila semakin bertekad menjadi Nadira dan tidak akan mundur.Sopia kem
Nathan berkata lembut, “Aku nggak gegabah kok. Aku yakin orangtua kamu nggak akan mengendus hal ini. Itu kan, yang kamu takutkan ....”Sekarang suara Nadira merintih, “Aku nggak mau Nadila ketauan pura-pura jadi aku, apalagi Dila punya hutang banyak. Itu aib buat orangtua kita ....”Nathan menyentuh kedua bahu Nadira sekalian memandang lembut. “Iya ... aku tau dan aku nggak akan pernah lupa. Tapi kamu tenang aja, toh Dila juga nggak mau ketauan, jadi pasti dia juga hati-hati dan semuanya aman.”Nadira segera terjatuh ke atas tepian ranjang, duduk lunglai di sana. “Aku mau kembali ke keluarga aku, tapi dengan cara baik-baik ..., bukan dengan cara kebusukan Dila kebongkar sama orangtua angkat aku, itu aib, kasian Mama sama Papa ....”“Iya, aku ngerti ..., tapi mendingan kamu tenang ya.”Nadira kembali menjatuhkan air matanya hingga Nathan menyadari sisi lemah si gadis yaitu keluarganya.Nathan berkata lebih lembut, berharap dapat menenangkan Nadira, “Aku minta maaf, tapi aku pastikan se
Nadira menceritakan pembullyan yang dialaminya pada Nathan. “Dila nggak berani mengadu ke kamu sama ke Mama dan Papa karena di sini Vika punya kekuasaan. Pasti Dila takut beasiswanya dicabut!”Nathan hanya mendesah. “Kalau musuh kita punya kekuasaan emang lebih baik kita nggak cari gara-gara kalau ingin selamat.”“Tapi nggak mungkin aku diem aja saat dibully!”“Aku tau sifat kamu, tapi sekarang kamu lagi nggak punya kekuasaan apapun. Jadi mendingan diem aja. Diem bukan berarti kalah kok, justru kamu menang karena tetap membanggakan orangtua kamu dengan prestasi sekaligus meringankan biaya yang harus dikeluarkan orangtua kamu.”Nadira tidak ingin menerima kenyataan pahit yang bertubi-tubi ini, tapi itulah kenyataan hidupnya sekarang. Namun, dia tetap mengatakan rencananya, “Tadinya aku mau minta Dila bawa Papa kesini.”“Itu bahaya banget, kan. Apa jadinya saat Vika tahu Tuan Sanjaya ayah angkat kamu. Kamu pikir Vika akan berhenti? Aku takut Vika malah sebarin artikel buruk yang akhirny
Nadira sedang mencuci piring dengan kikuk. “Emang dia kenapa?”“Vika mengaku dibully sama kamu.”“Hah!” Hampir saja piring dalam genggaman Nadira jatuh andai Nathan tidak cekatan. “Hati-hati dong ...,” ucap lembut Nathan selaras dengan sikapnya yang segera membantu Nadira menyimpan piring.Nadira menggosok tangan basahnya dengan kesal ke atas permukaan celemek. “Aku nggak lakuin apa-apa. Justru dia yang bully aku!”“Mungkin kamu ngelawan atau ada kata-kata yang menyinggung Vika.”“Apa sih, biasa aja kok!” Nadira menjatuhkan bokongnya dengan kesal di atas kursi kayu.“Coba kamu pikirin lagi. Karena kalo kamu nggak merubah sikap itu bahaya banget. Oh iya, kamu dikasih syarat buat mempertahankan beasiswa sampai akhir.”Seketika ujung mata Nadira memicing karena tertarik oleh kalimat Nathan. “Apa itu?”“Kamu harus belajar lebih giat sampai menggeser posisi Vika sebagai mahasiswi paling berpengaruh di kampus.”Nadira berdecak. “Dila emang ada di bawah Vika!”“Makannya, kamu harus lebih gi
Nadira kembali ke kampus, saat inilah dia berpapasan dengan Andi-pria si pemilik kampus yang adalah ayahnya Vika, tetapi gadis ini tidak mengenali pria gembil itu hingga dia melengos begitu saja.Namun, Andi menjadikan sikap Nadira sebagai nilai minus. Lalu saat bertemu Vika, putrinya semakin menambah api peperangan dengan mengatakan jika atittude Nadila memang buruk.Andi segera mengumumkan pembaruan pelaturan kepada semua petinggi kampus, termasuk pada Nathan si dosen muda.‘Dengan ini saya menyatakan beasiswa mahasiswa tidak bersifat kekal selama tidak memiliki atittude baik walaupun mahasiswa tersebut berprestasi dan berpengaruh penting dalam pengembangan kesetaraan pendidikan di universitas ini.’Nathan membelalakan matanya sesaat setelah membaca isi dokumen yang dibagikan Andi lewat email. “Kenapa tiba-tiba Pak Andi merubah pelaturan berasiswa. Apa karena rumor tentang Dira yang katanya membully Vika?”Nathan tidak bisa tenang menghadapi hal ini. Chat segera dikirimkan pada Nadi
Di rumah, Nadira menuntut Nathan. “Mendingan kamu resign dari bar!”“Kok gitu?” Nathan terkejut dengan sambutan Nadira saat dirinya pulang mengajar les.“Kamu malah bikin masalah ..., semenjak kerja di bar ada aja masalahnya!”Nathan berkata lembut, berbeda dengan Nadira yang berapi-api. “Bukan aku yang buat masalah, tapi orang-orang tidak bertanggungjawab yang coba fitnah aku.”“Sama aja, kan!” Nadira melipat tangannya di depan dada, lalu kembali menuntut, kali ini lebih tegas, “Pokoknya mendingan kamu resign dari bar. Kamu kan bisa cari kerjaan lain, yang aman dari fitnah. Emang digaji berapa sih di sana?”Nathan tersenyum kecil dan tetap tenang saat menghadapi amarah Nadira. “Aku nggak berani sebutin jumlah gajinya karena pasti buat kamu kecil banget.”“Berapa? Bilang dong, aku kan istri kamu!”“Kecil ... gaji aku nggak sebanding sama uang saku kamu dari papa kamu.” Sengaja, Nathan menutupi karena memang itu kenyataannya. Nadira tidak akan mengerti seberharga apa gaji kecil yang di
Waktu menunjukan tengah malam saat Nathan membuka pintu dan segera melihat Nadira yang terlelap di sofa.Tubuh istrinya segera digendong dan dibaringkan di tempat tidur. Selama beberapa detik, Nathan berkata pelan, “Baru kaya gini aja aku udah ngerasa berat. Apalagi kamu yang harus tenggelam dalam hidupnya Dila.”Nadira baru saja bertemu Nathan di pagi hari, tapi pagi ini dia mengeluh, “Aku malas ke kampus.”Nasihat lembut segera diberikan Nathan, “Kalau badan kamu sehat lebih baik kuliah. Sayang banget beasiswanya Dila. Selain itu, kamu juga dapet ilmu walaupun mempelajari materi di luar jurusan yang kamu pilih.”Dasi sudah menggantung rapi di dada bidang Nathan. Kemeja putih gadis menjadi pilihannya hari ini.“Aku masih belum tenang karena pasti semua orang masih bahas foto kamu!”“Jangan dipikirin. Aku aja nggak.” Nathan tersenyum teduh dan seolah tanpa beban.“Gimana semalem? Ada anak kampus yang ke bar?”“Nggaklah, mana berani mereka dateng ke bar yang ada akunya-dosen. Wkwk!”“Y
Nathan dan Nadira menjadi pusat perhatian, tetapi tidak semua orang menilai pria itu buruk justru banyak juga yang mengatakan jika Nathan terlihat keren dan berbanding terbalik dengan penampilannya sebagai dosen klimis.Nathan berterimakasih atas support yang didapatnya, tetapi Nadira tetap tidak puas. “Kamu mau bilang apa di sosmed kamu?” Wajahnya tetap kecut.“Nggak usah bilang apa-apa.”Suara tegas diperdengarkan Nadira. “Se’enggaknya kamu bikin klarivikasi dong!”“Nggak usah. Kamu liat aja cara main aku.” Nathan tersenyum santai, tetapi justru membuat Nadira diserang gelisah.Sebelum tiba di rumah, Nadira menginterograsi Nathan. “Jadi sebenernya kamu ngapain di bar?”“Kerja. Sorry ....”Nadira mendengus. “Buat nutupin hutang Dila!”“Ya.”“Aku nggak mau kamu yang nanggung hutang Dila. Ini tanggung jawab dia!”“Tapi kamu juga pernah kepikiran mau kerja kan, buat nutupin hutang Dila. Jadi apa bedanya sama aku.” Nathan tetap berbicara lembut senada dengan tatapannya.“Bedalah! Kalo ak
Nadira keluar dari ruangan Andi, tetapi suasana di lorong sangat aneh, seakan semua mata menatapnya bersama bisikan yang entah apa?Seorang gadis bernama Fania berkata dengan tatapan mengejek, “Harusnya kamu nggak lawan Vika. Kamu jangan lupa kalo Vika anaknya Pak Andi.”Nadira mengerutkan dahinya heran lalu mendengus geram, “Aku nggak peduli. Lagian masalahnya udah beres!”“What? Nggak salah denger.” Fania tersenyum mengejek. Lalu menunjukan foto Nathan yang tersebar di media sosial. “Apanya yang selesai? Vika udah upload foto Pak Nathan yang ternyata kerja di bar. Astaga ... ternyata ini wajah asli Pak Nathan!”Lagi, kedua mata Nadira membelalak bahkan lebih lebar karena Vika menyebarkan foto Nathan di akun media sosialnya hingga kini semua orang di kampus tahu.“Kamu buat kesepakatan apa sama Pak Andi? Kesepakatan apapun nggak akan ngaruh karena kamu sama Vika bagaikan bumi dan langit!” hina Fania.Nadira tidak membalas ucapan Fania, tetapi segera kembali ke dalam ruangan Andi. Bah
Nadira menganga melihat foto Nathan yang dimiliki Vika. Segera, gadis ini mencari Vika untuk menghardiknya, “Jangan sembarangan mengambil foto oranglain. Itu termasuk pelanggaran!”Vika bersikap manis senada dengan suaranya. “Oops, sorry ....”“Hapus sekarang!” Nadira melotot ke arah Vika dengan suara lantangnya hingga membuat lawannya heran. Di mana Nadila yang anggun dan pendiam?“Nggak. Pak Nathan keliatan beda banget, aura bad boynya pekat banget.” Vika tersenyum licik.Nadira segera tersulut emosi. “Dia suami gue, woi. Lu sadar nggak, sih!”Seketika, mulut Vika menganga dengan mata melebar. Apa yang sedang di hadapinya adalah Nadila?Nadira segera mengancam dengan suara lantang, “Hapus sekarang atau gue laporin lo ke pihak berwajib!”Jantung Vika berdebar tidak tenang saat mendengar ancaman Nadira, tetapi gadis ini tidak ingin mengalah. “Laporin atas tindakan apa? Aku nggak buat kriminal!”Nadira semakin mencondongkan tubuhnya ke arah Vika dengan wajah terangkat dan suara lantang
Nathan bekerja paruh waktu hingga pukul sebelas malam walaupun sebenarnya hingga lewat tengah malam pun dirinya siap, tetapi itu akan menimbulkan pertanyaan pada Nadira dan orangtuanya.Nathan menjadi chef di bar dan resto yang berada cukup jauh dari rumah dan kampus karena propesinya sebagai dosen dan pengajar les tidak ingin tercoreng propesi di tempat remang-remang.Nadira sudah terlelap kala Nathan menginjak lantai kamar mereka, dia segera melepaskan pakaiannya karena kegerahan lalu tidur bertelanjang dada.Jadi Nadira terkejut sekalian panik saat terjaga dari tidurnya, tetapi langsung menyaksikan tubuh Nathan. “Kya!!!” teriaknya di pagi buta.Namun, suara beberapa oktap milik Nadira tidak berhasil membangunkan Nathan yang kelelahan.Nadira menangkup mulutnya sendiri setelah menyadari jika Nathan tidak melakukan apapun padanya. “Untung aku selamat!” gumamnya.Namun, Sinta dan Abdul terbangun karena suara gaduh Nadira hingga suara langkah mereka terdengar oleh si gadis hanya saja k
Isi kepala Nathan berputar-putar memikirkan hutang Nadila, tetapi tetap bersikap tenang di hadapan Nadira. “Aku harus bagaimana?” Ujung pena diketuk beberapa kali pada permukaan meja kala pria muda ini duduk di ruang dosen bersama beberapa dosen senior.Namun, bukan itu saja karena pembaruan pelaturan tidak kalah membuatnya khawatir. “Aku takut Dira nggak bisa tahan diri, aku takut dia kebablasan saat melawan Vika. Astaga ... kenapa gadis itu sangat garang.” Dia memegangi pelipisnya.Selesai kuliah, Nadira menemui Nathan di ruangannya. “Aku mau cari uang,” celetuknya dengan lunglai.Dahi Nathan berkerut heran. “Buat apa? Aku udah menafkahi kamu. Apa uangnya kurang?” Andai Nadira menjawab iya, Nathan tidak heran karena uang nafkah darinya tidak sepadan dengan makanan yang sehari-hari dikonsumsi istrinya di kehidupannya.“Bukan ..., tapi aku khawatir Dila nggak bayar. Aku punya firasat jelek!” Nadira meraung.Nathan segera menenangkan istrinya. “Kamu jangan khawatir, biar aku yang pikir
Nadira kembali ke kampus, saat inilah dia berpapasan dengan Andi-pria si pemilik kampus yang adalah ayahnya Vika, tetapi gadis ini tidak mengenali pria gembil itu hingga dia melengos begitu saja.Namun, Andi menjadikan sikap Nadira sebagai nilai minus. Lalu saat bertemu Vika, putrinya semakin menambah api peperangan dengan mengatakan jika atittude Nadila memang buruk.Andi segera mengumumkan pembaruan pelaturan kepada semua petinggi kampus, termasuk pada Nathan si dosen muda.‘Dengan ini saya menyatakan beasiswa mahasiswa tidak bersifat kekal selama tidak memiliki atittude baik walaupun mahasiswa tersebut berprestasi dan berpengaruh penting dalam pengembangan kesetaraan pendidikan di universitas ini.’Nathan membelalakan matanya sesaat setelah membaca isi dokumen yang dibagikan Andi lewat email. “Kenapa tiba-tiba Pak Andi merubah pelaturan berasiswa. Apa karena rumor tentang Dira yang katanya membully Vika?”Nathan tidak bisa tenang menghadapi hal ini. Chat segera dikirimkan pada Nadi
Nadira sedang mencuci piring dengan kikuk. “Emang dia kenapa?”“Vika mengaku dibully sama kamu.”“Hah!” Hampir saja piring dalam genggaman Nadira jatuh andai Nathan tidak cekatan. “Hati-hati dong ...,” ucap lembut Nathan selaras dengan sikapnya yang segera membantu Nadira menyimpan piring.Nadira menggosok tangan basahnya dengan kesal ke atas permukaan celemek. “Aku nggak lakuin apa-apa. Justru dia yang bully aku!”“Mungkin kamu ngelawan atau ada kata-kata yang menyinggung Vika.”“Apa sih, biasa aja kok!” Nadira menjatuhkan bokongnya dengan kesal di atas kursi kayu.“Coba kamu pikirin lagi. Karena kalo kamu nggak merubah sikap itu bahaya banget. Oh iya, kamu dikasih syarat buat mempertahankan beasiswa sampai akhir.”Seketika ujung mata Nadira memicing karena tertarik oleh kalimat Nathan. “Apa itu?”“Kamu harus belajar lebih giat sampai menggeser posisi Vika sebagai mahasiswi paling berpengaruh di kampus.”Nadira berdecak. “Dila emang ada di bawah Vika!”“Makannya, kamu harus lebih gi