Nathan mencoba membuat kesepakatan dengan perusahaan yang memberikan hutang pada Nadila. Laki-laki ini membayar sebesar 50 juta, lalu sisanya minggu depan supaya bunganya tidak semakin bertambah.
Saat ini Nadira merasa sedikit lega. “Syukur kamu punya uang, walau dikit tapi membantu, seenggaknya kita punya waktu.”
“Iya ....” Nathan tersenyum tenang karena sekarang Nadira sudah memadamkan api amarahnya.
“Tapi kok tabungan kamu dikit banget sih!” celetuk Nadira.
Mendapatkan kalimat itu membuat Nathan merasa terhina, tapi dia tidak marah karena Nadira dibesarkan di keluarga old money. “Sebenernya aku punya 70 juta, tapi 20nya buat kebutuhan hidup kita sekalian buat keperluan mendadak.”
“Dikit banget!” Nadira masih merasa tidak puas.
Saat ini Nathan merasa semakin kecil di hadapan Nadira. “Itu tabungan aku setahun, hasil kerja di dua propesi sekaligus.”
“Apa aja?”
“Dosen sekalian guru les SMP.”
“Oh!” Datar Nadira.
“Mungkin buat kamu aku nggak ada apa-apanya, tapi buat aku uang segitu sangat berharga, itu hasil kerja keras aku selama satu tahun, aku juga harus banyak menekan biaya hidup biar bisa nabung lebih banyak.”
Saat ini Nadira baru saja mengerti posisi dan perjuangan Nathan, lalu berkata, “Selama ini Mama sama Papa kasih uang jajan berlimpah, tapi aku nggak mau bergantung hidup sama mereka. Makannya aku berusaha keras biar selalu dapat beasiswa untuk menekan biaya hidup, syukurnya beasiswa itu bertahan sampai jenjang kuliah. Aku juga lebih banyak menabung uang saku untuk keperluan mendadak dan sesekali belikan benda mewah untuk hadiah ulangtahun Mama sama Papa angkat aku juga Mama sama Papa aku yang asli ....”
Nathan terkesima pada cara hidup Nadira yang dipenuhi perjuangan walaupun hidup dikelilingi harta. “Kamu stronge girl.” Ini adalah bentuk pujian darinya.
“Tapi sekarang aku harus meninggalkan Mama sama Papa ....” Kedua mata indah Nadira mulai berkaca.
“Mungkin sekarang adalah kesempatan untuk kamu berbakti pada orangtua asli kamu. Selama ini kalian selalu terpisah kan walaupun komunikasi kalian lancar ....”
Nadira mengangguk sendu, hingga seakan kepribadiannya sangat bertolak belakang dengan Nadira yang pemberani sekaligus pemarah.
“Iya udah, gunakan kesempatan ini dengan baik. Ambil hikmahnya aja ....”
Emosi Nadira kembali naik turun. “Tapi aku nggak bisa selamanya pura-pura jadi Nadila.”
“Kamu tenang aja, nggak ada kebohongan dan kebusukan yang bersifat kekal. Suatu hari pasti Nadila akan dapat getahnya.”
Nadira mendesah seiring memandangi langit malam yang sangat gelap, tidak ada bintang satu pun, lalu hujan deras turun hingga memaksa pasangan pengantin ini untuk segera tidur.
Pada pagi harinya, Nathan maupun Nadira bersikap seolah kemarin tidak terjadi apapun. Sinta menyiapkan sarapan dipenuhi kasih sayang lalu bertanya dengan lembut, “Bagaimana hari pertama kamu kuliah dengan jurusan berbeda?”
“Sulit, Ma,” keluh Nadira apa adanya.
Sinta segera membelai puncak kepala Nadira. “Jangan menyerah. Semua hal akan terasa sulit di awal, tapi perlahan kamu akan terbiasa.”
Nadira mengangguk sebagaimana anak patuh. Dia juga mendapatkan bekal makan di hari keduanya kuliahnya. “Sebelum kalian bangun, Mama sudah pulang dari pasar. Hari ini Mama buatkan sarapan dan menu bekal mewah buat anak dan menantu Mama sama Papa,” kekehnya sangat tulus dan hangat.
Nadira memandangi bekal makan mewah yang dimaksud Sinta, tetapi menurutnya itu menu biasa saja. Tapi dengan ini dia bisa menebak kehidupan orangtuanya sehari-hari, maka air matanya bercucuran. “Dira minta maaf karena belum bisa berbakti pada Mama dan Papa ....”
“Sudah ... jangan dipikirkan. Kami sangat bahagia melihat kamu hidup sampai hari ini. Apa jadinya jika saat kamu bayi, kamu bersama kami. Dokter memponis kamu tidak akan hidup lama.” Kali ini Sinta yang meneteskan air mata, begitupun dengan Abdul.
Abdul menyambung ucapan istrinya, “Orangtua angkat kamu adalah malaikat penolong kamu.”
Nadira segera menyahut, “Papa sama Mama adalah malaikat yang sudah menghadirkan Dira di dunia ini ....”
Sarapan kali ini sangat mengharukan untuk keluarga Abdul, begitupun Nathan yang menyaksikan semua adegan penuh bawang ini.
Di hari kedua, Nadira sudah mulai membiasakan diri menjadi mahasiswi di kampus ini. Dia juga sudah mendapatkan beberapa teman yang sejak awal sudah berteman dengan Nadila.
“Aku nggak punya uang sepeser pun, aku juga nggak bisa mengandalkan Nathan buat bayar hutang Dila. Pokoknya aku harus buat Dila bayar hutangnya! Waktu kita cuma satu minggu!”
Hari ini Nadira belajar lebih keras untuk berbaur dengan materi kuliah yang asing baginya.
Di sela-sela belajar, Nadira mendapatkan dukungan dari tiga kawannya yang sudah terbiasa melihat Nadila belajar sangat keras hingga mendapatkan beasiswa.
Diam-diam Nathan memperhatikan Nadira dari kejauhan untuk memastikan kehidupan istrinya di kampus ini lancar tanpa kendala.
Namun, Nathan juga masih berusaha menghubungi Nadila karena hutang mantan pacarnya masih sangat menumpuk. Jadi, dia berencana menemui Nadila di rumah orangtua angkat Nadira tanpa sepengetahuan istrinya.
“Seberapa keras pun aku berusaha cari uang, aku nggak akan berhasil mengumpulkan uang sebanyak 340 juta dalam waktu satu minggu!”
“Maaf, Dira. Aku harus mengambil tindakan tanpa sepengetahuan kamu.”
Bersambung ...
“Kamu bisa pulang sendiri?” tanya Nathan pada Nadira setelah jam mengajarnya selesai.“Emangnya kamu mau kemana?” Nadira hanya penasaran, tidak pernah terpikir jika Nathan memiliki rencana tanpa sepengetahuannya. Tidak ragu Nathan membuat alasan, “Aku harus ngajar les anak SMP.”“Oh ..., ya udah, pergi aja. Aku bisa pulang naik bus sama temen-temennya si Dila!” Nadira menambahkan decakan hingga membuat Nathan tertawa kegelian.Nathan memberikan nasihat dengan lembut, “Temen-temennya Dila temen kamu juga.”“Mereka emang solidaritas banget sih, tapi kan tetap aja aku ini Dila di mata mereka!” Jika harus diungkapkan sampai kapanpun Nadira tidak suka dianggap sebagai Nadila karena mereka adalah orang berbeda dengan kepribadian berbeda. Gadis ini tidak ingin disamakan dengan saudara kembarnya yang gila harta sampai mengorbankan keluarganya sendiri dan dengan teganya menyakiti hati orangtuanya.Puncak kepala Nadira dielus penuh ketulusan oleh Nathan. “Nggak apa-apa ..., lama-lama kamu akan
Berkat alasan cerdas yang dikatakan Nathan, akhirnya dia bisa bertatap muka dengan Nadila. “Jangan terus menempatkan Dira dalam situasi yang sulit.” Suaranya terjaga.Nadila melipat tangan di depan dada dengan sangat angkuh. “Nadira sudah menjadi Nadila. Itu memang hidup Nadila. Terima saja!”“Kamu yang menempatkan Dira dalam kehidupan kamu.”“Memang kenapa? Apa aku ikut merugikan kamu, sampai-sampai kamu protes ke aku!” Sikapnya masih sangat angkuh.“Nasib hidup kalian memang berbeda, tapi bukan berarti kamu merebut kehidupan Dira secara paksa dan menumpahkan semua kesulitan kamu pada Dira.”“Udah deh jangan sok bijak. Aku kan yang kamu cintai, tapi kok kamu belain Dira!”“Sekarang udah nggak.” Tatapan serta cara bicara Nathan menjadi sangat dingin.“Nggak aneh sih, cowok emang mudah berubah. Hatinya gampang kebawa arus. Beruntung aku nggak nikah sama kamu!”“Yang beruntung itu aku.”Nadila mendengus. “Jangan menilai aku seolah pembawa sial sampai-sampai kamu menganggap beruntung tan
Nadila segera menyadari bahaya jika tidak dapat mengendalikan situasi. Pintu segera dibuka setelah mengondisikan dirinya. “Selamat malam, Ma. Iya, Dira lagi belajar sama guru les.” Senyumannya santun dan indah.Sopia segera menyapa Nathan dengan santun dan memperlakukan Nathan sangat terhormat, “Kami minta maaf karena putri kami mengundang Anda malam-malam begini ....”Nathan segera menyambut uluran tangan Sopia bersama sikap santun. “Tidak apa-apa, Nyonya. Ini memang pekerjaan saya.”“Tidak biasanya Dira mengundang guru les karena biasanya Dira akan belajar bersama Papanya andai ada materi yang tidak dimengerti ....” Tatapannya berbaur pada Nathan dan Nadila.Segera, Nadila beralasan, “Dira mau dapat ilmu tambahan, Ma.”Sopia terkekeh senang, “Kamu memang selalu semangat belajar. Terimakasih ya, Sayang selalu membanggakan kami ....” Sikap, tutur kata, serta tatapan Sopia selalu menunjukan ketulusan hingga membuat Nadila semakin bertekad menjadi Nadira dan tidak akan mundur.Sopia kem
Nathan berkata lembut, “Aku nggak gegabah kok. Aku yakin orangtua kamu nggak akan mengendus hal ini. Itu kan, yang kamu takutkan ....”Sekarang suara Nadira merintih, “Aku nggak mau Nadila ketauan pura-pura jadi aku, apalagi Dila punya hutang banyak. Itu aib buat orangtua kita ....”Nathan menyentuh kedua bahu Nadira sekalian memandang lembut. “Iya ... aku tau dan aku nggak akan pernah lupa. Tapi kamu tenang aja, toh Dila juga nggak mau ketauan, jadi pasti dia juga hati-hati dan semuanya aman.”Nadira segera terjatuh ke atas tepian ranjang, duduk lunglai di sana. “Aku mau kembali ke keluarga aku, tapi dengan cara baik-baik ..., bukan dengan cara kebusukan Dila kebongkar sama orangtua angkat aku, itu aib, kasian Mama sama Papa ....”“Iya, aku ngerti ..., tapi mendingan kamu tenang ya.”Nadira kembali menjatuhkan air matanya hingga Nathan menyadari sisi lemah si gadis yaitu keluarganya.Nathan berkata lebih lembut, berharap dapat menenangkan Nadira, “Aku minta maaf, tapi aku pastikan se
Nadira menceritakan pembullyan yang dialaminya pada Nathan. “Dila nggak berani mengadu ke kamu sama ke Mama dan Papa karena di sini Vika punya kekuasaan. Pasti Dila takut beasiswanya dicabut!”Nathan hanya mendesah. “Kalau musuh kita punya kekuasaan emang lebih baik kita nggak cari gara-gara kalau ingin selamat.”“Tapi nggak mungkin aku diem aja saat dibully!”“Aku tau sifat kamu, tapi sekarang kamu lagi nggak punya kekuasaan apapun. Jadi mendingan diem aja. Diem bukan berarti kalah kok, justru kamu menang karena tetap membanggakan orangtua kamu dengan prestasi sekaligus meringankan biaya yang harus dikeluarkan orangtua kamu.”Nadira tidak ingin menerima kenyataan pahit yang bertubi-tubi ini, tapi itulah kenyataan hidupnya sekarang. Namun, dia tetap mengatakan rencananya, “Tadinya aku mau minta Dila bawa Papa kesini.”“Itu bahaya banget, kan. Apa jadinya saat Vika tahu Tuan Sanjaya ayah angkat kamu. Kamu pikir Vika akan berhenti? Aku takut Vika malah sebarin artikel buruk yang akhirny
Nadira sedang mencuci piring dengan kikuk. “Emang dia kenapa?”“Vika mengaku dibully sama kamu.”“Hah!” Hampir saja piring dalam genggaman Nadira jatuh andai Nathan tidak cekatan. “Hati-hati dong ...,” ucap lembut Nathan selaras dengan sikapnya yang segera membantu Nadira menyimpan piring.Nadira menggosok tangan basahnya dengan kesal ke atas permukaan celemek. “Aku nggak lakuin apa-apa. Justru dia yang bully aku!”“Mungkin kamu ngelawan atau ada kata-kata yang menyinggung Vika.”“Apa sih, biasa aja kok!” Nadira menjatuhkan bokongnya dengan kesal di atas kursi kayu.“Coba kamu pikirin lagi. Karena kalo kamu nggak merubah sikap itu bahaya banget. Oh iya, kamu dikasih syarat buat mempertahankan beasiswa sampai akhir.”Seketika ujung mata Nadira memicing karena tertarik oleh kalimat Nathan. “Apa itu?”“Kamu harus belajar lebih giat sampai menggeser posisi Vika sebagai mahasiswi paling berpengaruh di kampus.”Nadira berdecak. “Dila emang ada di bawah Vika!”“Makannya, kamu harus lebih gi
Nadira kembali ke kampus, saat inilah dia berpapasan dengan Andi-pria si pemilik kampus yang adalah ayahnya Vika, tetapi gadis ini tidak mengenali pria gembil itu hingga dia melengos begitu saja.Namun, Andi menjadikan sikap Nadira sebagai nilai minus. Lalu saat bertemu Vika, putrinya semakin menambah api peperangan dengan mengatakan jika atittude Nadila memang buruk.Andi segera mengumumkan pembaruan pelaturan kepada semua petinggi kampus, termasuk pada Nathan si dosen muda.‘Dengan ini saya menyatakan beasiswa mahasiswa tidak bersifat kekal selama tidak memiliki atittude baik walaupun mahasiswa tersebut berprestasi dan berpengaruh penting dalam pengembangan kesetaraan pendidikan di universitas ini.’Nathan membelalakan matanya sesaat setelah membaca isi dokumen yang dibagikan Andi lewat email. “Kenapa tiba-tiba Pak Andi merubah pelaturan berasiswa. Apa karena rumor tentang Dira yang katanya membully Vika?”Nathan tidak bisa tenang menghadapi hal ini. Chat segera dikirimkan pada Nadi
Isi kepala Nathan berputar-putar memikirkan hutang Nadila, tetapi tetap bersikap tenang di hadapan Nadira. “Aku harus bagaimana?” Ujung pena diketuk beberapa kali pada permukaan meja kala pria muda ini duduk di ruang dosen bersama beberapa dosen senior.Namun, bukan itu saja karena pembaruan pelaturan tidak kalah membuatnya khawatir. “Aku takut Dira nggak bisa tahan diri, aku takut dia kebablasan saat melawan Vika. Astaga ... kenapa gadis itu sangat garang.” Dia memegangi pelipisnya.Selesai kuliah, Nadira menemui Nathan di ruangannya. “Aku mau cari uang,” celetuknya dengan lunglai.Dahi Nathan berkerut heran. “Buat apa? Aku udah menafkahi kamu. Apa uangnya kurang?” Andai Nadira menjawab iya, Nathan tidak heran karena uang nafkah darinya tidak sepadan dengan makanan yang sehari-hari dikonsumsi istrinya di kehidupannya.“Bukan ..., tapi aku khawatir Dila nggak bayar. Aku punya firasat jelek!” Nadira meraung.Nathan segera menenangkan istrinya. “Kamu jangan khawatir, biar aku yang pikir
Seketika, Nathan terhenyak. “Loh, bukan punya kamu?”Nadira mendengus masih dengan tatapan memicing tajam. “Punya siapa?” Nada suaranya menginterograsi. Tapi sebelum Nathan menjawab, dia mengungkapkan kekesalannya, “Kita emang nggak saling suka, tapi pernikahan ini nggak boleh dirusak sama perselingkuhan kamu. Aku nggak mau Mama sama Papa sedih!”“Eh, jangan salahpaham!” panik Nathan. “Aku juga nggak tau kenapa ada lipstik di tas aku ....”“Mana ada orang selingkuh ngaku!”“Serius!”Raut wajah Nathan menjadi satu-satunya pusat perhatian Nadira karena harus membaca kejujuran atau kebohongan pria di hadapannya.Nadira mendapatkan jawaban memuaskan lewat ekspresi wajah suaminya, hanya saja dia masih berburuk sangka. “Pinter banget akting kamu!”“Sumpah!”Seketika, Nadira dibuat lebih kesal setelah mendengar jawaban Nathan yang itu. “Ish!”“Serius, aku nggak tau apa-apa.”Kini, Nadira memilih mengakhiri argumentasi tidak penting ini karena jawabannya sudah jelas jika itu milik Nadila hany
“Aku udah denger kalo Papa rekrut kamu jadi karyawan. Tapi jangan pernah kamu terima!” ucap Nadila pada Nathan bersama tatapan memicing mengiris.Nathan menyunggingkan setengah bibirnya dengan ekspresi datar. “Keputusan ada di aku, bukan di kamu.”Segera, Nadila mendengus seiring mencondongkan tubuhnya ke arah Nathan yang duduk di hadapannya. “Jangan ngawur. Kamu mau rahasia aku sama Dira terbongkar!”“Itu rahasia kamu. Dira sih biasa aja, malahan dia bersyukur banget kalo rahasia kamu terbongkar.” Lagi, Nathan menyunggingkan bibirnya. Kali ini bermakna mengejek.Nadira menambah volume suaranya dan terkesan mengancam, “Jangan gegabah. Dan aku nggak akan biarin kamu jadi karyawannya Papa!”Lagi, Nathan menyunggingkan setengah bibirnya. “Bener kata Dira.”Segera, ujung mata Nadila semakin mengiris. “Apanya? Tapi aku nggak peduli. Jangan bawa-bawa Dira. Ini urusan kita!”“Dira bisa baca karakter dan tindakan kamu,” ucap datar Nathan.“Ck. Jangan sok suci! Bukan cuma aku yang gila harta,
Malam ini tidak terjadi apapun antara Nathan dan Nadira karena setelah si gadis tanpa sengaja meruntuhkan benteng yang dibuatnya, dengan cepat dia membangun kembali bahkan lebih kokoh karena boneka yang semula berjajar di meja, berpindah tempat ke atas tempat tidur.Senyuman kecut Nathan segera berkembang singkat saat menelan kecewa karena isi kepalanya tidak terhujud, tetapi apa daya, hingga saat ini tidak ada cinta antara mereka. Bahkan title ‘Pernikahan mendadak’ selalu menari-nari.Siapa sangka, pagi harinya Nadila menghubungi untuk mengajak Nathan bertemu secara empat mata.Nathan menerima undangan dari Nadila tanpa melibatkan Nadira karena dia takut ini adalah jebakan Sanjaya yang sudah tahu tentang laporan palsunya.Cafe ekslusif adalah tempat yang dipilih Nadila hingga menambah kecurigaan Nathan, tetapi pria ini tetap melangkah apapun resikonya.Sementara di kampus, Nadira mendapatkan perundungan dari Vika. Gadis ini masuk ke dalam jebakannya setelah Vika menyimpan surat pangg
Nathan mengirimkan chat pada Nadira saat dirinya senggang, bahkan dia rela menunggu istrinya hingga menyelesaikan materi dan memerintah menemuinya di ruangan.“Tumben suruh aku kesini.” Nadira duduk santai di hadapan Nathan seiring menyeruput jus jeruk yang dibelinya dari kantin walau tidak yakin ini higienis, tetapi uang saku dari Nathan tidak banyak, tidak cukup untuk membeli camilan di restoran.Sementara, Nathan memasang tatapan serius dengan nada suara sedikit tegang. “Ada hal penting yang harus aku omongin ke kamu.”Jus jeruk masih diseruput dengan tenang oleh Nadira. “Sepenting apa?” Dia hanya melirik sekilas.“Sangat penting!” Tatapan Nathan berubah memicing tajam.Kali ini tatapan Nadira hanya tertuju pada Nathan. Pun, ujung matanya sedikit memicing. “Tentang apa?”“Sanjaya Gruf!” lugas Nathan hingga membuat kedua bola mata Nadira melebar dan membulat sempurna.“Apa!” Mulut Nadira menganga lebar.Selama beberapa detik, Nathan mengambil udara hingga paru-parunya terisi penuh,
Nathan kembali saat langit hampir gelap, hari ini dia pulang lebih awal dua jam. Nadira adalah orang pertama yang diajaknya berbicara. “Gimana kabar kamu sekarang, udah baikan?” Tatapannya selembut suaranya.“Baik banget!” Nadira menjawab dengan ceria.“Syukur deh.” Nathan senang mendengarnya, tetapi dia enggan memberi tahukan Nadira tentang undangan dari Sanjaya karena mungkin akan kembali merusak suasana hati istrinya.Hingga malam tiba, Nathan tidak pernah membicarakan rencana pertemuannya dengan Sanjaya karena Nadira sedang sangat ceria, bersendau gurau dengan orangtuanya.Lalu, tiba waktu pertemuan. Nathan mengunjungi cabang Sanjaya gruf yang letaknya tidak terlalu jauh dari kampus. Itu adalah tempat pertemuan yang tertera dalam undangan.Sementara, hari ini Nadira tetap di kampus, dia tidak tahu jika suaminya pergi diam-diam.Undangan ditunjukan pada satpam hingga memudahkan Nathan mendapat akses masuk ke perusahaan raksasa ini.Seorang karyawan wanita berkata pada Nathan seusai
Tidak ada angin, tidak ada hujan, Nadila mencari Nadira. Gadis ini mengirimkan chat singkat untuk meminta saudara kembarnya bertemu di perbatasan kota.Namun, sekarang Nadira dan Nathan satu paket, maka mereka datang bersama menemui Nadila.“Waw, apa kiamat sebentar lagi?” celetuk Nadira sebagai kesan pertamanya saat melihat wajah Nadila.Tentu saja ucapan Nadira membuat Nadila berdecak kesal hingga gadis ini tidak ingin membuang waktu bersama saudara kembarnya yang brutal. “Aku cuma mau bilang, kalo sekarang aku udah nggak bisa transfer atau tarik tunai. Papa udah nggak izinin aku pake rekening!”Nadira menangkup mulutnya kaget, tetapi suaranya mengejek, “What?” Bahkan dia tertawa puas di akhir.Nadila segera melanjutkan dengan kesal, “Jadi sementara ini aku akan kirim uang lewat ojek online!”Nadira hendak kembali mengejek, tetapi Nathan mencuri start untuk mengatakan kalimat bijak, “Nggak apa-apa, kamu bisa kirim uang lewat mana aja. Kamu punya kesadaran bayar hutang, itu udah bagu
Jack tidak banyak bicara. Sejak kedatangan Nadira ke rumah, dirinya bungkam, tetapi instingnya mengatakan jika Nadira dan Nadila adalah anak kembar karena tidak mungkin adik dan kakak memiliki wajah identik dengan usia sejajar. Hari ini Sanjaya mengabaikan pria bernama Nathan karena bawahannya sedang meneliti laporan yang diterimanya, tetapi jika laporan itu palsu maka Jack yang akan diperintah untuk mengeksekusi penipuan yang dilakukan si dosen muda. Namun, hati Nadira tetap cemas walaupun matahari sudah tenggelam dan tidak terlihat tanda-tanda keberadaan Jack. "Sayang, makan dulu ...," ucap Sinta yang menghampiri putrinya di kamar. "Iya Ma, sebentar lagi." Nadira duduk di depan meja belajar, tapi bukan sedang belajar karena isi kepalanya dipenuhi kegelisahan. "Kapan suami Dira pulang?" "Katanya sekarang lagi di jalan." Senyuman hambar Nadira karena kegelisahan berhasil merenggut senyuman manisnya. "Ya sudah, kalau tidak mau makan sekarang, kamu makan sama suamimu ya ...." Kek
Nadira berjalan anggun bak princess. Itu karena bando di kepalanya, dia merasa sedang menghadiri pesta besar yang berisi orang-orang kalangan atas. Gaya berjalan Nadira berbeda dari biasanya walaupun gaya berpakaiannya tetap sederhana karena yang melekat di tubuhnya adalah milik Nadila. Semua orang yang melihat sosok Nadira hari ini dibuat terpana walaupun secara penampilan biasa saja, tetapi auranya sangat berbeda hingga gadis ini menjadi pusat perhatian. Sama halnya dengan Vika, gadis ini memicingkan matanya, menatap Nadira dengan tatapan elang. "Kenapa dia, kenapa dia nggak keliatan kaya Dila. Dia seperti orang dari kalangan atas!""Iya," celetuk salah satu kawannya. "Dila berubah. Bukan fisik dan wajahnya, tapi auranya. Dia pake baju sederhana, tapi keliatan mewah. Aku rasain itu setelah Dila nikah." "Apa mungkin aura cewek akan berubah setelah nikah? Tapi nggak masuk akal!" "Dia kaya oranglain!" Tatapannya seolah menancap Nadira.Tatapan Vika semakin memicing tajam dan keing
Nathan sudah mengurus semuanya, jadi saat kembali pukul delapan malam, laporan penyaluran donasi sudah beralih ke tangan Nadira.“Kasih laporan ini ke orang suruhan Papa kamu.” Nada suara Nathan tidak berubah sejak siang tadi.Namun, Nadira hanya memandangi kertas di tangannya. “Kamu yakin nggak akan ketauan?”“Semoga. Aku nggak bisa pastiin.” Nathan menjawab apa adanya, tetapi membuat Nadira memukul dadanya hingga pria ini mengusap bagian yang terkena kepalan tangan istrinya.“Kamu harus yakin dong ini bisa tipu Papa. Jangan bikin aku takut ketauan!” omelan khas Nadira.Nathan hanya tersenyum tenang seiring mengelus puncak kepala Nadira. “Iya ... yakin ..., pokoknya kasih aja ke orang suruhan Papa kamu.”“Ish. Kenapa jadi aku?” rutuk Nadira.“Kan kamu yang di rumah.”“Harusnya kamu yang kasih!”Nada suara Nathan tidak memperdengarkan perubahan intonasi sedikit pun. “Aku nggak bisa. Aku nggak mau Papa kamu makin tau banyak tentang aku. Tentang kerjaanku, tentang anak-anak didik aku. I