Nathan bekerja paruh waktu hingga pukul sebelas malam walaupun sebenarnya hingga lewat tengah malam pun dirinya siap, tetapi itu akan menimbulkan pertanyaan pada Nadira dan orangtuanya.Nathan menjadi chef di bar dan resto yang berada cukup jauh dari rumah dan kampus karena propesinya sebagai dosen dan pengajar les tidak ingin tercoreng propesi di tempat remang-remang.Nadira sudah terlelap kala Nathan menginjak lantai kamar mereka, dia segera melepaskan pakaiannya karena kegerahan lalu tidur bertelanjang dada.Jadi Nadira terkejut sekalian panik saat terjaga dari tidurnya, tetapi langsung menyaksikan tubuh Nathan. “Kya!!!” teriaknya di pagi buta.Namun, suara beberapa oktap milik Nadira tidak berhasil membangunkan Nathan yang kelelahan.Nadira menangkup mulutnya sendiri setelah menyadari jika Nathan tidak melakukan apapun padanya. “Untung aku selamat!” gumamnya.Namun, Sinta dan Abdul terbangun karena suara gaduh Nadira hingga suara langkah mereka terdengar oleh si gadis hanya saja k
Nadira menganga melihat foto Nathan yang dimiliki Vika. Segera, gadis ini mencari Vika untuk menghardiknya, “Jangan sembarangan mengambil foto oranglain. Itu termasuk pelanggaran!”Vika bersikap manis senada dengan suaranya. “Oops, sorry ....”“Hapus sekarang!” Nadira melotot ke arah Vika dengan suara lantangnya hingga membuat lawannya heran. Di mana Nadila yang anggun dan pendiam?“Nggak. Pak Nathan keliatan beda banget, aura bad boynya pekat banget.” Vika tersenyum licik.Nadira segera tersulut emosi. “Dia suami gue, woi. Lu sadar nggak, sih!”Seketika, mulut Vika menganga dengan mata melebar. Apa yang sedang di hadapinya adalah Nadila?Nadira segera mengancam dengan suara lantang, “Hapus sekarang atau gue laporin lo ke pihak berwajib!”Jantung Vika berdebar tidak tenang saat mendengar ancaman Nadira, tetapi gadis ini tidak ingin mengalah. “Laporin atas tindakan apa? Aku nggak buat kriminal!”Nadira semakin mencondongkan tubuhnya ke arah Vika dengan wajah terangkat dan suara lantang
Nadira keluar dari ruangan Andi, tetapi suasana di lorong sangat aneh, seakan semua mata menatapnya bersama bisikan yang entah apa?Seorang gadis bernama Fania berkata dengan tatapan mengejek, “Harusnya kamu nggak lawan Vika. Kamu jangan lupa kalo Vika anaknya Pak Andi.”Nadira mengerutkan dahinya heran lalu mendengus geram, “Aku nggak peduli. Lagian masalahnya udah beres!”“What? Nggak salah denger.” Fania tersenyum mengejek. Lalu menunjukan foto Nathan yang tersebar di media sosial. “Apanya yang selesai? Vika udah upload foto Pak Nathan yang ternyata kerja di bar. Astaga ... ternyata ini wajah asli Pak Nathan!”Lagi, kedua mata Nadira membelalak bahkan lebih lebar karena Vika menyebarkan foto Nathan di akun media sosialnya hingga kini semua orang di kampus tahu.“Kamu buat kesepakatan apa sama Pak Andi? Kesepakatan apapun nggak akan ngaruh karena kamu sama Vika bagaikan bumi dan langit!” hina Fania.Nadira tidak membalas ucapan Fania, tetapi segera kembali ke dalam ruangan Andi. Bah
Nathan dan Nadira menjadi pusat perhatian, tetapi tidak semua orang menilai pria itu buruk justru banyak juga yang mengatakan jika Nathan terlihat keren dan berbanding terbalik dengan penampilannya sebagai dosen klimis.Nathan berterimakasih atas support yang didapatnya, tetapi Nadira tetap tidak puas. “Kamu mau bilang apa di sosmed kamu?” Wajahnya tetap kecut.“Nggak usah bilang apa-apa.”Suara tegas diperdengarkan Nadira. “Se’enggaknya kamu bikin klarivikasi dong!”“Nggak usah. Kamu liat aja cara main aku.” Nathan tersenyum santai, tetapi justru membuat Nadira diserang gelisah.Sebelum tiba di rumah, Nadira menginterograsi Nathan. “Jadi sebenernya kamu ngapain di bar?”“Kerja. Sorry ....”Nadira mendengus. “Buat nutupin hutang Dila!”“Ya.”“Aku nggak mau kamu yang nanggung hutang Dila. Ini tanggung jawab dia!”“Tapi kamu juga pernah kepikiran mau kerja kan, buat nutupin hutang Dila. Jadi apa bedanya sama aku.” Nathan tetap berbicara lembut senada dengan tatapannya.“Bedalah! Kalo ak
Waktu menunjukan tengah malam saat Nathan membuka pintu dan segera melihat Nadira yang terlelap di sofa.Tubuh istrinya segera digendong dan dibaringkan di tempat tidur. Selama beberapa detik, Nathan berkata pelan, “Baru kaya gini aja aku udah ngerasa berat. Apalagi kamu yang harus tenggelam dalam hidupnya Dila.”Nadira baru saja bertemu Nathan di pagi hari, tapi pagi ini dia mengeluh, “Aku malas ke kampus.”Nasihat lembut segera diberikan Nathan, “Kalau badan kamu sehat lebih baik kuliah. Sayang banget beasiswanya Dila. Selain itu, kamu juga dapet ilmu walaupun mempelajari materi di luar jurusan yang kamu pilih.”Dasi sudah menggantung rapi di dada bidang Nathan. Kemeja putih gadis menjadi pilihannya hari ini.“Aku masih belum tenang karena pasti semua orang masih bahas foto kamu!”“Jangan dipikirin. Aku aja nggak.” Nathan tersenyum teduh dan seolah tanpa beban.“Gimana semalem? Ada anak kampus yang ke bar?”“Nggaklah, mana berani mereka dateng ke bar yang ada akunya-dosen. Wkwk!”“Y
Di rumah, Nadira menuntut Nathan. “Mendingan kamu resign dari bar!”“Kok gitu?” Nathan terkejut dengan sambutan Nadira saat dirinya pulang mengajar les.“Kamu malah bikin masalah ..., semenjak kerja di bar ada aja masalahnya!”Nathan berkata lembut, berbeda dengan Nadira yang berapi-api. “Bukan aku yang buat masalah, tapi orang-orang tidak bertanggungjawab yang coba fitnah aku.”“Sama aja, kan!” Nadira melipat tangannya di depan dada, lalu kembali menuntut, kali ini lebih tegas, “Pokoknya mendingan kamu resign dari bar. Kamu kan bisa cari kerjaan lain, yang aman dari fitnah. Emang digaji berapa sih di sana?”Nathan tersenyum kecil dan tetap tenang saat menghadapi amarah Nadira. “Aku nggak berani sebutin jumlah gajinya karena pasti buat kamu kecil banget.”“Berapa? Bilang dong, aku kan istri kamu!”“Kecil ... gaji aku nggak sebanding sama uang saku kamu dari papa kamu.” Sengaja, Nathan menutupi karena memang itu kenyataannya. Nadira tidak akan mengerti seberharga apa gaji kecil yang di
Malam ini Nathan kembali ke bar, tapi salah seorang pengunjung membuatnya terkejut dan bergerak cepat. “Kita harus bicara!”Nadila mengerjap karena bukan hanya Nathan yang terkejut. Gadis ini segera berpamitan pada orang-orang yang bersamanya karena terlalu takut pria itu membongkar penyamarannya, “Guys, aku ada perlu bentar.”Seorang gadis berpakaian mahal menjawab dengan tatapan menyelidik pada Nathan, “Jangan lama. Kamu harus pulang sama kita, aku nggak mau Papa sama Mama kamu kecewa ke aku.”“Tenang aja, bentar kok. Oh iya, kenalin ini temen SMP aku.” Nadila terkekeh gugup di hadapan tiga orang gadis yang bersamanya.“Oh. Hi.” Ketiga gadis itu menyapa canggung dan masih memasang tatapan menyelidik pada Nathan.Nadila tidak membuang waktu lagi. “Bentar ya, guys.”Jadi, bukan Nathan yang menggiring Nadila, tetapi sebaliknya. Gadis ini berdesis, “Ikut aku!”Kini, langkah kaki Nadila berhenti di halaman bar. Suaranya masih berdesis kecut, “Kamu ngapain di sini? Dan harusnya kamu pura-
Nathan bekerja seperti biasanya, lalu pulang di jam yang sama. Bedanya, kali ini uang seratus lima puluh juta dikantongi.Nadira menyambut kepulangannya dengan bibir mengerucut lalu kedua tangan melipat di depan dada. “Udah resign?”Senyuman lebar adalah jawaban Nathan, dan Nadira segera mengerti maksud senyuman menyebalkan itu. Kali ini bukan Nadila, tapi Nadira yang berdesis pada Nathan, “Kok kamu keras kepala banget sih!”Sebenarnya banyak untaian kata di hatinya yang ingin membuludak di depan wajah Nathan, tapi ini tengah malam. Suasana sangat sunyi, Nadira takut argumentasinya dengan Nathan terdengar oleh orangtua dan dianggap sebagai cekcok rumahtangga.Jadi, Nadira mengelus dada seiring membuang udara panjang. “Sabar Dira ....”Nathan terkekeh gemas. “Syukur deh, sekarang kamu udah mulai bisa kontrol emosi,” celetuknya saat menyimpan ransel di atas kursi kayu.“Jangan salahpaham. Aku cuma nggak mau Mama sama Papa kebangun. Huft!”Tatapan Nathan sangat teduh dengan suara senada.
Nathan tetap menjadi dosen, tetapi di sela-sela waktunya dia juga menjadi karyawan Sanjaya Gruf.Ini adalah hari pertama Nathan menggunakan name tag untuk akses masuk ke dalam peruhaan raksasa ini, sekaligus hari pertama duduk di ruangannya.“Ini seperti mimpi ....” Gelengan kepala menjadi awal hari pertama Nathan.Ketukan pintu halus mengudara, hingga sejenak, Nathan kalang kabut karena posisi barunya masih mengagetkannya. Dia bersuara, berusaha memperdengarkan wibawa. “Masuk.”Pintu segera terbuka lebar, tetapi orang yang berdiri di ambang pintu tersenyum sempit dan mengiris. “Kamu nggak tau diri!” caci Nadila tanpa aba-aba.Senyuman kecut adalah reaksi pertama Nathan. “Ada apa? Ini ruangan saya. Apa putri satu-satunya Tuan Sanjaya ingin tahu cara kerja saya ....” Senyumannya semakin melengkung, tetapi penuh ejekan.Nadila mendengus berang, kemudian menutup pintu dengan hati-hati hingga tidak tersisa celah angin sedikit pun. Dia berdesis tepat di depan wajah Nathan, “Keluar sekarang
Nadira duduk di atas kasur klinik ketika kedua manik matanya menatap Nathan dengan cemas karena suaminya sedang menggeram penuh amarah.“Nadila emang keterlaluan. Dia udah bukan manusia!” hardik Nathan dengan suara cukup lantang.Pergelangan Nathan digenggam Nadira saat jemari suaminya mengepal kasar hingga otot-ototnya timbul ke permukaan. “Sudah ....” Suaranya lembut dan cemas.Tatapan Nathan mengarah lembut pada kedua mata indah Nadira. Lalu bertanya dengan nada selaras, “Kenapa kamu nggak ngelawan? Biasanya kamu bengis, kan.” Satu alisnya terangkat heran.Mendengar ucapan Nathan membuat bibir Nadira sedikit mengerucut. “Cara lawannya gimana? Kalo aku labrak dia bisa-bisa satpam langsung amankan aku!”Nathan mendengus geram karena kali ini kekuasaan ada dalam genggaman Nadila, tetapi segera mengondisikan amarahnya saat kembali menatap Nadira. “Ya udah, mendingan sekarang pastiin dulu kondisi kamu, baru kita pulang ....”Nadira segera mengarahkan cermin pada wajahnya untuk menyelidi
Lift mulai naik ke lantai atas. Nadira tidak sendiri, ada beberapa karyawan wanita yang juga bersamanya. Ketiga wanita itu sangat stylish jadi sedikitnya berhasil membuat si princess insecure.‘Gini rasanya jadi orang kecil ....’Seorang wanita menyodorkan gelas berisi kopi yang masih cukup penuh pada Nadira. Dia berkata santun, “Mbak, maaf bisa tolong buangkan ini? Saya sedang buru-buru ke ruang rapat.”Seketika Nadira mengangguk kecil dan meraih gelas cup. Lift terbuka, semua orang meninggalkan ruangan sempit itu termasuk Nadira yang masih memegangi kopi.Baru saja beberapa langkah, Nadira sudah dikagetkan karena mendengar suara yang tidak asing.Tatapan Nadira segera mengarah pada sumber suara. Sekarang di hadapannya, Nadila sudah berdiri angkuh dengan tatapan mengejek, “Segitunya yang nggak mau berbagi!”Tatapan Nadira
Hari ini Nathan kembali mendapatkan undangan dari Sanjaya Gruf yang sudah tergeletak di atas meja.Namun, mata hitam legam Nathan mendelik penuh keanehan kala membaca untaian kalimat formal di atas kertas putih. “Tuan Sanjaya membatalkan rencana kontrak?”Nathan ingin memastikan keaslian kertas ini karena tidak mungkin Sanjaya adalah pribadi yang plin-plan, tetapi terdapat cap resmi di atas tanda tangan pria hebat tersebut.“Apa ini ulah Dila atau Tuan Sanjaya sudah tahu laporan yang aku kirim palsu?”Dua buah pertanyaan besar ini mengisi seluruh kepala Nathan, tetapi dipikirkan berapa kali pun dia tidak mendapatkan jawaban. “Aku harus cari tau.” Nathan menjeda untuk berpikir. “Tapi kenapa aku cari tau kalo udah jelas Tuan Sanjaya membatalkan kontrak?” Kini, isi kepalanya berputar memikirkan hal baru ini.Nathan bukan pria yang tidak dapat memecahkan masalah seorang diri, tetapi untuk hal ini dirinya membutuhkan kerjasama dan komunikasi dengan Nadira, tapi saat ini istrinya sedang ti
Seketika, Nathan terhenyak. “Loh, bukan punya kamu?”Nadira mendengus masih dengan tatapan memicing tajam. “Punya siapa?” Nada suaranya menginterograsi. Tapi sebelum Nathan menjawab, dia mengungkapkan kekesalannya, “Kita emang nggak saling suka, tapi pernikahan ini nggak boleh dirusak sama perselingkuhan kamu. Aku nggak mau Mama sama Papa sedih!”“Eh, jangan salahpaham!” panik Nathan. “Aku juga nggak tau kenapa ada lipstik di tas aku ....”“Mana ada orang selingkuh ngaku!”“Serius!”Raut wajah Nathan menjadi satu-satunya pusat perhatian Nadira karena harus membaca kejujuran atau kebohongan pria di hadapannya.Nadira mendapatkan jawaban memuaskan lewat ekspresi wajah suaminya, hanya saja dia masih berburuk sangka. “Pinter banget akting kamu!”“Sumpah!”Seketika, Nadira dibuat lebih kesal setelah mendengar jawaban Nathan yang itu. “Ish!”“Serius, aku nggak tau apa-apa.”Kini, Nadira memilih mengakhiri argumentasi tidak penting ini karena jawabannya sudah jelas jika itu milik Nadila hany
“Aku udah denger kalo Papa rekrut kamu jadi karyawan. Tapi jangan pernah kamu terima!” ucap Nadila pada Nathan bersama tatapan memicing mengiris.Nathan menyunggingkan setengah bibirnya dengan ekspresi datar. “Keputusan ada di aku, bukan di kamu.”Segera, Nadila mendengus seiring mencondongkan tubuhnya ke arah Nathan yang duduk di hadapannya. “Jangan ngawur. Kamu mau rahasia aku sama Dira terbongkar!”“Itu rahasia kamu. Dira sih biasa aja, malahan dia bersyukur banget kalo rahasia kamu terbongkar.” Lagi, Nathan menyunggingkan bibirnya. Kali ini bermakna mengejek.Nadira menambah volume suaranya dan terkesan mengancam, “Jangan gegabah. Dan aku nggak akan biarin kamu jadi karyawannya Papa!”Lagi, Nathan menyunggingkan setengah bibirnya. “Bener kata Dira.”Segera, ujung mata Nadila semakin mengiris. “Apanya? Tapi aku nggak peduli. Jangan bawa-bawa Dira. Ini urusan kita!”“Dira bisa baca karakter dan tindakan kamu,” ucap datar Nathan.“Ck. Jangan sok suci! Bukan cuma aku yang gila harta,
Malam ini tidak terjadi apapun antara Nathan dan Nadira karena setelah si gadis tanpa sengaja meruntuhkan benteng yang dibuatnya, dengan cepat dia membangun kembali bahkan lebih kokoh karena boneka yang semula berjajar di meja, berpindah tempat ke atas tempat tidur.Senyuman kecut Nathan segera berkembang singkat saat menelan kecewa karena isi kepalanya tidak terhujud, tetapi apa daya, hingga saat ini tidak ada cinta antara mereka. Bahkan title ‘Pernikahan mendadak’ selalu menari-nari.Siapa sangka, pagi harinya Nadila menghubungi untuk mengajak Nathan bertemu secara empat mata.Nathan menerima undangan dari Nadila tanpa melibatkan Nadira karena dia takut ini adalah jebakan Sanjaya yang sudah tahu tentang laporan palsunya.Cafe ekslusif adalah tempat yang dipilih Nadila hingga menambah kecurigaan Nathan, tetapi pria ini tetap melangkah apapun resikonya.Sementara di kampus, Nadira mendapatkan perundungan dari Vika. Gadis ini masuk ke dalam jebakannya setelah Vika menyimpan surat pangg
Nathan mengirimkan chat pada Nadira saat dirinya senggang, bahkan dia rela menunggu istrinya hingga menyelesaikan materi dan memerintah menemuinya di ruangan.“Tumben suruh aku kesini.” Nadira duduk santai di hadapan Nathan seiring menyeruput jus jeruk yang dibelinya dari kantin walau tidak yakin ini higienis, tetapi uang saku dari Nathan tidak banyak, tidak cukup untuk membeli camilan di restoran.Sementara, Nathan memasang tatapan serius dengan nada suara sedikit tegang. “Ada hal penting yang harus aku omongin ke kamu.”Jus jeruk masih diseruput dengan tenang oleh Nadira. “Sepenting apa?” Dia hanya melirik sekilas.“Sangat penting!” Tatapan Nathan berubah memicing tajam.Kali ini tatapan Nadira hanya tertuju pada Nathan. Pun, ujung matanya sedikit memicing. “Tentang apa?”“Sanjaya Gruf!” lugas Nathan hingga membuat kedua bola mata Nadira melebar dan membulat sempurna.“Apa!” Mulut Nadira menganga lebar.Selama beberapa detik, Nathan mengambil udara hingga paru-parunya terisi penuh,
Nathan kembali saat langit hampir gelap, hari ini dia pulang lebih awal dua jam. Nadira adalah orang pertama yang diajaknya berbicara. “Gimana kabar kamu sekarang, udah baikan?” Tatapannya selembut suaranya.“Baik banget!” Nadira menjawab dengan ceria.“Syukur deh.” Nathan senang mendengarnya, tetapi dia enggan memberi tahukan Nadira tentang undangan dari Sanjaya karena mungkin akan kembali merusak suasana hati istrinya.Hingga malam tiba, Nathan tidak pernah membicarakan rencana pertemuannya dengan Sanjaya karena Nadira sedang sangat ceria, bersendau gurau dengan orangtuanya.Lalu, tiba waktu pertemuan. Nathan mengunjungi cabang Sanjaya gruf yang letaknya tidak terlalu jauh dari kampus. Itu adalah tempat pertemuan yang tertera dalam undangan.Sementara, hari ini Nadira tetap di kampus, dia tidak tahu jika suaminya pergi diam-diam.Undangan ditunjukan pada satpam hingga memudahkan Nathan mendapat akses masuk ke perusahaan raksasa ini.Seorang karyawan wanita berkata pada Nathan seusai