Malam ini Nathan kembali ke bar, tapi salah seorang pengunjung membuatnya terkejut dan bergerak cepat. “Kita harus bicara!”Nadila mengerjap karena bukan hanya Nathan yang terkejut. Gadis ini segera berpamitan pada orang-orang yang bersamanya karena terlalu takut pria itu membongkar penyamarannya, “Guys, aku ada perlu bentar.”Seorang gadis berpakaian mahal menjawab dengan tatapan menyelidik pada Nathan, “Jangan lama. Kamu harus pulang sama kita, aku nggak mau Papa sama Mama kamu kecewa ke aku.”“Tenang aja, bentar kok. Oh iya, kenalin ini temen SMP aku.” Nadila terkekeh gugup di hadapan tiga orang gadis yang bersamanya.“Oh. Hi.” Ketiga gadis itu menyapa canggung dan masih memasang tatapan menyelidik pada Nathan.Nadila tidak membuang waktu lagi. “Bentar ya, guys.”Jadi, bukan Nathan yang menggiring Nadila, tetapi sebaliknya. Gadis ini berdesis, “Ikut aku!”Kini, langkah kaki Nadila berhenti di halaman bar. Suaranya masih berdesis kecut, “Kamu ngapain di sini? Dan harusnya kamu pura-
Nathan bekerja seperti biasanya, lalu pulang di jam yang sama. Bedanya, kali ini uang seratus lima puluh juta dikantongi.Nadira menyambut kepulangannya dengan bibir mengerucut lalu kedua tangan melipat di depan dada. “Udah resign?”Senyuman lebar adalah jawaban Nathan, dan Nadira segera mengerti maksud senyuman menyebalkan itu. Kali ini bukan Nadila, tapi Nadira yang berdesis pada Nathan, “Kok kamu keras kepala banget sih!”Sebenarnya banyak untaian kata di hatinya yang ingin membuludak di depan wajah Nathan, tapi ini tengah malam. Suasana sangat sunyi, Nadira takut argumentasinya dengan Nathan terdengar oleh orangtua dan dianggap sebagai cekcok rumahtangga.Jadi, Nadira mengelus dada seiring membuang udara panjang. “Sabar Dira ....”Nathan terkekeh gemas. “Syukur deh, sekarang kamu udah mulai bisa kontrol emosi,” celetuknya saat menyimpan ransel di atas kursi kayu.“Jangan salahpaham. Aku cuma nggak mau Mama sama Papa kebangun. Huft!”Tatapan Nathan sangat teduh dengan suara senada.
Hari ini adalah hari sial Nathan karena Sanjaya memeriksa mutasi milik Nadila dan menemukan nomor rekening milik pria itu.Sanjaya tidak bertanya langsung pada putrinya, tetapi segera mencari tahu data milik Nathan walaupun sulit karena bersifat rahasia. Jadi, dia hanya mendapatkan nomor handphone Nathan yang didapatkannya dengan proses tidak mudah.Setelah memerintahkan seorang hacker akhirnya Sanjaya mendapatkan alamat rumah Nathan serta pekerjaannya yang seorang dosen di kampus tempat dirinya menjadi donatur.Jadi, akhirnya pria tinggi besar ditugaskan menemui Nathan. Pria ini menunjukan mutasi milik Nadira yang adalah Nadila. “Tuan Sanjaya berharap Anda berkata jujur,” ucap datarnya.Kertas itu dipandangi dengan cemas oleh Nathan. ‘Kenapa Tuan Sanjaya tau? Apa ini jebakan Dila?’Tatapan Nathan kembali beralih pada pria yang duduk di hadapannya. “Iya, Dila mentransfer seratus juta pada rekening saya.”“Untuk apa?” Suara pria ini masih datar.Dalam keterangan mutasi, Nadila menulisk
Nadira tidak menunggu Nathan kembali, tapi lebih memilih membuat janji di suatu tempat. Intinya bukan di rumah karena kali ini obrolan mereka sangat sensitif.“Apa yang kamu lakukan sampe utusan Papa dateng ke rumah!” desis Nadira dengan geram saat baru saja bertemu suaminya.Nathan mengerjap kaget, “Utusan Papa kamu datang ke rumah?”“Iya. Kamu habis ngapain sih! Jangan macem-macem deh. Papa orangnya teliti banget. Papa akan tau hal kecil sekali pun.”Udara pendek dibuang Nathan, lalu berkata perlahan. “Papa kamu cek mutasi rekening Dila, jadi papa kamu tau Dila transfer seratus juta ke rekening aku.”“Hah. Astaga ... kenapa kamu ceroboh banget sih!”“Aku nggak tau kalo Papa kamu sampe cek mutasi rekening anaknya.”“Papa emang kaya gitu semenjak rekening aku hilang. Papa seolah ngawasi pengeluaran aku. Apalagi ini seratus juta. Aku nggak pernah pengeluaran sehari sampe segitu!”Nathan terdiam sesaat karena Sanjaya memang sosok yang detail. “Aku bilang uangnya penggalangan amal karena
Hari ini Nadira kembali ke kampus tanpa Nathan karena hari ini pria itu tidak bisa mengajar akibat suatu urusan yang belum diketahui istrinya.Vika menghampiri Nadira dengan angkuh, tetapi berhati-hati. “Kemarin Pak Nathan kedatangan tamu. Dari gaya berpakainya sih, kayanya orang penting, kaya pebisnis. Atau ... jangan-jangan justru Pak Nathan punya hutang atau jangan-jangan jadi koruptor di suatu perusahaan!” tukasnya dengan gembira.Nadira menjawab tegas dan datar, “Jaga mulut kamu!”Bibir Vika ditutupi sangat anggun menggunakan buku catatan dalam pelukannya. “Oops.” Lalu kembali berkata dengan nada mengejek, “Gimana nggak curiga. Soalnya kata temen aku, katanya dia liat Pak Nathan sama kamu masuk ke perusahaan utang piutang!” Dia masih menikmati suasana ini dengan gembira.Sedangkan ujung mata Nadira memicing. ‘Sial. Kenapa sih harus ada anak kampus yang liat!’“Berapa sih, hutang Pak Nathan?” ejekan Vika masih berlanjut. “Karena nggak mungkin Pak Nathan nggak punya hutang, buktiny
Saat tengah malam, Nathan baru saja kembali. Nadira segera mengadukan keluh kesahnya, “Tadi hari buruk aku di kampus ....” Dengan mata basah dia menatap suaminya.Punggung Nadira segera dipeluk dengan hangat dan lembut. “Maaf, aku nggak ada saat kamu butuh ....”Nadira tidak terisak walau tetesan air mata tetap jatuh. “Jangan diulangi.”“Iya ....”Saat ini Nathan merasa hubungannya dengan Nadira sangat intim selayaknya suami dan istri pada umumnya hingga dirinya tenggelam dalam perasaannya sendiri.Namun, tentu saja Nadira merasakan hal berbeda karena dalam kepalanya pernikahan mereka tetap karena jebakan Nadila.Nathan menggiring Nadira ke ranjang untuk tidur, tapi kali ini seiring memeluk tubuh istrinya untuk pertama kali.“Aku biarin kamu peluk aku bukan karena aku cewek murahan!” celetuk Nadira seiring berdesis walaupun menikmati pelukan hangat Nathan.“Iya ....” Senyuman Nathan melengkung karena ini pengalaman pertamanya memeluk Nadira seperti ini.Hingga pagi hari, pelukan Natha
Sanjaya mendengar banyak informasi tambahan dari utusannya tentang Nathan. Jadi, kini dia memanggil putrinya. “Katakan dengan jujur pada Papa. Siapa pria bernama Nathan, apa urusan kamu dengan Nathan?”Ini pertama kalinya Nadila merasa diinterograsi oleh Sanjaya dan berhasil membuatnya gemetar karena Sanjaya bukan ayahnya-Abdul yang tidak akan menghukumnya saat melakukan kesalahan. Abdul hanya memberi nasihat tegas untuk setiap kesalahan yang diperbuatnya.“Nathan ....” Nadila sangat grogi walaupun tatapan dan sikap Sanjaya tetap menunjukan kasih sayang berlebihan padanya yang dianggap Nadira.Nada suara Sanjaya tidak dingin, tetapi tetap menusuk Nadila. “Katakan dengan jujur, siapa Nathan dan apa urusan kalian?”Nadila merasa Sanjaya sudah mengetahui banyak hal karena dia pernah menguping percakapan pria itu dengan anak buahnya. “Cari tahu tentang Nathan!” ucap tegas Sanjaya. Satu kalimat ini menunjukan semuanya.Namun, Nadila tidak ingin kembali ke kehidupannya yang dulu. Maka, dia
Pria berperawakan tinggi besar bernama Jack membawa surat perintah dari Sanjaya yang berisi permintaan laporan keuangan donasi.“Saya tidak tahu. Anda harus tanyakan langsung pada Nathan!” ucap tegas Nadira karena saat ini dia tidak bisa memberikan bukti apapun.Surat perintah itu kembali dimasukan ke dalam amplop. “Baiklah. Kapan Pak Nathan kembali?”Sejak awal posisi duduk Nadira selalu tegap hingga aura bangsawannya semakin memancar. “Tidak pasti.”Jack semakin kebingung melihat sikap Nadila yang sangat mirip dengan Nadira-anak majikannya di rumah.Kartu nama disodorkan dengan santun oleh Jack dan sedikit segan karena merasa jika yang dihadapannya kini adalah Nadira. “Mohon bantuannya.”Terdapat nomor telepon milik Jack di bawah cetakan namanya. Jack adalah nama samaran dan Nadira baru mengetahuinya.“Ya.” Ekspresi Nadira sangat datar.Jack berpamitan sangat santun, tidak lupa penuh rasa hormat selayaknya pada Nadira walaupun pria ini belum dapat memastikan dengan siapa dia berbica
Nathan tetap menjadi dosen, tetapi di sela-sela waktunya dia juga menjadi karyawan Sanjaya Gruf.Ini adalah hari pertama Nathan menggunakan name tag untuk akses masuk ke dalam peruhaan raksasa ini, sekaligus hari pertama duduk di ruangannya.“Ini seperti mimpi ....” Gelengan kepala menjadi awal hari pertama Nathan.Ketukan pintu halus mengudara, hingga sejenak, Nathan kalang kabut karena posisi barunya masih mengagetkannya. Dia bersuara, berusaha memperdengarkan wibawa. “Masuk.”Pintu segera terbuka lebar, tetapi orang yang berdiri di ambang pintu tersenyum sempit dan mengiris. “Kamu nggak tau diri!” caci Nadila tanpa aba-aba.Senyuman kecut adalah reaksi pertama Nathan. “Ada apa? Ini ruangan saya. Apa putri satu-satunya Tuan Sanjaya ingin tahu cara kerja saya ....” Senyumannya semakin melengkung, tetapi penuh ejekan.Nadila mendengus berang, kemudian menutup pintu dengan hati-hati hingga tidak tersisa celah angin sedikit pun. Dia berdesis tepat di depan wajah Nathan, “Keluar sekarang
Nadira duduk di atas kasur klinik ketika kedua manik matanya menatap Nathan dengan cemas karena suaminya sedang menggeram penuh amarah.“Nadila emang keterlaluan. Dia udah bukan manusia!” hardik Nathan dengan suara cukup lantang.Pergelangan Nathan digenggam Nadira saat jemari suaminya mengepal kasar hingga otot-ototnya timbul ke permukaan. “Sudah ....” Suaranya lembut dan cemas.Tatapan Nathan mengarah lembut pada kedua mata indah Nadira. Lalu bertanya dengan nada selaras, “Kenapa kamu nggak ngelawan? Biasanya kamu bengis, kan.” Satu alisnya terangkat heran.Mendengar ucapan Nathan membuat bibir Nadira sedikit mengerucut. “Cara lawannya gimana? Kalo aku labrak dia bisa-bisa satpam langsung amankan aku!”Nathan mendengus geram karena kali ini kekuasaan ada dalam genggaman Nadila, tetapi segera mengondisikan amarahnya saat kembali menatap Nadira. “Ya udah, mendingan sekarang pastiin dulu kondisi kamu, baru kita pulang ....”Nadira segera mengarahkan cermin pada wajahnya untuk menyelidi
Lift mulai naik ke lantai atas. Nadira tidak sendiri, ada beberapa karyawan wanita yang juga bersamanya. Ketiga wanita itu sangat stylish jadi sedikitnya berhasil membuat si princess insecure.‘Gini rasanya jadi orang kecil ....’Seorang wanita menyodorkan gelas berisi kopi yang masih cukup penuh pada Nadira. Dia berkata santun, “Mbak, maaf bisa tolong buangkan ini? Saya sedang buru-buru ke ruang rapat.”Seketika Nadira mengangguk kecil dan meraih gelas cup. Lift terbuka, semua orang meninggalkan ruangan sempit itu termasuk Nadira yang masih memegangi kopi.Baru saja beberapa langkah, Nadira sudah dikagetkan karena mendengar suara yang tidak asing.Tatapan Nadira segera mengarah pada sumber suara. Sekarang di hadapannya, Nadila sudah berdiri angkuh dengan tatapan mengejek, “Segitunya yang nggak mau berbagi!”Tatapan Nadira
Hari ini Nathan kembali mendapatkan undangan dari Sanjaya Gruf yang sudah tergeletak di atas meja.Namun, mata hitam legam Nathan mendelik penuh keanehan kala membaca untaian kalimat formal di atas kertas putih. “Tuan Sanjaya membatalkan rencana kontrak?”Nathan ingin memastikan keaslian kertas ini karena tidak mungkin Sanjaya adalah pribadi yang plin-plan, tetapi terdapat cap resmi di atas tanda tangan pria hebat tersebut.“Apa ini ulah Dila atau Tuan Sanjaya sudah tahu laporan yang aku kirim palsu?”Dua buah pertanyaan besar ini mengisi seluruh kepala Nathan, tetapi dipikirkan berapa kali pun dia tidak mendapatkan jawaban. “Aku harus cari tau.” Nathan menjeda untuk berpikir. “Tapi kenapa aku cari tau kalo udah jelas Tuan Sanjaya membatalkan kontrak?” Kini, isi kepalanya berputar memikirkan hal baru ini.Nathan bukan pria yang tidak dapat memecahkan masalah seorang diri, tetapi untuk hal ini dirinya membutuhkan kerjasama dan komunikasi dengan Nadira, tapi saat ini istrinya sedang ti
Seketika, Nathan terhenyak. “Loh, bukan punya kamu?”Nadira mendengus masih dengan tatapan memicing tajam. “Punya siapa?” Nada suaranya menginterograsi. Tapi sebelum Nathan menjawab, dia mengungkapkan kekesalannya, “Kita emang nggak saling suka, tapi pernikahan ini nggak boleh dirusak sama perselingkuhan kamu. Aku nggak mau Mama sama Papa sedih!”“Eh, jangan salahpaham!” panik Nathan. “Aku juga nggak tau kenapa ada lipstik di tas aku ....”“Mana ada orang selingkuh ngaku!”“Serius!”Raut wajah Nathan menjadi satu-satunya pusat perhatian Nadira karena harus membaca kejujuran atau kebohongan pria di hadapannya.Nadira mendapatkan jawaban memuaskan lewat ekspresi wajah suaminya, hanya saja dia masih berburuk sangka. “Pinter banget akting kamu!”“Sumpah!”Seketika, Nadira dibuat lebih kesal setelah mendengar jawaban Nathan yang itu. “Ish!”“Serius, aku nggak tau apa-apa.”Kini, Nadira memilih mengakhiri argumentasi tidak penting ini karena jawabannya sudah jelas jika itu milik Nadila hany
“Aku udah denger kalo Papa rekrut kamu jadi karyawan. Tapi jangan pernah kamu terima!” ucap Nadila pada Nathan bersama tatapan memicing mengiris.Nathan menyunggingkan setengah bibirnya dengan ekspresi datar. “Keputusan ada di aku, bukan di kamu.”Segera, Nadila mendengus seiring mencondongkan tubuhnya ke arah Nathan yang duduk di hadapannya. “Jangan ngawur. Kamu mau rahasia aku sama Dira terbongkar!”“Itu rahasia kamu. Dira sih biasa aja, malahan dia bersyukur banget kalo rahasia kamu terbongkar.” Lagi, Nathan menyunggingkan bibirnya. Kali ini bermakna mengejek.Nadira menambah volume suaranya dan terkesan mengancam, “Jangan gegabah. Dan aku nggak akan biarin kamu jadi karyawannya Papa!”Lagi, Nathan menyunggingkan setengah bibirnya. “Bener kata Dira.”Segera, ujung mata Nadila semakin mengiris. “Apanya? Tapi aku nggak peduli. Jangan bawa-bawa Dira. Ini urusan kita!”“Dira bisa baca karakter dan tindakan kamu,” ucap datar Nathan.“Ck. Jangan sok suci! Bukan cuma aku yang gila harta,
Malam ini tidak terjadi apapun antara Nathan dan Nadira karena setelah si gadis tanpa sengaja meruntuhkan benteng yang dibuatnya, dengan cepat dia membangun kembali bahkan lebih kokoh karena boneka yang semula berjajar di meja, berpindah tempat ke atas tempat tidur.Senyuman kecut Nathan segera berkembang singkat saat menelan kecewa karena isi kepalanya tidak terhujud, tetapi apa daya, hingga saat ini tidak ada cinta antara mereka. Bahkan title ‘Pernikahan mendadak’ selalu menari-nari.Siapa sangka, pagi harinya Nadila menghubungi untuk mengajak Nathan bertemu secara empat mata.Nathan menerima undangan dari Nadila tanpa melibatkan Nadira karena dia takut ini adalah jebakan Sanjaya yang sudah tahu tentang laporan palsunya.Cafe ekslusif adalah tempat yang dipilih Nadila hingga menambah kecurigaan Nathan, tetapi pria ini tetap melangkah apapun resikonya.Sementara di kampus, Nadira mendapatkan perundungan dari Vika. Gadis ini masuk ke dalam jebakannya setelah Vika menyimpan surat pangg
Nathan mengirimkan chat pada Nadira saat dirinya senggang, bahkan dia rela menunggu istrinya hingga menyelesaikan materi dan memerintah menemuinya di ruangan.“Tumben suruh aku kesini.” Nadira duduk santai di hadapan Nathan seiring menyeruput jus jeruk yang dibelinya dari kantin walau tidak yakin ini higienis, tetapi uang saku dari Nathan tidak banyak, tidak cukup untuk membeli camilan di restoran.Sementara, Nathan memasang tatapan serius dengan nada suara sedikit tegang. “Ada hal penting yang harus aku omongin ke kamu.”Jus jeruk masih diseruput dengan tenang oleh Nadira. “Sepenting apa?” Dia hanya melirik sekilas.“Sangat penting!” Tatapan Nathan berubah memicing tajam.Kali ini tatapan Nadira hanya tertuju pada Nathan. Pun, ujung matanya sedikit memicing. “Tentang apa?”“Sanjaya Gruf!” lugas Nathan hingga membuat kedua bola mata Nadira melebar dan membulat sempurna.“Apa!” Mulut Nadira menganga lebar.Selama beberapa detik, Nathan mengambil udara hingga paru-parunya terisi penuh,
Nathan kembali saat langit hampir gelap, hari ini dia pulang lebih awal dua jam. Nadira adalah orang pertama yang diajaknya berbicara. “Gimana kabar kamu sekarang, udah baikan?” Tatapannya selembut suaranya.“Baik banget!” Nadira menjawab dengan ceria.“Syukur deh.” Nathan senang mendengarnya, tetapi dia enggan memberi tahukan Nadira tentang undangan dari Sanjaya karena mungkin akan kembali merusak suasana hati istrinya.Hingga malam tiba, Nathan tidak pernah membicarakan rencana pertemuannya dengan Sanjaya karena Nadira sedang sangat ceria, bersendau gurau dengan orangtuanya.Lalu, tiba waktu pertemuan. Nathan mengunjungi cabang Sanjaya gruf yang letaknya tidak terlalu jauh dari kampus. Itu adalah tempat pertemuan yang tertera dalam undangan.Sementara, hari ini Nadira tetap di kampus, dia tidak tahu jika suaminya pergi diam-diam.Undangan ditunjukan pada satpam hingga memudahkan Nathan mendapat akses masuk ke perusahaan raksasa ini.Seorang karyawan wanita berkata pada Nathan seusai