Istri Gaib
Bab 4 : Dijodohkan
Hari ini, Haikal mendapat libur sehari dan ia berencana akan menghabiskan waktu bersama sang istri tercinta. Ia ingin mengajaknya jalan-jalan keluar. Akan tetapi, Maura sudah tak terlihat di rumah, ia sudah menghilang sejak bangun tidur.
“Ah, aku juga lupa mengabarinya kalau hari ini libur.” Haikal berdecak kesal sambil membuka pintu rumahnya, lalu duduk di teras sambil mengotak-atik ponsel, mengetik pesan untuk istrinya.
Bu Ida yang melihat putra bungsunya sedang bersantai seorang diri, langsung turun dari rumah dan menyebrangi jalan. Dengan tergopoh-gopoh, ia melangkah memasuki perkarangan rumah Haikal.
“Kal, gak kerja kamu hari ini?” tanya Bu Ida sambil duduk di samping Haikal.
“Dapat libur sehari, Bu,” jawab Haikal dengan tak mengalihkan pandangan dari ponsel di tangannya.
“Nah, bagus kalau gitu. Segeralah bersiap, kamu temani ibu pergi ke rumah teman,” ujar Bu Ida sambil mengembangkan senyum, ia sudah merencanakan sesuatu untuk putra bungsunya itu.
“Teman yang mana sih, Bu, dan mau ngapain? Kenapa gak minta ditemani ama Mbak Henni saja?” tanya Haikal dengan tak bersemangat, sebab chat yang ia kirim ke sang istri tak terkirim.
“Mbak Hennimu lagi sibuk ngurusin dua anaknya yang lagi sekolah online. Ya sudah, Ibu ganti baju dulu,” ujar Bu Ida sambil membalikkan tubuh. “Oh iya, kita pakai motor Mbakmu saja, Ibu susah naik ke motormu yang gede itu,” sambung ibunya lagi.
Haikal lagi-lagi hanya melengos dan masuk ke dalam rumahnya, mengganti celana pendeknya dengan celana panjang lalu meraih jaket kulitnya.
Beberapa saat kemudian, kedua ibu dan anak itu sudah meluncur di jalanan. Bu Ida memegang pinggang putra bungsunya, jarang sekali ia bisa mengajaknya berjalan-jalan seperti sekarang semenjak Haikal menjadi petugas Damkar. Ketika bekerja sebagai ABK lebih lagi, mereka jarang sekali bertemu.
Haikal memang menyukai pekerjaan yang menantang adrenalin, jiwa sosialnya tinggi dan rela merauntau demi tuntutan kerja. Hanya ibunya saja yang selalu mengkhawatirkannya, bagaimana tidak, ia putra bungsu dari tiga bersaudara yang semuanya wanita.
“Kal, itu ... yang rumahnya pagar biru,” ujar Bu Ida sambil menepuk pundak Haikal.
Haikal melambatkan laju sepeda motornya, lalu berhenti di depan sebuah rumah sederhana dengan taman bunga yang terlihat sangat indah. Bu Ida turun dari motor dan mengajak Haikal untuk masuk.
“Ayo, Kal!” ajak ibunya.
“Ibu sajalah, aku tunggu di sini saja, tapi jangan lama-lama, ya!” Haikal menatap wanita berumur 57 tahun itu.
“Ayo, masuk! Mana boleh Cuma nunggu di motor gitu!” Bu Ida menarik lengan Haikal dan menyeretnya ke depan pintu yang sudah terbuka itu.
Dengan tampang manyun, Haikal menuruti keinginan ibunya.
“Assalammualaikum,” ucap Bi Ida sambi membunyikan bel yang ada di samping pintu.
“Waalaikumsalam,” jawab sang tuan rumah sambil melangkah ke ruang tamu dan melihat tamunya. “Eh, Jeng Ida, ayo masuk!”
Bu Ida tersenyum lalu cepika-cepiki dengan si tuan rumah, sembari melangkah masuk.Haikal mengikuti langkah ibunya, lalu duduk di sopa bersebelahan dengan sang ibu.
“Jeng Ratna, sorry ya ... aku baru kali ini bisa mampir ke sini soalnya anak bungsuku ini sibuk melulu,” ujar Bu Ida sambil tertawa renyah sembari menepuk Haikal.
Kedua ibu-ibu arisan itu mulai terlibat obrola ala emak-emak, menceitakan hal yang tidak penting. Akan tetapi, Bu Ida selalu membanggakan Haikal di depan temannya itu. Haikal jadi ceriga dengan gelagat sang ibu yang ia sudah sangat hapal akan sifatnya.
“Oh, gitu. Pas banget, Jeng, Nindi juga libur hari ini. kok bisa barengan gitu, ya?” ujar Bu Ratna sambil tertawa renyah pula.
“Kayaknya emang jodoh deh, Jeng.” Bu Ida tersenyum lagi. “Ya sudah, buruan panggil Nindinya!”
Dengan senyum yang selalu mengembang, wanita berhijab putih itu masuk ke dalam dan memanggil anak gadisnya yang kala itu sedang memasak di dapur.
“Nindi, cepat cuci tanganmu, lalu ganti baju yang cantik! Teman mama, Jeng Ida, mau mengenalkan kamu dengan putra bungsunya. Dia tampan dan cool, mudah-mudahan dia jodohmu!” ujar Bu Ratna dengan bersemangat.
Nindi menghela napas, lalu beranjak masuk ke kamarnya. Ia sudah tak heran lagi dengan ulah sang mama yang selalu berusaha menjodohkannya dengan semua anak temannya itu. Ia malas membantah, apalagi dengan usianya yang kini sudah menginjak 28 tahun, sudah sangat matang untuk berumah tangga. Akan tetapi, ia selalu gagal dalam menjalin hubungan, semua pacarnya selalu berselingkuh dan meninggalkannya, maka dengan itu, ia sudah malas untuk berkenalan dengan pria dan membiarkan mamanya saja yang mencarikannya jodoh.
Sepuluh menit kemudian, kedua teman arisan itu sudah duduk berhadapan dengan masing-masing menggandeng anak mereka.
“Nindi ini seorang perawat, usianya 28 tahun,” ujar Bu Ratna sambil melirik sang putri yang kini duduk di sampingnya.
“Kal, liat tuh ... Nindi cantik banget, ya?” bisik Bu Ida sambil menyikut Haikal yang malah fokus dengan ponselnya.
“Eh!” Haikal gelagapan dan ponselnya langsung terlepas jatuh ke lantai.
“Sini ponselnya, ibu sita dulu untuk sementara!” bisik Bu Ida lagi sambil meraih ponsel Haikal yang jatuh di kakinya, lalu menyimpannya ke dalam tas.
Haikal menghela napas panjang melihat tingkah ibunya, lalu mengangkat wajah. Kini tatapannya beradu dengan Nindi dan Bu Ratna. Ia tersenyum tak enak dan sedikit salah tingkah diperhatikan oleh kedua ibu dan anak itu.
“Silakan diminum, Bang, tehnya!” ujar Nindi kepada Haikal.
“Eh, ya, terima kasih,” jawab Haikal sembari menarih cangkir teh dan menyeruputnya sedikit.
“Bang Haikal sudah berapa lama kerja di Damkar? Kayaknya kemarin kita pernah ketemu loh, saat Abang memadamkan api Perumahan Pawan Asri seminggu yang lalu,” ujar Nindi lagi, sebab saat itu ia salut akan keberanian salah satu tim damkar yang menerobos api demi menyelamatkan seorang anak.
“Oh, ya? Jadi ... kamu ... perawat yang ada di sana saat kejadian naas itu?” Haikal mulai mengingat-ingat kejadian itu.
“Iya, Bang, Nindi salah satu dari dua perawat wanita itu. Abang pasti gak lihat, soalnya waktu itu abang lagi bertugas.”
“Iya.” Haikal tersenyum.
Bu Ida dan Bu Ratna saling pandang, mereka saling menaikkan alis melihat anak-anaknya sudah mulai mengobrol.
Satu jam kemudian, Bu Ida pamit pulang dan berjanji akan bertamu lagi di lain waktu. Haikal hanya menghela napas panjang dan menarik gamis ibunya, mengajak pulang karena biarpun sudah di depan pagar, kedua ibu arisan itu masih saja mengobrol.
“Ayo pulang, Bu!” ujar Haikal sudah bersiap di atas motornya.
“Iya, iya, sebentar lagi,” jawab Bu Ida sambil menoleh sekilas kepada Haikal yang sudah merengut karena bosan.
“Ya sudah, Jeng Ratna, kami pulang dulu. Selebihnya kita obrolin di wa ya!” Bi Ida naik ke motor lalu melambaikan tangan kepada temannya itu.
Motor mulai melaju menuju pulang. Bu Ida tersenyum senang sambil memeluk pinggang Haikal.
“Kal, Nindi cantik dan baik ya? kamu mau ‘kan kalau ibu mau jodohin kamu sama dia?” ujar Bu Ida.
Haikal menarik napas berat, dugaannya ternyata benar. Ia akan dijodohkan dengan anak teman ibunya itu.
“Haikal udah punya istri, Bu,” jawab Haikal kesal.
“Istri yang mana? Ibu aja gak pernah tahu siapa istrimu itu? Berhentilah berhalusinasi, Nak! Umurmu udah tua, sebaiknya terima Nindi sebagai jodoh. Dia cantik, baik dan seorang perawat pula. Pekerjaan kalian saja udah ada chimestrynya, kurang apalagi, coba? Kalian sama-sama berjiwa sosial, mengabdi pada masyarakat,” ujar Bu Ida dengan berapi-api.
Haikal terdiam.
“Kalau kamu menolak untuk dijodohkan, maka Ibu akan membawamu ke Pak Ustad, buat dirukyah!” ancam Bu Ida lagi.
Haikal mengerutkan dahi mendengar ancaman dari ibunya.
Bersambung ....
Istri GaibBab 5 : Izin MenikahHaikal menghentikan motornya di halaman rumah ibunya. Bu Ida langsung turun, lalu memperhatikan wajah masam putra bungusnya yang kini sedang memasukkan motor sang Mbaknya ke garasi.“Masuk dulu, Kal, kita harus bicara lagi!” ujar Bu Ida saat melihat Haikal yang sudah hendak pulang ke rumahnya.“Apalagi, Bu? Masalah perjodohan tadi? Haikal minta waktu untuk memikirkan semaunya!” ujar Haikal sambil membalikkan tubuh.“Ya sudah kalau begitu, jangan lama-lama mikirnya! Entar keburu karatan,” jawab Ibunya dengan bibir mengeriting.Haikal kembali memutar tubuh dan mempercepat langkah menuju jalan raya, kemudian menyebrang menuju rumahnya. Hatinya begitu kesal hari ini.Saat sampai di rumah pun, istrinya belum juga terlihat. Haikal menjadi semakin kesal. Ia langsung masuk ke kamar, melepas jaket kulit juga celana panjangnya. Kemudian menghempaskan diri di tempat tidur.
#Istri_GaibBab 6 : Tidak Gila“Jadi, Adek menyuruh Abang untuk menerima perjodohan itu?” tanya Haikal sambil memegang bahu Maura, ia masih berusaha meyakinkan ucapan dari sang istri.“Iya, Bang, tapi Abang tak boleh mencintai dia. Pernikahan kalian hanya formalitas saja, tapi istri yang Abang sayangi tetap harus Adek.” Maura menatap Haikal dengan tatapan tajam, cahaya merah seakan keluar dari matanya saat mereka berada pandang.“Baiklah, Sayang, Abang akan menuruti semua maumu,” jawab Haikal lembut dengan hati yang mendadak luluh, padahl tadi ia ingin menentang saran dari istrinya itu.Taklama berselang, keduanya mulai bergandengan menuju kamar dan akan kembali memadu cinta seperti malam-malam terdahulu.*******Keesokan harinya. Setelah sarapan seorang diri, Haikal langsung meraih tas kecilnya lalu melangkah menuju pintu samping dan mengeluarkan motor.Setelah memanaskan motor beberapa meni
Istri_GaibBab 7 : Lamaran“Bu, ini atm Haikal, Ibu peganglah! Di situ ada uang tabungan, Ibu uruslah semuanya!” ujar Haikal sambil menyerahkan kartu berwarna merah dengan lambang bank daerah itu.“Jadi, kamu mau Ibu mengurus pernikahan dengan Nindi secepatnya?” Bu Ida kembali mengembangkan senyum.“Iya, lebih cepat lebih bagus, biar Ibu lega dan gak was-was lagi,” jawab Haikal dengan wajah masam.“Ya sudah kalau gitu, minggu depan kita langsung acara lamaran dan bulan depan langsung nikah. Besok Ibu akan mulai berbelanja untuk barang hantaran pas lamaran nanti.” Bu Ida bangkit dari kursinya. “Oh iya, kalau kartu atmnya sama Ibu, terus kamu gimana? Apa masih ada atm yang lain atau gimana?”“Itu atm khusus tabungan saja, beda sama atm gaji,” jawab Haikal sambil mengikuti ibunya yang menuju pintu.“Oke, anak Ibu yang paling baik dan sholeh, terima kasih
#Istri_GaibBab 8 : Restu Dari Istri PertamaSesampainya di depan rumah sang ibu, Haikal bergegas turun dari mobil abang iparnya lalu pamit pulang ke rumah. Ia begitu bimbang dengan Maura, tak mau istrinya yang cantik itu bersedih. Ia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan wanita berambut merah itu."Langsung pulang kamu, Kal? Gak masuk dulu?" tanya Henni menangkap raut cemas di wajah adik bungsunya itu."Haikal langsung pulang, Mbak, semuanya... assalammualaikum," ujar Haikal seraya membalikkan tubuh saat langkahnya telah tiba di depan pagar rumah ibunya.Bu Ida dan Henni hanya saling pandang melihat tingkah Haikal, lalu masuk ke dalam.*******"Sayang, Abang sudah pulang," ujar Haikal saat membuka pintu rumahnya.Pria berjas hitam itu celingukan dan mengedarkan pandangan ke seisi rumah, sambil melangkahkan kaki menuju kamar.Akan tetapi, langkahnya langsung terhenti saat melihat sosok wanita yang s
#Istri_GaibBab 9 : Istri Nyata“Hen, di depan ada si Ella mantan pacar Haikal dulu. Kamu usir gih dia! Sekalian bawa satu lembar surat undangan pernikahan adikmu itu biar wanita tidak tahu diri tak mengira Haikal belum menikah sampai saat ini karena tida bisa move on darinya,” ujar Bu Ida kepada Henni, kakak kedua Haikal.Henni sedikit penasaran dengan perkataan ibunya, lalu menuruti perintahnya. Ia langsung melangkah menuju teras dan mendapati Ella sudah melangkah di halaman hendak pulang.“Ella, ini kotak kue kamu ketinggalan,” teriak Henni sambil menunjuk satu kota kue yang ada di atas meja teras.Ella menoleh dan menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh ke arah Henni dan naik lagi ke teras.“Itu kue buat Mbak Henni dan Ibu,” jawab Ella sambil menatap Henni, senyum tak lupa ia kembangkan.“Oh, makasih deh. Oh iya, mumpung kamu ke sini ... Mbak sekalian mau ngasih kamu surat undangan pe
#Istri_GaibBab 10 : Beda KamarNindi membuka mata dan mencari sosok Haikal yang tadi malam tidur di sampingnya, tapi pria pendiam itu sudah tak terlihat lagi di tempat tidur. Dari arah kamar mandi, terdengar suara gemerecik air, ia langsung tahu kalau sang suami sedang mandi.Beberapa saat kemudian, Haikal sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk yang tergantung di lehernya. Nindi langsung tersenyum ke arahnya.“Selamat pagi, Bang,” sapa Nindi dengan tersenyum hangat, ia bangkit dari tempat tidur.“Iya, pagi juga,” jawab Haikal acuh, pesan Maura selalu terngiang di kepalanya, ia tak boleh bersikap manis kepada wanita yang telah ia nikahi semalam itu.“Nindi mandi dulu, Bang, habis itu kita sarapan sama-sama,” ujar Nindi sambil meraih handuk dari lemari dan melangkah menuju tempat tidur.Haikal mengangguk, lalu duduk di tempat tidur sembari mengusap layar ponsel. Hatinya begitu bimbang akan Maura
#Istri_GaibBab 11 : Pengantin BaruNindi tak mau berdebat, jadi ia menurut saja walau terasa ada yang mengganjal di hati. Dengan masih berusaha tersenyum, ia menghampiri Haikal yang kini membukakan pintu kamar untuknya.“Kamu istirahatlah, Abang masih mau nonton televisi,” ujar Haikal sambil berlalu dari kamar Nindi.Nindi mengangguk, lalu menutup pintu kamar. Diletakkannya tas yang hanya berisi baju tidur, handuk dan mukena. Setelah itu meraih handuk dan mandi, tak lama lagi sudah masuk waktu magrib. Ia akan melaksanakan sholat.Azan magrib sudah terdengar berkumandang, Nindi sudah bersiap memakain mukena. Ia melangkah keluar dari kamar dan bermaksud untuk mengajak sang suami sholat berjamaah.“Bang, Abang di dalam?” Nindi mengetuk pintu kamar yang tadi diakui Haikal sebagai kamarnya itu.“Bang!” panggil Nindi lagi.Haikal melangkah menuju pintu lalu membukanya. Tampaklah seorang wanita ber
#Istri_GaibBab 12 : Ngambek“Bang, jadi kamu akan tidur bersamanya malam ini?” tanya Maura dengan nada sinis dan melepaskan tangannya dari leher Haikal.Dengan tampang masam, Maura melepaskan tangan Haikal dari pinggangnya lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring kemudian menutupi seluruh tubuh dengan selimut.Haikal menghela napas panjang melihat tingkah Maura yang kini sedang merajuk. Padahal baru sehari ia beristri dua, kepala sudah pusing saja.“Sayang, jangan ngambek ah!” Haikal masuk ke dalam selimut Maura dan menggodanya.“Pergilah ke kamar istri baru Abang, keloni dia!” Maura membelakangi sang suami.Haikal menahan senyum melihat tingkah Maura, ia makin gemas saja. Ia mendekatkan tubuh dan memeluknya dari belakang, lalu mencium pundaknya dengan penuh kerinduan.“Sayang, percayalah ... yang Abang cinta itu cuma adek saja. Abang tak mempunyai perasaan apa pun kepada Nin
#Istri_GaibBab 83 (Tamat)“Pa, aku nggak bisa berubah menjadi manusia seutuhnya lagi .... “ ujar Meiry sambil menangis sambil mendekat ke arah papanya yang masih setia menunguinya.“Jadi ... Papa harus gimana, Nak?” Haikal menggenggam tangan putrinya.“Selama tinggal, Pa, jangan lupakan aku ... putrimu .... “ ujar Meiry sambil menyeka cairan merah yang terus berjatuhan dari matanya.“Nggak, Mei, Papa tetap akan membawamu pulang ... ayo!” Haikal mengeluarkan Meiry dari air dan menggendongnya.“Jangan, Pa, wujudku tak sempurna sekarang ... nanti Mama Nindi, Nenek Ida dan Kak Hana akan takut kepadaku ... biarkan aku tetap hidup di sungai, Pa,” bantah Meiry.Haikal tak memperdulikan perkataan putrinya itu, ia langsung memasukkan Meiry ke dalam mobilnya dan segera memacunya menuju arah pulang.Tiba-tiba, rasa sesak juga susah bernapas mulai dirasakan Meiry lagi, ia memegan
#Istri_GaibBab 82 : Sakit“Meiry .... “ Haikal yang ketika masuk ke dalam rumah langsung mendekati kamar Meiry kaget saat melihat putrinya itu basah kuyup.“Papa ... pulang ... Meiry .... “ Meiry memegangi dadanya yang terasa sesak, ia sekana tak bisa keluar dari dalam itu.“Kamu kenapa, Mei?” Haikal mendekat.Meiry segera berlari masuk ke dalam kamar mandi, lalu masuk ke dalam bak dan menenggelamkan dirinya. Kondisinya benar-benar kacau saat ini, padahal ia tak pernah seperti ini sebelumnya. Sekarang baru pukul 20.00 padahal, beda halnya jika sudah pukul 00.00.“Nak, kamu kenapa?” tanya Haikal sambil mengejar Meiry ke kamar mandi.Setelah menyelam beberapa detik, Meiry mengeluarkan kepalanya. Sedangkan Haikal, ia menatap putrinya itu dengan raut cemas.“Meiry ... kamu kenapa, Nak?” tanya Haikal sambil mengelus rambut merah putrinya.“Aku nggak tahu, Pa,
#Istri_GaibBab 81 : BimbangHaikal kembali ke rumahnya setelah mengantar Bu Ida pulang. Ia jadi terus kepikiran akan pembericaraan mereka tadi. Dengan menghela napas berat, ia duduk di sofa ruang tengah lalu memegangi kepalanya dengan segala macam permasalahan. Hana belum sadar dari komanya, tapi kini ia malah resah akan nasib Meiry jika ibunya memanggil Ustaz Bumi.“Ya Tuhan ... bagaimana ini?” gumam Haikal.Haikal menggelengkan kepalanya. Ia tahu, Meiry siluman tapi ia ingin tetap bersamanya dan tak ingin kebersamaan mereka terusik. Sudah cukup ia merelakan berpisah dengan Maura dulu, tapi kini ia tak mau kehilangan darah dagingnya bersama sang istri gaib. Ia sangat berharap Meiry bisa menjadi manusia dan hidup layak, bersamanya.“Papa udah pulang?” Meiry yang baru keluar dari kamarnya, sambil menghampiri sang papa yang terlihat begitu kusut, duduk dengan memegangi kepalanya.“Eh, iya, Nak. Kamu lagi ngapain
#Istri_GaibBab 80 : Dugaan Bu IdaSiluman Buaya Putih menunggui Hana semalaman dan memastikan gadis itu masih hidup. Pagi ini ia sudah bersiap mengantar putri dari Haikal dan Nindi itu ke dasar pantai agar bisa menghirup udara segar dan tak sepertinya yang hanya menghabiskan waktu di dalam air. Andai ia bisa memilih, maka ia ingin terlahir sebagai manusia.Ketika matahari sudah menampakkan sinarnya, siluman buaya putih dengan wujud silumannya mulai membawa tubuh Hana ke permukaan air, ia memasukkan Hana ke dalam mulut panjangnya. Sesampainya di permukaan air, ia celingukan untuk meletakkan tubuh gadis berambut merah itu karena jilbabnya sudah terlepas saat Hana tenggelam waktu itu.“Toloong ... ada buaya!” teriak seseorang dari pinggir pantai saat melihat siluman buaya putih menampakkan kepalanya ke permukaan.“Mana? Ini pantai, Bro, air asin, mana mungkin ada buaya!” sanggah pria lainnya.“Itu ... lihat
Istri GaibBab 79 : TenggelamHaikal dan Nindi sudah kembali ke pinggir pantai, sedangkan Hana dan Meiry masih belum bisa ditemukan. Supir speadboat sudah meminta bantuan kepada teman-temannya untuk membantu mencari, juga sudah menghubungi tim pengawasan pantai guna membuat pengaduan adanya pengunjung pantai yang tenggelam agar bisa dibantu mencari dua penumpang banana boat yang hilang itu.“Bang, semoga kedua putri kita baik-baik saja .... “ Nindi mengusap air matanya yang terus berjautuhan sejak tadi.“Kita berdoa saja, Sayang.” Haikal merangkul bahu Nindi, ia juga sedang bersedih sekarang.Sedangkan di tengah-tengah pantai, beberapa tim masih melakukan pencarian. Tim penyelam juga sudah diturunkan ke dasar pantai untuk mencari dua putri Haikal yang tenggelam.***Meiry yang sudah melempar Hana ke dasar laut, segera berenang ke permukaan. Ia berharap saudara tirinya itu segera mati agar ia bisa hidup tenang d
#Istri_GaibBab 78 : Pantai Pulau DatokMeiry sangat kesal atas ucapan Hana kepadanya tadi, ingin rasanya ia melenyapkan saudara tirinya itu saat ini juga. Andai saja ia bisa, sudah lama ia melakukannya. Kini ia hanya bisa mengamati Hana dan cowok yang membawa kamera itu dari kejauhan saja.Ada rasa iri di hatinya jika ada cowok yang menyukai Hana dan ia takkan membiarkan hal itu terjadi sebab dia tetap harus unggul dibandingkam anak dari pelakor yang telah merebut sanga ayah dari Ibunya.Sedangkan Hana, setelah berpose dengan segala macam gaya, kini ia sedang duduk di sebuah kafe yang berada di dalam lingkup Villa. Ia sedang melihat hasil jepretan cowok yang baru dikenalnya itu.“Bagus banget, Bang, hasil fotonya,” ujar Hana.“Objeknya juga bagus, itu yang paling mendukung,” jawab cowok itu sambil melirik gadis berhijab di sebelahnya.“Hmm ... iya juga sih, hahaa .... “ Hana menutupi mulutnya sambi
#Istri_GaibBab 77 : Liburan[Pa, nanti di villa, aku nggak bisa satu kamar sama Hana soalnya Papa tahu sendirikan perubahanku setiap tengah malam.]Meiry mengirimkan pesan itu kepada Haikal, saat jam istirahat sekolahnya sedangkan papanya ia pastinya sedang berada di kantornya.Haikal menautkan alisnya saat membaca chat dari putri keduanya itu dan ia tak memikirkan sebelumnya akan hal itu. Ia mengusap wajah sambil menghembuskan napas berat, semua itu benar-benar tak ia pertimbangkan, ia hanya memikirkan asyiknya jika bisa liburan bersama.[Maafkan Papa, Mei, Papa lupa akan rahasiamu. Sekali lagi maafkan Papa, Papa hanya memikirkan asyiknya jika bisa pergi liburan bersama kalian dan melupakan tentang keadaanmu.][Iya, Pa, nggak apa-apa.][Iya, nanti Papa akan menyewa Villa yang kamarnya ada tiga. Kamu tenang saja, Nak.][Terima kasih, Meiry sayang Papa. Oh iya, chat kita langsung dihapus, Pa, takutnya ada yang baca. Meiry harap
#Istri_GaibBab 76 : Dugaan Hana“Loh ... Mey, kok udah keluar dari kamar saja, emang kapan datangnya?” Hana menautkan alisnya, menatap saudara angkatnya itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Hmm ... pas aku datang, kamu lagi dapur,” jawab Meiry cuek sambil melangkah menuju dapur.“Hey, aku dari tadi ada di ruang tengah, mengerjakan tugas. Apa kamu masuk rumah dengan cara menembus dinding ... kayak hantu?” Hana menatap tajam Meiry.Meiry melengos kesal melihat tingkah Hana yang selalu mencurigainya itu.“Udah ah, aku mau makan dulu.” Meiry melewati tubuh Hana dan tak lupa menyenggol bahunya dengan lumayan keras sehingga saudara tirinya itu terhuyung ke samping.Meiry melangkah cepat menuju dapur sambil tersenyum sinis, melihat Hana yang mengaduh kesakitan karena ulahnya. Ia bisa bermain lebih kasar lagi jika Hana terus mengusik ketenangannya.Hana menghentakkan kaki kesal dan
Istri GaibPart 75 : Tumbal Kedua“Bang!” Meiry tersenyuum sambil masuk kembali ke ruangan karoke itu lalu duduk di samping Tristan.“Kok lama banget, kirain tertidur di kamar mandi.” Tristan langsung merangkul Meiry dan memeluknya.“Ngantri, Bang, ada yang lama banget di kamar mandinya. Eh, tahunya ada yang pacaran di sana.” Meiry menjauhkan dirinya dari Tristan tapi pacarnya terus saja memepet tubuhnya.“Sayang, sini!” Tristan menarik tangan Meiry dan kembali memeluknya. “Aku mencintaimu, Mey, sangat cinta ... “ bisiknya di telinga sang pacar sambil mendekatkan wajah mereka.Meiry hanya tersenyum, ia senang mendengarnya tapi takkan langsung bisa percaya begitu saja sebelum membuktikannya nanti.“Aku juga mencintaimu, Bang,” jawab Meiry pura-pura, walau ia tak memiliki perasaan itu.Tristan semakin mendekatkan wajah mereka, tangannya menyentuh dagu Meiry.