“Tuan, ini adalah data ambil alih wilayah utara di pesisir pantai.” Sergio memberikan berkas di hadapan Damian.“Apa Jacob sudah mengetahuinya?” tanya Damian seraya membaca laporan tersebut.“Kami tidak menemukan pergerakan yang pasti dari Klan Luther. Meski begitu kita tetap waspada terhadap rencana yang pasti sedang disusun oleh musuh.”Damian mengangguk setuju atas perkataan Sergio. “Waktu itu aku terkena dua luka tembak oleh Jacob, itu karena dia menyerang diwaktu yang tak tepat saja.”“Iya, Tuan. Kami memahami karena saat itu Anda sedang ngidam parah,” jawab Sergio sambil menahan senyuman dan seketika mendapat lirikan tajam dari Damian.Sialnya ucapan Sergio benar. Sejak Karissa menyatakan hamil, semenjak itu pula selama beberapa minggu dia mengalami mual, pusing dan tak nafsu makan. Membuat Damian yang terkenal kuat jadi sedikit lemah.Beruntung, setelah membawa Karissa pulang, rasa mual dan pusing itu seketika hilang.“Oiya, Tuan. Tadi pagi Tuan Hector meminta Anda untuk kembal
Dua pengawal Damian akhirnya menyeret Dokter Darell yang bertanggungjawab atas hasil tes DNA terhadap Aiden.Dokter forensik senior itu dipaksa berlutut di depan Damian yang tengah duduk di kursi kuasanya. Wajahnya sudah tampak ketakutan. Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan matanya memancarkan kepanikan.“T-Tuan Damian, saya berbuat kesalahan apa, Tuan?” tanya dokter itu gemetaran. Dia baru saja kembali ke rumah sakit dan langsung diseret paksa ke ruangan ini tanpa ada yang mau menjelaskan alasannya.Ya, Damian gagal mendapatkan CCTV rumah sakit demi mencari kejanggalan dalam hasil tes DNA, sebab semua rekaman di jam 10 sampai jam 2 siang hilang. Benar-benar bersih tak tersisa. Jadilah, satu-satunya yang bertangungjawab adalah dokter ini.“Apa kamu sudah bosan dengan pekerjaanmu?” tanya Damian terlihat tenang meski aura dinginnya menguar di ruangan.“Tidak, Tuan.”“Lalu ada apa dengan hasil tes DNA ini?”Tatapan Damian turun ke kertas yang ada di meja. Meski dokter itu tidak bis
“Aku sudah melakukan tes DNA lagi,” ucap Damian datar, tepat setelah mobil berhenti di depan pintu utama mansion.“Adakah yang berubah setelah ini?”Pertanyaan Karissa membuat pria itu menoleh hingga keduanya saling menatap. “Tolong, jangan persulit proses perceraian kali. Kau dengar kata dokter, jangan buat ibu hamil banyak pikiran – itu pun kalau kamu peduli terhadap kandunganku.”Karissa hendak bergerak untuk keluar, tapi dia hentikan karena ingat sesuatu.“Satu lagi, kalau kamu bisa mengatakan data tes DNA yang dilakukan di rumah sakitmu sendiri adalah palsu. Aku juga bisa mengatakan hasil itu palsu untuk tes keduamu!” ucap Karissa tajam lalu keluar lebih dulu.Sialan! Pikiran Damian sedang kacau. Kakeknya terus mendesak dia untuk datang ke Italia. Penyakit ibunya yang kumat. Sementara di sini kondisi juga tidak memungkinkan untuk ditinggal. Aiden, Karissa, serta pencarian sosok yang mirip dengannya.Damian membiarkan Martha memapah Karissa menuju lift. Wanita itu diharuskan istir
“Apa kamu mau menikah denganku?”Pertanyaan Damian membuat Karissa membeku. Di atas rooftop universitas pinggiran kota, di saat salju pertama turun, Karissa akhirnya mendengar kalimat itu dari orang yang dia cintai.“Damian?”Situasi seolah acak. Kecelakaan terjadi. Sebuah mobil milik Vincent hilang kendali ketika Damian membawa dengan kecepatan tinggi untuk menjemput Karissa.BLAAM!Kecelakaan hebat terjadi. Mobil menabrak pembatas jembatan lalu jatuh ke sungai.“Karissa, kau membunuhnya!” Bayangan Damian muncul, tapi dengan penampilan yang berbeda.“Kau membunuh Damian. Kalian bersekongkol membuatnya celaka!”Karissa menggeleng ketakutan melihat pria dengan wajah mirip Damian mendekati lalu mencekiknya.“Sekarang rasakan ini! Kamu juga harus mati! Ayahmu harus merasa kehilangan sepertiku! Kamu harus mati!”Sedetik kemudian Karissa ditarik dari mimpi buruknya!”“HHhhhhhhh!”Mata Karissa membuka lebar dengan keringat yang bermunculan. Nafasnya tersenggal-senggal seolah cekikan Damian a
“Panggil Martha,” jawab Damian sembari meletakkan lagi amplop di atas nakas, memunggungi Karissa.Yeah, ibu hamil itu sudah menduga untuk ending dari permintaannya akan seperti ini. Dia seketika mengacungkan jari tengah pada Damian sambil menjulurkan lidah.Merasa ada yang mengejek, Damian pun menoleh ke belakang dan melihat Karissa sedang berjalan keluar dari kamar sambil menggerutu. Langkahnya gontai menuju lift.“Anda perlu bantuan, Nyonya?” tanya salah satu pengawal yang ada di samping lift. Sebab dia tadi sudah melihat majikannya menekan tombol lift, tapi balik lagi ke kamar. Lalu kini keluar lagi dengan ekspresi lebih masam dari sebelumnya.“Harusnya bosmu yang bertanya begitu. Tapi pria itu sungguh tidak peka! Bisa-bisa anak ini akan memanggil ayah pada pria lain!”Mendengar omelan Karissa, pengawal itu seketika melirik temannya kemudian sama-sama menunduk. Tidak berani berkomentar apapun.Ting!Pintu lift terbuka.“Siapa yang mengijinkan anakku memanggil ayah ke pria lain?” Su
“Martha, anjing mana yang makan masakan Damian?”Suara keluhan Karissa ketika berjumpa dengan Martha di depan kamar Aiden, membuat pelayan itu mengernyitkan dahinya.“Tuan memasak?”Karissa mengangguk. “Semalam dia masak Spaghetti. Tapi aku ketiduran.”Martha berpikir sejenak lalu sedikit melebarkan mata begitu ingat sesuatu.“Jadi yang membuat kekacauan di dapur semalam itu benar Tuan Damian?”“Sekacau itu?” Dahi ibu hamil yang sudah segar dan wangi itu berkerut tipis.“Saya kaget melihat keadaan dapur pagi tadi. Ada pelayan yang mengatakan kalau Tuan Damian dan Nyonya masuk ke dapur tengah malam. Dan yang lebih mengejutkan ada sesuatu yang aneh di atas piring.”Bukan ikut kaget, Karissa justru tersenyum penuh harap. “Terus, sekarang sesuatu yang aneh itu di mana?”“Saya letakkan di dalam lemari. Tadinya akan saya buang, tapi saya ingin bertanya dulu pada Anda.”“Itu masakan Damian, Martha!” Karissa menggerakkan tangan pelayannya sambil sedikit berjingkrak. Membuat Martha jadi panik.
Karissa membaca tes DNA terbaru. Hasilnya sesuai dengan apa yang suaminya katakan waktu itu, Aiden bukan anak biologis Damian.“Hidupku sebercanda ini kah? Entah mana yang harus aku percaya.”“Hati Anda lebih percaya yang mana, Nyonya?” tanya Martha yang sejak tadi berdiri di samping Karissa.Wanita dengan dress selutut itu hanya menghela napas sembari meletakkan kertas dan amplop berlogo resmi di kursi kosong sampingnya. Pandangannya kini lurus ke depan, melihat Aiden yang mulai memiliki banyak tenaga untuk berlarian mengejar kelinci di atas rerumputan.Sudah satu minggu Karissa di mansion. Kerjaannya hanya merawat Aiden, merawat diri, juga merawat kelinci-kelinci. Bosan, tentu.Dia sudah mengatakan pada kepala departemen untuk mencabut cutinya. Namun, bukan mendapatkan jadwal praktek lagi, Karissa justru diberi tambahan jadwal merawat Aiden setiap harinya. Yang artinya, Karissa sekarang murni sebagai dokter pribadi yang bekerja langsung di rumah pasien bukan di rumah sakit.“Dia sang
“Akh ....” Karissa terkesiap ketika Damian tiba-tiba meremas kedua sisi panggulnya dengan tangan lebar itu.“Kau sedang cari ayah pengganti bayiku?” tanyanya tajam.Damian tentu ingat gerutuan Karissa malam itu yang sedang mengumpatnya di depan pengawal, mengenai ayah baru untuk anak mereka. Meski Luciano adalah dirinya sendiri, tetap saja Damian tak rela istrinya mengagumi lelaki lain.“I-Ini tangan kamu lepas dulu.” Karissa melepas tangan Damian yang sedang menyentuhnya. Kemudian dia menggeser posisi supaya mereka tidak terlalu dekat.“Aku mana ada selingkuh. A-Aku butuh kontak Luciano karena ada kebutuhan,” cetus Karissa sambil merapikan dress akibat tangan kekar yang baru menyentuhnya.Damian memiringkan kepalanya. Menyorot lekat netra Karissa yang memancarkan keraguan. "Untuk?"Netra Karissa jadi sendu melihat ke arah lain, membayangkan posisi Shiena saat ini. “Ibu Shiena baru saja meninggal.”“Apa hubungannya dengan Luciano?”Pertanyaan Damian merubah tatapan sendu Karissa jadi t
“Apa yang terjadi dengan cucu-cucuku?”Hector yang lebih dulu mendekat saat dokter membuka pintu ruang operasi. Tak langsung menjawab, pria yang masih memakai seragam operasi itu menggeser pandangan pada Luciano.“Bagaimana kondisi istriku?” tanya Luciano.Terdengar tenang, tapi tidak dengan sorotnya yang penuh rasa khawatir.“Nyonya Karissa sempat henti jantung dan pendarahan. Sampai sekarang pasien masih dalam masa kritis. Berdoa saja semoga dia bisa kuat sampai membuka mata untuk melihat serta menggendong anak-anaknya.” Dokter itu kini beralih pada Hector.“Bayi kembar telah lahir. Hanya saja kondisi prematur dan terpapar racun membuat mereka harus mendapat perawatan intensif. Tunggu dokter spesialis anak sedang mengurus semuanya.”***Luciano berdiri membeku di depan dinding kaca transparan. Di dalam ruangan, dua inkubator kecil ditempatkan berdekatan. Sepasang bayi kembar lelaki dan perempuan.Hati Luciano yang biasa keras tak bisa disentuh, kini rasanya hancur dan rapuh melihat
“Tekanan darah pasien makin turun! Percepat anestesi. Jangan sampai dia hilang kesadaran sepenuhnya sebelum kita mulai!”“Obat masuk. Kami pakai dosis rendah untuk menjaga kesadaran terbatas. Periksa saturasi oksigen!”Karissa sudah setengah sadar. Tenaga di tubuhnya entah hilang ke mana. Meski begitu, matanya sayunya masih bisa menangkap siapa saja yang sedang ada di sana.“Luciano ....” Mulut lemah itu masih memanggil suaminya.Tangan yang lemas tak berdaya di sisi tubuhnya masih berharap ada yang datang dan menggenggam hangat.“Di mana suaminya?”Terdengar suara yang mempertanyakan keberadaan Luciano. Pertanyaan yang sama, yang ada di pikiran Karissa.Para tenaga medis terus berupaya melakukan operasi dengan waktu yang menipis. Jangan sampai mereka kehilangan waktu yang bisa membuat ibu dan anak tidak bisa diselamatkan.Perawat menyerahkan alat bedah steril. Pisau pertama menyentuh kulit Karissa, menembus jaringan demi jaringan. Darah mulai keluar, tapi tekanan tetap dikontrol deng
“Di mana Luciano? Apa dia sudah membaca hasil DNA Karissa?” tanya Hector saat tiba di depan ruang ICU.“Tuan sedang ada di ruang dewan, Tuan,” jawab Sergio yang cukup terkejut akan kedatangan pria tua itu.Mood Hector terlihat sedang tidak baik. Rahangnya nampak mengeras dan genggaman di ujung tongkat pun erat.“Anak itu. Bisa-bisanya dia asal melepas kancil dari jeruji besi,” desis Hector menahan kemarahannya.Sergio yang belum paham, dia hanya menatap Hector sambil berpikir.“Kau sudah aku beritahu siapa Karissa sebenarnya supaya kamu bisa lebih waspada. Tapi kamu justru membiarkan Luciano melepas Vincent begitu saja!”Sang asisten terkesiap lalu membungkuk penuh rasa bersalah. “Maaf, Tuan. Saya belum paham penuh konsekuensi kalau sampai Tuan Vincent bebas.”Hector memukul lantai dengan tongkatnya sambil berdecak. Membuat Sergio seketika terjingkat.“Informasi Karissa darah murni Luther sudah disebarluaskan oleh Vincent kepada orang-orang yang masih setia pada keluarga itu! Apa menur
“Tuan, maaf. Ini berkas Anda ditemukan di bawah bantal rawat inap. Pagi tadi petugas kebersihan menitipkannya pada saya.” Sang direktur rumah sakit menyerahkan amplop coklat yang masih tersegel kepada Luciano.Pria itu tidak langsung menerima. Dia lebih dulu menutup pintu dengan hati-hati agar Karissa tidak terganggu tidurnya. Barulah ia mengulurkan tangan menerima amplop tersebut.“Ya.”Saking merasa berkas itu tidak penting, Luciano sampai lupa telah menyimpannya secara asal di ranjang rumah sakit.“Dan—“ Direktur yang tampak memiliki tujuan tertentu, sedikit ragu untuk melanjutkan. “Kejadian di lobi tadi, saya meminta maaf. Saya akan memberikan surat peringatan dua tingkat kepada dokter residen itu.”Pria dengan perut buncit dan bulatnya lalu mundur satu langkah sambil membungkuk. “Kami memohon agar Anda berkenan datang ke ruangan dan menerima permintaan maaf langsung dari kami.”Luciano menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Dia tidak ingin pikirannya terbebani oleh urus
Tamparan itu membuat semua pengawal termasuk Sergio serempak menarik pistol dari pinggang mereka lalu di arahkan ke wanita di sana. Sebelum ada yang terluka, Luciano langsung mengangkat tangannya.“Biarkan!” titahnya tanpa perubahan ekspresi, hanya dingin dan datar.Sementara Shiena, keberanian itu muncul begitu saja ketika amarah atas dendam lamanya pada sosok Luciano meluap. Apalagi ternyata identitas itu dimiliki oleh orang yang selama ini sangat dia hormati dan kagumi.“Jadi kamu adalah serigala penghisap darah berkedok kelinci yang nampak lembut dan manis? Sungguh aku makin membencimu, Luciano!” teriak Shiena hendak menyerang lagi, tapi dua pengawal langsung menakan lengannya.“Shiena, hentikan?” teriak direktur rumah sakit yang baru datang karena mendengar keributan di lobi.“Sekarang aku tau, kenapa ada keanehan di rumah sakit ini. Menerima pasien dengan luka tembak tanpa ada laporan ke kepolisian. Rupanya pemiliknya adalah penjahat itu sendiri!” teriaknya tak peduli.Shiena mer
“Kau bertanya apa hubunganku dengan keluarga Luther? Apa menurutmu aku sehebat itu?” ucap Vincent.Sayangnya sorot tajam Luciano masih menyala ke arahnya. Seolah tak percaya dengan jawaban pria paruh baya ini.“Mereka tidak mungkin bertanya tanpa sebab. Atau –“Luciano memiringkan kepala, lalu mengangkat dagu Vincent dengan satu jarinya.“Karissa adalah kerutunan Luther?” desisnya lirih.Vincent memperhatikan tatapan dari pria yang berdiri menjulang tinggi di depannya. Ada satu detik di mana lidahnya ingin bergerak mengucap semuanya. Ah, tidak. Ini belum saatnya. Kalau Luciano tahu bahwa Karissa adalah satu-satunya penerus darah murni Luther, dan anak yang dikandungnya adalah pewaris sah maka mereka tidak akan pernah aman.“Hahahaha! Maksudmu aku adalah anak dari keluarga itu? Apa kamu gila, Luciano?”Mata itu masih menyipit, meski tangannya sudah menjauh dari dagu Vincent.“Cocokkan saja DNA ku dengan DNA keluarga Luther. Orang seperti kalian pasti menyimpan basis data DNA di rumah sa
“Dok, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Karissa saat dokter memeriksanya pagi ini.Pria dengan jas putih itu tersenyum tipis. “Apa Anda tidak ingat sudah menelan cairan penggugur kandungan?”Dahi Karissa berkerut untuk coba mengingat. Kemudian menggeleng pelan saat dia merasa tidak melakukan hal segila itu.“Tidak perlu Anda pikirkan lagi. Anda tolong kendalikan diri, jangan stress dan makan dengan baik,” ucap dokter dengan tenang.Karissa diam, membiarkan dokter melakukan tugasnya. Dalam hatinya berpikir, apa mungkin Damian asli? Ingin bertanya pada Luciano, tapi dari kemarin pria itu selalu mengalihkan pembicaraan ketika dia bertanya banyak hal.“Tuan Damian sangat mencintai Anda. Hari itu, dia memilih menyelamatkan Anda karena situasinya darurat.”“Lalu, apa sekarang masih darurat?”Sang dokter diam sejenak untuk fokus menyuntikkan cairan melalui selang infus. Karissa yang merasakan sedikit reaksi di perut pun mendesis sambil mengusap perutnya.“Plasenta yang sudah terkena zat be
“Apa kali ini terasa manis?” bisik Luciano tepat di bibir Karissa yang baru saja dia cium dengan dalih menyuapi.Dan sialnya Karissa seperti terhipnotis. Dia mengangguk tipis dan kaku tanpa melepas tatapannya dari iris mata hitam sang suami.Senyuman smirk Luciano ukir tipis di sudut bibirnya. Tak mau membuang kesempatan yang selalu dia ciptakan sendiri, pria itu menggigit lagi biskuit dan kembali memasukkan ke mulut Karissa secara langsung.Tak ada penolakan. Wanita itu justru meremas selimutnya erat dan menerima dengan baik. Biskuit itu langsung remuk saat lidah mereka membelit bercampur dengan air liur yang tak lagi pahit, tapi sangat manit dan, panas!“Luciano, apa aku gila?” bisik Karissa dalam hati saat menikmati cara suaminya menyuapi. “Semua dalam dirinya kenapa selalu membuatku bertekuk lutut. Harusnya aku membencinya. Harusnya aku tak mau bersentuhan dengannya. Dia sudah menipuku habis-habisan dengan identitas palsu. Tapi –““Emhh ....” Karissa justru reflek melenguh ringan s
Langkah kaki Luciano terhenti saat mendapati Hector sudah berdiri di ujung lorong, berjalan ringan bersama tongkat kebesarannya. Pria tua itu seperti biasa, mengenakan mantel panjang dan tatapan yang selalu mengundang curiga. Seolah kematian bisa muncul dari balik senyumnya yang sopan.“Aku dengar, kamu sudah coba mengurus pemindahan nama,” ucap Hector saat mereka sama-sama berdiri berhadapan.“Hm,” jawab Luciano singkat.“Ya, seharusnya sejak dulu kamu memakai nama aslimu. Jadi tidak repot begini.”Luciano menarik napas dalam-dalam, menahan emosi yang mulai menghangat. Dia ingat, dulu Hector adalah orang yang pertama kali memberi ide supaya dia memakai identitas Damian untuk balas dendam pada Karissa. Bisa-bisanya sekarang berkata begitu.“Aku harus ke kantor. Jangan coba sentuh istriku. Atau opa benar-benar kehilangan bayi yang kau inginkan,” ucap Luciano dingin, menahan gejolak amarahnya.Hector mengangguk ringan, tak terguncang sedikit pun. “Aku tahu caraku menempatkan diri, Lucia