[Ibumu sudah pingsan 3x di atas makam suaminya. Cepat datang, dia terus memanggil nama anak-anaknya.]Pesan dari Hector membuat Damian terdiam sesaat, mengabaikan rengekan Aiden yang belum mau makan walaupun pengasuh membujuk. Dia hampir saja lupa kalau hari ini adalah hari peringatan ke-lima tahun kematian ayahnya. Biasanya Damian akan ke italy sedari kemarin sebelum ibunya merasa sedih. Namun, sekarang untuk meninggalkan Karissa rasanya tidak se-enteng itu.“Aku mau mommy! Aku mau makan sama mommy!” teriaknya.Selain teriakan, suara sendok dilempar membuat Damian mengangkat pandangannya.“Aiden!” tegasnya tak suka dengan keributan ini.Pria kecil itu memang diam, tapi kini Aiden justru menahan tangisannya dengan menunduk takut.Damian menarik napasnya kemudian meletakkan ponsel di meja. "Dimakan, Aiden. Itu makanan kesukaanmu kan?" Dia mencoba menaikkan tingkat kesabarannya.Menggeleng pelan, Aiden tetap menunduk. Dia terisak lalu mengusap mata dengan punggung tangan kecilnya.Berula
“Tuan, sebentar lagi pesawat landing,” lapor pramugari di pesawat jet pribadi milik Damian.Dua jam perjalanan udara, membawa seorang lelaki bertubuh tinggi atletis akhirnya menginjakkan kaki di tanah Italia, tanah kelahirannya. Hanya 20 menit dari bandara, mobil itu akhirnya memasuki gerbang mansion yang menjulang tinggi dan kokoh. Bangunan ini jauh lebih besar dibanding mansion milik Damian di Inggris. Penjagaan juga lebih ketat dengan anak buah di mana-mana.Salah seorang anak buah langsung membukakan pintu mobil, barulah deretan pengawal lain membungkuk serentak.Langkah besar Damian mulai memasuki ruang demi ruang dalam mansion ini yang sengaja didesain klasik dengan sentuhan warna gelap di tiap sudutnya.Begitu mata elangnya menangkap satu spot ruang dengan hiasan kepala serigala hitam yang bertengger kokoh di sana, Damian seketika menghentikan langkah kakinya.“Di mana mama?” tanya Damian pada tiga orang pelayan yang baru membungkuk padanya."Nyonya Besar sudah menunggu di belak
“Jangan pernah berpikir kamu lemah karena penyakit genetik dan merasa tersingkirkan sebab opa pernah menghukummu ke tempat pengasingan. Kami semua sayang padamu, Damian."Rosetta menjeda sejenak untuk mengurus sayuran yang sedang dia potong. Baru kemudian melanjutkan ceritanya. "Dan apa kamu ingat, Nak. Dulu papamu dan —""Sebenarnya apa yang kamu bicarakan?" Hector tiba-tiba datang, memotong cerocosan Rosetta yang belum selesai.Rosetta mengangkat pandangannya, menatap sang ayah dengan kening menyerngit. "Aku hanya sedang bernostalgia dengan putraku. Kenapa? Ada yang salah? Apa aku tidak boleh mengingat momen bahagia bersama Damian-ku?"Membuang napas dengan kasar, Hector menghampiri kursi kosong di sebelah Damian. "Kamu ini selalu membicarakan Damian. Tidak ingatkah kamu kalau ada putramu yang lain? Bagaimana kalau mereka mendengar ceritamu tadi yang terlalu berpihak pada satu anak saja?"Berdecak pelan, Rosetta kini memandang sang ayah dengan berkacak pinggang. "Ya karena yang di d
“Damian ke rumah sakit siang tadi?” beo Karissa ketika seorang petugas laboratorium berbisik padanya.“Emh, aku tidak melihat langsung. Tapi Dokter Forensik yang mengurus. Aku melihat data masuk di ruangan.” Petugas wanita itu melihat ke kanan kiri, sengaja supaya tak ada yang mendengar.“Tuan Damian coba melakukan tes DNA, mencocokkan dengan DNA milik Aiden. Apa itu artinya gosip itu benar kalau Tuan Damian dan asistennya ada hubungan? Aku mengatakan ini karena sekarang kamu yang dekat dengannya sebagai dokter khusus Aiden.”Karissa tak terkejut dengan pemikiran petugas itu. Dia hanya bingung, bagaimana bisa Damian ke rumah sakit siang tadi, sebab suaminya sudah pamit pergi sejak pagi. Apa mungkin kepergian ke Italia ditunda? Atau memang Damian berbohong, sebenarnya tidak ada urusan ke Italia?“Ah, sudahlah! Kamu ini tidak pandai mengambil kesempatan. Pasti di mansion Tuan Damian kamu tidak pernah meneliti soal hubungan mereka ya?” kesal petugas wanita itu sebab Karissa justru diam m
Jantung Karissa rasanya berdegup kencang menatap punggung lebar di hadapannya. Sementara tangannya masih menahan tangan pria tak dikenal itu.“K-Kamu memberikan pesananmu. Jadi –“ Karissa sedikit tercekat ketika punggung tangannya di ditarik lembut oleh telapak dingin itu supaya cengkeramannya terlepas.Belum sempat Karissa bereaksi, orang itu sudah berjalan cepat.“Hei!”“Nyonya!”Tony buru-buru turun dari mobil berjalan cepat menghampiri Karissa yang nyaris berlari. “Ada apa, Nyonya?”Karissa hanya menatap bingung ke arah pria tadi pergi. “Aku seperti melihat Damian,” jawabnya.Dahi Tony berkerut melihat ke trotoar di depan sana yang sudah sepi.“Anda merindukan Tuan Damian?” tebak Tony. “Barusan saya mendapat kabar kalau Tuan Damian sudah sampai di bandara. Beliau ingin Nyonya Karissa sudah lebih dulu tiba di mansion.”Seolah tak mendengar perkataan Tony, sebab Karissa masih sibuk memikirkan pria tadi. Dia justru mengangkat bungkusan di tangannya. “Ada orang memberikan ini padaku.”
“Ahh ... kamu bisa lembut sedikit menyentuhnya?” Damian memejamkan matanya dengan nada lemah.Karissa hanya bisa menggigit bibir bawahnya, menuruti keinginan suaminya yang sudah tanpa piama. Padahal dia sudah mengantuk dan lelah.“Apa kamu bisa pindah ke samping? Posisinya aneh,” protes Karissa.Jadi, tadi setelah Karissa mengoles salep ke bagian kaki dada dan tangan. Terakhir dia mengoles bagian punggung.Dia memang bersandar di headboard, tapi yang menurutnya aneh adalah posisi Damian. Pria itu tengkurap di atas ranjang dengan posisi horisontal. Kemudian menjadikan paha Karissa sebagai bantal, dengan wajah menghadap ke perut istrinya yang mulai nampak buncit.“Kamu itu alergi apa, Damian? Seumur-umur aku tak pernah melihatmu alergi begini.” Antara kesal dan kasihan.“Oiya, tadi kamu ke rumah sakit siang? Bukannya kamu pergi ke Italia ya? Atau petugas tadi salah info mungkin ya?”“Aku tidak ke rumah sakit.”Karissa menghela napas panjang. “Terserah juga kamu betulan ke Italia atau ti
“Tuan, ini adalah data ambil alih wilayah utara di pesisir pantai.” Sergio memberikan berkas di hadapan Damian.“Apa Jacob sudah mengetahuinya?” tanya Damian seraya membaca laporan tersebut.“Kami tidak menemukan pergerakan yang pasti dari Klan Luther. Meski begitu kita tetap waspada terhadap rencana yang pasti sedang disusun oleh musuh.”Damian mengangguk setuju atas perkataan Sergio. “Waktu itu aku terkena dua luka tembak oleh Jacob, itu karena dia menyerang diwaktu yang tak tepat saja.”“Iya, Tuan. Kami memahami karena saat itu Anda sedang ngidam parah,” jawab Sergio sambil menahan senyuman dan seketika mendapat lirikan tajam dari Damian.Sialnya ucapan Sergio benar. Sejak Karissa menyatakan hamil, semenjak itu pula selama beberapa minggu dia mengalami mual, pusing dan tak nafsu makan. Membuat Damian yang terkenal kuat jadi sedikit lemah.Beruntung, setelah membawa Karissa pulang, rasa mual dan pusing itu seketika hilang.“Oiya, Tuan. Tadi pagi Tuan Hector meminta Anda untuk kembal
Dua pengawal Damian akhirnya menyeret Dokter Darell yang bertanggungjawab atas hasil tes DNA terhadap Aiden.Dokter forensik senior itu dipaksa berlutut di depan Damian yang tengah duduk di kursi kuasanya. Wajahnya sudah tampak ketakutan. Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan matanya memancarkan kepanikan.“T-Tuan Damian, saya berbuat kesalahan apa, Tuan?” tanya dokter itu gemetaran. Dia baru saja kembali ke rumah sakit dan langsung diseret paksa ke ruangan ini tanpa ada yang mau menjelaskan alasannya.Ya, Damian gagal mendapatkan CCTV rumah sakit demi mencari kejanggalan dalam hasil tes DNA, sebab semua rekaman di jam 10 sampai jam 2 siang hilang. Benar-benar bersih tak tersisa. Jadilah, satu-satunya yang bertangungjawab adalah dokter ini.“Apa kamu sudah bosan dengan pekerjaanmu?” tanya Damian terlihat tenang meski aura dinginnya menguar di ruangan.“Tidak, Tuan.”“Lalu ada apa dengan hasil tes DNA ini?”Tatapan Damian turun ke kertas yang ada di meja. Meski dokter itu tidak bis
“Apa yang terjadi dengan cucu-cucuku?”Hector yang lebih dulu mendekat saat dokter membuka pintu ruang operasi. Tak langsung menjawab, pria yang masih memakai seragam operasi itu menggeser pandangan pada Luciano.“Bagaimana kondisi istriku?” tanya Luciano.Terdengar tenang, tapi tidak dengan sorotnya yang penuh rasa khawatir.“Nyonya Karissa sempat henti jantung dan pendarahan. Sampai sekarang pasien masih dalam masa kritis. Berdoa saja semoga dia bisa kuat sampai membuka mata untuk melihat serta menggendong anak-anaknya.” Dokter itu kini beralih pada Hector.“Bayi kembar telah lahir. Hanya saja kondisi prematur dan terpapar racun membuat mereka harus mendapat perawatan intensif. Tunggu dokter spesialis anak sedang mengurus semuanya.”***Luciano berdiri membeku di depan dinding kaca transparan. Di dalam ruangan, dua inkubator kecil ditempatkan berdekatan. Sepasang bayi kembar lelaki dan perempuan.Hati Luciano yang biasa keras tak bisa disentuh, kini rasanya hancur dan rapuh melihat
“Tekanan darah pasien makin turun! Percepat anestesi. Jangan sampai dia hilang kesadaran sepenuhnya sebelum kita mulai!”“Obat masuk. Kami pakai dosis rendah untuk menjaga kesadaran terbatas. Periksa saturasi oksigen!”Karissa sudah setengah sadar. Tenaga di tubuhnya entah hilang ke mana. Meski begitu, matanya sayunya masih bisa menangkap siapa saja yang sedang ada di sana.“Luciano ....” Mulut lemah itu masih memanggil suaminya.Tangan yang lemas tak berdaya di sisi tubuhnya masih berharap ada yang datang dan menggenggam hangat.“Di mana suaminya?”Terdengar suara yang mempertanyakan keberadaan Luciano. Pertanyaan yang sama, yang ada di pikiran Karissa.Para tenaga medis terus berupaya melakukan operasi dengan waktu yang menipis. Jangan sampai mereka kehilangan waktu yang bisa membuat ibu dan anak tidak bisa diselamatkan.Perawat menyerahkan alat bedah steril. Pisau pertama menyentuh kulit Karissa, menembus jaringan demi jaringan. Darah mulai keluar, tapi tekanan tetap dikontrol deng
“Di mana Luciano? Apa dia sudah membaca hasil DNA Karissa?” tanya Hector saat tiba di depan ruang ICU.“Tuan sedang ada di ruang dewan, Tuan,” jawab Sergio yang cukup terkejut akan kedatangan pria tua itu.Mood Hector terlihat sedang tidak baik. Rahangnya nampak mengeras dan genggaman di ujung tongkat pun erat.“Anak itu. Bisa-bisanya dia asal melepas kancil dari jeruji besi,” desis Hector menahan kemarahannya.Sergio yang belum paham, dia hanya menatap Hector sambil berpikir.“Kau sudah aku beritahu siapa Karissa sebenarnya supaya kamu bisa lebih waspada. Tapi kamu justru membiarkan Luciano melepas Vincent begitu saja!”Sang asisten terkesiap lalu membungkuk penuh rasa bersalah. “Maaf, Tuan. Saya belum paham penuh konsekuensi kalau sampai Tuan Vincent bebas.”Hector memukul lantai dengan tongkatnya sambil berdecak. Membuat Sergio seketika terjingkat.“Informasi Karissa darah murni Luther sudah disebarluaskan oleh Vincent kepada orang-orang yang masih setia pada keluarga itu! Apa menur
“Tuan, maaf. Ini berkas Anda ditemukan di bawah bantal rawat inap. Pagi tadi petugas kebersihan menitipkannya pada saya.” Sang direktur rumah sakit menyerahkan amplop coklat yang masih tersegel kepada Luciano.Pria itu tidak langsung menerima. Dia lebih dulu menutup pintu dengan hati-hati agar Karissa tidak terganggu tidurnya. Barulah ia mengulurkan tangan menerima amplop tersebut.“Ya.”Saking merasa berkas itu tidak penting, Luciano sampai lupa telah menyimpannya secara asal di ranjang rumah sakit.“Dan—“ Direktur yang tampak memiliki tujuan tertentu, sedikit ragu untuk melanjutkan. “Kejadian di lobi tadi, saya meminta maaf. Saya akan memberikan surat peringatan dua tingkat kepada dokter residen itu.”Pria dengan perut buncit dan bulatnya lalu mundur satu langkah sambil membungkuk. “Kami memohon agar Anda berkenan datang ke ruangan dan menerima permintaan maaf langsung dari kami.”Luciano menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Dia tidak ingin pikirannya terbebani oleh urus
Tamparan itu membuat semua pengawal termasuk Sergio serempak menarik pistol dari pinggang mereka lalu di arahkan ke wanita di sana. Sebelum ada yang terluka, Luciano langsung mengangkat tangannya.“Biarkan!” titahnya tanpa perubahan ekspresi, hanya dingin dan datar.Sementara Shiena, keberanian itu muncul begitu saja ketika amarah atas dendam lamanya pada sosok Luciano meluap. Apalagi ternyata identitas itu dimiliki oleh orang yang selama ini sangat dia hormati dan kagumi.“Jadi kamu adalah serigala penghisap darah berkedok kelinci yang nampak lembut dan manis? Sungguh aku makin membencimu, Luciano!” teriak Shiena hendak menyerang lagi, tapi dua pengawal langsung menakan lengannya.“Shiena, hentikan?” teriak direktur rumah sakit yang baru datang karena mendengar keributan di lobi.“Sekarang aku tau, kenapa ada keanehan di rumah sakit ini. Menerima pasien dengan luka tembak tanpa ada laporan ke kepolisian. Rupanya pemiliknya adalah penjahat itu sendiri!” teriaknya tak peduli.Shiena mer
“Kau bertanya apa hubunganku dengan keluarga Luther? Apa menurutmu aku sehebat itu?” ucap Vincent.Sayangnya sorot tajam Luciano masih menyala ke arahnya. Seolah tak percaya dengan jawaban pria paruh baya ini.“Mereka tidak mungkin bertanya tanpa sebab. Atau –“Luciano memiringkan kepala, lalu mengangkat dagu Vincent dengan satu jarinya.“Karissa adalah kerutunan Luther?” desisnya lirih.Vincent memperhatikan tatapan dari pria yang berdiri menjulang tinggi di depannya. Ada satu detik di mana lidahnya ingin bergerak mengucap semuanya. Ah, tidak. Ini belum saatnya. Kalau Luciano tahu bahwa Karissa adalah satu-satunya penerus darah murni Luther, dan anak yang dikandungnya adalah pewaris sah maka mereka tidak akan pernah aman.“Hahahaha! Maksudmu aku adalah anak dari keluarga itu? Apa kamu gila, Luciano?”Mata itu masih menyipit, meski tangannya sudah menjauh dari dagu Vincent.“Cocokkan saja DNA ku dengan DNA keluarga Luther. Orang seperti kalian pasti menyimpan basis data DNA di rumah sa
“Dok, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Karissa saat dokter memeriksanya pagi ini.Pria dengan jas putih itu tersenyum tipis. “Apa Anda tidak ingat sudah menelan cairan penggugur kandungan?”Dahi Karissa berkerut untuk coba mengingat. Kemudian menggeleng pelan saat dia merasa tidak melakukan hal segila itu.“Tidak perlu Anda pikirkan lagi. Anda tolong kendalikan diri, jangan stress dan makan dengan baik,” ucap dokter dengan tenang.Karissa diam, membiarkan dokter melakukan tugasnya. Dalam hatinya berpikir, apa mungkin Damian asli? Ingin bertanya pada Luciano, tapi dari kemarin pria itu selalu mengalihkan pembicaraan ketika dia bertanya banyak hal.“Tuan Damian sangat mencintai Anda. Hari itu, dia memilih menyelamatkan Anda karena situasinya darurat.”“Lalu, apa sekarang masih darurat?”Sang dokter diam sejenak untuk fokus menyuntikkan cairan melalui selang infus. Karissa yang merasakan sedikit reaksi di perut pun mendesis sambil mengusap perutnya.“Plasenta yang sudah terkena zat be
“Apa kali ini terasa manis?” bisik Luciano tepat di bibir Karissa yang baru saja dia cium dengan dalih menyuapi.Dan sialnya Karissa seperti terhipnotis. Dia mengangguk tipis dan kaku tanpa melepas tatapannya dari iris mata hitam sang suami.Senyuman smirk Luciano ukir tipis di sudut bibirnya. Tak mau membuang kesempatan yang selalu dia ciptakan sendiri, pria itu menggigit lagi biskuit dan kembali memasukkan ke mulut Karissa secara langsung.Tak ada penolakan. Wanita itu justru meremas selimutnya erat dan menerima dengan baik. Biskuit itu langsung remuk saat lidah mereka membelit bercampur dengan air liur yang tak lagi pahit, tapi sangat manit dan, panas!“Luciano, apa aku gila?” bisik Karissa dalam hati saat menikmati cara suaminya menyuapi. “Semua dalam dirinya kenapa selalu membuatku bertekuk lutut. Harusnya aku membencinya. Harusnya aku tak mau bersentuhan dengannya. Dia sudah menipuku habis-habisan dengan identitas palsu. Tapi –““Emhh ....” Karissa justru reflek melenguh ringan s
Langkah kaki Luciano terhenti saat mendapati Hector sudah berdiri di ujung lorong, berjalan ringan bersama tongkat kebesarannya. Pria tua itu seperti biasa, mengenakan mantel panjang dan tatapan yang selalu mengundang curiga. Seolah kematian bisa muncul dari balik senyumnya yang sopan.“Aku dengar, kamu sudah coba mengurus pemindahan nama,” ucap Hector saat mereka sama-sama berdiri berhadapan.“Hm,” jawab Luciano singkat.“Ya, seharusnya sejak dulu kamu memakai nama aslimu. Jadi tidak repot begini.”Luciano menarik napas dalam-dalam, menahan emosi yang mulai menghangat. Dia ingat, dulu Hector adalah orang yang pertama kali memberi ide supaya dia memakai identitas Damian untuk balas dendam pada Karissa. Bisa-bisanya sekarang berkata begitu.“Aku harus ke kantor. Jangan coba sentuh istriku. Atau opa benar-benar kehilangan bayi yang kau inginkan,” ucap Luciano dingin, menahan gejolak amarahnya.Hector mengangguk ringan, tak terguncang sedikit pun. “Aku tahu caraku menempatkan diri, Lucia