Lee tidak mengejar Charlene. Ia berbalik dengan tatapan membunuh dan langsung melayangkan tinjunya ke wajah tampan Axel. Bukkkk! "Akkkkkkkh!" teriak wanita selingkuhan Axel sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan.Axel mengarahkan wajahnya yang terempas ke samping kembali ke Lee. Ia lalu mengusap sudut bibirnya yang terasa perih. Ada darah di sana.Wajar saja, karena pukulan Lee sangat keras. "Pukulan itu hanya peringatan awal. Jika kau berani menyakiti Charlene lagi, aku akan melakukan lebih dari ini.""Heuh, jangan bertingkah seakan kau paling peduli dengan Charlene. Bukankah ini yang kau inginkan?"Lee hanya melayangkan tatapan tajam sebagai balasan. Ia tidak punya waktu untuk berdebat lebih panjang dengan Axel karena harus segera mengejar Charlene sebelum kehilangan jejak gadis itu. Lee kemudian meninggalkan Axel bersama dengan wanita selingkuhan pria itu. Si wanita mendekati Axel dan memindai wajah pria itu dengan serius. Selain luka berdarah pada sudut bibir pria itu, p
"Hei! Hei! Hentikan." Beberapa kali Lee gagal menangkap tangan Charlene untuk menghentikan pukulan gadis itu, sebelum akhirnya ia berhasil meraih kedua pergelangan tangan Charlene. Keduanya terdiam beberapa saat dengan napas yang memburu. Lee menemukan tatapan penuh amarah dalam sorot mata Charlene. Sementara Charlene sendiri merasa sedikit lega karena telah menemukan tempat untuk melampiaskan amarahnya."Kenapa kau tiba-tiba memukulku seperti itu?" Lee mencoba mencari tahu. Charlene memang sering melawannya, tetapi Lee tahu kalau gadis itu tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan. "Kenapa? Justru aku yang seharusnya bertanya pada Anda, kenapa Anda tega mengatakan pada Axel bahwa kita telah tidur bersama?" Charlene menjeda untuk mengatur napas."Seingatku, aku sudah katakan pada Anda bahwa aku sendiri yang akan memberitahu dia. Aku mempercayai Anda, tetapi Anda mengkhianatiku!" Charlene berkedip dengan cepat untuk mencegah air matanya agar tidak terjatuh.Ia memandang ke arah lain
Baru pertama kali Charlene mendengar lamaran semacam itu. Sama sekali tidak ada sisi romantisnya. Bahkan sangat aneh."Ba-bagaimana mungkin kita menikah?" tanya Charlene. "Kenapa tidak mungkin? Bukankah hari itu kau menolakku karena kau akan menikah dengan Axel? Tetapi sekarang pernikahan itu jelas batal, bukan?" Iya, tetapi-.""Kau lajang. Jadi tidak ada alasan untuk menolakku lagi," potong Lee."Aku belum selesai bicara, Tuan. Aku memang lajang. Tetapi sekarang Andalah yang memiliki hubungan dengan wanita lain. Lagi pula, kenapa Anda bersikeras ingin menikah denganku?" "Sudah aku katakan kalau aku ingin membalas budi." Charlene menjepit bibirnya ke dalam dan meneliti wajah Lee dengan saksama. Sesederhana itukah pernikahan yang Lee tawarkan? "Lalu, bagaimana dengan Nona Frost?" Charlene kembali melontarkan apa yang ada di dalam pikirannya."Memangnya kenapa dengan dia?" Ughh ... Charlene tidak mengerti kenapa Lee menanggapinya dengan begitu tenang, seakan Winter bukanlah masala
"Secepatnya. Bila perlu sekarang juga." Charlene mengerutkan dahinya, menatap dengan tidak percaya kepada Lee. "Anda tidak serius, bukan?" "Kenapa? Apa aku terlihat sedang bercanda?" Lee membalasnya dengan pertanyaan. "Ngg ... maksud Anda, hanya membuat kontraknya saja, bukan? Sedangkan untuk pernikahannya sendiri, belum."Walaupun Charlene sedang sakit hati pada Axel, tetapi bukan berarti ia menjadi seputus asa itu sehingga langsung akan menikah dengan Lee. Oh, sungguh, dia tidak semenyedihkan itu sampai-sampai harus menikah malam itu juga.Selain itu, bukankah justru dirinya yang akan terlihat sebagai terdakwa dalam kasus perselingkuhan ini? Sebab, dia yang terlebih dahulu menikah. Di dunia ini, yang salah bisa jadi benar dan yang benar bisa jadi salah."Tidak, maksudku semuanya." "Memangnya kita akan menikah di mana? Kantor catatan sipil sudah tutup di jam segini," kilah Charlene terlepas dari dirinya yang masih tidak yakin kalau Lee serius dengan ide untuk menikah malam ini.
"Kenapa kau tampak kaget seperti itu? Bukankah tadi aku sudah memgatakan padamu bahwa kita akan menikah secepatnya?" "Ngg ... aku kira Anda tidak serius." Lee melangkah mendekati Charlene sembari menatap lekat gadis itu. "Aku serius, Charlene. Kita akan segera menikah. Aku rasa kali ini ucapanku sudah cukup jelas." Charlene mengangguk. "Iya, aku mengerti, Tuan Montana." "Bagus." "Kalau begitu, aku permisi dulu." Charlene berbalik lagi dan kembali menarik langkah menuju pantry. Lee menyusul dan berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Charlene. Gadis itu spontan menoleh ke arah samping, tempat di mana Lee berada."Aku belum selesai bicara. Kenapa sudah pergi?" protes Lee. " Euh? Maaf, aku pikir tadi sudah tidak ada lagi hal yang ingin Anda katakan." "Justru sebaliknya, masih banyak hal yang harus kita bahas mengenai pernikahan ini. Tetapi kita bisa membicarakannya lagi besok kalau kau merasa lelah." Lee pikir Charlene mungkin perlu waktu untuk menyendiri dan juga beristirahat
"Jadi itu alasanmu?" selidik Lee. "Iya. Lagi pula, untuk apa menghamburkan uang demi sebuah pernikahan palsu?""Aku tidak keberatan dengan hal itu."Charlene meletakkan gelas wine-nya ke atas meja kitchen island. "Jadi aku tidak boleh ikut campur dalam mengambil keputusan mengenai pernikahan KITA?" Charlene menekankan pada kata 'kita'. "Tidak." Lee menenggak habis wine yang ada di dalam gelasnya kemudian meletakkan gelas bertangkai itu ke atas meja juga. "Tentu saja ini keputusan bersama. Aku akan bicara dengan ibuku soal ini." Charlene mengangguk, meskipun ia merasa takjub karena Lee menyetujui permintaannya. Ia lantas menjulurkan tangannya untuk mengambil cangkir berisi teh chamomile yang ia seduh tadi. Mungkin sudah bisa dia minum karena teh itu pasti mulai menghangat.Namun, Lee menangkap tangannya, membuat pergerakan Charlene berhenti. Pria itu berdiri begitu dekat dengannya dan hal itu terjadi begitu saja tanpa ia sadari."Kenapa?" tanya Charlene. Lee lantas melepaskan ceka
Tidak perlu waktu lama bagi Charlene untuk mencerna ucapan Lee sekalipun ia sempat terkejut tadi. Ia kemudian mendorong Lee dan segera melompat turun dari atas kitchen island. "Anda pikir apa yang Anda lakukan sangat lucu?! Anda menghancurkan hubunganku dengan Axel!"Charlene tampak murka. Suaranya bahkan terdengar bergetar. Ia ingin melewati Lee dan kembali ke kamarnya, tetapi pria itu menghalanginya. "Biarkan aku lewat." "Tidak, sampai kita selesai bicara." "Apa lagi yang harus kita bicarakan?!" bentak Charlene yang sudah kehilangan kendali dirinya.Ia mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat hingga kuku-kuku jarinya menancap pada bagian telapak tangannya. Sakit, tetapi tidak sesakit dengan apa yang hatinya rasakan saat ini. Jika saja membunuh bukanlah sebuah dosa, maka ia sudah pasti akan melakukannya sekarang juga."Sebenarnya kesalahan apa yang telah aku lakukan pada Anda sehingga Anda sampai tega membuatku putus dengan Axel?" Suara Charlene kali ini melemah. Wajahnya t
Charlene berdiri di depan pintu kamar Lee dengan perasaan cemas. Entah bagaimana ia harus menghadapi Lee pagi ini setelah tadi malam menginjak kaki pria itu dengan sengaja. Semalam, Charlene sempat berpikir kalau Lee akan mendatangi kamarnya dan memaksanya untuk membuka pintu.Namun, nyatanya Lee tidak melakukan hal itu. Akan tetapi pada pagi ini, ia sudah pasti tidak bisa menghindari Lee lagi. Jadi akhirnya ia menekan tombol bel di pintu kamar Lee. "Masuk." Terdengar suara Lee dari layar di samping pintu. Charlene menekan handle pintu dan dengan perlahan melangkah masuk ke dalam kamar. Ia melewati lorong hingga akhirnya menemukan Lee yang berdiri dengan posisi membelakanginya, sedang mengenakan kemeja.Seakan menyadari kehadiran Charlene, pria itupun berbalik. Charlene bergegas melintasi ruangan untuk membunuh jarak yang ada di antara mereka. Sesekali ia melirik Lee yang tidak sekalipun melepaskan pandangan darinya.Pria itu belum mengancingkan kancing kemejanya sama sekali. Begit