"A-aku ...." Charlene tidak tahu harus menjawab apa. Ini sangat aneh untuknya.Lee terkadang sangat berbeda. Tidak, bukan berbeda. Sikap pria itu memang agak berubah dan Charlene tidak tahu apa yang menyebabkan pria itu menjadi seperti saat ini. "Kenapa kau ingin aku tidur di sini? Jangan bilang kalau kau jatuh cinta padaku." Antara ingin mencari penjelasan sekaligus mencairkan situasi yang terasa begitu canggung baginya saat ini.Mengenai Lee yang jatuh cinta padanya, jelas tidak mungkin. Charlene tidak memiliki jawabannya. Hanya saja memang mustahil jika Lee jatuh cinta padanya. "Apakah berdosa jika aku jatuh cinta padamu?"Deg!Seketika, keyakinannya tadi goyah setelah mendengar apa yang Lee katakan selanjutnya. Tidak! Tidak!Lee mungkin hanya mengerjainya saja. Pria itu pasti sedang bercanda. Setelah itu, seperti biasanya, Lee pasti akan mengeluarkan kata-kata yang mencemooh atau apa pun itu."Tidak. Kau berdosa jika hanya berniat mengejekku," ucap Charlene."Siapa bilang aku se
Lee membuka pintu kamarnya dan menemukan Charlene berdiri di hadapannya. Gadis itu sedang memeluk laptop dan memegang ponselnya. "Ada apa?" tanya Lee. "Nggg ... tidak. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menanyakan apakah kau butuh sesuatu," kilah Charlene. Sejujurnya, bukan itu tujuannya menghampiri kamar Lee. Setelah pembicaraan mereka tadi pagi, malam ini ia berpikir untuk tetap tidur di kamar Lee—sesuai permintaan pria itu. Namun, begitu Lee telah berdiri di hadapannya saat ini, ia justru tidak sanggup mengatakan bahwa ia menerima tawaran pria itu dan mulai malam ini ia akan tidur seranjang dengan Lee."Tidak, aku tidak membutuhkan apa-apa," balas Lee.Charlene mengangguk. "Baiklah, kalau begitu, selamat malam." Charlene memutar tubuhnya 90 derajat, berniat kembali ke kamarnya.Namun, tangan Lee bergerak dengan cepat meraih lengan atas gadis itu. Langkah Charlene pun terhenti."Ada apa? Kau teringat jika membutuhkan sesuatu?" Giliran Charlene yang bertanya."Iya.""Kau lapar? in
"Anda harus bertanggung jawab!" tuntut Charlene setelah menghadang langkah pria yang berdiri di hadapannya saat ini. Pria dengan kaus polo putih itu, menautkan alisnya sembari memindai sekelilingnya dengan tenang. Ia mendapati bahwa suara Charlene yang terdengar lantang, telah berhasil menarik atensi beberapa orang yang berada di lobi Universe Hotel and Apartments tersebut. Tatapan mata Charlene yang nyalang, menunjukkan tidak ada ketakutan dalam diri gadis itu. Namun, napas Charlene seolah berhenti ketika pria itu menatap balik padanya dengan dalam. Ada gelenyar aneh bercampur rasa familiar kala melihat manik pria itu. Di saat yang bersamaan, ia merinding ketika menyadari betapa dingin dan tajam tatapan yang dihunuskan oleh netra pria itu kepadanya. "Ikutlah denganku, Nona," titah pria itu dengan suara beratnya yang dingin, kemudian melewati Charlene. Charlene segera berbalik untuk mengekori langkah panjang pria itu. Begitu mereka tiba di area sebuah ruangan mewah berisi empat bua
"Kembalikan uangku!" tegas Charlene sekali lagi. Charlene bertahan dengan menjepit erat pinggang Lee menggunakan kaki. Sementara tangannya melingkari leher pria itu. Lee merasa tercekik. Ia tidak menyangka jika Charlene memiliki kekuatan yang cukup besar untuk melawannya. Marvin ingin menolong, tetapi ia takut melukai salah satu di antara mereka. Walau bagaimanapun juga, ia tidak tega berbuat kasar terhadap seorang wanita. Sebelum Marvin sempat bertindak, Lee berhasil melepaskan tangan Charlene. Brukkk! "Aw!" Tubuh Charlene terempas ke atas lantai marmer yang dingin. Ia mengusap bokongnya yang terasa sakit. Sebelum Charlene sempat berdiri, Lee kembali bersuara. "Jangan sampai wanita ini muncul di hadapanku lagi!" ujar Lee yang ditujukan pada Marvin, tetapi tatapan matanya tidak lepas dari Charlene. "Dan aku akan memastikan Anda di penjara, Tuan!" seru Charlene sembari berdiri. Netra Lee menyipit dan sedikit berkedut. Charlene membalas tatapan pria itu dengan bergeming. Ia tidak
Tidak mungkin jika kedua temannya itu hendak mencelakai dirinya. Charlene cukup mengenal mereka. Ia yakin bahwa pasti ada penjelasan di balik semua hal ini. "Apa mereka berniat menjebakmu?" Axel seakan bisa membaca pikiran Charlene. Ia mengenal Lucy dan Christine karena pernah beberapa kali bertemu dengan mereka. Charlene menggeleng. "Seperti katamu tadi, sepertinya ini hanya masalah salah paham." "Apa kau sudah menghubungi mereka?" "Tidak. Aku belum menghubungi mereka. Aku tidak ingin membuat mereka cemas, apalagi ini sudah malam." Well, Charlene percaya pada teman-temannya. Ia tidak ingin membuat mereka merasa bersalah karena telah mengakibatkan dirinya kini terkena masalah hukum. Axel mengangguk samar, masih belum melepaskan tangannya dari pipi Charlene. Wajahnya tampak menyimpan beban. "Katakan saja yang sebenarnya," tandas Charlene yang sudah pasrah. Axel menatapnya dengan lembut. "Aku sungguh minta maaf, karena malam ini, kemungkinan besar kau harus berada di sini." Axel
Charlene melangkah memasuki ruang kunjungan. Ia harus menyembunyikan wajahnya yang kesal di hadapan orang yang mengunjunginya. "Kau harus menginap satu malam di penjara," kata Lee tadi malam, sebelum mengakhiri pembicaraan mereka secara sepihak.Jika bukan karena Lee berjanji akan mencabut tuntutannya, tentu Charlene tidak akan mau bersusah payah menyembunyikan rasa jengkelnya pada pria itu. Charlene berjalan ke sisi seberang. Lee mengangkat kepalanya untuk melihat gadis yang sejak tadi malam terus mengusik pikirannya. Lingkaran hitam samar di bawah mata Charlene, cukup untuk menunjukkan bahwa gadis itu tidak tidur dengan nyenyak semalam. Atau bahkan mungkin gadis itu sama sekali tidak bisa tidur? Agh! Kenapa Lee harus peduli dengan hal itu? Bukankah mereka impas karena Charlene juga membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak—meskipun Charlene tidak tahu apa-apa?"Duduklah," titah Lee sembari menggerakkan dagunya ke arah kursi di seberang tempat duduknya. Dengan malas, Charlene men
Axel memarkirkan mobilnya tidak begitu jauh dari pintu utama Universe Hotel and Apartments. Ia tidak bisa berhenti di depan pintu utama karena ada sebuah mobil yang lebih dulu bertengger di sana. "Kau yakin tidak perlu aku temani ke atas?" tanya Axel pada Charlene setelah keduanya turun dari mobil. Charlene menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa sendiri." Keduanya saling melempar senyuman hangat. Pemandangan itu terpindai oleh pemilik mobil di depan, melalui pantulan kaca spion di luar mobil. Ekspresinya yang terlihat tenang, tampak kontras dengan sorot matanya yang dingin. Pria itu bergegas turun tanpa menyuruh asistennya untuk membukakan pintu mobil. Sebenarnya, sewaktu tiba tadi, seperti biasa sang asisten hendak turun untuk membukakan pintu mobil baginya. Namun, pria itu mencegah sang asisten melakukan hal itu setelah tanpa sengaja melihat Charlene di belakang. "Suruh Nona Flynn ke atas sekarang juga," titah pria yang tak lain adalah Lee, pada Marvin. Dari nada bicara Lee,
Charlene sedang membuka situs mesin pencari online, mencari beberapa informasi sebagai bahan tulisan untuk novelnya. Ia memutuskan untuk mengetik di dapur bersih—setelah menyusun semua barang-barangnya yang ia kirim lewat ekspedisi ke penthouse—demi menghindari Lee. Tadinya Charlene berharap Lee membawa teman kencan pulang ke penthouse, sehingga Lee tidak akan membutuhkannya. Namun, Berta mengatakan bahwa Lee tidak pernah terlihat membawa teman wanita pulang. Charlene menghela napas pelan di atas salah satu stool bar yang ada di depan kitchen island. Ia duduk menghadap ke arah kitchen set di dinding hanya dengan penerangan satu lampu. Selebihnya, ruangan yang menyatu dengan ruang santai yang luas itu, tampak gelap. Hanya bercahayakan sinar bulan dan lampu-lampu yang menyala dari bangunan-bangunan luar. Hampir dua jam Charlene mengetik, ketika mendadak ia merasakan hawa dingin menerpanya. Seluruh bulu kuduknya meremang. Gadis itu lantas mengusap tengkuknya. Ia pikir mungkin otot-otot