Halo Readers, Author mau bilang kalau Middle of Nowhere country ini merupakan negara asal sekaligus tempat di mana Charlene dan Lee bermukim. Negara ini merupakan karangan Author semata. Happy reading :)
"Tentu saja tidak," jawab Lee. "Begitu pula denganku, Tuan Montana. Aku tidak akan menjerumuskan diri ke dalam permainan yang jelas-jelas tidak menguntungkan untukku." Lee tidak bisa mengelak lagi, menilik dari jawaban Charlene, gadis itu tampaknya memang tidak hanya sekadar menerka saja."Memangnya kau tahu hadiah dan hukuman apa yang aku maksud?" selidik Lee. "Aku tidak tahu pastinya, tetapi aku pernah menghadapi situasi kurang lebih sama seperti itu." "Apa?" Charlene tidak bisa memberi tahu Lee karena ada Marvin di antara mereka. "Aku tidak bisa mengatakannya." "Kalau begitu, kau gagal meyakinkanku, Nona Flynn," ucap Lee. Tadinya, Lee sempat berpikir jika Charlene akan mendebatnya, setelah apa yang ia katakan barusan. Namun, ternyata Charlene hanya membentangkan senyum di wajahnya. "Dan aku memang tidak sedang berusaha untuk meyakinkan Anda, Tuan Montana. Karena tujuanku adalah menolak tawaran Anda." Jawaban yang cerdas. Lee menyukai keputusan Charlene. Gadis itu menunjukk
"Apa kau menyukai Marvin?" Pertanyaan Lee menarik atensi Charlene, sehingga ia langsung melirik bosnya. "Kenapa Anda bertanya seperti itu?" Lee menghentikan langkahnya, tanpa menatap Charlene. Charlene terpaksa ikut berhenti. Gadis itu masih melihat ke arah Lee karena sedang menanti jawaban pria itu, lantas mengikuti arah pandangan Lee. Air mukanya yang tampak tenang, seketika itu juga tampak terpana. Charlene pernah melihat tempat itu dari video dan foto-foto yang di posting oleh orang-orang. Namun, tampilannya berbeda dengan yang saat ini sedang ia lihat. Tempat itu kosong, tetapi bukan hal itu yang pertama kali menarik atensi Charlene. Ia terpana karena tempat itu dipenuhi oleh lentera-lentera berisi lilin yang menyala. Berjejer dengan indah di atas lantai, meja,meja, dan di sekeliling pagar. Di antara semua meja-meja, tampak sebuah meja tertata dengan apik di tengah-tengah area outdoor itu. Latar pemandangan teluk membuat restoran tersebut tampak semakin estetik. Di kejauhan
"Apa yang sedang kau pikirkan?" selidik Lee ketika berhasil menangkap bayang-bayang senyuman di wajah Charlene, meski saat itu mereka berada dalam kegelapan malam. Namun, cahaya dari lentera membuat Lee bisa melihat wajah Charlene dengan cukup jelas. Alunan musik yang diputar, berhasil menciptakan atmosfer yang menenangkan dan terasa romantis. Sungguh merupakan sebuah makan malam yang sempurna bagi sepasang kekasih. Sayangnya, Charlene dan Lee bukanlah pasangan, apa lagi jika harus bersikap romantis. Keduanya tidak bertengkar saja sudah merupakan sebuah keajaiban. "Tidak ada," dusta Charlene.Ia tidak mungkin memuji Lee karena bosnya pasti akan menjadi besar kepala. Meskipun selama beberapa jam terakhir, sikap Lee jelas sangat berbeda, tetapi Charlene merasa jika dirinya masih harus bertindak dengan hati-hati.Charlene sendiri tidak tahu apakah Lee mempercayai apa yang ia katakan atau tidak. Namun, pria itu tidak menanggapi jawabannya. Lee justru meraih tangkai gelas yang berisi wi
"Hmm ... dia baik." "Hanya itu?" Charlene mengerling ke atas seraya meletakkan jari telunjuk di tengah bibirnya, memikirkan hal apa lagi yang membuat dirinya menyukai Marvin. "Hmm ... orangnya setia." "Setia?" Sebagai jawaban, Charlene mengangguk dengan cepat ke arah Lee. "Maksudmu, kau dan dia menjalin hubungan?" Lee menipiskan matanya. "Eh, bukan seperti itu. Tidak mungkin aku menjalin hubungan asmara dengan Marvin, tepat di saat aku memiliki hubungan dengan pria lain," sungut Charlene yang menatap tanpa tujuan ke arah teluk. "Aku bukan wanita yang suka berselingkuh." Ada penegasan terselubung dalam kalimat terakhir yang Charlene ucapkan. Ia memang enggan mengatakan secara eksplisit bahwa hal ini berkaitan dengan kejadian tadi malam. Namun, Charlene berharap Lee menangkap maksud dari kata-kata yang ia lontarkan. Tidur dengan Lee jelas merupakan sebuah kesalahan yang tidak ia sengaja. Dan bagi Charlene, hal itu tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori berselingkuh karena ia me
Lee menarik salah satu sudut bibirnya ke atas. Senyum yang mengandung keangkuhan. Begitulah pendapat Charlene setiap kali ia melihat senyum itu."Kalau kau tidak ingin mendapat masalah, kusarankan agar kau mengatakan yang sebenarnya." Charlene tetap bungkam. Namun, bukan Lee namanya jika tidak memiliki cara lain untuk membuat Charlene bicara. "Kau dan informanmu tidak akan mendapat masalah jika kau memberitahuku sekarang." Charlene menghela napas, memejamkan mata sebentar, kemudian membukanya lagi. Ia mengerling ke arah teluk sebelum menatap Lee. "Kau benar-benar menjamin jika tidak akan menyulitkan orang yang memberitahuku?" "Apa perlu aku membuat kontraknya sekarang agar kau yakin dengan ucapanku?" sarkas Lee. "Heuh ... salahmu sendiri karena sering tidak menepati janji." Charlene cukup trauma karena Lee sering membohonginya. "Awalnya bilang A, setelah itu berubah jadi B. Seharusnya sebagai seorang pria apa lagi bos besar, yang dipegang adalah kata-katanya," kritik Charlene.
"Eh?" Lee menggerakkan salah satu matanya hingga lebih terbuka, lalu memberi anggukan samar sebagai isyarat agar Charlene menerima ajakannya. "Tetapi aku tidak bisa berdansa," aku Charlene.Lee bisa melihat keraguan melalui tatapan mata gadis itu."Aku akan memandumu," pungkas Lee, meyakinkan Charlene. Charlene memperlihatkan lagi ekspresi ragunya itu dengan menatap tangan Lee, lalu berpindah ke netra pria itu. Beberapa saat kemudian, ia pun memutuskan untuk meletakkan tangannya di atas tangan Lee, kemudian beranjak dari kursinya. Lee lantas menuntun Charlene ke arah pagar pembatas yang menjadi pemisah antara restoran dan teluk.Lee melangkah di depan Charlene dengan tangan yang terjulur ke belakang, menggandeng gadis itu. Pandangan Charlene terpaku pada punggung lebar Lee. Ia seakan terhipnotis karenanya.Tidak bisa Charlene pungkiri, jika bosnya itu memang sangat gagah. Lee lantas menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Charlene tanpa melepaskan genggaman tangannya. Keduan
"Aku sungguh tidak sengaja." Charlene menundukkan kepala sebagai tanda kesungguhan atas permohonan maafnya.Gadis itu lantas kembali menegakkan kepalanya dan menatap Lee. Lee tidak menemukan rasa takut dalam paras Charlene. Yang ia rasakan justru gadis itu mencemaskan kondisinya. Hal itu justru membuat Lee tersenyum lebar. "Tidak apa-apa. Untuk orang yang tidak bisa berdansa, kau sudah cukup lumayan," sanjung Lee.Charlene tersenyum dengan canggung. "Kakimu benar-benar tidak apa-apa?" "Aku tidak apa-apa dan terima kasih karena sudah mencemaskanku." "Eh? Aku hanya bertanya saja. Siapa bilang aku mencemaskanmu?" elak Charlene sembari melemparkan pandangannya ke arah seberang dengan salah tingkah. Beruntung pertunjukan Spectacular di seberang sana belum berakhir, sehingga ia bisa berpura-pura seakan sedang melihat pertunjukkan itu. Walau sebenarnya pertunjukan itu tidak tampak begitu jelas, karena jaraknya terlalu jauh. Yang tertangkap oleh indra penglihatannya hanya cahaya yang berwa
Charlene berdiri mematung, tidak menjawab sapaan dari wanita yang tengah berdiri di hadapannya itu. Charlene tahu jika itu hanyalah pertanyaan basa-basi semata. Mana mungkin wanita itu peduli dengan kabarnya."Apa mendadak kau menjadi bisu?" Nada bicaranya terdengar angkuh dan yang jelas, ucapannya sangat menusuk.Kalau Charlene ingat-ingat lagi, wanita itu memang tidak pernah bersikap baik padanya. Begitu juga dengan saat ini. Charlene yang masih membisu, justru membuat wanita itu memiliki kesempatan untuk meninjau penampilan Charlene.Dari atas sampai ke bawah, lalu ke atas lagi. Wanita itu lantas menarik salah satu sudut bibirnya sehingga tercipta sebuah senyuman yang sangat merendahkan. Ia lantas menarik langkah mendekati Charlene. "Well, jadi sekarang kau menjajakan diri? Apakah uang dari Axel tidak cukup, sehingga kau harus menjual diri?" tuding wanita yang tak lain adalah ibu Axel itu.Mata wanita itu memicing tak suka. "Jangan-jangan dugaanku selama ini memang benar. Kau ter