Bab 10Pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang mengikat kedua anak manusia yang telah memutuskan untuk menghabiskan hidup bersama sehidup semati. Tapi pada kenyataannya, beratnya ujian yang dialami sepasang insan dalam menjalani bahtera rumah tangga membuat keduanya mengambil keputusan untuk berpisah dan hidup dengan keegoisan sendiri tanpa memikirkan berapa banyak hati yang terluka akibat trauma akan perpisahan itu sendiri. Anak anak adalah korbannya. Namun bertahan hidup dalam linangan air mata tentu bukan keputusan yang benar. Setiap orang berhak bahagia, bukan? Mbah Rejo masih betah menggosok batu akik kesukaannya dihadapan cermin tua kesayangannya. Suara derit kursi rotan yang ia duduki seolah tak mampu membuyarkan lamunannya yang telah kemana mana. Sesekali ia merapikan blangko usang yang tengah ia kenakan, mengelus jenggot putih nan panjang kebanggaannya kemudian tersenyum manis. Dahulu, pria tua yang tengah menyandang gelar sebagai dukun palsu itu juga mempunyai keluarg
Terkadang manusia terlalu sibuk mengejar cinta hingga lupa akan cinta penciftanya. Anjani kembali menyimpan dompetnya setelah selesai membayar ongkos taksi yang telah mengantarnya menuju sekolah putranya, Rio. Ia merapikan rambut sejenak, menepuk nepuk wajahnya yang terasa beku akibat dinginnya ac taksi yang baru saja mengantarnya. Dari koridor kelas, Rio terlihat melambaikan tangan pada sang ibu. Anak laki laki berperawakan kurus tinggi itu segara berlari menemui sang ibu yang telah terlambat 20 menit dari bel pulang sekolah. "Ibu masak apa hari ini?" Rio menatap wajah sendu yang ibu. "Ibu gak masak. Hari ini kita makan di luar saja," jawab Anjani seraya menggandeng putranya menuju halte bus di seberang jalan. Seperti biasanya, ada banyak taksi di sekitar situ dan tentu tidak akan menyulitkan Anjani menuju restoran terdekat. "Apa Ayah gak ikut makan dengan kita, Bu?" tanya Rio lagi. Anak itu benar benar merindukan sosok sang ayah yang sudah lama sekali tak menghabiskan waktu be
Entah ini untuk yang keberapa kalinya Anjani harus menelan kenyataan pahit, kenyataan pahit bahwa sang suami benar-benar telah berselingkuh. Bahkan pria yang telah memberinya seorang putra itu melakukannya di depan umum. Di sebuah restoran dimana ia dan putranya ikut menyaksikan sepasang sejoli itu tengah saling menyuapi. "Dasar tidak tahu diri!" gerutu Anjani sembari meremas sendok yang tengah ia pegang. Rio yang masih menatap sosok sang ayah di sudut ruangan hanya bisa mematung terlebih saat sang ibu memberi isyarat agar bocah itu tidak berteriak teriak memanggil ayahnya. "Bu, Ayah sama cewe cantik, tuh!" tegas Rio. Agaknya bocah itu ingin melihat respon sang ibu yang hanya mamatung dengan wajah memerah persis seperti kepiting rebus. "Bu, Rio samperin Ayah, ya?" pinta Rio kemudian. Bocah itu telah dilanda rasa penasaran tatkala menyaksikan sendiri sang ayah tengah menyuapi wanita lain di tempat terbuka seperti itu. "Jangan, Rio. Biarkan saja Ayahmu disana!" ujar Anjani pelan de
Bab 13"Mbah, kenalkan ini Rianti. Dia seorang sekretaris di tempat saya bekerja," Aldo yang baru saja datang selepas isya tadi tanpa basa basi langsung memperkenalkan wanita yang tengah bergelayut manja di sisinya. Wanita cantik dengan balutan dress bewarna moka dengan bagian dada terbuka memperlihatkan dengan jelas tato kupu kupu pada bagian dada sebelah kirinya. Wanita itu terlihat semakin cantik dengan riasan natural serta kalung berliontin hati bewarna merah delima yang semakin menyempurnakan penampilannya. Sepersekian menit sang dukun dibuat terpana akan pesona jelita dihadapannya. Sepasang netra tuanya tak mampu berkedip tatkala dihadapkan dengan barang bening yang sudah lama sekali tak ia jumpai. Aldo yang tengah sibuk menjelaskan prihal kedatangannya mulai dibuat kesal oleh sang dukun yang kini fokus memperhatikan sosok seksi di sampingnya. "Mbah ...," panggil Aldo. Bukannya menjawab, sang dukun malah meletakkan telunjuk tepat pada bibirnya. Mengisyaratkan kepada Aldo
"Boleh saya lihat foto suami kamu?" pinta Mbah Rejo kepada Rianti yang tengah sibuk meremas remas jemarinya yang lentik serta berkuku panjang. Wanita cantik itu lantas mengeluarkan ponsel mahalnya kemudian memencet beberapa angka di layar. Setelah cukup lama menggulir layar, ia menghentikan aktivitasnya kemudian menunjukkan layar ponselnya di hadapan sang dukun. Sang Dukun yang baru saja melihat ponsel modern milik Rianti lantas dibuat takjub akan canggihnya teknologi di jaman sekarang ini. Pria itu mengelus janggut palsunya sembari memperhatikan sebuah foto yang terpampang di layar ponsel. Ia mengamati dengan teliti sosok pria dalam balutan tuxedo hitam itu, terlihat memang bukan sosok pria sembarangan. Usianya memang sudah tidak muda namun postur tubuhnya terlihat gagah meski sebagian rambutnya telah memutih. "Siapa namanya?" tanya Mba Rejo seraya masih terus memperhatikan foto pria yang ada di ponsel Rianti. "Namanya Himawan Aryo Kusumo. Dia adalah pemilik perusahaan tempat d
Anjani menunggu kabar dari sang paman dengan cemas, terlebih hingga malam semakin larut sang suami tak jua pulang ke rumah. Terbesit khawatir di hatinya, rasa takut kalau sang suami mengalami masalah besar di luar sana atau mengalami suatu hal yang tidak mengenakkan. Raut wajah cemas Anjani semakin ketara tatkala jam dinding telah menunjukan pukul 10 malam dan tak ada tanda-tanda bahwa Aldo akan segera pulang. Anjani memang membenci suaminya terlebih dengan semua kejadian yang telah menimpanya tadi siang. Siapa wanita yang tak terluka mendapati sang suami yang telah terang terangan bermesraan dengan wanita yang bukan muhrimnya di depan umum.Anjani kerap kali merasa bagaikan istri yang tak dianggap, tak dihargai dan tak tampak meski selalu ada dalam setiap pandangan suaminya. Mau bagaimana lagi, dahulu Anjani lah yang rela melakukan berbagai cara agar dapat menikah dengan pria pelit itu dan kini Anjani harus menelan pil pahit, kenyataan bahwa pria yang amat dicintainya itu telah men
"Kamu sarapan di sekolah aja ya, ibu udah siapin kotak sarapan di tas," ujar Anjani dengan sedikit terburu buru. Wanita berkulit kuning langsat itu sudah sejak subuh mematut diri di cermin, bersiap siap hendak mengantar putranya ke sekolah lebih awal. Bukan tanpa sebab, sekitar pukul 05:30 pagi, sang paman telah mengirimkan pesan singkat bahwa suaminya, Aldo, telah meninggalkan rumah dengan serta Rianti bersamanya. Tidak jelas kemana mereka hendak pergi, tapi kelihatan dari gerak gerik keduanya tampaknya mereka tidak akan pergi ke kantor melainkan akan menuju kediaman Rianti, untuk tujuan apa lagi jika tidak untuk melanjutkan urusan ranjang semalam. Jantung Anjani berdegub lebih kencang, berpacu dengan waktu dan kecepatan taksi yang tengah ditumpanginya menuju sekolah Rio. "Bu, Kenapa berangkat sekolahnya pagi sekali?" tanya bocah berseragam merah putih itu seraya menatap lekat wajah sang ibu yang tampak fokus menatap jalanan yang mulai ramai. Wanita dengan dress biru muda itu tida
"Dari pada kamu ngoceh, mending kamu bantuin paman jemur karpet. Bagaimanapun juga ini karpet kotor karena perbuatan suami kamu!" Pria berjanggut putih itu mendelik, memelototi keponakannya yang hanya berdiri berkacak pinggang seraya mengoceh tiada henti. "Hei, Anjani!" Untuk kedua kalinya, Mbah Rejo meneriaki keponakannya dari ambang pintu. Pria dengan blanko usang bewarna coklat tua itu menghentikan aktivitas menarik karpet miliknya, mengusap peluh pada pelipis sejenak kemudian merapikan kemeja batik lusuhnya. Deru nafasnya naik turun, kedua lengan tuanya tampak gemetar saat menarik karpet coklat itu. Anjani menoleh sejenak kemudian membuang muka. Tak sudi rasanya jika harus mencuci karpet bekas pergumulan sepasang manusia laknat yang telah mengkhianatinya. "Woi bantuin ini!" Lagi lagi teriakan sang paman harus mengagetkan Anjani. Pria tua yang jago bersilat lidah itu tampak ngos ngosan saat harus menarik karpet tebal miliknya. "Dibuang aja kenapa sih, Paman!" sahut Anjani a