" Suara apa itu, Mbah?" Rianti yang baru hendak menyuap nasi seketika menghentikan aktivitasnya kemudian menoleh ke arah sumber suara. Mbah Rejo menatap arah sumber suara dengan jantung berdebar debar. " Mungkin kucing," sahut Mbah Rejo kemudian.'Apa yang tengah dikerjakan dua orang itu?' batin Mbah Rejo sembari mengunyah sesendok nasi yang terasa amat serat di tenggorokannya. Keseringan berbohong ternyata bisa membuat Pria tua itu kesulitan menelan nasi." Mbah memelihara kucing? Anggora atau Persia, Mbah?" tanya Rianti di sela sela makan malam mereka." Ciliwung, orang nemunya dari kali belakang," sahut Mbah Rejo acuh.Rianti lantas terkekeh, ia menatap Aldo yang sejak tadi hanya diam saja sembari menyantap makan malamnya yang terasa begitu nikmat." Pindangnya enak, sepertinya dulu pernah makan masakan yang seperti ini?" puji Aldo. " Dimana?" tanya Rianti." Hm ... Kalau tidak salah mirip seperti masakan Anjani," balas Aldo. Rianti lantas membuang muka dan enggan membahas lebi
" Sudah Ibu bilang kamu cuma salah lihat!" Anjani menarik lengan putranya dengan cepat memasuki pintu. Sekitar 5 menit yang lalu mereka baru saja tiba di rumah besar itu. " Enggak, Bu. Rio yakin itu ayah!" anak itu menolak apa yang coba sang Ibu yakinkan. Anjani lantas melotot. " Masuk kamar dan tidur!" perintah Anjani kemudian. Jono menarik nafas dalam-dalam kemudian melangkah pergi menuju kamar tidurnya mengikuti perintah Sang Ibu. " Haduh, nyaris saja ketahuan!" lirih Anjani sembari melirik Arloji sejenak. Azan isya' telah berkumandang sekitar 10 menit yang lalu sadang belum ada tanda tanda bahwa sang suami akan pulang ke rumah. Sebuah Klakson motor terdengar cukup nyaring hingga membuat Anjani harus kembali membuka pintu depan untuk memeriksa. Seorang Pria dalam balutan baju hitam tampak bermain kode dengannya. Namun Anjani masih mengisyaratkan untuk menunggu hingga pukul 10 malam. Selain karena suasana akan semakin sepi juga untuk memastikan apakah Aldo akan pulang atau tidak
"Mbah, tolong terawang Istri saya. Akhir-akhir ini dia jadi pendiam dan selalu mengacuhkan saya, hampir setiap pulang kerja, saya tak menjumpai dia di rumah," ujar Aldo dengan sedikit gugup di hadapan pria berjanggut putih yang mengaku sebagai dukun sakti mandraguna di daerah itu. "Hm ..." Dukun itu berdehem seraya mengelus janggut panjangnya. "Berat Pak, ini berat sekali ...," lanjut Dukun itu kemudian. "Kenapa Mbah? Apa yang salah dengan Istri saya?" tanya Aldo gelisah. "Istri sampean dipelet seseorang," ujar sang dukun pendek. "Apa dipelet seseorang? Pria mana yang tertarik dengan wanita kucel seperti dia!" Aldo meraup wajah dengan kasar seraya mengepalkan tangan di atas meja. Pria itu mulai berfikir keras serta mulai mengingat-ingat siapa saja yang berinteraksi dengan sang Istri belakangan ini.Sang dukun menatap pria di hadapannya dengan tatapan tajam, sorot matanya menjelaskan bahwa ada tujuan lain dari setiap ucapannya. "Apa kamu sangat mencintai Istrimu?" tanya dukun itu
Aldo memacu pelan kendaraannya sembari berulang kali mengecek jumlah tabungannya serta mulai menghitung berapa banyak uang yang telah ia keluarkan untuk menyenangkan wanita pujaannya. "Tekor!" ujar Aldo kemudian tatkala teringat amplop coklat berisi uang 20 juta yang harus berpindah tangan begitu saja. Sepulang dari rumah mbah dukun yang katanya sakti sejagat raya itu, Aldo tidak langsung memacu kendaraan mewahnya untuk pulang, ia memilih menuju rumah Sania, wanita idaman lain yang begitu dirindukannya. Sebenarnya Sania tidaklah cantik, remaja cabe cabean dengan rambut pirang sebahu lengkap dengan deretan kawat gigi bewarna biru yang berjajar rapi persis seperti pagar rumah pak lurah, tapi satu hal yang membuat Aldo amat kesemsem dengan Sania ialah Sania memiliki bentuk tubuh yang aduhai, ramping dan menggoda serta goyangannya yang Hot membuat Aldo seketika tidak fokus menyetir lantaran meneguk saliva berkali kali. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, Aldo segera men
Aldo yang tengah sibuk mengotak atik ponselnya di ruang tamu, mulai terganggu dengan suara anjing yang saling bersahutan. Ia bahkan berniat mengecek ke arah sumber suara, tapi niatnya itu segera ia urungkan karena teringat akan keganasan ketiga anjing yang tadi ia temui. Merasa merdengar suara bergaduh, Aldo berdiri sejenak sembari mendekati sumber suara yang tak lain berasal dari dalam kamar Sania.Aldo mendekat perlahan dan menempelkan telinga pada pintu kamar. Di sisi lain, Sania yang tengah berupaya melempari ketiga anjing bertubuh besar itu mulai kehabisan akal lantaran anjing itu tak kunjung pergi. "Sania gimana ini," Jono merengek tak henti henti sehingga Sania harus memutar otak agar Jono bisa segera turun tanpa harus cidera apapun. Aldo yang masih setia menguping dari luar pintu, akhirnya mencoba mengetuk berulang kali. Ia merasa ada yang tidak beres dengan Sania di dalam sana dan satu lagi, gonggongan anjing yang saling bersahutan begitu mengganggu pendengarannya. "Sa
Setiap malam menjadi malam yang panjang bagi Anjani. Ia telah lupa bagaimana bisa tidur dengan nyenyak dengan semua makian yang kerap kali di terimanya dari sang suami. Tubuh ringkihnya kini seolah menjadi bukti bahwa betapa menderitanya ia selama ini. Walaupun demikian, jauh di lubuk hatinya, ia masih berharap suaminya akan berubah. Anjani yang masih sakit hati dengan perbuatan suaminya memutuskan untuk meneruskan rencananya bersama Sang paman, tadinya anjani berfikir bahwa dengan melakukan perawatan serta tampil lebih modis akan membuat suaminya berubah dan mau menganggapnya sebagai istri seperti dulu. Tapi kenyataan kini semakin berbanding terbalik dengan harapannya, suaminya yang dikira akan berubah haluan malah dengan tega memangkas jatah bulanannya bersama Rio yang sebenarnya tidak seberapa. Rio yang tengah mengerjakan PR matematika di samping sang Ibu kini mulai sedikit curi-curi pandang, memperhatikan sosok sang Ibu yang semakin hari semakin murung namun enggan memberitahun
Segelas susu selesai diseduh, Aldo memilih mengantarkannya sendiri menuju kamar Anjani. Tok tok tokSuara ketukan pintu kamar membuat Anjani dan putranya saling berpandangan. Rio yang berfikir bahwa sang Ayah menyusulnya karena ingin memarahinya lagi langsung berlari ke kolong ranjang, bersembunyi. Anjani yang sudah tahu kalau kedatangan suaminya pasti ingin memberikan segelas susu lengkap dengan mantra mantra palsunya, langsung beranjak dan membukakan pintu. "Ada apa, Mas?" tanya Anjani dengan wajah datar. Aldo menatap Sang istri sejenak, kemudian menyuguhkan nampan berisi susu hangat. Anjani dengan ragu meraih nampan itu. "Dihabiskan," ujar Aldo pendek. Anjani tetap memasang wajah datar sampai sang suami berbalik arah meninggalkannya. Wanita dalam balutan dress hitam itu hanya bisa memandangi punggung Sang Suami tanpa bisa menyentuhnya seperti dulu. Setelah kembali menutup pintu kamar, Anjani menatap segelas susu yang ada dihdapannya, meneliti sejenak kemudian meneguknya de
Akting DimulaiSore itu, Aldo selalu terlambat seperti biasanya. Pria itu pulang ke rumah dengan wajah murung, ciri khas wajah pria yang sedang patah hati akibat ulah sang kekasih, Sania. Pria berkemeja navy itu melangkah menyusuri ruang tamu yang sepi dan gelap. Ia berfikir kemana anak dan istrinya, kenapa ruangan justru dibiarkan gelap bahkan lampu di bagian teras malah belum dinyalakan sama sekali. Aldo melirik arloji mahal yang selalu bertengger dengan setia di lengannya. Ia mengusap lembut wajahnya, menyadari bahwa hari ini ia terlalu banyak menghabiskan waktu di kafe sehingga membuatnya selalu lupa waktu. Aldo melangkah gontai memasuki rumah. Suara ketukan sepatunya yang mengkilat menggema memecah kesunyian rumah. "Anjani!"Gema teriakan Aldo seketika memenuhi ruangan. Pria yang masih mengenakan kemeja navy itu menghempaskan bokong sejenak dan kembali mengulang panggilannya. Sampai pada panggilan kedua pun kembali menggema Anjani tak jua muncul, hanya saja lampu kristal d