20 tahun yang lalu..
"Kau hamil?" tanya Alex tak percaya.Alexa yang baru berusia 19 tahun hanya bisa tertunduk takut. Gadis polos itu sangat takut melihat aura dingin suaminya."Ya. Aku sudah mengeceknya berkali-kali, dan semuanya positif," jawabnya pelan."Sialan! Aku dipermainkan oleh perempuan berwajah lugu sepertimu, Alexa."Alex tertawa sinis seraya melayangkan wajah meremehkan pada isteri yang baru ia nikahi satu bulan lalu."Apa maksudmu? Aku-- aku tak mengerti," tanya Alexa yang memberanikan diri untuk menatap wajah suaminya meski hanya sekilas."Jangan mempermainkanku, Perempuan Jalang! Siapa ayah dari bayi laknat itu!"Terasa dihantam ribuan batu besar yang berjatuhan di kepalanya, Alexa hanya bisa ternganga mendengar ucapan kasar suaminya. Selama satu bulan menjadi menantu di keluarga Morgans, meski merasa tak dianggap namun tak sekalipun Alex berkata kasar padanya. Kali ini ia baru mengetahui sisi lain sang suami yang tak hanya dingin dan acuh, Alex juga mampu menghancurkan mental seseorang dengan kata-kata kasarnya."Jawab aku! Siapa ayah dari anak yang kau kandung? Kita hanya melakukan hubungan itu satu kali, dan aku tak sedikitpun mengingatnya karena saat itu aku dalam keadaan mabuk. Apa ayah kandungnya adalah pria yang dulu ingin kau ajak lari bersama?" Wajah Alex semakin mengejek diselingi dengan tawanya yang cukup menggelegar.Seketika Alexa mengingat hari itu, hari dimana kekasihnya, Gilbert Jackson mengingkari janjinya. Perempuan itu meminta sang kekasih untuk menjemputnya di sebuah stasiun kereta bawah tanah. Ia meminta Gill membawanya pergi dan membatalkan pernikahan politik itu. Alexa telah berpacaran selama satu tahun dengan pemuda yang saat itu masih berusaha meraih gelar di fakultas kedokteran. Gill menyetujuinya, namun setelah menunggu hampir dua jam pemuda itu tak kunjung datang. Hingga orang suruhan kakeknya menemukan Alexa dan membawa gadis itu kembali ke rumahnya."Aku harus melakukan test DNA pada janin yang kau kandung untuk membuktikannya--"Tak perlu." Suara Alexa menghentikan ocehan Alex."Anak ini memang bukan anakmu, jadi kau tak perlu repot-repot melakukan test apapun. Apa sekarang kita akan bercerai?" tantang Alexa.Baginya bercerai dengan Alex akan menjadi sebuah jackpot."Kau tak bisa begitu saja lepas dari keluarga Morgans setelah melempar kotoran, Jalang! Kau akan kubuat menderita, Alexa. Kau salah memilih sasaran. Akan kubuat hidupmu bagai di neraka, hingga kau harus meminta ampun dan bersujud di kakiku, Jalang!"Alex membuang kasar wajah sang isteri setelah mencengkram rahang perempuan itu. Meski tak ada rasa cinta diantara mereka, namun harga dirinya terasa diinjak-injak oleh gadis berwajah polos seperti Alexa. Menikahinya hanya agar anak yang dikandung perempuan itu memiliki seorang ayah, bagi Alex itu semua adalah sebuah penghinaan yang kejam.**"Mom.. Mommy, boleh aku masuk?"Laura berteriak di depan pintu kamar ibunya. Meski usianya sudah genap 19 tahun namun tingkah gadis itu masih saja seperti gadis kecil yang sembrono."Masuklah. Pintunya tak dikunci," sahut Alexa dari dalam kamarnya."Mom, papa--"Hei, Gadis Nakal! Kau ini bukan lagi anak kecil, jangan biasakan berteriak seperti itu."Alexa yang masih sibuk memoles wajahnya dengan make up menasehati sang puteri."Mom, dengarkan aku! Papa mengajakku ke pesta nanti malam. Aneh! Biasanya dia tak pernah mengajakku ke pertemuan seperti itu. Apa ada sesuatu?"Alexa menghentikan kegiatan memoles wajahnya, lalu menoleh pada Laura yang berada di atas ranjangnya."Papamu mengajak ke pesta nanti malam?"Laura mengangguk, "baru saja papa memanggiku ke ruang kerjanya," sambung gadis itu."Ada apa? Apa ada sesuatu yang tak aku ketahui?"Di usianya yang telah beranjak dewasa, Laura sudah bisa memahami situasi orang tuanya. Meski sang ibu selalu menampik ketidakharmonisan hubungan antara dirinya dengan sang suami, namun Laura bukanlah gadis bodoh yang percaya begitu saja. Apalagi selama ini ia tak pernah merasa jika Alex menyayanginya. Pria itu selalu bersikap dingin padanya. Dulu, saat ia kecil, Laura belum menyadari keanehan sikap Alex terhadapnya. Pria itu sebisa mungkin menghindar saat Laura mendekatinya, namun perlahan saat gadis itu beranjak remaja dan dewasa, ia bisa dengan jelas merasakan sikap dingin sang ayah."Tidak. Bukankah bagus jika papa mengajakmu ke pesta, Sayang? Kau bisa menggandeng tangannya dan berjalan bersama. Sejak dulu kau selalu ingin berjalan bersama papamu, kan?"Alexa menatap sendu wajah puterinya. Tangan perempuan itu mengelus lembut pipi Laura, satu-satunya orang yang ia berikan cinta setelah beberapa kali perempuan itu merasa dikhianati oleh orang yang ia cintai. Pertama oleh kedua orang tuanya yang meninggal bersamaan saat mereka berlibur, lalu sang kakek yang menjadi pelopor pernikahan politik hingga membuatnya kehilangan kekasih hati dan harus menjalani kehidupan yang penuh dengan sandiwara. Kemudian Gillbert, kekasih yang tak kunjung datang disaat Alexa merasa tak memiliki siapapun untuk menolongnya, dan tentu saja Alex, suami politiknya yang meski tak pernah terbesit rasa cinta sedikit pun di hatinya untuk pria itu, namun sikap Alex yang terus menghujamkan benih luka menambah kekecewaan perempuan itu terhadap cinta."Mom..""Hem?"Laura tiba-tiba menatap balik wajah ibunya. Luka itu masih terlihat jelas meski sang ibu selalu berusaha menyembunyikannya. Laura tak mengetahui, luka apa yang pernah dialami ibunya, namun ia selalu berusaha untuk membalut luka itu dengan senyuman dari bibirnya. Laura tahu, ibunya akan tersenyum saat bersama dengannya, dan akan kembali mengulas wajah datar jika berhadapan dengan sang ayah ataupun neneknya."Apa kau bahagia?""Hem? Kau aneh, Loly. Tentu saja aku bahagia. Aku memiliki puteri cantik dengan manik mata spesial yang tak semua orang miliki, bagaimana aku tak bahagia, hm?""Syukurlah, jika aku membuatmu bahagia."Laura memberi senyum termanis pada ibunya.Hanya dalam hitungan detik setelah Laura keluar dari kamarnya, Alexa melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Alex. Wajahnya tak lagi seceria saat bersama sang puteri.Brakk..."Kau kira aku tak serius dengan ucapanku kemarin, Alex?"***Brakk...Alexa mendorong kasar pintu ruang kerja suaminya."Kau kira aku tak serius dengan ucapanku kemarin, Alex?""Apa-apaan kau datang dengan wajah marah seperti itu?!"Alex menyandarkan punggungnya di kursi putar. Kedua telapak tangannya saling mengait. Pria itu biasanya akan langsung mengamuk jika Alexa berbuat onar, namun setelah pertengkaran mereka kemarin, Alex justeru merasa tertantang dengan sikap frontal dan membangkang isterinya. Selama ini Alexa tak pernah banyak membantah. Perempuan itu lebih sering mengatakan kata 'ya' atau 'tidak' saat berbicara dengan suaminya. Sebisa mungkin Alexa menghindari interaksi antara mereka berdua."Kau tetap ingin mengenalkan Laura pada putera keluarga Tompson? Kau dan ibumu ingin menjodohkan mereka berdua?""Baguslah kalau kau sudah tahu. Aku tak perlu menjelaskannya lagi." Alex berucap santai."Kau memang brengsek, Alex! Sudah kukatakan jangan menyentuh puteriku--"Laura juga puteriku, Alexa. Setidaknya di dalam akte kelahirannya tertulis
Selamat malam, Nyonya Morgans." Sebuah sapaan hangat tercetus dari seorang wanita anggun yang berprofesi sebagai aktris. Diana Clipton menyapa isteri bosnya dengan senyum manis yang tercetus dari bibir sensual wanita itu. Ia adalah seorang aktris senior di bawah naungan rumah produksi milik keluarga Morgans. Usianya dua tahun lebih tua dari Alexa, namun pesonanya masih tampak memukau meski kini usianya telah berkepala empat. Alexa membalas sapaan itu dengan senyum simpul, namun tidak dengan Laura. Gadis muda itu justeru memberi tatapan tajam pada sang aktris. Beberapa kali rumor perselingkuhan ayahnya dengan wanita itu membuat Laura tak memiliki respect positif padanya. Meski rumor yang beredar tak pernah berkelanjutan karena Alex dengan sigap menutup mulut para reporter yang memiliki bukti kebersamaannya dengan Diana, namun Laura bukanlah gadis bodoh yang tak tahu apa-apa. Ia pernah beberapa kali memergoki sang ayah berbicara intens dengan Diana, tentunya tak seperti seorang atasan
Aaaaaaaa...."Byurrrr....Kedua wanita itu jatuh ke kolam, membuat Alex terkejut dan tampak kebingungan harus menolong siapa."Diana.."Alex menyerukan nama kekasihnya saat Diana berusaha berteriak meminta tolong."Apa terjadi sesuatu, Noah?"Laura yang mendengar ayahnya berteriak langsung berlari menuju suara tersebut. Terlihat sang ayah tengah membopong Diana dan menyerahkan wanita itu pada Managernya."Mommy..."Baru saja Laura hendak melompat ke dalam kolam, tangan Noah menariknya."Aku saja yang menolong ibumu," ucap pemuda itu dan langsung melompat ke dalam air.Noah meraih tubuh Alexa yang terlihat lemas. Jika kakinya tak mengalami kram, Alexa bisa dengan mudah naik ke atas. Namun sialnya saat tercebur ke dalam air tiba-tiba kakinya terasa kram dan ia kesulitan untuk berenang."Trimakasih, Noah.." ucap Laura. Pemuda itu mengangguk pelan."Berikan padaku." Alex mendatangi Noah dan mengambil tubuh sang isteri dari pemuda itu.Pria itu tadinya berniat untuk menolong Alexa setelah
"Ceraikan ibuku dan berpisahlah dengannya!"Dua iris mata biru laut itu saling menatap. Tatapan dingin yang Laura berikan pada manik sang ayah mampu membuat Alex membuang wajahnya lebih dulu. Alex tak kuasa menatap lamat iris mata yang sejatinya ia turunkan pada sang puteri."Jangan bicara omong kosong! Pergilah ke kamarmu dan--"Ceraikan ibuku, Papa. Lepaskan dia dari neraka yang kau buat!" ucapnya lagi tak mengindahkan perintah ayahnya."Hhh.. neraka? Ibumu mendapat kemewahan disini, mana mungkin kau menyebutnya neraka?! Kau sudah keterlaluan dan semakin lancang, Laura! Aku perintahkan sekali lagi pergilah ke kamarmu!"Emosi Alex mulai terpancing karena kekeras kepalaan Laura."Kau kira kemewahan ini bisa menggantikan harga diri mom? Aku tahu dan aku tak mau lagi berpura-pura bodoh saat mom bersikap semua baik-baik saja. Kalian berdua pasangan yang ajaib, rumah ini dipenuhi dengan sandiwara yang membuatku muak!"Sentakan histeris keluar dari mulut Laura tanpa rasa takut. Rasa hormat
"Kau dimana?”(”Aku di apartementku, Sayang..”)”Diam disana! Aku akan datang!”Alex memasukkan gawainya ke dalam saku dan bergegas keluar dari mansion mewahnya. Wajah dingin pria itu tak dapat ditebak, aura seorang yang kejam dan tak berperasaan terkadang sangat terlihat saat pria itu tengah memendam kemarahan.BMW X7 miliknya memasuki basement apartement mewah yang biasa dihuni para aktris terkenal dan pengusaha. Pria itu mematikan mesin mobilnya dan berlalu masuk ke dalam private lift menuju unit yang ditinggali Diana.Alex memiliki kartu akses untuk masuk ke dalam apartement wanita itu, sebuah unit termewah yang dihadiahkan pria itu pada sang kekasih. Terletak di lantai paling atas, Alex sengaja memberikannya pada Diana karena di lantai itu hanya terdapat satu unit saja. Semua dilakukan agar tak ada yang bisa melihatnya disana saat ia mengunjungi Diana. Lift yang mengantarnya ke unit tersebut pun hanya bisa diakses olehnya dan petugas keamanan apartement. "Sayang, aku--"Apa yang
"Alex! Berita apa ini!"Jemima melempar ponselnya di sofa kamar sang putera. Alex yang masih sibuk memakai dasi belum tahu apa yang membuat ibunya murka."Berita apa, Mom? Aku belum membuka ponselku sejak semalam." Pria itu masih menjawab santai."Hhh.. tentu saja kau melupakan ponselmu, semalam kau pasti habis bersenang-senang dengan perempuan jalang itu, kan?""Mom!""Jangan berteriak di depanku, Alex! Kau tak bisa menyembunyikan apapun dariku. Dan berita pagi ini pun karena kebodohanmu yang tergila-gila pada wanita brengsek itu!"Alex terdiam, bukan karena ia tak mampu melawan ibunya. Jemima akan terus menghina Diana jika ia terus membela wanita itu. "Cepat turun, kita harus membuat rencana agar berita yang sudah beredar tak membuat elektabilitasmu menurun."Jemima membanting pintu dengan kasar, meninggalkan putranya sendiri yang belum selesai memasang dasi di lehernya.10 menit kemudian Alex turun menuju meja makan. Seperti biasanya, Alexa dan satu pelayan yang bertugas menyiapka
'Kembalikan senyum ibuku, Papa..'Sekilas Alex mengingat perkataan Laura saat mereka bertengkar semalam."Hhh.. oke. Aku harus ke kantor sekarang. Kau bersiap-siap saja menggunakan kelihaianmu dalam bersandiwara."Alex membuang wajahnya dan beranjak keluar. Pria itu takut jika terlalu lama berinteraksi dengan Alexa dan tak mau lepas menatap wanita itu."Alex..""Hem?"Pria itu menoleh pada sang istri."Mengapa-- kau tak menceraikan aku? Kau bisa membina rumah tangga bersama wanita yang kau cintai jika kita berpisah."Entah apa yang membuat Alexa bertanya demikian. Pertanyaan itu tercetus begitu saja dari mulutnya.Alex yang tadinya sempat termenung mendengar pertanyaan spontan istrinya, melangkah perlahan mendekat pada wanita itu, "karena aku masih membutuhkanmu untuk berada di sisiku, Alexa.."Wajah pria itu hanya berjarak beberapa centimeter dari wajah Alexa. Kemudian ia kembali menjauh dan keluar dari kamar sang istri."Dasar brengsek!" decak Alexa.Alex berjalan terburu dengan waj
"Alexa, pergilah ke kantor suamimu dan bawakan dia makan siang."Jemima menghampiri menantunya yang tengah memotong ranting pepohonan di kebun. Setelah kematian Philips Morgans, wanita itu yang setiap hari mengurus bunga dan pohon-pohon milik kakek mertuanya. Kegiatan ini menjadi salah satu cara Alexa mengisi waktu luangnya.Alexa menghentikan kegiatannya pada ranting bunga Lily. Perintah sang ibu mertua terdengar aneh di telinganya. Selama ini Jemima tak pernah menyuruhnya mengantar makan siang, apalagi ke kantor Alex. Alexa memang pernah beberapa kali mengunjungi kantor suaminya, itupun lagi-lagi hanya untuk konsumsi publik yang menobatkan pasangan itu sebagai pasangan termanis karena paras Alex dan Alexa yang tampan juga cantik di usia matang mereka. Publik juga menyebut keduanya sebagai 'Couple A' karena namanya yang mirip."Kau mengundang reporter ke kantor Alex, Mom?" tebak Alexa yang curiga dengan ibu mertuanya."Tidak. Aku hanya minta beberapa reporter menyebarkan fotomu saat
"Aku masih tak percaya bisa melihat kemesraan nyonya dan tuan Morgans disini. Kalian tahu? Para gen Z menobatkan kalian sebagai pasangan termanis."Miss Taylor membuka acaranya dengan terus memuji pasangan yang menjadi bintang tamu. Mengundang Alex dan Alexa bukanlah perkara mudah, mereka kerap kali menolak acara-acara yang dirasa tak penting, terutama Alex. Jika acara itu dirasa tak bisa memberikan manfaat untuk pencalonannya sebagai Gubernur, pria itu akan menolaknya."Anda terlalu berlebihan, Miss Taylor. Masih banyak pasangan muda yang lebih manis dari kami, benarkan, Darl?"Alexa menoleh pada suaminya dengan mengulum senyuman, dan seperti gayung bersambut Alex pun langsung mengembangkan kepiawaian aktingnya dengan mencium kening sang isteri."He em.." sahutnya dengan suara lembut."Waaaw.. kalian benar-benar membuatku cemburu. Oh, tidak! Di usia yang sudah tak muda lagi kalian masih terlihat saling mencintai. Ngomong-ngomong, kalian sudah berapa tahun bersama, Nyonya Morgans?""E
"Lolly, hari ini acara miss Taylor menayangkan orang tuamu, kan? Ayo kita lihat! Kelas baru dimulai dua jam lagi."Jaqueen kini bisa dengan leluasa memanggil Laura dengan sebutan Lolly. Keduanya berada di lorong kampus setelah selesai dengan mata kuliah pertamanya."Kau salah satu fans orang tuaku, Jaq? Kuberi tahu, mereka itu pemain sandiwara yang handal, jadi jangan mau tertipu.""Aku tak peduli, anggap saja aku sedang menonton sebuah drama. Bukankah sebuah drama juga hanya bersandiwara? Aku hanya senang melihat wajah ibumu yang selalu terlihat cantik. Wajahnya sangat keibuan tapi tetap mempesona sebagai perempuan. Kau sangat beruntung punya ibu seperti mommy-mu.."Suara Jaqueen terdengar getir pada kalimat terakhir. Ya, Laura sudah sering mendengar nada kegetiran jika sahabatnya itu membicarakan tentang seorang ibu. Meski Laura tak tahu apa yang dialami Jaqueen, tapi gadis itu sangat yakin, ada trauma yang mendalam dirasakan gadis bertubuh tinggi kurus itu."Ibuku memang satu-satuny
"Brengsek!"Gillbert melempar ponselnya begitu saja di atas meja. Pria yang berprofesi sebagai dokter ortopedi itu nampak murka melihat foto-foto dan video Alexa bersama suaminya. Meski kecemburuan selalu mengintai setelah melihat keintiman pasangan suami isteri itu, Gill tetap saja selalu ingin melihat keseharian kekasih hatinya."Maaf, Dokter.. apa.. nona Alexa dan suaminya sudah mulai--"Tidak mungkin, Carlos! Mereka hanya bersandiwara demi simpati publik. Pria brengsek itu memanfaatkan kekasihku untuk kepentingan dirinya dan keluarganya. Aku tahu dari mimik wajah Alley.. dia sangat tersiksa karena harus selalu berpura-pura."Gill mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Sorot tajam dari manik coklatnya membuat Carlos tak berani menatap pria itu. Gill selalu saja diselimuti rasa cemburu saat melihat kebersamaan Alex dan Alexa, meski dia sendiri tahu kalau itu hanya sebuah sandiwara.**Foto-foto dan video kebersamaan Alex dan Alexa saat makan siang sudah tersebar di beberapa akun
"Kau sudah siap?" Entah mengapa Alex merangsek masuk ke dalam kamar Alexa yang tengah bersiap-siap untuk datang ke acara talk show with miss Taylor, padahal dulu pria itu sangat anti masuk kesana. "Sebentar lagi," sahut pendek Alexa. Wanita itu masih memoles wajahnya di depan cermin dengan bantuan Arabella, namun sang asisten langsung keluar saat melihat Alex datang. "Kau bisa menungguku di bawah. Aku hanya butuh beberapa menit lagi, setelahnya aku akan langsung turun ke bawah." Alexa merasa risih dengan keberadaan suaminya disana. Biasanya Alex tak pernah peduli berapa lama sang istri berdandan. Ia hanya akan menunggunya di bawah atau malah menunggu di dalam mobil. Namun kali ini lelaki itu bertingkah aneh. Ia bahkan tak langsung keluar setelah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, Alex justeru mengelilingi kamar yang sangat jarang ia masuki sebelumnya. "Kenapa kau tak datang saja ke salon dari pada repot-repot berdandan sendiri." Pria itu tak mengindahkan permintaan Alexa u
"Baik, aku akan menyerahkan villa itu untukmu, Alexa. Tapi dengan satu syarat..""Syarat?" Kening Alexa mengerut. "He em," sahut Alex."Syaratmu pasti sesuatu yang aneh. Aku tak mau. Kau pikirkan saja permintaanku, dan sebelum acara talk show dimulai kau harus sudah memberi jawabannya padaku, Alex."Alex mulai geram dengan tingkah sang istri yang mencoba menekannya. Pria itu berlari menuju pintu ruang kerjanya dan menarik tangan Alexa serta membenturkan tubuh perempuan itu ke tembok."Aku tak suka didikte, Alexa. Aku yang harus mengendalikanmu, bukan kau yang mengendalikanku, hm? Jadi jangan coba mengancamku," ucap Alex dengan seringai tajam dari bibirnya.Alexa tak bisa melepas tubuhnya yang dihimpit pria itu ke tembok, sekuat apapun ia memberontak tubuhnya tetap saja bergeming karena tenaga Alex sangat kuat. Semakin ia coba melawan tubuhnya justeru hanya merasakan perih karena Alex pun semakin kuat menghimpitnya."Terserah. Disini aku yang menawarkan negosiasi padamu, jadi kau tak
"Mari kita bercerai.."Kata itu yang ditunggu Alex setelah mendengar Alexa meminta sebuah kompensasi. Pria itu sudah curiga dengan gelagat sang istri."Ooh.. ternyata benar dugaanku. Kau yakin ingin bercerai dariku, Alexa? Kau lupa jika saham yang kakek berikan otomatis akan kembali pada keluarga Morgans jika kita bercerai, hm?"Alex bicara hanya berjarak beberapa centimeter dari wajah Alexa. Wanita itu pun dapat menyidu aroma mint yang keluar dari mulut suaminya."Ya, aku ingat. Maka dari itu aku minta kompensasi darimu, Alex. Aku dan Laura butuh tempat tinggal jika kita bercerai. Aku tak akan menuntut lebih, silakan ambil saham yang kakek berikan padaku, aku tak membutuhkannya."Wajah Alex menguar rasa tak percaya, pasalnya ia tak pernah berpikir jika Alexa akan berani meminta perceraian. Perempuan itu tak memiliki siapapun di dunia ini, kecuali putrinya."Akan kupikirkan," cetus Alex kemudian hendak kembali ke kursi kebesarannya."Pikirkan sekarang. Aku tak mau ikut dalam acara tal
"Apa selama ini kau bahagia, Mom?"Sebuah pertanyaan dari mulut Laura membuat Alexa terhenyak.Bahagia? Ya.. sepertinya sudah sangat lama Alexa tak mengenal kata itu. Selama 20 tahun terakhir apa dirinya pernah bahagia? Jawabannya mungkin pernah, hanya pada saat ia melahirkan putri kecilnya 19 tahun yang lalu. Laura adalah satu-satunya kebahagiaan yang Alexa rasakan setelah masuk ke dalam keluarga Morgans, selebihnya? Tak ada."Aku bahagia, Lolly. Aku bahagia sejak aku memiliki putri cantik seperti dirimu. Kau adalah kebahagiaanku, Dear..""Kalau begitu hidup saja berdua denganku. Kalau hanya aku sumber kebahagiaanmu, kita pergi dari rumah ini dan hidup berdua. Aku sudah dewasa, Mom. Kau jangan takut akan membuat hidupku kesulitan. Aku yakin kita bisa bahagia jika berdua saja."Alexa hanya bisa termangu tanpa kata. Gadis dihadapannya bukan lagi gadis kecil yang mudah ia bohongi. Laura sudah bisa melihat sendiri bagaimana ajaibnya hubungan ayah serta ibunya. "Apa kau sangat tersiksa t
"Nyonya Alexa, boleh saya masuk?""Masuklah, Ara."Saat hanya berdua saja, Alexa terkadang tak ingin terlalu formal dengan asistennya. Perempuan itu membutuhkan seorang teman, dan Arabella lah orangnya. Di depan gadis berusia 30 tahun itu Alexa bisa lebih rileks dan tak canggung. Kadang dirinya merasa lelah dengan kekakuan hidupnya sebagai nyonya muda di keluarga Morgans."Maaf mengganggu Anda, Nyonya, saya hanya ingin memberi tahu kalau tim sudah mulai menyebar foto-foto Anda di beberapa fan base yang kita buat. Anda bisa melihatnya."Arabella menyerahkan ipad yang sejak tadi ia pegang pada Alexa."Ara.. duduklah.." Alexa menepuk ranjang di sampingnya."Oh, tidak, Nyonya. Saya tidak berani. Biar saya berdiri saja.""Ini kamarku, Ara, tak akan ada yang melihatnya. Aku tak suka kau berdiri disana saat kita berbicara, setidaknya jika kita hanya berdua."Suara lembut Alexa membuat kekakuan Arabella sedikit mencair. Ia tahu, nyonya mudanya hanya ingin bersikap akrab dan bersahabat. Meski
Cup..Alexa terkejut dengan kecupan singkat yang diberikan suaminya, namun karena kamera sedang 'on' ia langsung memberikan senyum manjanya pada pria itu."Trimakasih, kau membuatku ingin memakanmu, Sayang.."Ucapan frontal Alex sontak membuat para pemegang kamera tersenyum dan salah tingkah sendiri, begitupun dengan Alexa yang merasa Alex terlalu menghayati perannya."Kemarilah!""Alex!"Alex tak peduli dengan penolakan istrinya. Pria itu tetap memangku Alexa di atas pahanya dan memberi suapan pertama ke mulut wanita itu.Alex, aku--"Buka mulutmu, Sayang.."Alexa yang pada awalnya ragu terpaksa harus mengikuti keinginan suaminya. Ia merasa itu adalah salah satu adegan mesra yang harus dipertontonkan pada publik."Wah.. kalian memang pasangan yang sangat manis. Aku yakin setelah melihat video ini publik akan lupa pada berita pagi tadi, Tuan Morgans."Salah seorang yang merekam moment itu merasa jika Alex dan Alexa adalah pasangan yang memang saling mencintai. Akting keduanya sangat n