Suara desisan pelan menguar dari mulut Feli, manakala lukanya tengah diobati oleh Nathen. Padahal, suaminya itu sudah memastikan, jika setiap gerik yang dilakukan adalah selembut dan sepenuh kehati-hatian mungkin."Paman sakit!" Feli mengerang kesal sambil menahan tangan Nathen yang terlurur di dekat wajahnya. Manik mata yang terbingkai dalam pelupuk yang sembab dan bengkak itu mendelik, menatap Nathen, dongkol. "Pelan-pelan sedikit," rengeknya."Aku sudah melakukannya dengan sepelan mungkin," ujar Nathen seraya menatap Feli, khawatir.Wajah tampannya ikut mengernyit, manakala ia melihat Feli meringis, sebab menahan sakit."Tapi masih sakit," rengek Feli lagi sembari melepaskan tangan Nathen dari genggaman."Lebih enak ketika kita sedang berciuman kan, daripada terluka seperti ini?"Feli mengernyitkan kening, sampai membuat kedua alisnya yang bersebrangan, hampir jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Nathen, geli. "Paman kenapa tiba-tiba berkata seperti itu sih?"Pelupuk mat
Lagi, Feli memberi respon yang sama sekali tidak Nathen prediski sebelumnya dan berhasil membuat ia cukup terkejut, juga keheranan dalam satu waktu, untuk yang kesekian kalinya hari ini."Jadi mulai sekarang, kau akan memperbolehkanku untuk menciumu?" tanya Nathen, ingin memastikan, jika ia sama sekali tidak salah mengartikan, maksud dari perkataan yang sang istri paparkan.Sejauh dari yang Nathen tahu, selama ia menjalani biduk rumah tangganya dengan Feli, istri cantiknya itu tidak – atau lebih tepatnya belum terlalu menyukai, jika mereka terlalu sering melakukan kontak fisik, sampai menjurus pada sebuah keintiman."Hemmm." Kepala Feli mengangguk pelan. "Tentu saja."Ada sensasi hangat juga menggelitik yang menelulup ke dalam relung Nathen dalam satu waktu. Sensasi hangat yang timbul dari rasa terlalu senang, sedang sensasi menggelitik itu hadir juga tanpa diundang, mewakili rasa belum sepenuhnya percaya, terhadap apa yang sang istri paparkan.Terkikik pelan, Nathen lantas membuang n
"Apa yang sebenarnya sudah terjadi padamu, Sayang?" Zea bertanya sembari perlahan melepaskan pelukan, lantas menilik tubuh Feli dari ujung kepala hingga ujung kaki.Hati Zea berdesir sakit, terutama ketika dirinya hanya memokuskan pandangan pada wajah Feli. Mengulurkan tangan, ia mengusap penuh kelembutan wajah cantik yang kembali basah milik putrinya itu."Ibu baru saja pergi menemui ayahmu, tapi dia tidak mau memberi penjelasan apapun pada Ibu. Setelah sempat berbincang sebentar, lalu Ibu bergegas untuk pergi kemari."Tepatnya Zea pergi meninggalkan Dean di kantornya selepas ia mendengar sang suami, akhirnya memberi sebuah persetujuan, untuk melepaskan dirinya.Sempat menunggu, barang kali Dean mau memberitahunya, tentang apa yang sebenarnya sudah terjadi, hingga suaminya itu tega melayangkan tamparan pada Feli, tetapi hasilnya nihil. Sampai detik terakhir pertemuan yang terjadi antara Zea dan Dean, hanya kebungkaman yang diberikan Dean, terkait tanya yang dilayangkan Zea dengan pe
Napas Nathen berembus dengan satu kali hentakan kasar melalui celah antara bingkai birainya yang berjarak, begitu pribadi tampan itu mendudukan diri di salah satu sofa tunggal yang tertata dalam ruang kerja milik Elena.Sang empu yang kala itu tengah duduk termenung sampai sedikit terkesiap, baru menyadari hadirnya Nathen di sana.Atensi Elena berhasil terkait oleh Nathen, hingga wanita baya itu menoleh, menatap sang cucu menantu, nanar.Permukaan kening Elena mengernyit. "Kenapa kau kemari? Bukannya menemani Feli?"Nathen balas menatap Elena. Mendengkus, pribadi tampan itu memijat pelan pelipisnya sambil memejam, sebentar. "Feli memintaku pergi.""Feli sudah bangun? Lalu memintamu pergi? Kenapa?" Elena membangkitkan diri dari kursi kebesarannya, lalu berjalan menghampiri Nathen tanpa memutuskan kontak mata antara mereka, barang sedetikpun.Rasa penasaran juga heran menelusup ke dalam relung Elena dalam satu waktu, terpantik oleh hadirnya Nathen di ruangannya dengan wajah yang merengu
Suara deheman pelan mengudara, menjadi suara yang berhasil memecah keheningan yang menyelimuti kebersamaan Bastian dan Anna.Bastian yang sedang mengemudi, menoleh ke arah Anna, menatapnya sesaat sambil tersenyum setelah ia mendengar deheman yang berasal dari istrinya tersebut mengecai ke dalam rungu. "Kau baik-baik saja?"Anna yang duduk di kabin penumpang sampng kemudi dengan pandangan yang semula mengarah lurus ke depan, menoleh ke arah Bastian. Kepalanya mengangguk. "Hemmm. Aku baik-baik saja."Mendengar sang istri menguarkan tawa kikuk setelah berucap, Bastian terkikik gemas lantas diam-diam mengulurkan satu tangan, agar bisa menengkup telapak tangan Anna yang istrinya biarkan terkulai di pangkuan. "Kau tidak terlihat terlalu baik, menurutku."Anna menghela napas panjang sambil menundukan pandangan dan mengembuskannya secara pelan. Pelupuk mata berbulu lentik wanita itu memejam beberapa detik. "Jujur saja, aku gugup."Bastian mengernyitkan kening, sampai hampir membuat kedua alis
"Sejak kapan Feli dan paman Nathen sudah di sini, Nek?" Bastian bertanya sembari menatap Elena penuh terka.Kini, pribadi tampan itu sudah berada di kediaman Elena, tepatnya dari lima menit yang lalu ia dan sang istri tiba di sana.Duduk berdampingan dengan Anna di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang tamu dan bersebrangan dengan Elena yang duduk di sofa tunggal – hanya terhalang meja kopi berukuran sedang."Belum lama." Elena tersenyum hambar sembari menatap Anna dan Bastian secara bergantian. "Kalian sudah berbaikan?" tanyanya, sengaja ingin mengalihkan topik pembicaraan.Anna dan Bastian saling bertukar pandang dan melempar senyum senang pada satu sama lain, sebelum kemudian serempak mengangguk dan memokuskan atensi yang dimiliki, kembali ke arah Elena."Iya. Kami sudah berbaikan, Nek." Anna yang memaparkan.Ikut tersenyum senang, Elena mengangguk. "Baguslah, jika kalian sudah berbaikan. Nenek ikut senang."Tentu Elena mengetahui sempat adanya pertengkaran yang terjadi ant
Penuturan yang mengiringi hadirnya sosok Feli yang berjalan memasuki ruang tamu bersama Zea, tentu tak gagal mengait atensi semua orang yang ada di sana, membuat tiga kepala itu serempak menoleh.Feli tersenyum sambil membiarkan pandangannya mengedar, menatap Bastian, Anna dan Elena secara bergantian."Ada apa dengan wajahmu?" tanya Bastian, tiba-tiba.Sampai mengecai ke dalam rungu, tapi dalam satu menghantarkan efek sentakan pada jangung Feli, sampai wanita cantik itu tertegun.Zea yang berjalan berdampingan dengan Feli, menatap cemas putri cantiknya itu, lalu berdehem sebelum kemudian menoleh ke arah Bastian. "Biarkan Feli duduk dulu, Bastian.""Aku tidak tahu, jika Kak Anna dan Kak Bastian juga akan kemari," ujar Feli sembari menghentikan langkah dan mendudukan diri di sofa panjang yang letaknya terapit antara sofa yang Anna dan Bastian duduki, serta sofa tunggal yang ditempati sang nenek.Zea juga ikut duduk di sana, berdampingan dengan Feli. Sebab sungguh, saat ini ia tidak memi
Tentu Feli cukup terkejut selepas mendengar penuturan Nathen, begitu juga dengan yang lainnya, sebab tidak ada yang mengira, jika Nathen memang sudah mengetahui fakta yang satu itu.Feli menatap Nathen kaget dengan matanya yang membulat sempurna, membuat Nathen menoleh, mempertemukan pandangan dengannya, lalu tersenyum.Tipis dan seperti mengandung banyak sekali arti di balik senyum yang Nathen tunjukan pada Feli dengan maksud untuk memberi efeksi tenang terhadap sang istri itu."Baguslah," ujar Bastian. Tersenyum miring, pribadi tampan itu mendengkus pelan sambil mengedarkan pandangan, mencoba menilik reaksi setiap orang yang ada di sana.Tentu Bastian menjadi satu-satunya orang yang merasa senang sekaligus lega mengetahui fakta bahwa kini Nathen sudah tahu, alasan utama di balik persetujuan Feli dinikahkan oleh Elena dengannya, selain untuk menutupi kebenaran bahwa calon pengantinnya sendiri telah memutuskan urung."Bagus jika kau sudah tau," ujar Bastian lagi sambil menatap Nathen