"Mau ke mana?"Suara bariton yang mengudara mengalunkan pertanyaan dengan nada kelewat santai itu, nyatanya sama sekali tidak gagal membuat Feli yang mendengarnya terhenyak juga tersentak kaget.Kemunculannya di balik pintu kamar yang terbuka dari arah dalam, disambut oleh sosok Nathen yang ia dapati sudah berdiri tepat di hadapannya sembari menyedekapkan kedua lengan di dada.Suami tampannya itu bertanya pada dirinya sambil memberinya tatapan dingin serta lekat, cukup mengintimidasi.Refleks Feli menenggerkan kedua telapak tangannya di dada, merasakan debaran jantung yang menggila, seakan mendadak ada pacuan kuda di dalam rongga dadanya.Membuang napas kasar, Feli memejamkan pelupuk matanya sebentar. "Paman! Kenapa suka sekali mengagetkanku sih?" rengeknya sambil menatap Nathen, kesal."Mau pergi ke mana pagi-pagi begini? Mau kabur? Ingin menghindar dariku lagi seperti kemarin pagi, hemmm?"Tertangkap basah, Feli yang m
Embusan napas kasar mencelos melalui celah antara bingkai birai Feli yang berjarak begitu wanita cantik itu melemaskan persendian di kedua bahunya, membiarkan kedua tangan yang sedang menggenggam peralatan makan itu melunglai begitu saja.Feli yang tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan dengan pandangan tertunduk, seketika menengadah tatkala ia merasakan sepasang mata memperhatikan setiap gerik yang dilakukannya, dan hal itu sukses membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Feli membiarkan manik mata hazel indahnya bertemu pandang dengan netra teduh milik wanita baya yang duduk di hadapan."Nenek ingin menanyakan sesuatu padaku?"Wanita cantik itu bertanya dengan nada suara penuh keramah tamahan, bahkan di penghujung kata, ia membubuhkan sebuah senyum manis, meskipun jelas sekali dipaksakan.Wanita baya yang menjadi lawan bicara Feli yang tidak lain dan tidak bukan adalan Elena, membuang napas kasar. "Kau dan suam
Semalam sengaja sekali Davian menyempatkan diri, meluangkan waktu di sela kesibukannya dengan pekerjaan, untuk mengantarkan kepergian Audrey dari kediamannya.Sempat terkejut, sebab mendapati Audrey ternyata meminta Davian mengantarnya ke sebuah club malam alih-alih langsung pulang, ternyata gadis itu bekerja di sana, di salah satu club yang ada di pusat kota, yang kebetulan sekali pernah Davian datangi beberapa kali bersama sahabatnya."Terima kasih, karena sudah mau kurepotkan untuk mengantarku, Tuan Davian." Audrey bertutur dengan suara lembut dan manisnya, memecah keheningan yang tercipta di dalam mobil yang Davian kemudikan sendiri, sembari menoleh ke arah pria yang ia tahu, merupakan calon suami dari sahabatnya itu.Davian yang kala itu tengah memokuskan atensi untuk menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapan mobilnya yang terparkir, sedikit terkesiap. Gegas ia menoleh, mempertemukan pandangan dengan Audrey. "Hemmm. Tidak masalah."Audr
"Terima kasih banyak untuk tumpangannya, Paman."Feli yang duduk di kursi samping kemudi dari mobil yang Nathen kendarai, ingin langsung melengos pergi, begitu sang suami menepikan mobil yang mereka tumpangi tersebut di depan gerbang kampusnya.Mengalihkan atensi dari Nathen sambil tersenyum dan memutar tubuh, Feli mencoba membuka pintu mobil untuk ke luar, tetapi agaknya Nathen sengaja menguncinya, membuat Feli membuang napas kasar, lalu menoleh lagi ke arahnya. "Buka.""Kau mau pergi begitu saja? Tidak mau memberi ongkos terlebih dahulu padaku?"Feli mengernyitkan kening, sedang matanya menatap Nathen, heran. "Ongkos?"Nathen mengangguk. "Iya. Aku sudah cukup berbaik hati, menjemputmu dari rumah nenekmu, lalu mengantarmu sampai sini. Lantas kau mau pergi begitu saja?""Aku tidak meminta Paman menjemptku.""Tapi aku melakukannya, kan?""Paman datang ke rumah nenek juga ikut sarapan bersama di sana. Bukan untuk
Bukan hanya sekadar mengungkapkan, Nathen tanpa ancang-ancang kembali melabuhkan ciuman, meski hanya singkat, tak mengimbuhkan sesapan juga lumatan, lebih seperti sebuah kecupan manis berdurasi beberapa detik.Feli kaget. Manik matanya membola, diiringi pelupuk berbulu lentiknya yang mengerjap dalam tempo cukup cepat secara berulang, beberapa saat.Nathen tersenyum senang, membiarkan manik mata jelaga indahnya setia menatap raut kaget Feli yang memerah. Menarik diri untuk kembali duduk dalam posisi normal dan tidak lagi condong ke arah Feli, ia membuat jarak terbentang guna memberi cukup banyak ruang bagi sang istri untuk bergerak.Tak lupa, Nathen menyempatkan diri melabuhkan usapan lembut penuh kasih di puncak kepala wanita yang duduk mematung di hadapannya itu."Kau menggemaskan sekali. Rasanya aku ingin mengurungmu saja, agar aku bisa terus bersamamu setiap saat," racau Nathen.Membuang napas dengan satu kali hentakan kasar melalui ce
"Paman!" Felicia menyeru dengan intonasi suara yang meninggi beberapa oktaf, terdengar begitu lantang dan langsung menggema ke seluruh penjuru ruang kerja milik Nathen.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, wanita cantik itu sekonyong-konyongnya menerobos masuk begitu saja, bahkan sampai membuat kebisingan terdengar tatkala permukaan daun pintu dari ruang kerja sang suami yang didatanginya tersebut, berbenturan dengan permukaan dinding.Berjalan lurus, tanpa memperdulikan keadaan sekitar, tujuan Felicia hanya satu, yaitu langsung menghadap Nathen yang kebetulan sedang berdiri di dekat meja kerjanya."Paman, aku ingin bicara!"Nathen yang saat itu sebenarnya baru beranjak dari kursi kerjanya sampai stagnan, seketika menghentikan segala pergerakan, memokuskan seluruh atensi yang dimiliki ke arah Feli, melongo menatap istri cantiknya itu, kaget. Berdiri dengan jarak hanya sekitar satu meter saja jauhnya dari satu sama lain, Feli menatap Nat
Malu sekali rasanya, sampai Feli ingin menggali lubang sedalam mungkin, lalu mengubur dirinya sendiri agar bisa menghilang dari hadapan Nathen, terutama Hayden dan Bastian.Tadi Feli terlalu fokus pada keinginannya untuk mengocehkan segala keluh kesah yang ia miliki terhadap Nathen, sampai-sampai keberadaan Hayden dan Bastian di ruang kerja milik sang suami saja ... tidak bisa ia sadari.Kini, dengan rasa malu juga gugup yang dalam satu waktu begitu mengungkung dalam relung, Feli duduk di salah satu sofa panjang yang ada di ruangan kerja milik Nathen, berdampingan dengan suami tampannya itu.Sengaja sekali mencoba menyembunyikan diri, Feli duduk berdempetan dengan Nathen, menghalangi wajahnya menggunakan lengan sang suami.Takut-takut, sesekali Feli memberanikan diri untuk mengintip, mencuri-curi pandang ke arah Bastian yang duduk di sofa tunggal, juga ke arah Hayden yang duduk di sofa panjang lainnya.Atensi Hayden dan Bastian tertuju ke
Beringsut membangkitkan diri dari duduknya, Feli mengedarkan pandangan sambil tersenyum, tapi saat lagi-lagi manik matanya tidak sengaja bersitatap dengan mata Bastian, senyum itu dengan instan langsung memudar.Bastian memutar bola matanya malas, sengaja sekali menunjukan gelagat ketus terhadap Feli yang tak gagal membuat adik cantiknya itu mencebikan bibir karena sedih."Aku tidak langsung pulang selepas pertemuan tadi, karena ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Nathen" Bastian bertutur sambil memokuskan seluruh atensi yang dimiliki ke arah Nathen.Nathen menatap nanar kakak iparnya itu, lalu menoleh ke arah Feli. Meraih pergelangan tangan sang istri, digenggamnya pelan sebelum kemudian ditariknya dengan lembut.Pribadi tampan itu membuat Feli kembali mendudukan diri di sampingnya. Tanpa melepaskan genggaman dari pergelangan tangan sang istri, ia menoleh ke arah Bastian lagi."Baiklah. Apa yang ingin kau bicarakan denganku?"
"Feli?" Nathen menyeru seraya melangkah, mendekati Feli yang masih duduk, menikmati film yang diputar pada layar kaca di hadapannya."Siapa yang datang, Paman?" Feli menengadah, menatap nanar sosok sang suami yang berdiri tepat di samping sofa yang ia duduki.Nathen tersenyum. "Ikut denganku. Ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka sudah menunggu di ruang tamu."Pribadi tampan itu mengulurkan tangan ke arah Feli, membuat Feli menunduk, menatap tangan sang suami, bingung."Siapa?" tanyanya Feli, sembari menengadah, mempertemukan lagi pandangannya dengan Nathen.Nathen mendesis pelan, membungkukan tubuh, mencondongkannya ke arah Feli, sebab istri cantiknya itu tak kunjung menerima uluran tangannya. Ia menepikan remot kontrol yang kala itu berada dalam genggaman Feli, meraih telapak tangan istri cantiknya, membuatnya membangkitkan diri."Lihat saja sendiri," tukas Nathen sambil tersenyum hangat, menuntun Feli menuju ruang tamu.Dengan rasa penasaran pun bingung yang mulai mendera relung,
Akhir pekan lain ... satu minggu setelah akhirnya Feli dan Nathen saling mengakui perasaan yang telah bersemayam dalam hati mereka, yakni mencintai satu sama lain.Seperti akhir pekan sebelumnya ... hari ini, Feli dan Nathen kembali memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak pergi ke mana-mana, hanya diam di rumah, menonton rendetan film yang sudah Feli list menjadi jadwal kegiatan wajib, ketika memiliki cukup banyak waktu luang.Sepasang suami istri yang tengah hangat-hangatnya menikmati kehidpan berumah tangga itu, kini saling duduk berdampingan. Lebih tepatnya, Feli berada dalam dekapan hangat tubuh gagah Nathen di bawah naungan selimut yang sama. Semenjak malam setelah perayaan hari ulang tahun Feli, Nathen memang jadi semakin lebih sering menunjukan sikap manjanya yang suka sekali menempel pada sang istri. Suka sekali berdekatan dengan Feli, seperti sering tiba-tiba memeluk, tak jarang membuat Feli terkejut. Meski dari sebelumnya ia memang sudah begitu, tapi kini frekuen
"Paman?" Feli menyeru pelan setelah dirinya yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan, sedikit memutar tubuh, begitu mendengar suara derap langkah dan manik matanya berhasil menangkap sosok Nathen, si pelaku."Hemmm?" Nathen menyahut sambil tersenyum sumbringah, berjalan menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapah penuh cinta."Paman habis melakukan apa dulu? Kenapa lama sekali turunnya?"Nathen menghentikan langkah, tepat di samping kursi yang Feli duduki. Mengusap kelewat lembut punggung bagian atas Feli lantas membungkukan tubuh, untuk melabuhi puncak kepala sang istri kecupan sayang. Melempar senyum manis, pribadi tampan berusia sepertiga abad itu tidak langsung memberi jawaban pada Feli, meski sempat membiarkan manik mata mereka saling bersitatap, sebelum kemudian menoleh.Nathen menilik area dapur, mendapati di sana hanya ada Aira ‐ salah satu asisten rumah tangga yang ia perkajaan, sedang sibuk sendiri, membersihkan meja pantry.
Dada Nathen ikut sesak rasanya selepas mendengar perkataan Feli, seakan ada kepalan tangan besar seseorang yang seketika mendaratkan bogeman mentah di sana.Mendapati Feli seketika menundukan pandangan, sengaja sekali memutuskan kontak mata dengan dirinya, buru-buru Nathen merubah posisi berbaring jadi memiring, menghadap ke arah Feli secara utuh, sebelum kemudian mempererat rengkuhan pada tubuh istri kecilnya itu.Tak lupa, Nathen juga melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Feli, pun memberi punggung istri kecilnya itu usapan lembut penuh makna secara berkala.Sementara Feli ... wanita cantik itu berusaha meredam mati-matian rasa sesaknya, tetapi berakhir dengan menghadirkan air mata yang menggenang, memenuhi pelupuknya.Membenamkan wajah di permukaan dada bidang Nathen sembari balas memeluk suami tampannya itu, ia memejam, membuat air matanya seketika tumpah ruah di sana.Tangis sedih Feli pecah dalam keheningan, mengakibatkan tubuhnya gemetaran dalam pelukan sang suami."Apa pu
Manik mata hitam Liam tampak gemetar, menilik sosok gadis cantik yang sedang berjalan menujunya yang saat ini tengah duduk di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya.Gadis cantik itu bernama Kesha. Ia merupakan sahabat masa kecil Liam yang dalam beberapa waktu terakhir ini sudah resmi menjadi kekasih dari teman satu universitas Feli itu.Kesha melempar senyum manis, manakala pandangannya bersitatap dengan Liam. "Ada apa?" tanyanya seraya ikut mendudukan diri, tepat di samping sang kekasih, "kenapa menatapku seperti itu?"Liam berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, sekilas. "Kau mengenal Felicia?"Permukaan kening Kesha mengernyit, hingga nyaris membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Liam, nanar.Tawa kecil menguar dari mulut gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu. "Maksudmu, Felicia yang tadi kita hadiri acara pesta ulang tahunnya?"Kepala Liam mengangguk. "Hemmm. Felicia yang itu. Tadi
"Paman benar-banar mau mengerjaiku, ya?" celoteh Feli, bertanya dengan nada setengah merengek, ketika ia harus berjalan dengan perasaan takut juga was-was, sebab matanya ditutup menggunakan kain veil oleh Nathen.Sudah dari semenjak separuh perjalanan sebenarnya Feli terus merengek, menanyakan hal yang sama pada Nathen, ke mana suaminya itu akan membawanya, apakah sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjainya.Pertanyaan yang sama terus saja menguar dari mulut Feli, apa lagi setelah tiba-tiba Nathen sempat menghentikan laju mobil, hanya untuk sekadar menutupi matanya, tadi.Meski setengah ogah-ogahan, juga harus sedikit kesusahan Nathen membujuk Feli agar mau matanya ditutup, pada akhirnya ... istri kecilnya itu manut saja, dengan konsekuensi, kerewelannya berlipat ganda.Mulut Feli jadi benar-benar semakin tidak mau diam, setelah matanya ditutup. Bukan hanya sekadar melontarkan kalimat-kalimat tanya bernada rengekan, wanita cantik itu juga bahkan tak segan, melontarkan segala pradu
"Paman ini mau membawaku ke mana, sih?" tanya Feli dengan nada setengah merengek, selagi dirinya berjalan dengan agak sedikit ogah-ogahan, ketika Nathen menuntunnya berjalan, ke luar dari sebuah salon mewah, menuju mobilnya.Tidak terasa, nyaris dua minggu sudah berlalu dari malam di mana akhirnya Feli mengetahui fakta jika ternyata Vivian memiliki hubungan gelap dengan Davian, bahkan mereka berencana melakukan sebuah pernikahan.Dua minggu berjalan, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira, jika alih-alih marah atau merasa kecewa pada dirinya, Feli malah menunjukan, jika istri cantiknya itu merasa cukup tersentuh atas apa yang telah dilakukannya.Hubungan pernikahan mereka bahkan bisa dikatakan berjalan sangat baik-baik saja, terutama setelah akhirnya mereka sepakat untuk menempati rumah baru mereka.Hampir seharian ini, Feli dibuat sibuk juga kebingungan dalam satu waktu, ditemani oleh Helen yang mendadak mengajaknya berbelanja baju baru, hingga mempercantik diri di salon.Feli sung
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Nathen, ayalnya rekaman video yang diputar di depan pelupuk mata dengan resolusi tinggi, bagaimana tiga minggu sebelum pernikahannya dan Feli dilangsungkan, ia bertemu lebih dulu dengan Vivian.Pertemuan pertama selepas nyaris satu bulan Nathen sama sekali tidak mendapat kabar dari calon istrinya itu, karena seakan menghilang tanpa jejak, ayalnya ditelan bumi.Itu pun terjadi secara mendadak sekali, di kediaman Hayden, ketika sahabat dari Nathen itu tiba-tiba meminta Nathen datang, katanya ada hal darurat yang musti dibahas.Begitu tiba dikediaman Hayden, Nathen malah dikagetkan dengan keberadaan Davian dan Vivian di sana, duduk saling berdampingan di ruang tamu.Nathen yang kala itu berjalan sambil dirangkul oleh Hayden, gegas menghentikan langkah, mencoba menelaah, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Keterkejutan yang dirasakannya, mungkin nyaris sama, seperti bagaimana terkejutnya Feli melihat Davian membawa serta Vivian di pertemuan mere
Keheningan canggung itu tak terelakan, terjadi begitu saja, menyelimuti kebersamaan antara Nathen dan Feli, begitu keduanya memasuki mobil.Acara makan malam – lebih ke pertemuan yang Nathen adakan secara khusus dengan Davian, telah berakhir.Kini, Feli yang sudah mengetahui segala kebenarannya, sedari tadi telah sukses dibuat tidak bisa berkata-kata.Selepas Davian memberi penjelasan pada dirinya, dari mulai alasan sebenarnya mengapa Vivian memilih urung untuk menikah dengan Nathen, sampai Nathen yang rupanya telah membayar Jane untuk menutupi fakta bahwa Davian dan Vivian bersama – untuk sementara darinya, membuat Feli jadi lebih banyak diam.Tidak banyak kata yang terlontar dari mulut wanita cantik itu. Bukan karena tidak ada kalimat yang ingin ia utarakan, hanya saja ... Feli lebih ke merasa bingung, harus memulainya dari yang mana terlebih dahulu.Terlalu banyak kalimat berbentuk tanya yang saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya dalam benak Feli, membuat perasaannya ja