Tidak memberi waktu sama sekali pada Feli untuk membiarkan benaknya mencerna maksud dari penuturan yang sudah diucapkan, dengan pergerakan cukup cepat, Nathen mengangkat kepalanya, mendekatkan wajahnya pada wajah Feli, lantas mendaratkan kecupan mesra yang begitu singkat di bingkai birai ranum istri cantiknya itu.Tentu tindakan yang telah Nathen lakukan itu, tak gagal membuat relung Feli seketika didera keterkejutan.Membelalakan mata, Feli menatap Nathen yang sudah kembali menarik wajahnya menjauh, dengan tatapan kaget luar biasa. Mulut kecil wanita cantik itu menganga.Nathen tersenyum senang melihat reaksi kaget yang ditunjukan Feli, tidak tahu saja, jika perbuatannya tadi sudah membuat debaran jantung Feli menggila, berdetak dengan tempo yang cukup cepat. "Itu namanya mengecup," tandasnya dengan begitu entengnya.Feli mengerjapkan pelupuk mata berbulu lentiknya dengan pergerakan cepat sambil mengembuskan napasnya yang sempat tercekat dengan s
Suara dentingan pelan yang berasal dari beradunya peralatan makan yang sedang digunakan, menggema, menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar mengudara di unit apartemen milik Nathen.Kedua penghuninya tengah duduk saling berdampingan di jajaran kursi yang menghadap meja pantry.Pandangan Feli tertunduk, hanya terfokus pada sepiring makanan yang tengah ia santap, sedang pandangan Nathen sesekali tertoleh ke arahnya, mencuri-curi pandang.Raut wajah Feli terlihat begitu masam, dibersamai bibir yang mencebik lucu, terlihat begitu menggemaskan dalam pandangan Nathen, alih-alih menyeramkan.Ditambah dengan mulutnya yang penuh dengan makanan, membuat kedua pipinya membulat sempurna seperti sedang mengulum bola kecil."Pelan-pelan makannya," ujar Nathen sembari menyeka lembut sudut bibir sebelah kiri Feli menggunakan bantalan ibu jari tangannya.Feli mendengkus. Menoleh cepat ke arah Nathen, matanya memicing tajam, menatap pada tekstur wajah tampan sang suami, kesal. "Tidak usah sentuh-sentu
"Mau ke mana?"Suara bariton yang mengudara mengalunkan pertanyaan dengan nada kelewat santai itu, nyatanya sama sekali tidak gagal membuat Feli yang mendengarnya terhenyak juga tersentak kaget.Kemunculannya di balik pintu kamar yang terbuka dari arah dalam, disambut oleh sosok Nathen yang ia dapati sudah berdiri tepat di hadapannya sembari menyedekapkan kedua lengan di dada.Suami tampannya itu bertanya pada dirinya sambil memberinya tatapan dingin serta lekat, cukup mengintimidasi.Refleks Feli menenggerkan kedua telapak tangannya di dada, merasakan debaran jantung yang menggila, seakan mendadak ada pacuan kuda di dalam rongga dadanya.Membuang napas kasar, Feli memejamkan pelupuk matanya sebentar. "Paman! Kenapa suka sekali mengagetkanku sih?" rengeknya sambil menatap Nathen, kesal."Mau pergi ke mana pagi-pagi begini? Mau kabur? Ingin menghindar dariku lagi seperti kemarin pagi, hemmm?"Tertangkap basah, Feli yang m
Embusan napas kasar mencelos melalui celah antara bingkai birai Feli yang berjarak begitu wanita cantik itu melemaskan persendian di kedua bahunya, membiarkan kedua tangan yang sedang menggenggam peralatan makan itu melunglai begitu saja.Feli yang tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan dengan pandangan tertunduk, seketika menengadah tatkala ia merasakan sepasang mata memperhatikan setiap gerik yang dilakukannya, dan hal itu sukses membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Feli membiarkan manik mata hazel indahnya bertemu pandang dengan netra teduh milik wanita baya yang duduk di hadapan."Nenek ingin menanyakan sesuatu padaku?"Wanita cantik itu bertanya dengan nada suara penuh keramah tamahan, bahkan di penghujung kata, ia membubuhkan sebuah senyum manis, meskipun jelas sekali dipaksakan.Wanita baya yang menjadi lawan bicara Feli yang tidak lain dan tidak bukan adalan Elena, membuang napas kasar. "Kau dan suam
Semalam sengaja sekali Davian menyempatkan diri, meluangkan waktu di sela kesibukannya dengan pekerjaan, untuk mengantarkan kepergian Audrey dari kediamannya.Sempat terkejut, sebab mendapati Audrey ternyata meminta Davian mengantarnya ke sebuah club malam alih-alih langsung pulang, ternyata gadis itu bekerja di sana, di salah satu club yang ada di pusat kota, yang kebetulan sekali pernah Davian datangi beberapa kali bersama sahabatnya."Terima kasih, karena sudah mau kurepotkan untuk mengantarku, Tuan Davian." Audrey bertutur dengan suara lembut dan manisnya, memecah keheningan yang tercipta di dalam mobil yang Davian kemudikan sendiri, sembari menoleh ke arah pria yang ia tahu, merupakan calon suami dari sahabatnya itu.Davian yang kala itu tengah memokuskan atensi untuk menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapan mobilnya yang terparkir, sedikit terkesiap. Gegas ia menoleh, mempertemukan pandangan dengan Audrey. "Hemmm. Tidak masalah."Audr
"Terima kasih banyak untuk tumpangannya, Paman."Feli yang duduk di kursi samping kemudi dari mobil yang Nathen kendarai, ingin langsung melengos pergi, begitu sang suami menepikan mobil yang mereka tumpangi tersebut di depan gerbang kampusnya.Mengalihkan atensi dari Nathen sambil tersenyum dan memutar tubuh, Feli mencoba membuka pintu mobil untuk ke luar, tetapi agaknya Nathen sengaja menguncinya, membuat Feli membuang napas kasar, lalu menoleh lagi ke arahnya. "Buka.""Kau mau pergi begitu saja? Tidak mau memberi ongkos terlebih dahulu padaku?"Feli mengernyitkan kening, sedang matanya menatap Nathen, heran. "Ongkos?"Nathen mengangguk. "Iya. Aku sudah cukup berbaik hati, menjemputmu dari rumah nenekmu, lalu mengantarmu sampai sini. Lantas kau mau pergi begitu saja?""Aku tidak meminta Paman menjemptku.""Tapi aku melakukannya, kan?""Paman datang ke rumah nenek juga ikut sarapan bersama di sana. Bukan untuk
Bukan hanya sekadar mengungkapkan, Nathen tanpa ancang-ancang kembali melabuhkan ciuman, meski hanya singkat, tak mengimbuhkan sesapan juga lumatan, lebih seperti sebuah kecupan manis berdurasi beberapa detik.Feli kaget. Manik matanya membola, diiringi pelupuk berbulu lentiknya yang mengerjap dalam tempo cukup cepat secara berulang, beberapa saat.Nathen tersenyum senang, membiarkan manik mata jelaga indahnya setia menatap raut kaget Feli yang memerah. Menarik diri untuk kembali duduk dalam posisi normal dan tidak lagi condong ke arah Feli, ia membuat jarak terbentang guna memberi cukup banyak ruang bagi sang istri untuk bergerak.Tak lupa, Nathen menyempatkan diri melabuhkan usapan lembut penuh kasih di puncak kepala wanita yang duduk mematung di hadapannya itu."Kau menggemaskan sekali. Rasanya aku ingin mengurungmu saja, agar aku bisa terus bersamamu setiap saat," racau Nathen.Membuang napas dengan satu kali hentakan kasar melalui ce
"Paman!" Felicia menyeru dengan intonasi suara yang meninggi beberapa oktaf, terdengar begitu lantang dan langsung menggema ke seluruh penjuru ruang kerja milik Nathen.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, wanita cantik itu sekonyong-konyongnya menerobos masuk begitu saja, bahkan sampai membuat kebisingan terdengar tatkala permukaan daun pintu dari ruang kerja sang suami yang didatanginya tersebut, berbenturan dengan permukaan dinding.Berjalan lurus, tanpa memperdulikan keadaan sekitar, tujuan Felicia hanya satu, yaitu langsung menghadap Nathen yang kebetulan sedang berdiri di dekat meja kerjanya."Paman, aku ingin bicara!"Nathen yang saat itu sebenarnya baru beranjak dari kursi kerjanya sampai stagnan, seketika menghentikan segala pergerakan, memokuskan seluruh atensi yang dimiliki ke arah Feli, melongo menatap istri cantiknya itu, kaget. Berdiri dengan jarak hanya sekitar satu meter saja jauhnya dari satu sama lain, Feli menatap Nat