"Eummm ...!" Feli mengerang pelan di tengah tidur setengah pulasnya begitu ia merubah posisi berbaring jadi menghadap ke arah kanan, dari yang semula menghadap ke arah yang berlawanan.Ketika menyadari saat itu lengannya jatuh - seperti tidak sengaja menyentuh tubuh seseorang, Feli mengernyitkan kening sembari membiarkan telapak tangan berjemari lentiknya meraba-raba secara sembarang.Pelupuk mata wanita cantik itu masih setia tertutup dengan cukup rapat, tetapi kesadaran sudah perlahan terkumpul mengisi raganya kembali, setelah semalaman beristirahat dengan begitu tenang.Semakin ia membiarkan telapaknya meraba, semakin yakin pula ia bahwa dirinya saat ini memang tengah menyentuh tubuh seseorang. Dengan wajah bantal yang tampak merengut, Feli perlahan membuka pelupuk mata, mengerjapkannya dengan pergerakan cepat beberapa kali, lantas menguceknya pelan, guna mendapatkan penglihatan yang lebih jelas."Kau sudah bangun?""Paman?!" Feli sedikit menjerit kaget, seraya refleks membangkitka
"Paman jangan macam-macam!" Feli berucap sambil refleks mendorong tubuh Nathen agar menjauh darinya, begitu melihat suaminya itu nyaris saja mengikis habis jarak yang terbentang di antara mereka.Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Feli bergegas menyingkab selimut, lalu merayap menuju tepian tempat tidur, sebelum kemudian ia membangkitkan diri.Feli sebisa mungkin menjaga jarak dengan Nathen, tidak memberikan sedikit pun celah pada sang suami, agar bisa mendekati dirinya saat ini.Nathen mengernyitkan kening, membiarkan manik matanya memicing, menatap Feli penuh selidik. "Kau ini kenapa?"Kepala Feli menggeleng cepat. "Aku tidak kenapa-kenapa.""Kau membuat jarak denganku.""Ini masih pagi, Paman.""Memangnya kenapa kalau masih pagi?"Feli berdehem. "Memangnya Paman mau apa sih?"Nathen mendengkus. "Kita kan sudah berbaikan. Dua malam ini, sebelum pergi tidur, aku tidak mendapatkan pelukan dan ciuman darimu.""Lalu?""Lalu?" Nathen menatap Feli dengan tatapan tak habis pikir.Feli
Tawa yang terkesan sinis seakan meremehkan menguar dari mulut Davian sebagai respon pertama pribadi tampan itu setelah mendengar pertanyaan Vivian yang baginya memberi kesan menggelitik pada rongga dada.Mendengkus kasar sambil menundukan pandangan sebentar, pribadi tampan itu tersenyum miring ketika membiarkan manik matanya bersipandang kembali dengan mata Vivian. "Apa yang membuatmu memiliki pemikiran, jika aku berkemungkinan ingin kembali bersama Feli?"Manik mata Vivian tampak gemetar, menilik dengan seksama reaksi yang ditunjukan oleh Davian, sebelum kemudian membidik mata milik pria tampan yang dalam waktu dekat berencana mempersunting dirinya secara resmi itu.Agaknya sedikit kebingungan memilih susunan kata yang hendak dilontarkan sebagai jawaban untuk pertanyaan yang Davian lontarkan, Vivian berakhir dengan terdiam. Wanita cantik itu membisu, membiarkan keheningan seketika mendominasi, menyelimuti kebersamaannya dengan Davian, tanpa memutuskan kontak mata sama sekali.Davian m
Tubuh Loli tersentak. Ia kaget mendengar Feli kembali meninggikan intonasi suaranya hingga beberapa oktaf, membentak dirinya dengan suatu pernyataan yang sukses membuatnya melongo.Pelupuk mata Loli mengerjap cepat. "Ha?" Feli mendengkus jengkel sambil mengepalkan kedua telapak tangan yang menggantung di udara, tiba-tiba merasa begitu dongkol pada wanita cantik yang kini tengah duduk di hadapannya itu. "Paman Nathen itu milikku. Jadi kau tidak boleh menyukainya!"Loli menelan ludah kasar. Pelupuk matanya mengerjap cepat lagi. Sebuah kikikan pelan menguar dari mulutnya, terdengar begitu kikuk sekali. "Aku tahu pak Nathen itu milikmu. Dia adalah pamanmu. Tapi apa musti sampai kau tidak mengijinkan aku, atau bahkan orang lain menyukainya?"Feli mendengkus sinis. Mengulas senyum seringai di bibir sambil menolehkan pandangan ke samping kiri sebentar, ia melipat kedua lengannya di dada. "Apa kau akan mengijinkan jika ada wanita lain yang menyukai pria yang telah menjadi suamimu?""Tentu sa
"Kau sebaiknya ke luar dulu, Loli." Nathen memberi titah cukup tegas pada Loli, membuat Loli yang tengah didera gugup juga takut, menatapnya dan Feli secara bergantian."Benar-benar mau dipecat sekarang juga, ya?" sinis Feli yang mulai kesal melihat Loli tak kunjung beranjak meninggalkan dirinya dan Nathen, di ruang kerja suaminya itu."Aku pergi. Aku pergi sekarang," ucap Loli, sedikit gelagapan. Wanita cantik itu menatap Feli dan Nathen lagi secara bergantian untuk yang terakhir kalinya, sebelum kemudian, ia bergegas melenggang pergi dengan langkah yang tergesa.Feli menatap jengkel sosok Loli, hingga sekretaris dari suaminya itu ke luar dari ruangan tersebut. Membuang napas kasar sambil memejam sebentar, ia kemudian menoleh ke arah Nathen."Apa lihat-lihat?" Feli memberi Nathen tatapan kesal, pada saat ia melihat suami tampannya itu rupanya sudah menatap dirinya terlebih dahulu sambil melempar senyum manis tanpa dosa."Senyum-senyum, seperti orang bodoh saja," gerutu Feli seraya me
Belum sempat memberi sahutan, hal selanjutnya yang Feli tahu adalah ... Nathen lebih mendekat ke arahnya, mengikis segala jarak yang terbentang di antara mereka, hingga benar-benar habis tidak tersisa, terutama begitu permukaan bibir mereka beradu dengan permukaan bibir satu sama lain.Feli sampai terkesiap. Matanya seketika membulat. Pelupuk matanya mengerjap cepat beberapa kali, sebelum kemudian berhenti bekerja. Matanya terbuka dalam keadaan terbelalak, menatap kaget wajah tampan Nathen dari jarak yang begitu dekat. Pandangan Nathen dan Feli beradu. Pribadi tampan berusia seperempat abad itu menatap lekat manik mata Feli yang ayalnya sepasang mata rusa yang berbinar dan menggemaskan itu, lantas tersenyum simpul, sebelum kemudian menggerkan bibirnya, untuk menyesap kelewat lembut bibir ranum milik istri kecilnya itu.Seakan kenyataan berhasil memukul keras benak Feli detik itu juga, wanita cantik itu seketika memejam sembari mengatupkan bibirnya cukup rapat. Kedua tangannya refleks
Sentuhan kelewat pelan yang berlabuh di lengan sebelah kiri Nathen, berhasil membuat Nathen yang kala itu kebetulan tengah menilik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, sedikit terkesiap. Nathen mendapatkan sikutan dari Feli yang duduk tepat di sampingnya.Pribadi tampan berusia sepertiga abad itu kini tengah berada di ruang VIP dari sebuah restaruan mewah yang ia jadikan sebagai tempat pertemuan, yang akan terjadi antara dirinya dan sang istri, dengan Davian.Nathen menoleh cepat ke arah Feli. "Kenapa? Kau membutuhkan sesuatu?" tanyanya, dengan begitu lemah lembut sekali, penuh perhatian.Feli tersenyum kikuk sembari menggeleng ragu. "Tidak.""Kau yakin?"Untuk pertanyaan yang satu itu, kepala Feli refleks mengangguk cepat, lantas kembali melempar senyum kikuk pada sang suami. "Hemmm."Nathen mendengkus pelan. Tersenyum simpul, ia mengusap sayang puncak kepala sang istri.Detik kemudian, keheningan tak terelakan yang dari sebelumnya memang sudah berlangsung di sana - menema
Pandangan Feli mengedar. Manik matanya membidik satu persatu orang yang saat ini tengah duduk di rendetan kursi yang melingkari meja yang sama, dengan meja yang ia tempati bersama Nathen.Kebingungan, bercampur rasa penasaran yang begitu menggebu terpancar dari sorot mata juga raut cantiknya, ketika ia menatap Nathen yang duduk di sampingnya.Davian juga masih di sana, duduk bersebrangan dengan Feli, diapit oleh Vivian dan wanita cantik yang Feli ketahui, bernama Jane.Lupa-lupa ingat, atau lebih tepatnya ... Feli memang tidak pernah melihat wajah Jane sebelumnya – wanita yang digadang-gadang sebagai seseorang yang pernah ia saksikan sedang bermesraan dengan Davian, dulu.Sebab seingat Feli, kala itu, posisi wanita yang sedang bercumbu dengan Davian – di malam sebelum hari pernikahannya dengan Nathen terlaksana, membelakangi dirinya, menghadap ke arah Davian, tetapi menghalangi pandangan Davian juga, pada saat yang bersamaan."Jadi ... apa sebenarnya yang sedang terjadi saat ini?" cel