“Mas, kamu yakin cinta sama aku ‘kan?” gumam seorang wanita bersurai sebahu, yang kini tengah berada di atas pangkuan sosok pria berahang tegas dengan wajah yang proporsional.
Pertanyaan itu sontak membuat seorang wanita lain yang baru saja tiba, mengurungkan niat untuk membuka pintu di hadapannya.
“Bentar deh, ini aku nggak salah denger ‘kan?”
Tak ingin mati karena penasaran, wanita bersurai panjang, dengan bulu mata lentik itu semakin mendekatkan telinga ke arah pintu. Berusaha mendengarkan apa yang tengah terjadi di dalam sana.
“Bukankah akan terlihat lebih menarik jika seperti ini, Sayang?”
Entah apa yang sedang dilakukan kedua insan di dalam sana. Tetapi, hal itu sudah berhasil membuat jantung seorang Hanny diratama berdegup lebih cepat dari biasanya. Namun, sekuat tenaga, wanita itu terus memaksa otak kecilnya untuk memikirkan hal-hal yang positif.
Walaupun hasilnya nihil, karena tak lama setelah itu, suara desahan yang saling bersahutan mulai terdengar. Meski hanya samar-samar, tetapi hal itu sudah berhasil membuat tubuh Hanny bergetar hebat.
Dengan gerakan brutal, Hanny terus menggelengkan kepalanya, “Nggak, nggak mungkin Mas Raka selingkuh!”
“Mas Raka cuma cinta sama aku! Dan aku lagi hamil anaknya. Iya, aku yakin itu,” Meskipun semua organ dalam tubuhnya terus memberontak, Hanny tetap mempertahankan asumsinya tentang sang suami.
“Akh, sial! Pelan-pelan sayang!”
Hingga suara Raka yang terdengar mendayu dan penuh hasrat, berhasil membuatnya semakin penasaran. Jika kalian bertanya apa yang tengah Hanny rasakan saat ini? Maka jawabannya adalah kacau. Wanita itu tidak tahu langkah apa yang akan ia ambil, semua pikiran negatif mulai menyerang secara bersamaan.
Tidak ada pilihan lain, dengan mengumpulkan semua keberanian dalam tubuhnya, secara perlahan Hanny mulai membuka pintu tersebut, mencoba mengintip dari celah yang terbuka.
Dan di detik yang sama, tubuhnya langsung ambruk, bersamaan dengan air mata yang turut luruh membasahi pipi. Pikiran yang sejak tadi ia elakan akhirnya benar-benar terjadi.
Cepat-cepat wanita itu membekap mulutnya sendiri, mencoba menahan suara isakan yang kapan saja bisa keluar.
‘Kamu jahat, Mas!’ batinnya mulai meracau
Meskipun hanya dari celah kecil, Hanny sanggup melihatnya dengan jelas, saat sang suami tengah melahap rakus bibir dari perempuan di pangkuannya.
“Kalian gila!”
Wanita itu terus menjerit dalam hati, tak urung kini kedua tangannya turut mengepal kuat, meremas ujung bajunya sendiri, mencoba menyalurkan rasa sakit yang tengah dirasakannya.
Di dalam sana, Raka terlihat semakin menggila, dan begitu menikmati esapan demi esapan yang ia lakukan, sedangkan sang wanita sudah tampak menggeliat bak cacing kepanasan, tatkala tangan lawan mainnya bergerak liar menjamah dan meremas seluruh bagian tubuhnya yang tampak menggoda, yang otomatis membuat suara lenguhan semakin terdengar jelas memenuhi isi ruangan.
Sekarang, hati wanita mana yang tak hancur ketika dengan kedua matanya sendiri menyaksikan adegan gila yang dilakukan sang suami dengan wanita lain? Wanita mana yang akan tinggal diam, saat mengetahui bahwa suaminya telah melakukan hal tidak senonoh, dan menodai janji suci pernikahannya sendiri?
Tidak ada! Jadi jangan harap Hanny akan tinggal diam melihat kelakuan bejat suami yang dicintainya itu. Bahkan kini, dengan kasar ia menyapu bercak air dari matanya.
“Wanita jalang!”
Dengan dada yang semakin bergemuruh hebat, Hanny menyungingkan sedikit senyuman, tatapan yang semula sayu, seketika berubah menjadi bengis dan penuh dendam.
“Teruntuk kalian, memang bukan sekarang. Tapi, lihat saja, siapa yang akan kalah nantinya.”
****
Detik terus berlalu, mengubah menit menjadi jam sang mentari pun telah tenggelam, dan digantikan dengan bulan purnama yang bersinar terang, mengiringi sebuah mobil hitam mengkilap memasuki pekarangan rumah yang terlihat mewah.
Jika hari-hari sebelumnya, Hanny akan langsung antusias berlarian kecil dan berdiri di ambang pintu untuk menyambut kedatangan sang suami, maka tidak untuk malam ini. Wanita itu lebih memilih untuk bersembunyi di antara selimut dan sprei yang tebal, tetapi nyatanya benda itu masih belum mampu menghangatkan hatinya yang tiba-tiba terasa dingin.
"Aku bersumpah akan membalas perbuatan kalian. Wanita itu harus mendapat karma secepatnya!”
Hingga suara ketukan, disambung pintu yang perlahan terbuka, menampilkan seorang pria jangkung, berwajah tampan. Setelah melepas jas, juga menaruh tas kerja bawaannya, kini ia kembali berjalan guna menemui wanita yang tengah tertidur pulas di atas ranjang.
Pria itu pun berjongkok, guna menyamakan tubuh keduanya, lantas ia usap lembut surai indah yang istrinya miliki.
“Sayang? Udah tidur ya!” gumamnya sepelan mungkin, membuat sang empu menggeliat tak nyaman, lantas merubah posisinya menjadi menghadap Raka sepenuhnya.
Hal itu, membuat Raka yang terlampau gemas dengan pipi chubby sang istri, lebih leluasa untuk mengabsen wajah Hanny menggunakan kecupan. Mulai dari kening, hidung, pipi, dan terakhir, ia sengaja menahan kecupan di bibir merah ranum milik Hanny dengan tempo yang cukup lama.
Membuat mata yang awalnya terpejam, terbuka sempurna, kemudian terkekeh singkat saat sang suami mengakhiri aktivitasnya.
“Eung! Kamu udah pulang?” tanya Hanny dengan suaranya yang serak, khas orang bangun tidur, tak lupa tangannya turut bergerak membelai wajah tampan Raka.
Raka sendiri hanya membalasnya dengan anggukan kecil, lantas dengan sigap membantu sang istri yang hendak merubah posisi tubuhnya agar bisa duduk sempurna di hadapannya.
“Kamu gimana di rumah? Aman kan?” celetuk Raka yang kini sudah duduk bersila di atas lantai, tepat di hadapan Hanny yang duduk di atas ranjang.
Kini giliran Hanny yang mengangguk. Tak lupa, wanita itu kembali memaksa kedua sudut bibirnya untuk membentuk lekungan indah, yang tercetak sempurna di wajah cantiknya. Raka yang selalu berhasil dibuat gemas, segera berdiri dan menangkup pipi Hanny, kemudian memberikan beberapa ciuman pada pipi chubby itu.
"Mas, kamu bau. Mandi sana!" usir Hanny dengan nada dibuat seketus mungkin. Reflek Raka menciumi beberapa bagian tubuhnya sendiri, sebelum kembali menatap Hanny dengan memicingkan sebelah matanya.
"Bau-bau gini kamu tetep sayang aku, 'kan?" goda pria itu yang ternyata langsung menabrakkan tubuhnya pada Hanny, karena kuranganya keseimbanagn membuat sang wanita, langsung terbating ketas kasur yang empuk.
"Mas, sana cepet!" pekik Hanny pada akhirnya, membuat Raka mau tidak mau mengakhiri prosesi berpelukan itu, dan kembali membantu istrinya untuk duduk.
Kemudian pria itu kembali berjongkok, kini wajahnya tepat berada di depan perut Hanny yang sedikit membuncit, lantas ia tersenyum dengan sumringah, tangannya bergerak pelan mengusap perut yang saat ini tengah tertanam bibitnya.
"Sayang! Kamu jagain Bunda ya, jangan nakal-nakal. Ayah mandi dulu, nanti kita main bareng lagi, oke!" Setelah selesai berucap, pria itu jadi terkikik sendiri, hal ini memang sering ia lakukan sepulang kerja, meskipun janin di dalam sana mungkin belum bisa mendengarnya.
Kemudian Raka mencium singkat perut itu, dan kembali berdiri dengan menggenggam kedua tangan Hanny. "Kamu istirahat lagi ya! Aku mandi dulu."
Masih dengan senyuman yang terlukis indah, Hanny pun mengangguk, lantas mendorong pelan tubuh Raka untuk segera menjauh darinya.
Ya seperti itulah kelakuan Raka, suka sekali berdrama dan manja-maja setiap mau mandi.
Namun, kali ini tidak ada lagi senyuman yang mengiringi langkah Raka menuju kamar mandi. Wanita itu membuang senyum palsu yang sejak tadi ia tunjukan, matanya semakin memburam dengan nafas yang terdengar berat saat mengikuti punggung kokoh yang telah hilang ditelan jarak.
Detik berikutnya ia menunduk, tangannya mengusap pelan perutnya, bersamaan dengan itu suara isakan mulai terdengar dari bibir ranumnya. Kali ini, Hanny sama sekali tidak menahan air matanya untuk terjun bebas.
Tak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran nya, seorang Raka yang selalu bucin, ternyata telah bermain api dibelakang nya. Hati istri mana yang tidak sakit saat ia tengah mengandung, justru suaminya tengah bermain gila dengan sekretarisnya sendiri.
Isakan yang semakin terdengar menyayat hati itu, membuat Raka buru-buru keluar dari kamar mandi, dengan hanya menggunakan celana pendek, pria itu berlari dan langsung menarik tubuh Hanny untuk masuk ke dalam rengkuhannya.
"Kamu kenapa, ada yang jahatin kamu?" tanya Raka yang terlihat begitu panik, ia sengaja membingkai wajah Hanny, guna melihat keadaan wanita itu.
Ingin sekali rasanya Hanny mengangguk dan langsung menempeleng wajah Raka, tetapi hal itu, segera ia urungkan, dan lebih memilih untuk menggeleng, yang justru membuat Raka menyerngit bingung. "Terus, kamu kenapa?"
Hanny yang sudah mulai meredakan isakan tangisnya, kini mengerjapkan kedua matanya berulang kali, lantas wanita itu menghembuskan nafas, sebelum akhirnya menjawab, " Aku baru inget, tadi aku mimpi kamu selingkuh."
Hai semuanya🤗 Selamat membaca cerita baru aku ya! Semoga kalian suka🤩🤩
"Aku mimpi kamu selingkuh?" Bak disambar petir tepat mengenai jantungnya, secara perlahan Raka menurunkan kedua tangannya dari wajah Hanny, wajahnya cerahnya seketika berubah menjadi pucat pasi. "Kamu nggak beneran selingkuh, 'kan?" Raka yang tiba-tiba bingung harus merespon apa hanya bisa tertawa hambar, lantas menyugar rambut tebalnya yang masih basah kebelakang. "Selingkuh? Ya enggak lah, Sayang. Bagaimana bisa aku menyelingkuhi perempuan lucu, imut dan menggemaskan seperti istriku ini … hmmm?" dalih pria itu pada akhirnya, tangannya kembali bergerak mencubiti pipi chubby milik sang istri, tak peduli dengan sang empu yang sudah merintih karena kesakitan. "Udah malem, kita istirahat ya! Kasihan si utun pasti lelah." Pria itu kembali bersuara, lantas menata bantal agar terasa nyaman, dan segera membantu Hanny untuk merebahkan dirinya. Ia pun dengan cepat turut berbaring dan mendekap pinggang ramping milik sang istri, kepalanya sengaja ia sembunyikan pada curuk leher milik Hanny
“Surprize!”Raka yang tengah fokus berkutat dengan layar komputernya, harus terlonjak kaget tatkala mendapati seorang wanita sudah berdiri di hadapannya dengan menampilkan seulas senyum yang nampak indah.Dalam keadaan masih terkejut, tak urung Raka tetap berdiri guna menghampiri wanita cantik dengan pakaian pressboddy yang semakin mempertontonkan keelokan tubuhnya.“Hay, apa yang membuatmu kesini, hmm?” tanya Raka setelah berhasil memeluk tubuh sang sekretaris dan membawa kepangkuannya.“Bukankah nanti malam kita akan menghabiskan waktu bersama?” sambungnya, sembari terus mendaratkan kecupan pada wajah Devina.Devina yang merasa geli, hanya bisa terkikik. Lantas tangannya pun turut bergerak guna membelai rahang tegas pria itu, sembarai merengek bak seorang bocah, “ Aku hanya merindukanmu, Mas. Dan untuk saat ini, menunggu waktu malam itu masih sangat lama.” Akan tetapi, detik berikutnya ia berhasil dibuat terkesiap saat tanpa sengaja netranya menangkap sesuatu yang cukup familiyar b
“Jangan! Kamu di sini aja, ada yang harus aku omongin sama kamu!”Suara Hanny yang tampak tegas itu, membuat Devina gugup hingga susah payah menelan salivanya sendiri. Beruntung Raka yang cepat sadar turut melangkahkan kaki guna mendekati kedua wanita itu.Lantas secara perlahan ia menarik tangan Hanny dan mengenggamnya, “Biarin Devina pergi, Sayang. Toh urusannya sama aku juga udah selesai.”Bukannya menurut, Hanny justru berdecih kesal. Kemudian dengan bersedekap dada ia mulai menatap Raka juga Devina secara bergantian.“Kamu kenapa sih, Mas? Khawatir banget kayaknya! Aku tu cuma mau ngomong sama Devina, bukan mau nerkam dia!” sungut Hanny yang kini sudah kembali menatap Raka penuh tanya.“Ada yang kalian sembunyiin ya, dari aku?” sambungya bersamaan dengan kedua matanya yang sengaja disipitkan saat menatap sang suami.“Nggak ada!” Raka yang menggeleng, segera me
Dalam balutan malam dengan cahaya remang-remang dari decorative lighting yang berada di pojok ruang tamu. Netra Hanny melirik ke arah jarum jam, yang ternyata sudah berada tepat di angka 11. Namun, kedua netra hazelnya masih enggan untuk sekedar di tutup.“Ayo dong dek, kita tidur ya!” lirih wanita itu dengan mengelus perutnya sendiri, mencoba untuk menenagkan janin yang entah mengapa terus bergerak sejak tadi.“Ayah pulangnya masih lama lo, nanti kamu kecapean, tidur sekarang ya!” sambungnya dengan menghela nafas lelah, tetapi juga bahagia dalam satu waktu.Karena tubuhnya yang merasa lelah saat terlalu lama duduk, akhirnya ia memutuskan untuk berdiri sembari berjalan mondar mandir di samping sofa. Dan untuk saat ini, entah mengapa ia benar-benar ingin memeluk dan mencium wangi woody dari tubuh suaminya yang tak kunjung pulang itu.“Kamu kemana sih, Mas. Jam segini belum juga pulang?” Entah sudah kali beberapa decakan yang sama itu terus keluar dari mulut Hanny, hingga membuatnya ke
Pagi menyapa dengan embun yang menghiasi daun dan bunga. Di kejauhan, matahari mulai timbul, menerangi langit dengan warna-warni indahnya. Semua tampak begitu segar dan penuh harapan.Begitu pula dengan keluarga kecil yang saat ini tengah duduk bersama di meja makan, di sana ada Raka yang tengah asik menuang madu ke dalam mangkuk yogurt, juga Hanny yang juga sibuk meratakan selai coklat pada roti bakar di tangannya, sebelum kemudian ia letakkan pada piring milik sang suami.“Makasih, Sayang,” gumam Raka yang langsung melahap roti tersebut, membuat Hanny tersenyum senang."Oh iya, Mas. Kamu beli parfum baru?"Hanya dengan satu kalimat pertanyaan, Raka sudah dibuat tersedak, sementara dengan sigap tangan kirinya menepuk pelan dada bidangnya, saat merasakan roti yang baru saja ia kunyah tiba-tiba tersangkut di tenggorokan. Kali ini, Hanny hanya diam dan terus menatap setiap pergerakan Raka tanpa mau membantu."P-parfum? Nggak ada deh
"Ada acara apa nih, pelukan gak ajak-ajak."Kehadiran Bachtiar membuat kedua insan yang masih setia berpelukan, segera mengakhiri aktivitasnya. Lantas keduanya serempak menoleh ke sumber suara."Lah, Bachtiar. Kok lo bisa masuk?" tanya Tania yang reflek melebarkan pupil matanya, menatap tajam ke arah Bachtiar.Bachtiar sendiri hanya menghembuskan nafas berat, menatap sahabatnya itu dengan tatapan jengah. "Tu lihat pintu lo!"Tania pun menoleh, menatap arah pandang yang Bachtiar tunjukan, sebelum akhirnya kembali menatap pria itu dengan menunjukan deretan gigi-gigi putihnya."Makanya, jangan ceroboh. Pintu itu ditutup, bukan malah dibuka selebar jidat lo!" Bachtiar yang memang terkenal rese, menyentil jidat Tania, membuat sang empu mengaduh kesakitan.Namun, pria itu sama sekali tak peduli, karena ia lebih tertarik untuk turut bergabung, dan duduk di samping Hanny yang masih sibuk mengusap bercak air dari pipi chubbynya. "Lo gak papa, '
"Lo ngapain, sih? Pake acara pindah apartemen segala?" Di sepanjang jalan Tiar terus menggerutu kesal, tetapi tak urung kakinya tetap melangkah mengikuti pergerakan Tania, dengan sebuah kardus besar yang berisi barang-barang wanita itu di dalam rengkuhannya. "Ya terserah gue, dong! Orang kaya mah bebas. Lagipula gue bosen di sana!" jawab Tania asal ceplos, lantas ia kembali berjalan setelah pintu lift terbuka. Besarnya kardus yang ia angkat, sedikit menyusahkan netra sipitnya untuk melihat dengan benar, hingga tanpa disadari seorang wanita dari arah berlawanan, tengah berjalan tergesa dan berakhir mereka berdua saling menabrak. Kardus yang Tania bawa terjatuh, dan menumpahkan semua isinya, sedangkan kedua wanita itu saling tersungkur ke atas lantai. Tiar yang menyaksikan adegan itu, dengan cepat meletakkan barang bawaannya, lantas bergegas membantu Tania untuk berdiri. "Lo nggak papa?" tanya Tiar yang saat ini tengah memutar tubuh
Dengan mata yang masih terpejam dalam larutnya malam, Devina semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar milik Raka. Pria itu sendiri yiba-tib terobangun, lantas menyerngit guna menyesuaikan intensitas cahaya yang ada di ruangan tersebut.Tubuhnya sedikit tersentak, tatakala melihat jam rolex yang melingkar indah di pergelangan tangannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia segera beranjak dan kembali memakai setelan kemeja yang sempat ia lepas sebelumnya. “Shit! Bisa-bisanya ketiduran di sini!” decak Raka mengumpati dirinya sendiri. Dan hal itu berhasil membangunkan Devina dari tidur panjangnya.“Kamu mau kemana, Mas? Buru-buru banget. Nggak mau nemenin aku malem ini?” gumam Devina dengan suara serak khas orang bangun tidur.Raka sendiri yang masih sibuk merapikan kemeja nya, hanya menoleh sekilas tanpa mau membalas, membuat Devina yang masih setengah sadar segera beranjak dan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang pria, membiarkan aroma maskulin yang hangat memenuhi ind
“Bunny!”“Hanny!”Teriakan yang menggema secara bersamaan, berhasil mengambil alih atensi Hanny, membuat wanita itu sontak menoleh guna mencari sumber suara, dan melemparkan senyum, sembari melambaikan tangan, ke arah Haura, juga Tania yang berada di tepian jalan.“Hanny, minggir! Di belakang lo!” Dengan wajahnya yang sudah pucat pasi, Tania kembali berteriak dengan lantang, membuat Hanny menyerngit heran. Namun, tak urung wanita itu menoleh, tapi sayang. Semuanya terlambat.Motor yang terus melaju kencang ke arahnya, membuat kakinya kelu untuk bergerak, saat itu juga netranya membulat sempurna dengan perasaan tak karuan.“Awas!” Hingga teriakan itu kembali menggema, bersamaan dengan tubuhnya yang terhuyung tak tentu arah, dan berakhir dengan suara tabrakan yang begitu nyaring hingga memekikkan telinga. “Hanny!” Tania yang sudah berlari, reflek menghentikan langkahnya, dengan mata yang berembun detik itu juga. Sedangkan yuda, dengan cepat pria itu menutup wajah Haura, tak membiarkan
“Maksudnya pindah?” Tania reflek berdiri dan berbalik badan untuk menatap Tiar yang tengah berdiri.Tiar tidak langsung menjawab, pria itu lebih dulu menghela nafas berat, lantas membalas tatapan Tania tak kalah intens. “ Aku mau ajak Haura pergi dari sini. “Lebih tepatnya, pergi dari kota ini. Aku gak bisa tinggal di sini terus,” imbuhnya sembari menelisik keadaan sekeliling ruangan dengan senyum yang semakin pudar. Jika boleh jujur, Tiar sudah nyaman berada di rumah pemberian Hanny itu. Namun ia juga masih sadar diri. Ia tidak bisa berhutang budi pada wanita itu.“Jangan bilang, ini karena masalah Hanny sama devina?” Tania kembali bergumam, dengan suaranya yang tiba-tiba bergetar. Pertanyaan itu berhasil membuat Tiar langsung menundukan kepala, apalagi saat melihat wajah Tania yang tiba-tiba memerah, dengan mata yang berkaca-kaca.“Emangnya Bunny, sama Ibu punya masalah apa? Gara-gara Haura ya!” Sial sepertinya kedua orang dewasa itu telah melupakan sosok malaikat kecil yang seja
“Ooo … Jadi selama ini kita makan di resto milik pelakor!” Seorang wanita paruh baya memekik dengan begitu lantang. Disambung dengan suara ricuh dari pelanggan lain yang turut mencibir sosok Devina. Tentu saja, mendengar hal itu membuat Hanny merasa puas dengan perlawanan yang ia berikan. Cukup sudah berdiam diri, kini wanita hamil itu akan turun untuk beraksi.“Mending, kita pergi dari sini! Gak usah lagi makan disini. Bisa-bisa laki kita diembat juga sama dia.” Seorang wanita lain, turut nimbrung, lantas berjalan mendekati Devina, tanpa aba-aba ia langsung menyiramkan segelas air yang tergeletak diatas meja. “Dasar pelakor! Tau rasa kamu sekarang!” tuturnya tersenyum senang. Devina yang mendapatkan serangan mendadak, tentu saja berhasil dibuat terkejut. Wanita itu reflek menutup mata, tatkala segelas air langsung terjun membasahi seluruh wajahnya.Devina semakin dibuat naik pitam, dadanya yang bergemuruh, semakin panas saat menghela nafas, dengan kasar ia meraup wajahnya sendiri
Tania yang baru saja hendak pergi bekerja, harus terlonjak kecil tatkala mendapati sang sahabat sudah berdiri di ambang pintu rumahnya, kini wanita itu tak lagi tinggal di apartemen, ia memutuskan untuk kembali ke kediaman kedua orang tuanya. Tania segera meraih punggung Hanny untuk ia cengkram dengan kuat, netranya menelisik setiap jengkal tubuh wanita hamil di hadapannya. “ Hanny? Kok kesini gak bilang-bilang.”Hanny menggeleng, sembari menerbitkan seulas senyum ia meraih tangan Tania untuk ia genggam. “Ada perlu sama kamu,” “Yaudah yuk masuk!” Tania berniat menarik tubuh Hanny untuk melangkah masuk, tetapi wanita itu langsung menolak. Tentu saja, hal itu langsung membuat Tania menyerngit penuh tanya. “Nanti aja deh, Tan. Kamu mau berangkat kerja ‘kan,” tutur Hanny bermaksud untuk kembali beranjak dari sana. Namun, dengan cepat Tania langsung menahan tangannya.“Nggak papa, gue bisa tukeran shift sama dokter lain.” kilah Tania, yang langsung mengeluarkan benda pipih dari dalam
“Udah kenyang?” Tania yang saat ini teng duduk diatas trotoar, menoleh ke arah Yuda yang baru saja memberinya pertanyan.“Udah!” balasnya sembari menunjukan deretan gigi-gigi putihnya yang tersusun rapi.“Yaudah ayok!” Yuda lebih dulu berdiri, bukannya segera mengikuti, Tania justru hanya mendongak dengan menampilkan lipatan-lipatan pada dahinya.“Mau kemana?” wanita itu kembali bertanya dengan wajah cengonya, dan melihat itu membuat Yuda tak lagi bisa menahan kedua sudut bibirnya untuk terangkat.Malam ini, pria itu berhasil melihat siapa Tania yang sebenarnya, bukan gadis bar-bar yang suka asal ceplos, melainkan gadis unik dengan segala kelemotannya. Jadi sekarang dia sudah tidak heran lagi, kenapa Tiar suka sekali memarahi wanita di hadapannya itu. “Pantesan,” Tanpa sadar Yuda berucap, membuat Tania semakin menyerngit penuh tanya, begitu pula dengan dirinya yang juga tampak syok sendiri.“Apanya?” Tania bertanya. Yuda menggeleng cepat.“Bukan apa-apa!” Kali ini, Tania tidak bern
Tak perlu waktu yang lama, taxi yang ditumpangi Tania sudah sampi di tempat tujuan. Sebelum benar-benar beranjak, Tania membayar dan mngucapkan terimakasih kepada pria paruh baya yang sudah mengantarkannya dengan semangat.Seulas senyum pun langsung terbit di wajah cantik wanita itu, tatakal mendapti sebuah Toko bunga yang sudah tutup, lantas netranya bergerak pada favilliun kecil yang ada disebelahnya.“Akhirnya sampai juga,” gumamnya, sebelum kembali melangkah, dan langsung mengetuk pintu yang ada di hadapannya saat ini.“Permisi!” Tania kembali bergumam saat belum juga mendapat respon dari dalam.Gadis itu menghela nafas, “Apa udah pada tidur ya?” tanyanya pada diri sendiri, lantas ia melihat jam yang melingkar cantik di pergelangan tanganya. “Masa iya udah tidur, ‘kan masih jam segini!” sambungnya dilanda rasa bimbang. “Ck! aish!” Wanita itu berdecak, sembari menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Lagi lupa lo ngapain sih, dateng kesini malem-malem. Gak jelas banget s
Sepeninggal kedua temannya, kini tatapan Hanny fokus ke arah depan, wanita itu sama sekali tak mengindahkan keberadaan sang suami yang berada tepat di sampingnya.Awalnya tidak ada yang membuka suara, semua tampak tengah fokus pada pikiran masing-masing. Hingga sang pria lah yang lebih dulu berdehem, tetapi sayang deheman utu sama sekali tak membuat sang istri menoleh ke arahnya. “Sayang,” panggil Raka setengah berbisik, bersamaan dengan itu, tangannya turut bergerak mengusap surai panjang milik Hanny.“Apa?” Akhirnya Hanny menoleh, walaupun tatapannya terlihat sangat tidak bersemangat. “Maafin aku ya!” balas Raka mengulum senyum.“Buat apa?” sembari menarik sebelas alisnya untuk terangkat, Hanny terkekeh singkat.Tangan yang masih setia mengusap surai sang istri, perlahan turun dan berhenti tepat pada kedua tangan Hanny, kemudian ia genggam tangan itu seerat mungkin. “Maaf, aku udah lali jaga kamu!” pria itu berkata penuh penyesalan, saat berhasil mencium kedua tangan sang istri de
Detik demi detik berlalu dengan begitu cepat, menggantikan menit menjadi jam, dan siang menjadi malam. Dan kini, Raka sudah berdiri tegak di hadapan pintu apartemen milik mantan sekretaris.Hampir 5 menit berlalu, tetapi sang empu tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya, membuat Raka semakin frustasi.“Dev, ayo dong buka pintunya! Aku mau masuk!” Pria itu terus mengetuk daun pintu dihadapannya dan sesekali berteriak dengan lantang, berharap wanita di dalam sana segera keluar.“Aku masuk, atau pintunya aku dobrak!” Habis sudah kesabaran Raka, pria itu berucap dengan tegas, dan penuh intimidasi.Sedangkan di dalam sana, tepat diatas ranjang, Devina yang tengah berkutat dengan layar laptopnya menghela nafas jengah. Namun, tak urung wanita itu tetap beranjak menuju pintu utama.“Dobrak aja, kalau kamu berani!” katanya tatkala hampir mencapai daun pintu. “Devina!” Teriakan Raka kembali terdengar, membuat Devina mau tidak mau langsung memutar kunci dan membuka pintu tersebut.“Apa?
Sesuai yang sudah Tiar katakan sebelumnya, tepat setelah 3 jam berlalu, pria tampan berkacamata itu segera melepas jas putih yang sedari tadi melekat di tubuhnya.Menyisakan sebuah kemeja panjang berwarna Biru, yang saat itu juga langsung ia gulung hingga mencapai siku.Dan tidak perlu waktu lama, pria dewasa itu seger! menekan pedal gas mobilnya untuk segera menemui sang sahabat. Hampir 15 menit berlalu dan kini Tiar sudah sampai pada sebuah rumah megah nan tampak sepi.“Tumben lo pulang?” Tiar berujar setelah berada di ambang pintu, membuat sang pemilik rumah yang tengah terduduk di sofa ruang tamu reflek menoleh.Dan tanpa menunggu disuruh, pria itu langsung bergerak dan mengambil duduk tepat di samping Tania.“Telat 15 menit,” cibir Tania mengecek jam di pergelangan tangannya sendiri.“Ck! Lo kira gue iron man, bisa terbang kemana saja?”“Emang iron man bisa terbang?” balas Tania menanggapi ucapan tidak berfaedah dari Tiar.“Hust! Diem. Gue gak tau dan gak mau tau!” Dengan cepat T