Bima terkekeh melihat wajah kaget Siti. Dia beralih menghempaskan tubuh ke kasur. Melipat tangan di belakang kepala.“Kenapa kamu tidur di sini?!” Siti menengok pada Bima.“Kita kan sudah nikah, jadi ya ini kamar bersama.”“Kamu pikir saya mau!” perempuan itu membelalak lagi, terus menggerutu kemudian, “belum mandi sudah naik tempat tidur!”Bima terbangun menyamping dan menyanggah kepalanya dengan satu tangan. “Kamu mau saya mandi? Berati malam ini kamu berharap kita berhubungan sumi istri? Wah harusnya saya mandi dulu.” Bima beringsut duduk sembari memasang tampang berpikir.Sebetulnya apa yang dipikirkan Bima, bukankah harusnya dia sedih tidak jadi menikahi Ajeng, atau memang dia menjadikan Siti sebagai bahan hiburan sementara untuk meringankan kesedihannya. Siti terus mengikuti pikiran negatifnya. Perempuan itu segera memukuli Bima dengan bantal.“Aduh, sakit!” Bima memegangi tangan Siti sembari tertawa.“Kenapa kamu malah tertawa?” rengut Siti kemudian.“Enggak kenapa-kenapa. Say
“Halo, Ajeng ... maaf ya aku telepon pas kamu lagi sibuk-sibuknya. Aku kira enggak bakal diangkat.” Sahabat Ajeng bernama Farah menelepon saat Ajeng sedang membakar kartu undangan pernikahannya.“Enggak kok aku lagi enggak sibuk.” Ajeng menopang dagu sembari duduk memandangi api yang menghanguskan kartu-kartu itu.“Maaf ya kemarin aku enggak bisa datang ke acara akad kamu, beneran deh kemarin aku sibuk banget. Eh, kamu lagi ganti baju pengantin ya.”“Baju pengantin apanya. Orang aku enggak jadi nikah sama Bima. Enggak perlu minta maaf juga enggak bisa dateng, Far. Emang semuanya sudah batal kok.”“Hah! Masa sih? kamu bercanda?!”“Masa aku bercanda sama hal sakral.”“Serius Ajeng, aku sekarang lagi ada di resepsi pernikahan kamu dan Bima. Aku baru aja dateng. Aku pikir kamu lagi ganti pakaian. Lihat pelaminannya cuma ada Bima sama orang tuanya, tapi pestanya tetep ada kok.”“Yang bener ?!” Ajeng berdiri saking terkejutnya. Dia tidak menyangka Bima akan tetap melangsungkan resepsi perni
“Cium ... cium ... cium ....”“Yaaa!”Semua orang memekik begitu Bima mencium pengantinnya di depan tamu undangan. Tak terkecuali Ajeng yang baru saja datang. Darahnya mendidih, seketika memuncak hingga ujung kepala, matanya melebar menyaksikan Bima melepaskan pagutannya dan tersenyum kepada penyihir yang hampir saja membunuhnya. Ajeng tidak menyangka Bima bisa berubah 380 derajat, yang tadinya hanya mencintai Ajeng kini malah berbalik menikahi perempuan laknat itu. Siti menyukai hal mistis, dia bisa menerawang dan mungkin saja dia melakukan hal-hal curang untuk membuat Bima jatuh cinta padanya. Ya, Ajeng meyakini kalau Siti mempunyai ilmu pelet dan jampi-jampi yang bisa membuat hubungan Ajeng dan Bima hancur seperti sekarang. Dia benar-benar tidak terima!Siti geram dengan sikap Bima, meski tadi Loli sudah memperingatkan akan ada acara mencium pengantin setelah lempar bunga. Tetap saja Siti merasa Bima tengah mengambil kesempatan. Tanpa pikir panjang dia menginjak kaki Bima saat mere
“Ini baju buat kamu, saya baru beli di distro depan.” Bima memberikan sebungkus kantung kresek pada Siti. Kemudian dia mengenakan kaus yang baru juga dia beli.Siti mengambil pakaian dalam kantung untuk melihatnya. Dia mengerjap kemudian berpindah menatap Bima. “Kausnya kembar? Warna dan gambarnya sama?”“Iya, adanya kaus pasangan. Sekarang kan lagi Valentine, jadi mereka jualnya kaus-kaus seperti ini.”“Ish.” Siti memalingkan wajah. “Kenapa? Kamu enggak mau pakai kaus kembaran sama saya? Jadi mau pakai baju compang-camping itu?” Bima mengernyih menatap gaun panjang yang tiba-tiba jadi mini berkat ulahnya. “Saya sih malah seneng, dapat pemandangan alam pas mau tidur.”Siti langsung menutupi tubuhnya. “Iya saya pakai kaus ini!”“Gara-gara kamu nih kemeja mahal saya jadi rusak. Untung celana dan isinya masih bisa terselamatkan.” Bima menyejajarkan kemejanya yang sobek akibat Siti.“Kamu duluan yang mengoyak gaun mahal saya!”“Mahal? Memangnya kamu yang beli. Yang beli juga saya, ya w
“Argh!” Bima menggeram memegangi bibirnya yang memerah akibat gigitan Siti. Bukan gigitan lembut yang dia dapat tapi seperti gigitan singa memangsa lawannya. Sepertinya Siti sengaja melakukan demikian agar merusak momen romantis dan intim mereka. “Kamu ini! Ish!” Bima tidak bisa berkata-kata lagi. Dia mungkin bisa menaklukkan penjahat tapi belum bisa menaklukkan Siti.“Apa?!” Siti melotot menantangnya. Kamu pikir saya perempuan gampangan.“Terus apa yang bisa membuat kamu gampang. Heh Siti, kamu kan istri saya!”“Tapi kamu menikahi saya bukan karena cinta, mungkin karena nafsu seperti sekarang!”Bima celingak-celinguk memeriksa adakah orang yang mendengar teriakan Siti. Untung Resort ini sepi jadi Bima bisa melanjutkan sanggahannya, “itu wajar saja tahu! Kita tinggal serumah, kemarin pun kamu peluk-peluk saya, itu berarti kamu juga punya nafsu. Bagi saya itu normal karena kita saling membutuhkan. Itu kenapa manusia harus menikah.” Bima mendengkus lalu berjalan mendahului Siti yang ten
Siti berjalan bolak-balik di depan pintu ruang ICU. Berharap tidak ada tindakkan lain selain menjahit luka Bima. Hingga beberapa menit dokter ke luar bersama Bima.“Loh kamu kok sudah berdiri?” tanya Siti melihat Bima di papah oleh Dokter..“Hanya luka sobekan di pinggang. Tidak ada peluru yang bersarang. Jadi pasien bisa dirawat di rumah,” jelas Dokter memberikan Bima pada Siti.Bima membuka lima jarinya pada Siti saat mereka ke luar dari klinik. “Sudah aku enggak apa-apa. Luka kayak gini sudah biasa.”Di luar mereka bertemu dengan Mena yang baru saja datang khusus menginterogasi Bima dalam mobilnya. “Bagaimana lukamu?”“Enggak terlalu serius.” Bima menyandarkan punggungnya di jok mobil sambil mengernyih, sementara Siti membantu Bima agar bisa duduk lebih nyaman.“Apa kamu enggak kenal orangnya? Mungkin saja dia seorang residivis, atau pernah memiliki dendam denganmu?” tanya Mena lagi, duduk memutar tubuhnya ke belakang menghadap Bima. Sedang di sebelahnya ada satu anggota kepolisi
Selangkah lagi Bima mungkin bisa sepenuhnya menguasai Siti. Saat wanita itu terbaring di bawah tubuhnya yang ia sanggah dengan telapak tangan. Bima bergerak hati-hati menurunkan punggungnya mendekati Siti tapi lagi-lagi dia harus merasakan sakit karena lukanya masih basah. Sontak Bima menegakkan tubuh tidak dapat terlalu lama membungkuk.“Sakit lagi?” tanya Siti, segera duduk memeriksa Bima.“Ah, sial!” rutuk lelaki itu. Lukanya sungguh-sungguh merusak suasana romantis mereka..“Jangan banyak bergerak, segeralah duduk.” Siti membantu Bima kembali berbaring di kasur.“Kamu tetap di samping saya kan?” pinta Bima, yang kini terlihat seperti anak kecil.“Iya, kalau kamu mau minum atau mau makan biar saya ambilkan.”“Enggak usah. Saya cuma butuh kamu di sisi saya sekarang. “ Bima menarik tangan Siti agar duduk di sebelahnya. Dia menyandarkan kepalanya di bahu Siti dan mengatupkan kedua matanya.Siti sungguh-sungguh meluluh. Sudah lama dia tidak merasakan dibutuhkan, dipedulikan dan dicint
Setelah membersihkan sisa makanan di wastafel, Siti hendak ke kamar lain entah untuk apa. Mengetahui Siti akan berpindah tempat Bima terburu memanggilnya.“Siti!”“Ya.” Siti menoleh.“Kamu ninggalin saya di sini sendirian?”“Memang kamu mau ke mana? Kamu enggak bisa jalan sendiri? Apa ada yang sakit lagi?”“Bukan itu, kamu enggak lihat nih saya belum mandi.”“Terus?”Bima menepuk dahinya. “Ya harusnya kamu bantuin saya mandi.”“Bantu man-di?” Siti mengerjap sambil menalar maksud Bima. “Saya seka saja ya, sebentar saya ambilkan air hangat.”“Saya mau ke kamar mandi. Mau buang air kecil.”“Hah?! Terus saya?” pikiran Siti pun berjelajah ke negeri seberang, pipinya langsung memanas.“Ya kamu tunggu di luar. Nanti kalau selesai baru seka di kamar mandi saja. Saya mau sekalian sikat gigi soalnya.”Siti memelankan suaranya, bersikap malu-malu. “Memangnya kamu enggak bisa seka tubuhmu sendiri.”“Bisa untuk bagian atas, tapi bagian bawah gimana? Saya kan belum bisa membungkuk.”“Bagian bawah?”