Bab 10 - Menikahi Mbak KuntiLaila dan Dika saling berpegangan dengan eratnya. Mereka ketakutan menyembunyikan jari jemari mereka."Bisa pakai uang cash gak, Pak? masa pakai jari tangan?" tanya Dika mencoba menawar."Tidak bisa, harus jari tangan!" serunya."Duh, kenapa jari tangan sih. Kalau kamu sih udah jadi hantu, Lai. Kamu mau kasih jari tangan ke dia juga nanti tumbuh lagi," bisik Dika."Sembarangan! Emangnya aku alien apa kalau udah dipotong jarinya terus tumbuh lagi, huh!" Laila membentak Dika dengan kesalnya."Terus gimana, dong?" Tanya Dika ketakutan.Petugas kereta api itu menarik tangan Dika ke arahnya."Berikan jari tanganmu!" "Ja-jangan!!" seru Dika.Petugas kereta api itu tertawa menyeringai. Ia mengeluarkan gunting dari saku celakanya dan bersiap memotong jari tangan Dika."Nggak sakit kayaknya, Ka. Kamu harus kuat ya," ucap Laila seraya menyodorkan ujung kemeja Dika ke bibir pria itu lalu menyentak Dika dengan permintaan konyol, "Gigit ini, teriak yang kenceng!" Dik
Bab 11 Menikahi Mbak Kunti“Mereka berdua, Ma, sama kakak cantik ini.” Ali menunjuk ke arah Laila yang langsung tersenyum melambaikan tangannya.Namun, hanya Sri yang tak dapat melihatnya. Jadi, perbuatan Laila terasa percuma karena Sri tak bisa melihatnya."Baiklah, Nak Dika, untuk sementara tinggal di sini sampai besok ya. Saya minta tolong jaga anak ini. Lagipula kereta ke desa kamu kan adanya besok," ucap Kakek Arif."Iya, tenang aja, Kek. Saya juga mau balas budi karena tadi udah Kakek tolong," jawab Dika.Lalu Kakek Arif dan Ibu Sri pergi ke rumah sakit menggunakan becak yang melintas.***Dika menemani Ali mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah anak itu di ruang tamu. "Kakak tau, gak? Nanti setelah mama aku sembuh nanti, aku akan buat kios makanan buat Mama jualan, nanti uang modalnya aku ambil dari celengan," ucap Ali."Wah betulkah? Hebat ya? Oh iya tenang aja nanti saya bantu modalin," sahut Dika."Benaran, Kak?" tanya Ali penuh antusias.Lalu Dika membalas dengan senyum
Bab 12Sepuluh tahun lalu di Desa Banyu Biru seberang Desa Banyu Asin terjadi keributan. Sopyan meminta uang pada Nenek Siti ia ingin menikahi Sri yang sedang mengandung anaknya. Namun, wanita paruh baya itu menolak memberi uang. Nenek Siti melarang hubungan tersebut karena Sri masih berstatus istri orang lain. Lelaki yang kondisi kejiwaannya memang sedikit bermasalah itu malah naik pitam. Ia tak dapat lagi mengontrol emosinya. Ia memutuskan untuk membunuh ibunya sendiri.Sopyan mengambil parang yang menempel di dinding. Pria itu memukul kepala Nenek Siti berkali-kali tanpa ampun. Sampai akhirnya laki-laki yang kehilangan kewarasannya itu menebas leher Nenek Siti sampai hampir putus. Sadar melihat Nenek Siti tak bernyawa, ia lalu membungkus wanita paruh baya itu dengan seprai yang ditarik dari ranjangnya.Sopyan membawa mayat Nenek Siti ke dalam kebun kosong di belakang rumahnya. Karena jarak rumah di sana lumayan agak jauh. Sopyan yakin tak akan ada tetangga yang tahu mengenai perbua
Bab 13Selepas pengajian, Dika bersiap untuk pamit dari rumah Ali. Sepertinya, sang kakek sudah bisa berdamai dengan Sri dan Ali bahkan dengan dirinya sendiri."Terima kasih, Kek. Terima kasih semuanya atas kebaikan Kakek sama saya. Besok saya mau pamit ke desa tempat nenek saya berada," ucap Dika."Kamu yakin mau ke sana? Kamu cuma sendirian lho, saya takut kamu nyasar," sahut Kakek Arif."Saya nggak sendiri kok, Kek. Tuh ada si Kunti yang nemenin saya terus hehehe." Dika menunjuk Laila.Kakek Arif menoleh pada sosok Laila di luar sana. "Oh iya, saya lupa kalau kamu punya penjaga. Sayangnya, saya gak bisa menerawang kenapa hantu itu selalu berada di dekat kamu. Saya juga yakin karena dia sendiri sepertinya juga tak tahu kenapa masih betah berada di dunia ini. Tapi, sepertinya dia gadis yang baik," ucap Kakek Arif."Iya, Kek. Selain gadis yang baik, dia juga cantik," sahut Dika."Hahaha, kalau begitu kenapa kamu gak memperistri dia saja? Nih, Kakek kasih tau, kamu paku tuh ubun-ubun
Bab 14 - Hantu Penunggu PasarLaila terkesiap kala dari dalam telinga pria itu masih keluar cairan darah menetes ke lehernya."Astaga! Kamu siapa?" tanya Laila yang terkejut. Lalu, Laila pun mencari daun-daun untuk dia masukkan ke lubang telinga hantu pria tadi. Tujuannya untuk menyumbat agar darah tak terus menetes dari dalam sana."Biarin aja, Cantik. Emang saya selalu begini," ucapnya manja."Hai, aku Laila," ucap gadis kuntilanak itu meski agak bergidik jijik."Aku Jack. Kamu lagi liburan di sini?" tanya Jack."Enggak, kita kebetulan lewat karena ban andongnya bocor. Ya udah deh kita jalan-jalan ke si– Aduh lupa kan si Dika ke mana lagi, ya?" pekik Laila menepuk jidatnya."Apanya yang lupa, siapa yang kamu cari?" tanya Jack. "Saya lupa tadi kan saya ke sini sama temen manusia saya, nah sekarang dia hilang," sahut Laila mulai panik.Laila berkeliling mencari Dika sampai akhirnya ia menemukan sosok pria tersebut sedang menuju sebuah toko yang menjual tas rajut dan bahan rajutan l
Bab 15 - ICTKDika lalu membayar tas rajut yang diinginkan Laila."Buat pacar kamu, ya?" tanya Mbak Yaya."Hehehe, nggak Mbak. Saya suka aja soalnya lucu gemes. Sudah bungkus saja, Mbak!" pinta Dika.“Kamu juga nggak kalah gemesnya.” Yaya mengerling genit membuat Laila menatapnya tajam seraya berkacak pinggang.Setelah membayar dan menunggu kembalian, akhirnya Mbak Yaya menyerahkan beberapa lembar uang kertas pada Dika. Wanita itu menyentuh tangan Dika sangat lama seraya berdalih basa-basi."Hari mulai malam, loh. Nanti jika kamu butuh penginapan, rumah saya terbuka buat kamu," ucap Mbak Yaya sambil menatap genit ke arah Dika. "Hehehe... boleh Mbak, Adawww!" Laila langsung menjewer daun telinga Dika."Kamu kenapa?" tanya Mbak Yaya keheranan."Kuping saya suka sakit gak jelas gini, Mbak. Hehehe maaf ya Mbak, saya permisi dulu kalau begitu. Tapi, makasih banget tawarannya." Dika tak ingin membuat Laila lebih marah lagi, oleh karena itu ia langsung pergi dan mengikuti Laila. Padahal w
Bab 16 ICTK"Kamu siapa?" tanya pemuda itu menyeka air matanya."Aku Laila," jawab Laila, “kamu siapa?” "Namaku Aldi, aku baru ini lihat hantu perempuan, biasanya selalu aja hantu laki-laki yang aku lihat," kata Aldi."Kamu tadi bilang mau pulang? Mau pulang ke mana?" tanya Laila."Aku mau pulang ke Kota Raya. Tadinya aku ikut study tour di sini, tapi aku tertinggal," ucap aldi. "Kok, bisa?" Laila mengernyit."Semua salahku juga, karena aku gampang tergoda sama perempuan itu," jawab Aldi."Perempuan itu? Perempuan yang mana?" tanya Laila."Mbak Yaya, yang cakep itu yang badannya seksi, bohay, semok yang penjual tas rajut di pasar," ucap Aldi menjelaskan. Wajah pucat Aldi lantas berubah menjadi warna merah muda di pipinya."Idih, kok mukanya mateng gitu?" tanya Laila."Habisnya aku malu kalau ingat kejadian itu.”“Kejadian apa?” “Ummm, apa kamu mau denger?" tanya Aldi.“Udah cerita aja jangan bikin aku penasaran!” pinta Laila.Gadis itu lau duduk di samping Aldi untuk mendengarkan
Bab 17Laila menatap ke arah Aldi yang masih menyesali perbuatannya. Harusnya malam itu ia menahan diri agar tak tergoda dengan Mbak Yaya. "Nasi udah jadi bubur, Di," Laila menepuk bahu Aldi."Iya udah lembek apalagi kalau udah basi, jadi kaya muntahan bayi, iya kan?" sahut Aldi."Kok jadi ngomongin muntahan bayi, sih?" Laila merasa jijik."Iya juga. Habisnya lagian kamu ngomongin bubur." Aldi menoleh ke arah Laila."Tunggu, kata kamu tadi si Mbak Yaya bakal mengincar perjaka? Lah, terus si Dika kan masih perjaka. Mana aku tinggal di gubuk sana," ucap Laila cemas. "Yang bener? buruan kalau begitu, kamu harus cepat menolong kawan kamu sebelum Mbak Yaya menangkapnya." “Duh, bisa gawat nih!”Laila segera bergegas menemui Dika di gubuk tadi.***Di gubuk tempat Dika berada, sosok Yaya telah menyerupai Laila. Ia membangunkan Dika kala itu."Dika! Ayo, bangun yuk!" sosok Laila itu menepuk paha Dika yang tertidur di gubuk. "Eh kamu, Lai. Aku lapar nih mau cari makan, tapi nungguin kamu d