Alea membuka pintu kamarnya dan melihat rumah sudah sepi. Apakah semua orang sedang pergi? Termasuk ayah juga anak dan istrinya itu?
Alea menghela napas panjang menghempaskan lelah sedih hatinya karena terkenang kejamnya sang ayah pada perasaan ibunya. Dia melangkah dengan lemas ke ruang tengah seolah mengingat bayangan ayahnya sedang duduk dengan rasa bersalahnya di sofa itu. Hati kecilnya sebenarnya sedih jika harus bersikap seperti ini pada ayahnya. Namun Alea tidak bisa menerima kebenaran tentang pernikahan tersembunyi ayahnya yang terjadi saat ibunya masih belum meninggal.
Sebagai seorang anak, Alea akan mendukung jika pun ayahnya ingin menikah lagi pasca ibunya meninggal. Dia akan dengan senang menerima wanita pilihan ayahnya asalkan dia bahagia. Namun tidak jika itu terjadi sebelum ibunya meninggal. Itu sungguh membuat Alea tertikam perasaannya lantaran mengingat penderitaan sang ibu dalam sakitnya. Betapa tega seorang laki-laki meninggalkan istrinya hanya karen
Setelah turun dari taksi, wanita itu berjalan memasuki gedung perkantoran. Dia sudah membulatkan tekad untuk menemui pria yang membuat hidup putrinya berantakan. Ardhan pernah melamar putrinya beberapa bulan yang lalu dan terlihat begitu mendesak. Namun dirinya merasa saat itu bukan saat yang tepat. Berdasar kedekatan mereka yang sampai hampir menikah, Lidia berharap Ardhan masih menyisakan sedikit ruang untuk putrinya. “Maaf Nyonya, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang resepsionis pada Lidia.“Saya ingin menemui Ardhan, tolong sampaikan padanya kalau Maminya Naysila mau bertemu,” ucap Lidia yang sangat mengenal Ardhan, dia pria yang memiliki rasa hormat pada orang tua. Tentu mengetahui dirinya datang, Ardhan akan menemuinya.“Maaf, tapi…” Resepsionis itu belum selesai berbicara namun Lidia sudah menunjukan telapak tangannya sebagai tanda tidak mau mendengar apapun dari resepsionis tersebut.“Ya sudah, jangan minta maaf. Saya akan langsung menemuinya di ruang kerjanya.”Lidia
Alea membuka matanya dan pemandangan alam dari jendela kaca di samping ranjangnya terekspos begitu menawan. Langsung di hadapan matanya. Sebuah tangan masih merangkul di pinggangnya dan hembusan napas hangat itu terasa di telinga. Perasaannya semakin manis karena seminggu ini pria yang sedang memeluknya ini tak berhenti membuatnya bahagia.“Kaak?” Alea mengelus lengan yang melingkar di dadanya itu.“Hmmm?” hanya suara itu terdengar namun sepertinya pemilik suara tersebut masih anteng dalam pejaman matanya.“Kita hampir seharian lho di tempat tidur!” ucap Alea mencoba membalikan posisi tidurnya menghadap Ardhan.“Kenapa emang?” tanya Ardhan yang mulai membuka matanya.“Segan sama Mama Papa, seharian tidak keluar kamar.”Alea membelai wajah tampan itu, mengagumi setiap lekuk paras bagus suaminya. Alis yang tebal dengan garis yang proposional, hidung mancung, rahang tegas, dan semuanya berada dalam posisi yang sempurna. Dan jangan dilupakan, Ardhan juga memiliki sorot mata yang sering me
Valen merapikan beberapa barang di rak yang sedikit berantakan. Dia tidak suka dengan pelayan tokonya yang baru karena kurang rapi dan telaten dalam merapikan barang-barang. Saat dia meliriknya, anak itu malah diam-diam memainkan ponselnya. “Anak jaman sekarang, gitu itu tuh kelakuannya!” Valen ngedumel kesal. Dia tentu serba salah jika sudah dihadapkan pada kelakuan pelayan tokonya. Dikerasi mogok gak kerja, cari ganti secepatnya belum tentu ada. Tapi kalau dibiarkan jadi seenak hatinya. “Ngapain sih Bu? Pagi-pagi sudah ngedumel mlulu!” Devano mengagetkan Valen yang komat-kamit itu. “Eh, kamu juga ya, sukanya bikin orang jantungan mlulu!” Valen memukul bahu Devan karena sudah mengejutkannya. Devan menepisnya dengan lengan sambil menyodorkan sekuntum mawar merah padanya. “Mawar merah?” Valen menyipitkan matanya menatap Devan. “Untuk seorang sahabat, harusnya kau memberi mawar putih.” Valen mengingatkan namun dia sudah mencium harum mawar itu sambil tersenyum. “Mulai sekarang, aku
Alea membantu Ardhan mengenakan dasi dan menyiapkan jasnya. Suaminya tampak gagah sekali dengan setelan jas hitam itu. Alea jadi ingin bersandar di bahunya. “Nanti malam saja, aku harus ada pertemuan penting sekarang!” Ardhan mengelus rambut Alea yang tampak bermanja di pelukannya. “Apa sih, Kak? Aku kan cuma senderan doang, kenapa mikirnya ke sana mlulu sih?” Alea bangkit dan memukul lembut dada Ardhan. “Ya seminggu ini kita kan bermesraan mlulu, jadi takutnya kamu gak bisa jauh-jauh lagi nih?” Ardhan menggoda Alea. Mereka memang menggunakan liburan ini dengan semaksimal mungkin. Yang dikatanya bercocok tanam agar cepat ada hasilnya. “Aku memang gak bisa jauh dari suamiku, pengennya dipeluk terus!” Alea jadi memeluk Ardhan lagi membuat pria itu terkekeh dan memeluk balik istrinya dengan gemas dan mengatakan, “Aku juga gak bisa jauh dari istriku, nanti aku pasti sudah kangen lagi!” “Apa yang buat suamiku kangen?” Alea jadi mengulur-ulur keberangkatan Ardhan. Dia masih tidak rela
“Aku pelanggan di toko ini, harusnya kau memberikan pelayanan yang terbaik!” Naysila melotot melihat kasir toko yang tadi begitu lama melayani pria tua hanya untuk membeli minyak oles, sementara dirinya sedang terburu-buru.“Maaf, Mbak. Kami sudah berusaha cepat tadi, mohon dimaklumi.” Kasir itu menangkupkan kedua tangannya di dada sebagai permintaan maaf.“Ya sudah, buruan!”Naysila masih tampak ketus. Ketika sang kasir yang berusaha cepat memasukan barang ke dalam plastik belanja, tidak sengaja dia menyenggol belanjaan Naysila yang lain hingga terjatuh. Hal itu membuat Naysila bertambah geram.“Tuuuh…. Apalagi sekarang?! Apaan sih kamu! Kasir baru ya? Mana majikanmu, aku mau complain!”Naysila ngomel-ngomel sambil menggebrak meja kasir. Keributan itu membuat Valen dan Alea yang ada di ruang samping terusik. Mereka jadi penasaran ada apa? Karenanya keduanya keluar melihat keadaan.Saat
Alea sungguh terganggu dengan pertemuannya bersama Naysila tadi. Kata-kata wanita itu kini jadi onak yang tertancap dalam daging. Dicabut sakit, dibiarkan pun sakit.Dia sungguh gelisah dan sedih. Tidak pernah dia sampai memiliki masalah dan harus bertengkar seperti tadi. Alea orang yang suka mengalah setiap kali ada hal yang tidak disukainya untuk ribut. Namun saat ini dia tidak bisa begitu saja mengalah tentang suaminya itu. Bagaimanapun dia harus bisa menjaga rumah tangganya dari perempuan seperti Naysila. Karenanya hal ini membuat hatinya resah sekali.“Sayang?” panggil Ardhan yang sontak membuat Alea yang melamun jadi terkejut. “Astaga, Sayang. Ada apa kok sampai terkejut begitu?”Ardhan mendekati istrinya yang termenung dan tampak lemas itu. Dia baru datang tadi dan mencari-cari keberadaan istrinya. Ternyata Alea ada di dapur dan sedang melamun di meja bar kecil di sana.“Kakak sudah lama pulangnya?&rd
Ponsel Ardhan bergetar saat dia sedang membicarakan hal yang penting dengan Leon dan beberapa menajernya. Dia melirik layar benda pipih itu dan melihat nomor yang sama, membuat Ardhan kurang fokus pada pembicaraan di meeting.“Siapa sih? Angkat dulu siapa tahu penting!” ucap Leon menasehati Ardhan.“Baiklah, aku sudah menyampaikan semua yang harus kita kerjakan dalam beberapa bulan ini, tolong segera di planning secepatnya. Takutnya aku harus segera mengurusi perusahaan keluargaku dalam waktu dekat,” ujar Ardhan merijek ponselnya agar dia bisa mengclearkan pembahasan.“Jangan langsung dilepas begitu saja. kita masih butuh dukunganmu!” Delon berbicara.“Pasti, tapi tentu tidak bisa seratus persen selalu ada untuk kalian. Dalam waktu dekat kita diskusikan tentang pengganti saya.”“Leon sangat berkompeten dalam bisnis.” Delon mengusulkan pengganti Ardhan.“Jangan langsung begitu, Bro. Semua ada prosedurnya. Kita harus mengundang para investor dan pemegang saham untu merapatkan hal ini,”
Alea membutuhkan waktu sedikit lama dari biasanya untuk membersihkan dirinya di kamar mandi. Dia ingin tampak lebih cantik di hadapan suaminya itu. Serangkaian perawatan baru saja dilakukannya. Dari membaluri kulitnya dengan lulur, menggenakan masker wajah, bibir, dan juga menghias kuku-kukunya dengan kutek. Rambut panjangnya pun tak luput dari treatmen ala dirinya sendiri. Dia orang yang malas ke salon dan lebih suka merawat dirinya sendiri di rumah. Hanya saat diajak mertuanya saja Alea biasanya akan ke salon.“Berpenampilan baik di depan suami itu wajib hukumnya,” begitu yang diingat kala Hera selalu memberinya nasehat tentang pernikahan.Alea beruntung karena memiliki mertua yang baik seperti Hera. Hera bahkan lebih dari sekedar mertua. Dia sudah seperti ibu kandung yang selalu mengingatkan dan menasihati putrinya sendiri. Padahal di luar sana, Alea sering melihat dan mendengar bahwa banyak hubungan ibu mertua dan menantu perempuan yang kurang harmonis. Tapi Itu tidak berlaku bag