“Kenapa kau masih diam saja? Apa ini sesuatu pekerjaan yang sulit kau lakukan?” Alyn yang sempat diam langsung menggeleng dengan cepat, tetapi beberapa saat kemudian ia mengangguk. Membuat Erlan yang melihatnya mendengus pelan.“Jika kau tidak mau, ya sudah. Lebih baik kau keluar!” Pria itu berbalik dan mengambil pakaian yang sudah Alyn siapkan.Saat akan memakainya, tiba-tiba Alyn menahannya. Membuat pria itu menatap sang istri dengan satu alis yang terangkat.“Kenapa?” “Aku akan melakukannya,” ujar Alyn pelan. Wanita itu berusaha untuk menekan perasaannya karena bagaimanapun Erlan suaminya. Sehingga wajar saja untuk ia membantu pria itu memakai pakaian.Erlan menaikkan satu sudut bibirnya lalu menyerahkan pakaian yang ia pegang kepada Alyn. “Lakukan,” perintahnya.“Baik.”Alyn menerima pakaian tersebut kemudian dengan perlahan ia melepaskan handuk yang dikenakan Erlan. Jelas hal itu menimbulkan debaran yang membuat tubuh Alyn panas dingin. Sehingga ia memejamkan mata yang malah m
“Erlan, bukankah Alyn sakit. Kenapa dia bekerja?” Baru saja tiba di rumah, Erlan sudah mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Gian. Jelas membuat mood Erlan yang sedang jelek semakin hancur.“Ibu, dia ingin bekerja. Biarkan saja!” “Ck! Kau memang tidak memiliki perasaan. Seharusnya kau cegah,” ujar Gian membuat Erlan menatapnya dengan malas.“Ibu, aku sudah melakukannya. Tapi dia tetap ingin bekerja. Mungkin sudah merindukan teman kencannya!” Jelas ucapan Erlan barusan membuat Gian melebarkan matanya. Wanita paruh baya itu lantas memukul pundak anaknya dengan keras.“Jaga bicaramu, Erlan!” Erlan mendengus kesal. “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.” “Kau tahu dari mana? Jangan sembarangan bicara!” Gian mewanti-wanti. “Jika ucapanmu dicatat oleh malaikat. Habis kau!” sambungnya membuat Erlan bergedik ngeri. Refleks ia memukul mulutnya sendiri. Sehingga membuat Gian geleng-geleng. “Kau pasti sedang cemburu. Siapa yang mendekati istrimu?” tanya Gian dengan alis yang naik tur
“Mama, apa kau akan datang ke acara yang akan dilaksanakan di sekolah?” Alyn yang baru saja bangun setelah tadi pulang pulang bekerja pun mengerutkan kening mendengar pertanyaan Gempi yang kini ikut rebahan di sampingnya.“Acara?” tanya Alyn yang tidak tahu apa-apa.Dengan cepat Gempi mengangguk. “Iya, Mama. Nayla bilang dia akan datang bersama mama dan papanya. Jadi aku berharap kau juga bisa datang, Mam.” Gempi mengiba, menatap Alyn dengan penuh harap. Sehingga Alyn yang melihatnya jadi tak tega. Ia lantas tersenyum kemudian mengangguk.“Baiklah, Mama akan ikut.” “Yang benar, Mam?” Alyn mengangguk lagi–mencoba meyakinkan Gempi yang langsung bersorak. “Yeaay, Mama akan ikut.” Melihat senyum manis di wajah polos Gempi jelas membuat Alyn yang terlanjur menyayangi Gempi pun ikut bahagia. “Kau senang, Gempi?” “Tentu saja! Aku akan mengatakannya kepada nenek!” Gadis kecil itu langsung melompat dari tempat tidur lalu pergi dari kamar kedua orang tuanya. Membuat Alyn mendesah ket
"Gempi, ayo mandi. Kita bisa terlambat jika kau terus bermain game!" Gempi langsung menyimpan ipadnya kemudian menghampiri Alyn. "Mama, kau benar akan ikut 'kan?" tanyanya penuh harap. "Tentu saja! Mama sudah berjanji. Jadi ayo kita bersiap!" Gadis manis itu lantas mengangguk dengan diiringi senyumnya yang lebar. "Ayo bersiap!" Segera Alyn membantu Gempi mandi. Wanita itu nampak cekatan. Hingga akhirnya mereka selesai juga. “Mama, aku ingin diikat ekor kuda!” Gempi menyerahkan ikat rambut pilihannya kepada Alyn yang bersiap menyisir rambut. “Baiklah. Mama aku lalukan,” ujar Alyn kemudian menerima ikat rambut tersebut.Tak membutuhkan waktu lama, Gempi sudah selesai bersiap. Sehingga tinggal giliran Alyn yang belum melakukannya. “Sekarang kau tunggu. Mama akan bersiap lebih dulu!” Cepat Gempi mengangguk. Gadis manis itu bahkan mengangkat jempolnya. “Sip!” Tak bisa menahan tawa, Alyn terkekeh ringan. Merasa gemas dengan sikap anak itu. Setelahnya ia ke kamar dan bertemu dengan
Acara dimulai dengan pembukaan, setelahnya dilakukan permainan yang berkelompok. Sehingga kini, Alyn tengah mendampingi Gempi yang tengah melakukan lomba mewarnai.“Mama, punyaku keluar garis.” Gempi merengek ketika sedang mewarnai dan krayon yang digunakan melewati garis gambar. “Tidak apa-apa. Tidak masalah jika hanya keluar garis, masih tetap rapih. Ayo selesaikan, tinggal sedikit lagi!” Wanita cantik dengan pakaian kasual itu menenangkan anak sambungnya dengan lembut. Sehingga Gempi pun tak lagi sedih dan kembali melanjutkan kegiatannya. Melihat interaksi Alyn dan Gempi lantas berhasil membuat Erlan tanpa sadar tersenyum tipis. Dalam hati pria itu merasa bersyukur karena meski Gimma telah meninggal, tetapi kini ada Alyn yang memberi kasih sayang seorang ibu untuk anaknya. Sehingga Gempi tak kekurangan kasih sayang. Tak jauh dari tempat Erlan, sepasang mata juga memperhatikan Alyn. Tak ada yang menyadari itu, sekalipun Alyn yang diperhatikan sejak tadi. “Waktunya habis!” Tiba-t
“Mas, maaf … ada sedikit sisa es krim di pipimu.” Ragu-ragu Alyn mengulurkan tangan ketika es krim sudah habis.“Kalau begitu bersihkan,” perintah Erlan sedikit memajukan wajahnya dengan sengaja. Sehingga Alyn lebih mudah ketika membersihkan sisi bibir Erlan yang sedikit cemong. “Sudah,” ucap Alyn menarik tangannya dengan segera.Erlan mengangguk saja kemudian melirik ke arah Gerald yang langsung memalingkan wajahnya. Hal itu lantas membuat Erlan tersenyum sinis.“Kita ke lapang, sebentar lagi nama kita akan dipanggil.” Dengan masih menggendong Gempi, Erlan mengajak Alyn untuk pergi dari sana.“Iya, Mas.” Alyn menyetujui karena memang takut jika nama mereka dipanggil untuk melakukan lomba selanjutnya.Benar saja, begitu tiba di lapang … nama mereka dipanggil untuk melakukan lomba memindahkan bola ke ember. Sehingga mereka yang dipanggil langsung bersiap. Gempi yang akan memasangkan bola kecil di antara kening Erlan dan Alyn, kemudian mereka berjalan untuk memasukan bola tersebut ke
Dengan kecepatan tinggi Erlan melajukan mobil. Pria itu sesekali menoleh ke arah Alyn yang sudah tak sadarkan diri. Sementara di belakang ada Gempi yang menangis histeris. Sehingga membuat Erlan semakin panik. “Papa, aku tidak ingin kehilangan mama.” Gempi merengek dengan mata yang basah. Tak menyahut, Erlan yang juga merasa takut pun memilih terus fokus melihat ke depan. Hingga akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Segera Erlan turun dari mobil yang langsung disusul Gempi. Pria itu menggendong Alyn kembali membawanya masuk. “Tolong istriku. Dia terkena alergi!” teriak Erlan membuat tenaga medis langsung menangani. Alyn ditidurkan di brankar kemudian dibawa ke ruang tindakan. Sementara Erlan dilarang masuk. Sehingga hanya bisa menunggu di luar dengan memeluk Gempi yang masih saja menangis. “Papa, mama bagaimana? Aku takut.” Tangis Gempi semakin menjadi/ Gadis manis itu bahkan berniat menorobos masuk karena ingin bersama dengan Alyn. Beruntung Erlan dapat menahannya.
Erlan menatap Gerald dengan sengit. Sementara pria yang ditatap tampak santai tersenyum ke arah Erlan. Sehingga membuat Erlan semakin menggeram kesal.“Alyn, bagaimana kondisimu?” tanya Gerald bahkan mengabaikan Erlan.Tentu saja Erlan tak suka. Pria itu naik pitam dan ingin sekali menghajar pria yang kini berjalan mendekati istrinya. Namun, ia tahan ketika menyadari ada Gempi di sana.Pria itu tak ingin anaknya tercemar dengan kelakuannya. “Benar-benar tidak punya adab. Kau bahkan mengabaikanku!” Erlan tersenyum sinis membuat Alyn yang menyadari kemarahan sang suami pun bingung. Wanita itu lantas tersenyum rikuh lalu mengangguk. “Aku baik-baik saja.” “Syukurlah. Aku sangat khawatir ketika melihat alergimu kambuh. Jadi teringat hal yang sama waktu itu.”Alyn semakin tak enak. Terlebih ketika menyadari Erlan yang mengepalkan tangannya. Sehingga wanita itu dengan segera meraih tangan Erlan lalu mengusapnya.“Em … Gerald, aku minta maaf. Tapi apa sebaiknya kau keluar? Aku ingin istir