Kapten Samudera : Alice, aku mendengar kau sedang tidak enak badan. Apa kau baik-baik saja?Tangan Erlan terkepal kuat ketika membaca pesan yang dikirimkan Sam ke ponsel Alyn. Pria itu menatap nyalang foto profil Sam lalu berkata, “Kau mencari gara-gara denganku.” Segera Erlan menghapus pesan dari Sam. Setelahnya ia mematikan ponsel Alyn dan menaruhnya di laci. “Tidak akan aku biarkan siapa pun mengganggumu, Alyn,” gumam Erlan penuh tekad. “Aku tidak ingin Gempi bersedih hanya karena ibu sambungnya direbut pria lain.” Setelah itu, Erlan kembali fokus dengan pekerjaannya hingga selesai. “Tuan Erlan, Anda mau ke mana?” Mona menatap Erlan dengan bingung ketika pria itu keluar dari ruangan. “Aku akan pulang,” jawab Erlan semakin membuat Mona bingung.Wanita itu lantas melihat ke arah arloji yang melingkar di lengannya lalu kembali menatap ke arah Erlan. “Tapi ini masih siang.”“Ck! Apa pedulimu. Sudah, kau juga boleh pulang cepat!” SErlan pergi begitu saja membuat Mona tersenyum sen
“Kenapa kau masih diam saja? Apa ini sesuatu pekerjaan yang sulit kau lakukan?” Alyn yang sempat diam langsung menggeleng dengan cepat, tetapi beberapa saat kemudian ia mengangguk. Membuat Erlan yang melihatnya mendengus pelan.“Jika kau tidak mau, ya sudah. Lebih baik kau keluar!” Pria itu berbalik dan mengambil pakaian yang sudah Alyn siapkan.Saat akan memakainya, tiba-tiba Alyn menahannya. Membuat pria itu menatap sang istri dengan satu alis yang terangkat.“Kenapa?” “Aku akan melakukannya,” ujar Alyn pelan. Wanita itu berusaha untuk menekan perasaannya karena bagaimanapun Erlan suaminya. Sehingga wajar saja untuk ia membantu pria itu memakai pakaian.Erlan menaikkan satu sudut bibirnya lalu menyerahkan pakaian yang ia pegang kepada Alyn. “Lakukan,” perintahnya.“Baik.”Alyn menerima pakaian tersebut kemudian dengan perlahan ia melepaskan handuk yang dikenakan Erlan. Jelas hal itu menimbulkan debaran yang membuat tubuh Alyn panas dingin. Sehingga ia memejamkan mata yang malah m
“Erlan, bukankah Alyn sakit. Kenapa dia bekerja?” Baru saja tiba di rumah, Erlan sudah mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Gian. Jelas membuat mood Erlan yang sedang jelek semakin hancur.“Ibu, dia ingin bekerja. Biarkan saja!” “Ck! Kau memang tidak memiliki perasaan. Seharusnya kau cegah,” ujar Gian membuat Erlan menatapnya dengan malas.“Ibu, aku sudah melakukannya. Tapi dia tetap ingin bekerja. Mungkin sudah merindukan teman kencannya!” Jelas ucapan Erlan barusan membuat Gian melebarkan matanya. Wanita paruh baya itu lantas memukul pundak anaknya dengan keras.“Jaga bicaramu, Erlan!” Erlan mendengus kesal. “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.” “Kau tahu dari mana? Jangan sembarangan bicara!” Gian mewanti-wanti. “Jika ucapanmu dicatat oleh malaikat. Habis kau!” sambungnya membuat Erlan bergedik ngeri. Refleks ia memukul mulutnya sendiri. Sehingga membuat Gian geleng-geleng. “Kau pasti sedang cemburu. Siapa yang mendekati istrimu?” tanya Gian dengan alis yang naik tur
“Mama, apa kau akan datang ke acara yang akan dilaksanakan di sekolah?” Alyn yang baru saja bangun setelah tadi pulang pulang bekerja pun mengerutkan kening mendengar pertanyaan Gempi yang kini ikut rebahan di sampingnya.“Acara?” tanya Alyn yang tidak tahu apa-apa.Dengan cepat Gempi mengangguk. “Iya, Mama. Nayla bilang dia akan datang bersama mama dan papanya. Jadi aku berharap kau juga bisa datang, Mam.” Gempi mengiba, menatap Alyn dengan penuh harap. Sehingga Alyn yang melihatnya jadi tak tega. Ia lantas tersenyum kemudian mengangguk.“Baiklah, Mama akan ikut.” “Yang benar, Mam?” Alyn mengangguk lagi–mencoba meyakinkan Gempi yang langsung bersorak. “Yeaay, Mama akan ikut.” Melihat senyum manis di wajah polos Gempi jelas membuat Alyn yang terlanjur menyayangi Gempi pun ikut bahagia. “Kau senang, Gempi?” “Tentu saja! Aku akan mengatakannya kepada nenek!” Gadis kecil itu langsung melompat dari tempat tidur lalu pergi dari kamar kedua orang tuanya. Membuat Alyn mendesah ket
"Gempi, ayo mandi. Kita bisa terlambat jika kau terus bermain game!" Gempi langsung menyimpan ipadnya kemudian menghampiri Alyn. "Mama, kau benar akan ikut 'kan?" tanyanya penuh harap. "Tentu saja! Mama sudah berjanji. Jadi ayo kita bersiap!" Gadis manis itu lantas mengangguk dengan diiringi senyumnya yang lebar. "Ayo bersiap!" Segera Alyn membantu Gempi mandi. Wanita itu nampak cekatan. Hingga akhirnya mereka selesai juga. “Mama, aku ingin diikat ekor kuda!” Gempi menyerahkan ikat rambut pilihannya kepada Alyn yang bersiap menyisir rambut. “Baiklah. Mama aku lalukan,” ujar Alyn kemudian menerima ikat rambut tersebut.Tak membutuhkan waktu lama, Gempi sudah selesai bersiap. Sehingga tinggal giliran Alyn yang belum melakukannya. “Sekarang kau tunggu. Mama akan bersiap lebih dulu!” Cepat Gempi mengangguk. Gadis manis itu bahkan mengangkat jempolnya. “Sip!” Tak bisa menahan tawa, Alyn terkekeh ringan. Merasa gemas dengan sikap anak itu. Setelahnya ia ke kamar dan bertemu dengan
Acara dimulai dengan pembukaan, setelahnya dilakukan permainan yang berkelompok. Sehingga kini, Alyn tengah mendampingi Gempi yang tengah melakukan lomba mewarnai.“Mama, punyaku keluar garis.” Gempi merengek ketika sedang mewarnai dan krayon yang digunakan melewati garis gambar. “Tidak apa-apa. Tidak masalah jika hanya keluar garis, masih tetap rapih. Ayo selesaikan, tinggal sedikit lagi!” Wanita cantik dengan pakaian kasual itu menenangkan anak sambungnya dengan lembut. Sehingga Gempi pun tak lagi sedih dan kembali melanjutkan kegiatannya. Melihat interaksi Alyn dan Gempi lantas berhasil membuat Erlan tanpa sadar tersenyum tipis. Dalam hati pria itu merasa bersyukur karena meski Gimma telah meninggal, tetapi kini ada Alyn yang memberi kasih sayang seorang ibu untuk anaknya. Sehingga Gempi tak kekurangan kasih sayang. Tak jauh dari tempat Erlan, sepasang mata juga memperhatikan Alyn. Tak ada yang menyadari itu, sekalipun Alyn yang diperhatikan sejak tadi. “Waktunya habis!” Tiba-t
“Mas, maaf … ada sedikit sisa es krim di pipimu.” Ragu-ragu Alyn mengulurkan tangan ketika es krim sudah habis.“Kalau begitu bersihkan,” perintah Erlan sedikit memajukan wajahnya dengan sengaja. Sehingga Alyn lebih mudah ketika membersihkan sisi bibir Erlan yang sedikit cemong. “Sudah,” ucap Alyn menarik tangannya dengan segera.Erlan mengangguk saja kemudian melirik ke arah Gerald yang langsung memalingkan wajahnya. Hal itu lantas membuat Erlan tersenyum sinis.“Kita ke lapang, sebentar lagi nama kita akan dipanggil.” Dengan masih menggendong Gempi, Erlan mengajak Alyn untuk pergi dari sana.“Iya, Mas.” Alyn menyetujui karena memang takut jika nama mereka dipanggil untuk melakukan lomba selanjutnya.Benar saja, begitu tiba di lapang … nama mereka dipanggil untuk melakukan lomba memindahkan bola ke ember. Sehingga mereka yang dipanggil langsung bersiap. Gempi yang akan memasangkan bola kecil di antara kening Erlan dan Alyn, kemudian mereka berjalan untuk memasukan bola tersebut ke
Dengan kecepatan tinggi Erlan melajukan mobil. Pria itu sesekali menoleh ke arah Alyn yang sudah tak sadarkan diri. Sementara di belakang ada Gempi yang menangis histeris. Sehingga membuat Erlan semakin panik. “Papa, aku tidak ingin kehilangan mama.” Gempi merengek dengan mata yang basah. Tak menyahut, Erlan yang juga merasa takut pun memilih terus fokus melihat ke depan. Hingga akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Segera Erlan turun dari mobil yang langsung disusul Gempi. Pria itu menggendong Alyn kembali membawanya masuk. “Tolong istriku. Dia terkena alergi!” teriak Erlan membuat tenaga medis langsung menangani. Alyn ditidurkan di brankar kemudian dibawa ke ruang tindakan. Sementara Erlan dilarang masuk. Sehingga hanya bisa menunggu di luar dengan memeluk Gempi yang masih saja menangis. “Papa, mama bagaimana? Aku takut.” Tangis Gempi semakin menjadi/ Gadis manis itu bahkan berniat menorobos masuk karena ingin bersama dengan Alyn. Beruntung Erlan dapat menahannya.
Setelah mendapatkan sedikit wejangan dari ibunya, Alyn putuskan untuk kembali ke kamar. Sehingga Erlan yang termangu di tepi ranjang pun terperanjat dengan kehadiran Alyn yang tiba-tiba. "Alyn, kupikir kau benar-benar akan tidur di kamar ibu," ujar Erlan sambil bangkit lalu berjalan menghampiri. "Kamarku di sini. Jadi aku tidur di sini," balas Alyn masih terdengar ketus, tetapi setidaknya wanita itu mau menanggapi ucapan Erlan. "Kalau begitu tidurlah. Aku tidak akan menganggu." Menaikkan satu alisnya, Alyn menatap Erlan seolah tak percaya dengan ucapan pria itu. Sehingga Erlan yang paham pun berkata, "Aku berjanji, sungguh!" Melihat Erlan yang tampak meyakinkan lantas membuat Alyn tak banyak bicara. Wanita itu mengangguk saja kemudian mulai merebahkan dirinya di ranjang. Jujur, Alyn masih cukup takut andai Erlan melakukan seperti halnya semalam. Namun, ucapan dari Erin yang mengatakan untuk memberi Erlan kesempatan pun membuatnya mencoba percaya dengan suaminya itu.
Masih mempertahakan sikap tak acuhnya, Alyn yang sudah selesai membersihkan diri pun bangkit. Sehingga membuat Erlan secara refleks menggeser untuk memberikan ruang bagi Alyn. Sayangnya wanita itu tak menghampiri ranjang, melainkan malah menuju pintu lalu membukanya. Sehingga membuat Erlan yang melihatnya bertanya secara spontan. "Alyn, kau mau ke mana?" Menjeda gerakan tangannya yang akan memutar knop pintu, Alyn kemudian menoleh. "Aku akan tidur di kamar ibu." Terang saja hal itu membuat Erlan langsung bangkit. Pria itu kemudian berjalan menghampiri lalu berkata, "Kau ingin mengadu kepada ibu?" Mendesah pelan, Alyn menggeleng dengan segera. "Tidak. Untuk apa aku mengadukan kelakuan bejadmu itu?" Sedikit bernapas lega, Erlan kemudian menarik Alyn ke dalam pelukannya yang membuat wanita itu terkejut. Lekas Alyn berontak agar terlepas dari pelukan Erlan yang tidak terlalu kuat. Sehingga membuatnya dapat dengan mudah terlepas. "Lancang!" "Kau istriku," balas Erlan membua
"Apa yang kau lakukan?" Alyn terkejut ketika ia akan menutup pintu kamar, tetapi ditahan oleh Erlan yang langsung masuk setelahnya. Padahal wanita itu sudah mengatakan kepada Erlan untuk pulang saja. Namun, Erlan malah mengikutinya. "Aku sudah mengatakan kepada Ibu akan menginap di sini. Bukankah akan aneh jika tiba-tiba aku pulang? Ibu pasti akan curiga!" Mendengus pelan, Alyn kemudian menatap Erlan dengan jengah. "Kau bisa mengatakan kepada Ibu jika memiliki urusan mendadak!" Dengan cepat Erlan menggeleng. "Urusanku ada di sini," balasnya. "Aku harus mendapatkan maaf darimu," sambung Pria itu menatap Alyn dengan serius. Tangan Erlan bahkan terulur untuk menyentuh lalu menggenggam tangan Alyn. Namun sayangnya, Alyn memilih menarik tangannya sebelum Erlan berhasil melakukannya. "Jangan menyentuhku!" cetus Alyn dengan ketus. "Alyn, aku benar-benar menyesal untuk yang semalam. Aku terlalu marah, hingga tak dapat mengontrol diri. Sungguh, Alyn." Erlan mencoba menjelaskan d
Entah harus bersikap bagaimana ketika tiba-tiba pria yang paling ingin Alyn hindari malah ada di hadapannya! Rasanya Alyn ingin sekali menghindar dan pergi dari hadapan Erlan. Hanya saja ... ia tidak memiliki tempat ataupun piliha. Terlebih ketika tiba-tiba Erin keluar dari rumah dan menyapa. "Alyn, Erlan, sejak kapan kalian ada di sini?" tanya Erin sangat terkejut ketika mendapati ada anak dan menantunya yang ada di depan rumahnya. Padahal tadi niatnya ia hanya ingin mengambil olahan makanan yang dijemur di depan rumah. Menoleh secara bersamaan, Alyn mendadak bingung harus bagaimana. Sementara Erlan seolah mengambil kesempatan dengan merangkul Alyn agar terlihat jika hubungannya dengan sang istri baik-baik saja. "Ibu, maafkan kami jika kedatangan kami membuatmu terkejut," ujar Erlan begitu lugas. Sehingga membuat Alyn tampak muak mendengarnya. Ingin sekali wanita itu menyingkirkan tangan Erlan yang bertengker pada pundaknya. Namun, andai ia melakukannya ... maka Erin akan tampak
Mencoba menghindar, Alyn memilih langsung memalingkan muka. Wanita itu lekas pergi ke kabin karena tugasnya digantikan oleh temannya yang lain. "Alyn, ada apa dengan wajahmu?" Cleo mengerutkan keningnya ketika melihat wajah temannya yang tampak pucat. "Ada Mas Erlan di luar," jawab Alyn dengan suara yang terdengar bergetar--menahan tangis. Jujur, sikap yang Erlan lakukan kemarin malam masih membekas dalam ingatan Alyn. Hal itu jelas membuat Alyn belum siap andai bertemu dengan Erlan. Namun, entah takdir baik atau bukan ... tetapi yang pasti Alyn tidak menyangka jika Erlan juga menggunakan penerbangan yang sama. Membuat mereka berada dalam satu pesawat yang sama. "Apa?" Cleo melebarkan matanya begitu mendengar ucapan Alyn. "Suamimu ada di sini juga?" sambungnya. "Hemm." Alyn membalas dengan anggukan saja. Mendesah pelan, Cleo lantas menatap Alyn dengan iba. Sementara tangannya bergerak menyentuh kedua pundak Alyn lalu menuntunnya agar duduk. "Kau tunggulah di sini, aku akan amb
Masuk ke kamar, Alyn langsung menangis tersedu-sedu. Rasa perih di tubuh tidak sebanding dengan sakit yang ia rasakan di hati. Sungguh, Alyn tidak menyangka jika Erlan akan berbuat sedemikian rupa untuk menyakiti hatinya. Ia tahu dan sadar diri jika dirinya tak akan bisa menggantikan Gimma--mendiang istri Erlan. Wanita itu hanya berharap sedikit perhatian dan perlakuan dari Erlan. Karena bagaimanapun, sekarang ia sudah menjadi istrinya. "Sakit ...," lirih Alyn membuat Cleo yang tertidur pulas terbangun. Teman dari Alyn itu mengerutkan keningnya ketika melihat temannya itu tengah menangis. Sehingga dengan kepala yang sakit, Cleo mendekat. "Alyn, apa yang terjadi?" tanya Cleo menatap Alyn dengan iba. Menggeleg pelan, Alyn tak mampu berkata-kata untuk saat ini. Ia hanya ingin menangis, dan terus menangis--melampiaskan kesedihannya yang merundung. Semetara Cleo yang melihat Alyn menggeleng pun tak bertanya lagi. Ia memilih menarik Alyn ke dalam pelukannya kemudian mene
Sam yang merasa kewalahan lantas menggendong Alyn dengan susah payah. Bukan ia tak kuat menggendong tubuh Alyn yang tinggi semampai, tetapi tangan nakal Alyn membuat pria itu harus menahan diri. "Alyn, aku tahu kau mabuk. Tapi ini sudah berlebihan," ujar Sam menyingkirkan tangan Alyn yang merayap pada dadanya dengan lembut. Tentu saja sebagai pria normal ia merasa tertantang. Sehingga ketika di kamar, Sam menjatuhkan Alyn di ranjang dengan segera. Membuat rok yang dikenakan Alyn tersingkap dan menampilkan paha mulus wanita itu. "Alyn, aku mencintaimu." Kabut gairah sudah menghiasi mata Sam. Pria itu sudah tak dapat berpikir dengan jernih jika wanita yang berada dalam kukungannya merupakan wanita bersuami. Rasa cintanya kepada Alyn juga sikap Alyn yang menantangnya dengan mengalungkan kedua tangan pada lehernya pun membuat Sam menyingkirkan semua resiko yang akan di hadapi. Karena yang terpikir sekarang hanyalah membuktikan rasa cintanya kepada Alyn yang ia pendam sejak lama.
Sudah berjalan sekitar dua minggu Alyn dipindah tugaskan. Selama itu pula tak banyak yang terjadi antara hubungan Alyn dan Erlan. Pria itu masih bersikap ketus kepada Alyn. Sehingga membuat wanita itu kadang kala merasa jenuh.“Apa yang kau pikirkan, Alyn?” Cleo menatap temanya dengan heran ketika ia melihat Alyn yang tampak melamun.Mendesah pelan, Alyn lantas menggeleng. “Tidak ada.” Cleo lantas memincingkan matanya–menatap Alyn dengan penuh selidik. “Jangan berbohong. Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu!” Alyn lantas mendengus pelan karena Cleo masih bisa menebaknya. “Ck! Kau seperti cenayang.” “Hahaha….” Cleo tertawa ringan mendengarnya. “Jadi katakan apa yang membuatmu murung,” sambungnya setelah berhenti Tertawa. “Ini tentang suamiku,” ujar Alyn dengan tubuh yang lesu.“Sudah kuduga!” cetus Cleo sambil menjentikkan jarinya. “Jadi, apa dia masih bersikap dingin padamu?” “Yeah, dan sepertinya akan selalu seperti itu.” “Ck! Aku jadi kesal dengan pria itu. Bisa-bisanya dia
Ucapan Gian terngiang-ngiang di benak Alyn. Membuat wanita itu jadi tak fokus. Hingga mendapatkan teguran dari Erlan.“Sejak tadi aku melihatmu terus melamun. Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan?” Erlan menatap Alyn dengan penuh curiga. Sementara yang ditatap nampak tergagap.“T-tidak ada yang aku pikirkan, Mas.”Erlan mendengus kesal. “Jangan berbohong! Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Katakan padaku,” cetusnya. “Aku—”“Sepertinya kau sedang memikirkan Gerald!” ujar Erlan kemudian memotong ucapan Alyn.Sontak Alyn langsung melebarkan matanya. Wanita itu menggeleng dengan cepat untuk menyangkal tuduhan Erlan yang tak berdasar.“Mas, kenapa menuduhku seperti itu? Aku sama sekali tidak memikirkan dia,” ujar Alyn berkata jujur.Namun, Erlan tak akan percaya begitu saja jika Alyn tidak mengatakan yang sebenarnya. “Lalu apa yang kau pikirkan?” tanya Pria itu menantang.Entah kenapa semenjak kejadian di sekolah membuat Erlan jadi curigaan terus kepada Alyn. Pria itu bahkan menud