Share

Chapter 2 : Wedding

Penulis: Naynis
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-21 19:51:20

Suara alunan biola yang indah terdengar di aula kerajaan Hillary ditambah dengan keindahan bunga Anyelir pink disetiap sudut ruangan menambah kesan cantik.

Tamu dari kerajaan lain sudah duduk ditempatnya masing-masing dan beberapa rakyat Hillary yang datang untuk menyaksikan Raja mereka yang akan mengucapkan ikrar suci pernikahan dihadapan Tuhan. Semua tamu serentak menggunakan pakaian dengan dress code berwarna putih yang melambangkan kesucian.

King Hillary sudah gagah dengan baju rajanya. Dengan tatapan mata yang tajam ia terus menatap lurus pintu putih yang nantinya akan dibuka.

Ceklek..

Pintu tersebut terbuka dan menampakkan sosok wanita yang menggunakan gaun pernikahan berwarna putih dan penutup kepala yang senada.

"Nona Earwen anda sudah siap?" tanya Briana pelayan pribadi princess Earwen.

Earwen mengangguk ia menatap lurus ke depan yang sudah ada King Edmund yang akan menggandengnya untuk menghadap pendeta, sekaligus orang yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

Princess Earwen menggenggam erat bunga baby's breath, ia menarik sudut bibirnya hingga menampakkan senyum manisnya. Princess Earwen berjalan pelan di altar, tanpa didampingi sosok ayah dihari, bahagianya? Princess Earwen berusaha menampakkan raut wajah ceria. Anak mana yang tidak sedih saat di hari pernikahannya tidak ada satupun keluarga kerajaan Loyren yang hadir melihatnya. Sebegitu tidak artinya kah ia di mata orang tuanya?

Para tamu berdiri dan bertepuk tangan kecil dan melemparkan kelopak bunga ke arah Princess Earwen. Dan sampailah Princess Earwen didepan King Edmund dengan tatapan yang sama, tajam dan menghunus. King Edmund mengulurkan tangannya dan disambut dengan tangkapan tangan Princess Earwen. Mereka berdua berjalan menghadap pendeta secara bersamaan.

"Apakah kalian sudah siap?" tanya pendeta tersebut dengan senyum ramahnya. Edmund dan Earwen mengangguk tanpa melepaskan tautan mata mereka yang saling memandang.

Sang pendeta menyatukan tangan kedua mempelai dan mengikatnya dengan kain berwarna putih. Kain tersebut memancarkan cahaya berwarna kuning keemasan ke atas langit.

"Silahkan ucapkan janji kalian," ucap sang pendeta.

"Saya Edmund Melviano Windsor mengambil engkau Earwen Freya Laurels menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya," ucap King Edmund dengan mata menyorot tajam ke arah Princess Earwen.

""Saya Earwen Freya Laurels mengambil engkau Edmund Melviano Windsor menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya," ucap Earwen dengan pandangan terkunci oleh manik hitam milik Edmund.

Pendeta tersebut menyerahkan cincin pernikahan mereka. "Silahkan pasangkan cincin tersebut ke jari manis istri anda."

King Edmund menyelipkan cincin dijari manis milik Earwen dan dilakukan sebaliknya oleh princess Earwen. Semua tamu bertepuk tangan bahagia, kini tiba saatnya King Edmund membuka penutup kepala Princess Earwen.

Dengan perlahan King Edmund membuka penutup tersebut, Princess Earwen tersenyum manis hingga menampakkan kedua lesung pipinya, Edmund sempat terpana menatap sosok dihadapannya dengan cepat ia memasang wajah datarnya.

"Silahkan anda mencium mempelai untuk menyempurnakan janji pernikahan anda," ucap pendeta itu sambil tersenyum ramah

Edmund menatap dalam bola mata hazel milik Earwen. Edmund menangkup tengkuk Earwen dan menempelkan bibirnya dengan pelan. Semua tamu bersorak kegirangan melihatnya. King Edmund menyudahi ciuman mereka dan berbalik menatap tamu, dengan sangat amat terpaksa Edmund menarik bibirnya untuk tersenyum berbanding terbalik dengan Earwen yang merona dan tersenyum ke arah tamunya tanpa terpaksa.

"Selamat atas pernikahan anda yang mulia raja dan yang mulia ratu," ucap pendeta tersebut dan berjalan turun karena tugasnya sudah selesai.

Kedua mempelai yang sudah sah di mata Tuhan dan Negara tersebut berjalan pelan di atas red carpet. Tangan Earwen melingkar indah ditangan Edmund. Para tamu berbondong-bondong mengucapkan selamat untuk Raja dan Ratu Hillary tersebut.

Princess Daisy adik king Edmund datang menghampiri mereka. "Selamat kakak dan kakak ipar."

"Terimakasih," ucap Earwen sambil tersenyum sekilas.

Acara berjalan hingga dini hari dan tiba saatnya untuk mereka istirahat. Disinilah Earwen berada di kamar milik King Edmund yang bernuansa hitam dan putih menandakan kesan misterius tapi suci. Earwen duduk dipinggir kasur dengan masih menggunakan gaun pengantin yang berat, pikirannya menerawang jauh saat kejadian di altar tadi. Earwen memegangi bibirnya, first kiss nya telah diambil suaminya. Semburat merah menghiasi pipinya, oh Earwen sangat malu bagaimana ia menghadapi king Edmund nanti? Tapi bom besar menghantam kepalanya. Earwen melupakan pernikahan ini adalah hitam dan putih tidak ada campur tangan cinta diantara mereka. Edmund hanya memanfaatkannya, mungkin suatu hari ia akan diusir dari sini dan menjadi rakyat biasa karena keluarganya tidak mungkin sudi menerimanya kembali.

Ceklek...

Pintu terbuka dan menampakkan sosok bertubuh tinggi. "Bisakah kau pergi? saya muak melihat kau."

Ucapan Edmund mengiris luka di hati Earwen, Ia bangkit dan mengangguk tidak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut Earwen. Pernikahan ini bukan anugerah melainkan awal hidup Earwen yang penuh siksa.

Earwen menutup pelan pintu kamar tersebut, "Halo kakak ipar," ucap Princess Daisy

"Hai," sapa Princess Earwen.

"Diusir ya? makanya kakak ipar itu harus tau diri, disini kakak ipar cuma numpang loh suatu hari mungkin nanti kakak ipar jadi rakyat jelata."

Earwen tertohok dengan ucapan adik iparnya, bagaimana bisa gadis yang baru berusia lima belas tahun mengucapkan kata-kata yang menyakitkan seperti itu?

"Saya permisi," ucap Earwen, ia tidak peduli dengan Princess Daisy. dirinya sudah capek dan tidak mau mendengar omong kosong.

"Lady," ucap Briana yang tengah membereskan kamar Earwen.

"Kenapa kau memanggilku Lady?" tanya Earwen.

"Ah maaf saya terbiasa dengan sebutan Lady, jika anda tidak suka saya bisa menggantinya." Briana memilin-milin tangannya, ia takut.

"Tidak saya suka itu, tolong siapkan air hangat," titah Earwen.

Briana menghela nafas berat, untung saja Earwen tidak mempersalahkannya. Karena jika iya, itu akan mengancamnya dari pelayan tingkat satu. Untuk menjadi pelayan tingkat satu Briana harus merelakan semuanya, masa muda yang bahkan belum ia cicipi demi mengabdi kepada Kerajaan Hillary.

"Baik, apakah anda perlu bantuan?" tanya Briana.

Earwen yang kebetulan tengah kesulitan dalam melepaskan gaunnya itu menengok ke arah Briana. "Bisa tolong bantu melupakannya?"

"Tentu Lady." Briana tersenyum dan menarik resleting gaun milik Earwen

"Terimakasih." Earwen melepaskan gaun tersebut dengan bantuan Briana.

Briana mengangguk dan undur diri meninggalkan Lady-nya yang mungkin akan berendam air hangat.

Sedangkan di kamarnya Edmund tengah berkutat dengan setumpuk proposal-proposal yang perlu ia baca satu persatu sebelum ditandatangani.

"Yang Mulia? Biar saya saja yang menanganinya, ini hari pernikahan anda jadi manjakan lah tubuh anda," ucap Jack saat menatap pria kaku yang sialnya seorang Raja.

"Memanjakan huh? Jack pernikahan ini hanya terpaksa, ingat?" Edmund kembali berkutat dengan lembar-lembar kertas yang lebih menarik di matanya.

Jack memutar bola matanya kesal. Sebelum akhirnya ia merampas semua proposal dari pangkuan Edmund.

Edmund melayangkan tatapan protes ke arah Jack. "Kembalikan atau saya akan membakar semua wine fermentasi kesukaan kau di gudang!" ancam Edmund.

Jack mengindikkan bahunya acuh, ia berjalan begitu saja meninggalkan Edmund.

"Saya tidak ingin anda kecewa menyia-nyiakan malam istimewa anda," ucap Jack sebelum tenggelam di balik pintu.

Bab terkait

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 3 : Sampanye

    Earwen sudah anggun dengan setelan dress selutut dan sepatu yang senada, dengan tatanan rambut heart bun menambah kesan elegan tapi sederhana, sangat cocok dirambut Earwen yang berwarna coklat keemasan. Briana menatap kagum kearah ratunya. "Lady anda sangat cantik," ucap Briana dengan kagum melihat penampilan Earwen.Earwen tersenyum malu. "Terimakasih Briana." Earwen berjalan dan diikuti Briana dari belakang, salah satu prajurit membukakan pintu taman kerajaan Hillary karena agenda hari ini adalah minum teh bersama. Sejak kemarin Earwen tidak melihat sosok orang tua King Edmund, yang ia tahu ibu king Edmund sudah tiada tapi kemana perginya Raja Hillary terdahulu itu? Earwen tidak berani bertanya, biarkan nanti ia mendengar kabar gosip dari beberapa pelayan. "Oh astaga kamu menantu cucuku?" tanya wanita tua yang masih kelihatan cantik.Earwen tersenyum dan mencium tangan wanita tua tersebut. "Ya ampun kamu pasti tidak mengenaliku, aku Queen Belinda ibunda King Arthur, ayah Edmund,

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 4: Agreement

    "Dengan apa tuan?" tanya Earwen dengan polosEdmund memiringkan kepalanya, matanya menatap Earwen yang sama sekali tidak ada pergerakan, ia tersenyum smirk dan memajukan kepalanya hingga desiran nafas Earwen mengenai kulit mukanya, ia mulai memajukan sedikit demi sedikit hingga bibir mereka saling bersentuhan. Edmund membelalakkan matanya dan melepaskan bibirnya ia langsung berlalu pergi meninggalkan Earwen. Ada apa dengan dirinya, bagaimana bisa ia kebablasan? ini semua salah sampanye itu. Edmund mengguyurkan seluruh badannya dengan air dingin untuk merendamkan pengaruh alkohol tadi. selesai dengan mandinya Edmund berjalan kearah tempat tidurnya. Netranya menatap Earwen yang sudah terlelap tapi masih menggunakan sepatunya. Edmund berjalan dan melepaskan sepatu tersebut dari kaki Earwen, ia kemudian membenarkan posisi tidur Earwen dan menarik selimut hingga menutupi setengah tubuh Earwen. Edmund merebahkan tubuhnya di samping Earwen, dirinya tidak akan tidur di sofa ataupun kamar l

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 5: Archery and Magic

    Tok..tok..tok"Lady anda dipanggil yang mulia ibu suri," ucap Briana.Earwen menatap pantulan dirinya di cermin, sejak tadi ia hanya berdiam diri tidak tau ingin melakukan apa. Hillary sangat asing baginya, suasana baru membuat Earwen harus beradaptasi lagi."Dipanggil untuk apa Briana?" tanyanya.Briana menggeleng. "Saya tidak tahu lady." "Yasudah, antarkan saya." Briana mengangguk dan mengikuti langkah Earwen di belakang dengan pandangan menunduk, sesekali Briana menatap sekelilingnya. "Disitu lady tempatnya." Earwen menatap tempat yang ditunjukkan Briana, pusat pelatihan alat panah. Earwen bergegas masuk kedalam. Netranya melihat Belinda yang tengah menikmati teh mint, kemudian Earwen menghampirinya dan memberi penghormatan nya. "Grandma memanggil saya?" tanya Earwen."Iya, kamu pasti bosan bukan Earwen?" Earwen tersenyum kecil dan mendudukkan tubuhnya, "Saya tidak tahu harus melakukan apa." "Edmund belum memberikan tugas Queen kepadamu Earwen?" "Belum grandma." Belinda me

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 6: Weird Drink

    Suara burung hantu dan semilir angin malam menemani Earwen yang tengah duduk termenung disamping balkon. Earwen menekuk kedua kakinya, mata hazelnya menatap gemerlap bintang di langit. Pikiran Earwen meleset jauh, ia bertanya-tanya kemana perginya Edmund. Sejak kejadian tadi siang ia tidak melihat Edmund hingga sekarang Edmund bahkan tidak kembali ke kamarnya. Ah Earwen tahu ia tidak boleh mencampuri urusan pribadi Edmund seperti yang tertulis di perjanjiannya dengan Edmund tapi, bolehkah ia mengkhawatirkannya? setidaknya sebagai seorang istri Edmund, walaupun gelar istri itu sementara tapi Earwen ingin menghargai Edmund sebagai suaminya pertama dan terakhir. Earwen tidak berniat menikah lagi jika suatu saat Edmund menendangnya dari Hillary. Ceklek.. Suara decitan pintu mengalihkan pandangan Earwen dan sosok yang ia cari sedari tadi kini tengah berdiri memunggunginya. Earwen beranjak dari posisinya. "Yang mulia, apa anda sudah makan malam?" ucap Earwen. Karena tadi ia tidak melihat

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 7: Untitled Book

    Suara kicauan burung membangunkan Earwen yang tengah terlelap, ia kemudian melirik ke arah ranjang dan melihat Edmund yang masih tertidur. Earwen kemudian bangkit dari posisinya dan berjalan masuk ke kamar mandi. Sekitar 20 menit ia menyelesaikan ritual mandinya tanpa bantuan Briana, Earwen sudah cantik dengan gaun berwarna hitam dan dipadukan dengan sepatu flat.Matanya menatap ke arah Edmund yang masih juga tertidur, ia hendak menyiapkan pakaian Edmund namun Earwen kembali mengurungkan niatnya, pernikahan ini hanya sementara dan dirinya tidak perlu membangun citra yang indah di depan Edmund karena dimata Edmund, Earwen hanya wanita cacat. Earwen tersenyum kecut mengingat perkataan Edmund tadi malam.Earwen tidak tahu kenapa ia harus dipandang sebelah mata karena tidak memiliki sihir, sedangkan ada beberapa orang di Hillary juga yang sama sepertinya, mungkinkan karena ia berdarah bangsawan dianggap tidak sempurna jika tidak memiliki sihir?Earwen kemudian melenggang pergi, di depan p

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-22
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 8: Horse Riding

    "Grandma ingin menyerahkan ini kepada kalian, sebagai hadiah untuk pernikahan kalian," ucap Belinda seraya menyerahkan sepasang cincin kepada Edmund dan Earwen."Cincin ini merupakan cincin turun temurun dari leluhur kita yang dulu, grandma ingin kalian memasang cincin ini dijari kalian masing-masing," sambungnya.Edmund menatap dua cincin tersebut, ia kemudian mengambil satu cincin tersebut dan menyematkan di jempolnya karena, jari manisnya sudah terisi kan cincin pernikahannya.Earwen mengambil cincinnya dan menyematkannya di telunjuknya. "Terimakasih Grandma," ucap Earwen."Oh ada satu lagi, ini untukmu Earwen. Spesial!" ucap Belinda dan menepuk tangannya.Pengawal datang dengan seekor kuda poni dewasa berwarna putih. Mata hazel milik Earwen berbinar melihat kuda poni tersebut."Kuda poni untukmu Earwen," ucap Belinda.Earwen bangkit dari duduknya dan mendekati kuda tersebut, ia kemudian mengelus pelan surai putih milik kuda tersebut. "Dia sangat cantik, terimakasih Grandma," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-22
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 9: About Edmund

    Earwen terbangun dari tidurnya ketika seseorang membelai pipinya, netranya membelak kaget ia lantas mundur kebelakang."Tidak kusangka keturunan darah biru tidak mempunyai sihir," kekehnya pelan.Nafas Earwen naik turun melihat sosok yang didepannya–Galadriel. Penyihir hitam yang lumayan ditakutkan oleh sebagian penduduk Esterlens."Kau tau siapa aku?" tanyanya."Apa yang kau lakukan disini?" tanya balik Earwen tanpa membalas pertanyaan Galadriel.Galadriel tersenyum misterius, matanya menatap ke arah ranjang yang berisikan Edmund yang masih terlelap. "Oh aku hanya menyapamu, apa itu tidak boleh? Saya juga masih bagian keluarga Hillary," ucapnya dan hendak menyentuh rambut coklat milik Earwen."Cih! Sejak kapan kau bagian dari Hillary? Kau hanya seorang penghianat."Galadriel menoleh dan tertawa melihat Edmund menarik Earwen dibelakangnya. "Oh ya ampun cucuku, kau sudah besar." Mata itu, mata yang dilihat Earwen saat penyerangan tiba-tiba Galadriel saat ia memanah bersama Belinda. Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 10: Beautiful Place

    Mata coklat milik Earwen menatap danau kecil di belakang istana, ia baru menemukan tempat ini setelah berputar-putar tiga kali di istana karena merasa bosan sedari pagi."Lady ini sangat indah," ucap Briana dengan terpana menatap tempat baru yang baru dijumpainya."Selama saya disini, saya tidak pernah melihat tempat ini," lanjutnya.Earwen tersenyum. "Bagaimana kalau kita jadikan sebagai tempat rahasia kita?" tanya Earwen.Briana mengangguk menyetujuinya. "Ide yang indah Lady, saya akan merahasiakan tempat ini." "Omong-omong Briana, dimana buku yang saya minta untuk kamu simpan saat sarapan?" "Buku yang bersampul polos Lady?" tanya Briana.Earwen mengangguk. "Iya, dimana itu?" "Saya meninggalkannya di kamar anda terdahulu, sebentar saya ambilkan dulu," ucap Briana dan meninggalkan Earwen.Earwen menghirup dalam udara disini, ia kemudian menyentuh pelan air berwarna jernih tersebut, bahkan batu didalamnya sangat terlihat jelas. Dingin, kata pertama yang mendeskripsikan air danau in

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07

Bab terbaru

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 61: Hesitant

    Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu, Earwen dan Carlo akhirnya sampai di pusat kota Hillary. Salju sudah mulai turun di Hillary, orang-orang berseliweran menggunakan pakaian musim dingin. Earwen menengadahkan tangannya menangkap salju yang turun. Netranya menelisik salju yang tengah berada di telapak tangannya. "Hei, ayo lanjutkan perjalanan ke tempat Gert."Ucapan Carlo membuyarkan Earwen. Ia menolehkan kepalanya ke samping. "Kau duluan saja, aku akan kembali lagi setelah senja." Carlo mendelik tidak suka. "Kau gila?! Kau bahkan belum tahu di mana letak tempat itu." "Kalau begitu aku akan menunggumu di sini nantinya, bye Mr. Pirang." Earwen memacu kudanya ke arah kanan, meninggalkan Carlo yang setengah mendidih. Tujuannya adalah pergi ke taman Yolain. Berharap menemukan Briana di sana. Setibanya di taman Yolain, Earwen membuka tudung kepalanya membebaskan rambutnya yang terkuncir layaknya ekor kuda itu. Earwen tidak yakin orang-orang akan mengenalinya yang dulu

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 60: Hidden Traitor

    Bunyi Sepatu yang beradu dengan dinginnya lantai terdengar nyaring. "Kau datang, eh." Suara bariton milik pria yang sudah berumur itu menggelegar di setiap sudut. "Datang untuk menyerahkan ini," sahutnya dan melemparkannya ke arah pria tua itu. "Crystal Balls, dari mana kau mendapatkannya Sean Osbert?" "Anda tak perlu tahu, ayahanda. Kudengar benda itu terbuat dengan darah unicorn," tanya Sean dan mendudukkan tubuhnya pada sofa. "Benar sekali, son. Crystal Balls akan membantu menyempurnakan ramuanku." Galadriel menyeringai lebar melihat Crystal Balls yang berada di genggamannya, ah ia sudah tidak sabar untuk mengolahnya menjadi hal 'hebat'."Kau sudah banyak membantuku, son." Galadriel membuka lemari yang tak jauh dari dirinya berdiri. Ia mengambil sebuah pedang dan menyerahkannya kepada sang anak. "Untukmu," sambung Galadriel. Sean menerima pedang tersebut. "Téggewira? Anda serius menghadiahkan pedang Téggewira?" tanyanya memastikan. Pasalnya Téggewira bukanlah pedang biasa. Pe

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 59: Deville Morte

    Earwen mengeliat dalam tidurnya, ia benar-benar tidur nyenyak dan melupakan segala beban pikirannya, setelah tadi malam ia berpesta dengan para Gert. Pria-pria bertubuh kekar itu mulai menerima kenyataan bahwa sosok legenda seorang 'wanita'. Pintu di ketuk dari luar, dan tak lama kemudian pintu tersebut terbuka dan menampakkan sosok Steve. "Kau sudah bangun? Aku membawakan beberapa potong gaun untukmu, mandilah dan keluar dari kamarmu Earwen," ucap Steve dan meninggalkan beberapa potong pakaian untuk Earwen di atar ranjang wanita itu. "Baiklah, kau bisa keluar." Earwen turun dari ranjang dan berjalan ke arah Steve yang juga berjalan keluar dari kamar Earwen. Setelah kepergian Steve, Earwen mengunci pintu kamarnya dari dalam. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Earwen menanggalkan pakaiannya dan menenggelamkannya ke dalam bathtub yang sudah terisi air, entah siapa yang mengisinya. Aroma wewangian menguar menciptakan sensasi tentram pada otak Earwen.Dirasa sudah cukup, Earwen m

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 58: Leaving Heartache

    "Apakah anda sang legenda itu?" tanya laki-laki yang menyerukan kata 'Capo' tadi. Earwen mengigit bibirnya was-was, bagaimana dia mengetahui tentang identitas aslinya? Ia kemudian melirik ke arah Steve yang masih saja bercengkerama dengan singa putih itu. Sialan! Bagaimana ia menjawab pertanyaan lelaki di depannya ini. "Carlo ini Earwen, dan Earwen ini Carlo," ucap Steve dan berjalan mendekati keduanya. "Earwen ikut aku," sambung Steve. Earwen mengikuti langkah Steve kedalam ruangan yang tak jauh dari ia berdiri tadi. Setelah keduanya masuk ke dalam satu ruangan, Steve menutup pintu tersebut. Ia kemudian duduk di atas kursinya. Earwen juga ikut duduk di kursi yang ada di depan meja yang ia pastikan bahwa ruangan ini adalah tempat kerja. "Sebenarnya tempat apa ini?" tanya Earwen to the point. Jujur saja, siapa yang tidak bingung kala di tempatkan di sebuah tempat asing tetapi di dalamnya orang-orangnya mengetahui tentang dirinya."Ini adalah markas, Earwen, markas Deville Morte. D

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 57: Leave

    Earwen memungut kemeja putih milik Edmund yang sengaja dia tinggalkan untuknya setelah melewati pergulatan mereka. Kaki Earwen bergetar hebat menahan berat tubuhnya. Rasanya ia seperti di perkosa saja, karena Edmund benar-benar memperlakukannya layaknya seorang kupu-kupu malam. Earwen menyibak kasar air matanya, ia kemudian menatap kertas berisikan gugatan cerai untuknya yang tergeletak di lantai. Earwen mengambil kertas tersebut dan tanpa berpikir panjang lagi, ia mencantumkan tanda tangannya. Matanya menyorot ke arah cincin pernikahan dan juga cincin yang dijadikan hadiah oleh Belinda. Earwen melepaskan keduanya, ia melepaskan semua hal-hal yang berbau Edmund pada tubuhnya. Mulai dari cincin, kalung yang di buat Edmund saat di laut Saterin dan hanya menyisakan kalung milik mendiang ibunya. Earwen menaruh seluruhnya pada meja kerja Edmund, ia kemudian berbalik badan tanpa memperdulikan ruangan Edmund yang berantakan Earwen berjalan keluar. Dengan kaki yang tak beralaskan apapun, Ear

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 56: Divorce Lawsuit

    Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian kepergoknya Earwen. Sejak saat itu Earwen benar-benar tidak pernah menjumpai Edmund lagi. Bahkan di ruang makan pun ia hanya berdua dengan Daisy. Sedangkan Edmund? Ia tidak tahu kemana perginya pria itu. Apakah Edmund semarah itu dengannya? "Apa itu tidak enak Yang Mulia? Anda ingin menu makan malam yang lain?" Pertanyaan pramusaji itu membuyarkan lamunan Earwen. Ia menatap piringnya yang berisikan carbonara itu. Earwen menggeleng menolak ucapan sang pramusaji. Ia kemudian mulai menyuapkan sesendok demi sesendok ke dalam mulutnya. Sesekali matanya melirik ke arah Daisy yang tengah berkutat dengan bukunya. Omong-omong, hubungan iparnya dengan Daisy benar-benar tidak ada progres kemajuan sama sekali semenjak Earwen menginjakkan kakinya di Hillary. Di tambah kematian Belinda yang terjadi karena menyelematkannya itu membuat Daisy semakin tidak menyukainya. Earwen menghela nafas berat, Daisy tidak menyukainya sebagai kakak ipar dan sekarang Edm

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 55: Secret Room

    "Maaf Yang Mulia, King Edmund sedang tidak bisa untuk dijumpai sekarang." Ucapan sang pengawal yang berjaga di depan ruang kerja Edmund beberapa jam lalu.Earwen menatap dari kejauhan ruang kerja Edmund yang masih juga tertutup. Entah sudah berapa lama dirinya menghabiskan waktu untuk ini, duduk dengan mata menyorot ke depan sana. Sikap Edmund yang seperti itu justru mengundang rasa khawatir Earwen, ia takut terjadi sesuatu dengan pria itu. "Apa yang kau lakukan disini?" Earwen menoleh ke samping kala mendengar suara yang mengacaukan pikirannya. "Daisy? Bagaimana kabarmu?" tanya Earwen tanpa membalas pertanyaan Daisy tadi. Daisy menatap tajam ke arah Earwen kemudian beralih pandang melihat lurus ke depan, ia penasaran apa yang sedari tadi dilihat oleh Earwen. "Tidak usah berbasa-basi seperti itu!" Sinis Daisy. "Saya hanya ingin tahu bagaimana kabarmu, apakah itu sal–" "Lawyer Glenn?" Ucapan Daisy membuat Earwen ikut memandang ke depan. Benar saja seorang lelaki masuk ke dalam ru

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 54: The First Meet

    Rombongan Earwen sudah sampai di Hillary. Earwen langsung turun dari kudanya meninggalkan Briana dan Steve. Ia berjalan di lorong-lorong Paviliun utama, Earwen hendak kembali ke kamar dan melakukan ritual mandinya sebelum ia kembali bergulat dengan rencana-rencananya. Baru memegang kenop pintu suara pengawal terdengar. "Yang Mulia, maaf sebelumnya. Anda sudah dilarang untuk memasuki kamar Yang Mulia King Edmund lagi. Kamar anda sekarang berada di Paviliun timur," ucap pengawal tersebut sembari menundukkan pandangannya. Matanya mengerjap berulang kali, berusaha menyerap ucapan pengawal tersebut. Apa maksudnya? Dirinya sudah tidak tinggal di Paviliun utama lagi? Apa ada sesuatu hal yang membuat Edmund mengusirnya dari kamarnya?Earwen membuyarkan seluruh pertanyaan di kepalanya. Ia akan tanyakan itu nanti kepada Edmund, yang jelas sekarang mencari keberadaan Zane Salazar dan King Valiant. Earwen buru-buru melangkah kakinya ke paviliun timur, ia tidak akan menyangka akan kembali ke kam

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 53: Changed

    "Jadi Zane Salazar di tuduh sebagai penyebab kematian Faleia Jacqueline?" tanya Steve setelah Earwen menceritakan berkas yang dia temukan di ruang kerja Edmund tadi malam. Bola mata Earwen melesat jauh menatap langit yang membiru terang. Ia memikirkan kemana Ayahnya pergi. Earwen masih menyangkal bahwa Zane Salazar telah mati, karena hatinya mengatakan tidak. "Kau menemukan sesuatu Steve?" "Tidak, tapi kurasa kau ikuti saja Edmund. Mungkin di dalang di balik menghilangnya Zane Salazar." Earwen mengangguk kecil, Edmund sudah pasti sosok dibalik semua ini. Ia harus mengorek lebih dalam lagi mengenai Edmund. Earwen hanya menginginkan dirinya dapat di pertemukan dengan Zane Salazar, walau dalam keadaan tulang belulangnya saja. Tangannya terulur mengusap liontin milik mendiang ibunya. "Tolong bantu Earwen menemukannya," batinnya berbisik lirih. "Lady!" Pekikan Briana membuat Earwen dan Steve menoleh menatap Briana yang berlari ke arah mereka yang sedang duduk. "Ada apa?" tanya Earwen

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status