Home / Fantasi / Istri Cacat sang Raja Arogan / Chapter 4: Agreement

Share

Chapter 4: Agreement

Author: Naynis
last update Last Updated: 2023-06-21 19:54:04

"Dengan apa tuan?" tanya Earwen dengan polos

Edmund memiringkan kepalanya, matanya menatap Earwen yang sama sekali tidak ada pergerakan, ia tersenyum smirk dan memajukan kepalanya hingga desiran nafas Earwen mengenai kulit mukanya, ia mulai memajukan sedikit demi sedikit hingga bibir mereka saling bersentuhan. Edmund membelalakkan matanya dan melepaskan bibirnya ia langsung berlalu pergi meninggalkan Earwen.

Ada apa dengan dirinya, bagaimana bisa ia kebablasan? ini semua salah sampanye itu.

Edmund mengguyurkan seluruh badannya dengan air dingin untuk merendamkan pengaruh alkohol tadi. selesai dengan mandinya Edmund berjalan kearah tempat tidurnya. Netranya menatap Earwen yang sudah terlelap tapi masih menggunakan sepatunya. Edmund berjalan dan melepaskan sepatu tersebut dari kaki Earwen, ia kemudian membenarkan posisi tidur Earwen dan menarik selimut hingga menutupi setengah tubuh Earwen.

Edmund merebahkan tubuhnya di samping Earwen, dirinya tidak akan tidur di sofa ataupun kamar lain karena ini adalah tempat tidurnya. Adanya Earwen tidur disampingnya itu tidak akan merusak tidurnya.

Jam berdentang, detik terus berjalan hingga waktu menunjukkan pukul satu. Earwen terbangun dari tidurnya, kepalanya sangat pening mungkin efek sampanye itu. Earwen mengedarkan pandangannya, ini kamar king Edmund, sontak Earwen menutup mulutnya ia shock ditambah sosok yang tengah tidur disampingnya. Apa yang telah dilewatkannya, Earwen mencoba mengingat lagi kejadian sehabis ia pulang di perjamuan tadi tapi hasilnya ia tidak mengingatnya.

Earwen kembali merebahkan tubuhnya, ia melirik ke arah king Edmund yang tengah terlelap. Tangannya menggantung di udara membuat lukisan abstrak di wajah  Raja Hillary tersebut. Earwen tidak percaya ia akan menikah, apalagi menikahi raja. Ia tersenyum menatap dari samping wajah suaminya, Edmund memiliki wajah yang nyaris sempurna dengan alis tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, bibir tipis kemerahan, kulit putih dan  sorot mata yang tajam menambah kesan bahwa ia sosok Raja yang tegas.

Pergerakan dari Edmund membuat Earwen segera menutup matanya. Ia kemudian mengintip sedikit, Earwen mengernyitkan dahinya melihat pelipis Edmund yang dipenuhi keringat, ia kemudian menyentuh pelan pipi Edmund, "Astaga dingin" gumamnya

Wajah Edmund berubah menjadi gelisah, sepertinya ia mimpi buruk. Earwen mengusap pelan surai hitam milik King Edmund dan menenangkannya dengan nyanyian.

Serasa sudah tenang, Earwen berbaring kembali dengan posisi menghadap Edmund. Ia mulai menutup matanya untuk menggapai mimpinya kembali

👑👑👑

Suara kicauan burung terdengar di balik jendela berwarna putih tersebut, namun, kicauan burung tidak membangunkan kedua pasutri tersebut yang masih terlelap dengan posisi berpelukan.

tok..tok..tok

"Maaf yang mulia raja, hari sudah esok" panggil asisten king Edmund yang bernama Jack

Edmund menyipitkan matanya ketika bertatapan dengan cahaya matahari. Ia hendak bangun tapi terasa berat karena kepala Earwen yang bertangkup di dadanya. Edmund menghentakkan dadanya hingga Earwen terbangun.

"Apa yang kau lakukan bodoh? berani sekali kau menyentuhku hah?!" ucap Edmund dengan sengit

Earwen menundukkan kepalanya tidak berani menatap kilatan marah di mata Edmund.

"Maaf yang mulia, lain kali saya akan berhati-hati lagi"

"Cih, kau itu sudah bodoh tidak punya kekuatan. Bagaimana bisa kau menjaga dirimu sendiri haha" ejek Edmund

Earwen tidak membalasnya karena yang diucapkannya benar, ia hanya benalu.

"Cepat enyah kau dari hadapanku" titahnya

Earwen langsung bangkit dan memberi penghormatan kepada Edmund dan segera berlalu pergi. Didepan pintu ia sempat berpapasan dengan Jack yang menyapanya tapi tidak dipedulikan oleh Earwen, ia ingin cepat-cepat kembali ke kamarnya.

Sesampainya dikamarnya, Earwen langsung mengunci pintu kamarnya, tubuhnya merosot kebawah, air matanya ikut mengalir. Ini baru permulaan hidupnya tapi ia sudah selemah ini, Earwen mengusap air matanya dan berdiri.

"Kamu pasti bisa Earwen, tunggu sampai waktunya kamu bisa bebas dari jeratan neraka ini" gumamnya

Earwen berjalan masuk ke kamar mandi.

👑👑👑

Suara dentingan sendok terdengar, mereka menyantap Creme Brulee dengan khidmat, kecuali Earwen yang hanya memakannya sedikit berbanding terbalik dengan Daisy sudah menghabiskan dua cup dessert tersebut.

"Earwen apakah kau tidak menyukainya?" tanya Belinda

Earwen tersenyum kikuk ketika semua mata melihat kearahnya, apalagi tatapan mata Edmund yang seakan merendahkannya.

"Wajar lah grandma, kakak ipar kan sudah biasa makan-makanan rakyat jelata" cibir Daisy

Belinda menatap sinis Daisy, "Apakah seperti ini caramu menghormati kakak iparmu Daisy? kamu itu keturunan raja tapi attitude-mu nol besar, dibandingkan dengan rakyat jelata yang tadi kau bicarakan, mereka lebih baik" 

"Maaf grandma"

"Jangan meminta maaf kepadaku, meminta maaflah ke kakakmu"

Daisy menunduk, "Maaf kakak ipar"

"Iya tidak apa-apa" Earwen tersenyum kecil, matanya tidak sengaja menatap mata Edmund yang sangat tajam itu, Earwen langsung menundukkan pandangannya.

Edmund bangkit dari tempatnya kemudian berjalan kearah Earwen dan membisikkan sesuatu, "Datanglah keruanganku gadis bodoh" bisik Edmund

Belinda yang melihat Edmund berbisik kearah Earwen, menaikkan alisnya satu, ia tidak akan ikut campur urusan pernikahan orang terkecuali jika itu sudah sangat diambang batas ia akan ikut campur.

Edmund memberi hormat kepada Belinda dan diikuti oleh Earwen.

Earwen mengikuti langkah Edmund, hingga sampailah mereka di tempat kerja milik raja Hillary tersebut. Edmund mempersilahkan Earwen masuk. Earwen mengedarkan pandangannya melihat ruangan ini, aura disini sangat menakutkannya.

Brakk..

Earwen terperanjat kaget, ketika Edmund membanting pintu dengan kasar.

Edmund melemparkan dokumen tepat diwajah Earwen, "Cepat tanda tangani itu" ucapnya sambil duduk di kursi kebesaran miliknya

"Apa ini yang mulia" tanya Earwen dengan was-was

"Surat perjanjian"

Earwen menatap dokumen tersebut dan membukanya, disitu tertulis

1. Pihak 1 (Edmund) berhak melakukan apa saja yang diinginkannya tanpa harus minta persetujuan pihak 2 (Earwen)

2. Pihak 2 tidak boleh mencampuri urusan pribadi pihak 1

3. Pihak 2 harus selalu meminta izin kepada pihak 1 apabila ingin melakukan sesuatu di luar kerajaan

4. Pihak 1 dan pihak 2 tidur di satu tempat, tetapi, pihak 2 tidur di sofa yang terdapat dikamar

5. Pihak 1 tidak akan mencampuri urusan pribadi pihak 2

Perjanjian ini berlaku sampai pihak 1 menggugat pihak 2.

Earwen tersenyum miris saat membaca kata terakhir di perjanjian tersebut. Ternyata Edmund tidak akan mempertahankannya terlalu lama.

"Yang mulia, kalau boleh saya bertanya apa alasan anda menikahi saya?" tanya Earwen dengan berani

Edmund mendengus dingin, "Agar rakyatku tidak mengecapku seorang homo"

Earwen nyaris tertawa mendengar alasan yang dilontarkan Edmund. Oh astaga ternyata hanya ini ia harus ditukar keluarganya dengan emas dan warior.

"Cepat tanda tangani itu bodoh"

Earwen langsung menandatangani perjanjian tersebut dan berlalu pergi dari ruang kerja Edmund.

Related chapters

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 5: Archery and Magic

    Tok..tok..tok"Lady anda dipanggil yang mulia ibu suri," ucap Briana.Earwen menatap pantulan dirinya di cermin, sejak tadi ia hanya berdiam diri tidak tau ingin melakukan apa. Hillary sangat asing baginya, suasana baru membuat Earwen harus beradaptasi lagi."Dipanggil untuk apa Briana?" tanyanya.Briana menggeleng. "Saya tidak tahu lady." "Yasudah, antarkan saya." Briana mengangguk dan mengikuti langkah Earwen di belakang dengan pandangan menunduk, sesekali Briana menatap sekelilingnya. "Disitu lady tempatnya." Earwen menatap tempat yang ditunjukkan Briana, pusat pelatihan alat panah. Earwen bergegas masuk kedalam. Netranya melihat Belinda yang tengah menikmati teh mint, kemudian Earwen menghampirinya dan memberi penghormatan nya. "Grandma memanggil saya?" tanya Earwen."Iya, kamu pasti bosan bukan Earwen?" Earwen tersenyum kecil dan mendudukkan tubuhnya, "Saya tidak tahu harus melakukan apa." "Edmund belum memberikan tugas Queen kepadamu Earwen?" "Belum grandma." Belinda me

    Last Updated : 2023-06-21
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 6: Weird Drink

    Suara burung hantu dan semilir angin malam menemani Earwen yang tengah duduk termenung disamping balkon. Earwen menekuk kedua kakinya, mata hazelnya menatap gemerlap bintang di langit. Pikiran Earwen meleset jauh, ia bertanya-tanya kemana perginya Edmund. Sejak kejadian tadi siang ia tidak melihat Edmund hingga sekarang Edmund bahkan tidak kembali ke kamarnya. Ah Earwen tahu ia tidak boleh mencampuri urusan pribadi Edmund seperti yang tertulis di perjanjiannya dengan Edmund tapi, bolehkah ia mengkhawatirkannya? setidaknya sebagai seorang istri Edmund, walaupun gelar istri itu sementara tapi Earwen ingin menghargai Edmund sebagai suaminya pertama dan terakhir. Earwen tidak berniat menikah lagi jika suatu saat Edmund menendangnya dari Hillary. Ceklek.. Suara decitan pintu mengalihkan pandangan Earwen dan sosok yang ia cari sedari tadi kini tengah berdiri memunggunginya. Earwen beranjak dari posisinya. "Yang mulia, apa anda sudah makan malam?" ucap Earwen. Karena tadi ia tidak melihat

    Last Updated : 2023-06-21
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 7: Untitled Book

    Suara kicauan burung membangunkan Earwen yang tengah terlelap, ia kemudian melirik ke arah ranjang dan melihat Edmund yang masih tertidur. Earwen kemudian bangkit dari posisinya dan berjalan masuk ke kamar mandi. Sekitar 20 menit ia menyelesaikan ritual mandinya tanpa bantuan Briana, Earwen sudah cantik dengan gaun berwarna hitam dan dipadukan dengan sepatu flat.Matanya menatap ke arah Edmund yang masih juga tertidur, ia hendak menyiapkan pakaian Edmund namun Earwen kembali mengurungkan niatnya, pernikahan ini hanya sementara dan dirinya tidak perlu membangun citra yang indah di depan Edmund karena dimata Edmund, Earwen hanya wanita cacat. Earwen tersenyum kecut mengingat perkataan Edmund tadi malam.Earwen tidak tahu kenapa ia harus dipandang sebelah mata karena tidak memiliki sihir, sedangkan ada beberapa orang di Hillary juga yang sama sepertinya, mungkinkan karena ia berdarah bangsawan dianggap tidak sempurna jika tidak memiliki sihir?Earwen kemudian melenggang pergi, di depan p

    Last Updated : 2023-06-22
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 8: Horse Riding

    "Grandma ingin menyerahkan ini kepada kalian, sebagai hadiah untuk pernikahan kalian," ucap Belinda seraya menyerahkan sepasang cincin kepada Edmund dan Earwen."Cincin ini merupakan cincin turun temurun dari leluhur kita yang dulu, grandma ingin kalian memasang cincin ini dijari kalian masing-masing," sambungnya.Edmund menatap dua cincin tersebut, ia kemudian mengambil satu cincin tersebut dan menyematkan di jempolnya karena, jari manisnya sudah terisi kan cincin pernikahannya.Earwen mengambil cincinnya dan menyematkannya di telunjuknya. "Terimakasih Grandma," ucap Earwen."Oh ada satu lagi, ini untukmu Earwen. Spesial!" ucap Belinda dan menepuk tangannya.Pengawal datang dengan seekor kuda poni dewasa berwarna putih. Mata hazel milik Earwen berbinar melihat kuda poni tersebut."Kuda poni untukmu Earwen," ucap Belinda.Earwen bangkit dari duduknya dan mendekati kuda tersebut, ia kemudian mengelus pelan surai putih milik kuda tersebut. "Dia sangat cantik, terimakasih Grandma," ucap

    Last Updated : 2023-06-22
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 9: About Edmund

    Earwen terbangun dari tidurnya ketika seseorang membelai pipinya, netranya membelak kaget ia lantas mundur kebelakang."Tidak kusangka keturunan darah biru tidak mempunyai sihir," kekehnya pelan.Nafas Earwen naik turun melihat sosok yang didepannya–Galadriel. Penyihir hitam yang lumayan ditakutkan oleh sebagian penduduk Esterlens."Kau tau siapa aku?" tanyanya."Apa yang kau lakukan disini?" tanya balik Earwen tanpa membalas pertanyaan Galadriel.Galadriel tersenyum misterius, matanya menatap ke arah ranjang yang berisikan Edmund yang masih terlelap. "Oh aku hanya menyapamu, apa itu tidak boleh? Saya juga masih bagian keluarga Hillary," ucapnya dan hendak menyentuh rambut coklat milik Earwen."Cih! Sejak kapan kau bagian dari Hillary? Kau hanya seorang penghianat."Galadriel menoleh dan tertawa melihat Edmund menarik Earwen dibelakangnya. "Oh ya ampun cucuku, kau sudah besar." Mata itu, mata yang dilihat Earwen saat penyerangan tiba-tiba Galadriel saat ia memanah bersama Belinda. Ma

    Last Updated : 2023-06-23
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 10: Beautiful Place

    Mata coklat milik Earwen menatap danau kecil di belakang istana, ia baru menemukan tempat ini setelah berputar-putar tiga kali di istana karena merasa bosan sedari pagi."Lady ini sangat indah," ucap Briana dengan terpana menatap tempat baru yang baru dijumpainya."Selama saya disini, saya tidak pernah melihat tempat ini," lanjutnya.Earwen tersenyum. "Bagaimana kalau kita jadikan sebagai tempat rahasia kita?" tanya Earwen.Briana mengangguk menyetujuinya. "Ide yang indah Lady, saya akan merahasiakan tempat ini." "Omong-omong Briana, dimana buku yang saya minta untuk kamu simpan saat sarapan?" "Buku yang bersampul polos Lady?" tanya Briana.Earwen mengangguk. "Iya, dimana itu?" "Saya meninggalkannya di kamar anda terdahulu, sebentar saya ambilkan dulu," ucap Briana dan meninggalkan Earwen.Earwen menghirup dalam udara disini, ia kemudian menyentuh pelan air berwarna jernih tersebut, bahkan batu didalamnya sangat terlihat jelas. Dingin, kata pertama yang mendeskripsikan air danau in

    Last Updated : 2023-07-07
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 11: Masquerade Party

    Wow, kata pertama yang bisa mendiskripsikan di depannya. Ini sangat berbeda dengan ekspektasi Earwen apa yang ia lihat sekarang sungguh berbeda. Pesta topeng yang selalu menjadi bayangannya ternyata seperti ini. "Apa kau menyesal datang kesini?" ucap Edmund yang tengah melihat lihat beberapa topeng untuk dipakainya."Sedikit," ucap Earwen dengan lemas"Kau terlalu berekspetasi tinggi mengenai pesta topeng." Earwen mengangguk lesu, yang dikatakan Edmund benar adanya dan ia sudah terlanjur datang kesini. "Benar yang mulia, oh menurut anda mana yang lebih bagus?" tanya Earwen sambil memperlihatkan topeng dengan warna silver semu biru dan silver sepenuhnya. "Ini, terlihat cocok dengan pakaianmu," ucap Edmund seraya menunjuk topeng berwarna silver semu biru. "Terimakasih Yang Mulia." "Astaga, suatu kehormatan bagi saya melihat anda datang ke pesta saya My Lord... Edmund," ucap pria paruh baya tersebut."Apakah ini Lady Earwen? Maaf saya tidak sempat datang di pernikahan anda," tambah w

    Last Updated : 2023-07-07
  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 12: Offended

    Earwen menggeliat dalam tidurnya, ia membuka matanya dan berlari kedalam kamar mandi memuntahkan isi perutnya yang terasa seperti diaduk-aduk. Hanya cairan bening yang dikeluarkannya, Earwen bangkit dan mencuci mulutnya dengan air bersih. Namun, ia kembali berlari ke closet dan memutahkan kembali walaupun tidak yang keluar rasanya seperti ada yang mengganjal di perutnya. Earwen duduk lesu disamping closet sembari memijat kepalanya yang terasa pusing. "Kau berisik sekali," ucap Edmund yang tengah berdiri di depan pintu. "Maaf. Yang Mulia jangan kesini ini menjijikkan," lirih Earwen.Edmund memutar bola matanya malas, tentu saja ia tidak akan kesitu tetapi suara muntahan Earwen sangat menganggu tidurnya yang indah dan membuatnya harus berdiri disini."Bersihkan mulutmu dan cuci tangan, saya akan meminta pelayan membuat teh jahe," ucap Edmund dan pergi meninggalkan Earwen. Earwen bangkit dari duduknya dan mencuci mulut dan tangannya. "Apa yang kau lakukan?" ucap Edmund melihat Earwen

    Last Updated : 2023-07-07

Latest chapter

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 61: Hesitant

    Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu, Earwen dan Carlo akhirnya sampai di pusat kota Hillary. Salju sudah mulai turun di Hillary, orang-orang berseliweran menggunakan pakaian musim dingin. Earwen menengadahkan tangannya menangkap salju yang turun. Netranya menelisik salju yang tengah berada di telapak tangannya. "Hei, ayo lanjutkan perjalanan ke tempat Gert."Ucapan Carlo membuyarkan Earwen. Ia menolehkan kepalanya ke samping. "Kau duluan saja, aku akan kembali lagi setelah senja." Carlo mendelik tidak suka. "Kau gila?! Kau bahkan belum tahu di mana letak tempat itu." "Kalau begitu aku akan menunggumu di sini nantinya, bye Mr. Pirang." Earwen memacu kudanya ke arah kanan, meninggalkan Carlo yang setengah mendidih. Tujuannya adalah pergi ke taman Yolain. Berharap menemukan Briana di sana. Setibanya di taman Yolain, Earwen membuka tudung kepalanya membebaskan rambutnya yang terkuncir layaknya ekor kuda itu. Earwen tidak yakin orang-orang akan mengenalinya yang dulu

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 60: Hidden Traitor

    Bunyi Sepatu yang beradu dengan dinginnya lantai terdengar nyaring. "Kau datang, eh." Suara bariton milik pria yang sudah berumur itu menggelegar di setiap sudut. "Datang untuk menyerahkan ini," sahutnya dan melemparkannya ke arah pria tua itu. "Crystal Balls, dari mana kau mendapatkannya Sean Osbert?" "Anda tak perlu tahu, ayahanda. Kudengar benda itu terbuat dengan darah unicorn," tanya Sean dan mendudukkan tubuhnya pada sofa. "Benar sekali, son. Crystal Balls akan membantu menyempurnakan ramuanku." Galadriel menyeringai lebar melihat Crystal Balls yang berada di genggamannya, ah ia sudah tidak sabar untuk mengolahnya menjadi hal 'hebat'."Kau sudah banyak membantuku, son." Galadriel membuka lemari yang tak jauh dari dirinya berdiri. Ia mengambil sebuah pedang dan menyerahkannya kepada sang anak. "Untukmu," sambung Galadriel. Sean menerima pedang tersebut. "Téggewira? Anda serius menghadiahkan pedang Téggewira?" tanyanya memastikan. Pasalnya Téggewira bukanlah pedang biasa. Pe

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 59: Deville Morte

    Earwen mengeliat dalam tidurnya, ia benar-benar tidur nyenyak dan melupakan segala beban pikirannya, setelah tadi malam ia berpesta dengan para Gert. Pria-pria bertubuh kekar itu mulai menerima kenyataan bahwa sosok legenda seorang 'wanita'. Pintu di ketuk dari luar, dan tak lama kemudian pintu tersebut terbuka dan menampakkan sosok Steve. "Kau sudah bangun? Aku membawakan beberapa potong gaun untukmu, mandilah dan keluar dari kamarmu Earwen," ucap Steve dan meninggalkan beberapa potong pakaian untuk Earwen di atar ranjang wanita itu. "Baiklah, kau bisa keluar." Earwen turun dari ranjang dan berjalan ke arah Steve yang juga berjalan keluar dari kamar Earwen. Setelah kepergian Steve, Earwen mengunci pintu kamarnya dari dalam. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Earwen menanggalkan pakaiannya dan menenggelamkannya ke dalam bathtub yang sudah terisi air, entah siapa yang mengisinya. Aroma wewangian menguar menciptakan sensasi tentram pada otak Earwen.Dirasa sudah cukup, Earwen m

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 58: Leaving Heartache

    "Apakah anda sang legenda itu?" tanya laki-laki yang menyerukan kata 'Capo' tadi. Earwen mengigit bibirnya was-was, bagaimana dia mengetahui tentang identitas aslinya? Ia kemudian melirik ke arah Steve yang masih saja bercengkerama dengan singa putih itu. Sialan! Bagaimana ia menjawab pertanyaan lelaki di depannya ini. "Carlo ini Earwen, dan Earwen ini Carlo," ucap Steve dan berjalan mendekati keduanya. "Earwen ikut aku," sambung Steve. Earwen mengikuti langkah Steve kedalam ruangan yang tak jauh dari ia berdiri tadi. Setelah keduanya masuk ke dalam satu ruangan, Steve menutup pintu tersebut. Ia kemudian duduk di atas kursinya. Earwen juga ikut duduk di kursi yang ada di depan meja yang ia pastikan bahwa ruangan ini adalah tempat kerja. "Sebenarnya tempat apa ini?" tanya Earwen to the point. Jujur saja, siapa yang tidak bingung kala di tempatkan di sebuah tempat asing tetapi di dalamnya orang-orangnya mengetahui tentang dirinya."Ini adalah markas, Earwen, markas Deville Morte. D

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 57: Leave

    Earwen memungut kemeja putih milik Edmund yang sengaja dia tinggalkan untuknya setelah melewati pergulatan mereka. Kaki Earwen bergetar hebat menahan berat tubuhnya. Rasanya ia seperti di perkosa saja, karena Edmund benar-benar memperlakukannya layaknya seorang kupu-kupu malam. Earwen menyibak kasar air matanya, ia kemudian menatap kertas berisikan gugatan cerai untuknya yang tergeletak di lantai. Earwen mengambil kertas tersebut dan tanpa berpikir panjang lagi, ia mencantumkan tanda tangannya. Matanya menyorot ke arah cincin pernikahan dan juga cincin yang dijadikan hadiah oleh Belinda. Earwen melepaskan keduanya, ia melepaskan semua hal-hal yang berbau Edmund pada tubuhnya. Mulai dari cincin, kalung yang di buat Edmund saat di laut Saterin dan hanya menyisakan kalung milik mendiang ibunya. Earwen menaruh seluruhnya pada meja kerja Edmund, ia kemudian berbalik badan tanpa memperdulikan ruangan Edmund yang berantakan Earwen berjalan keluar. Dengan kaki yang tak beralaskan apapun, Ear

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 56: Divorce Lawsuit

    Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian kepergoknya Earwen. Sejak saat itu Earwen benar-benar tidak pernah menjumpai Edmund lagi. Bahkan di ruang makan pun ia hanya berdua dengan Daisy. Sedangkan Edmund? Ia tidak tahu kemana perginya pria itu. Apakah Edmund semarah itu dengannya? "Apa itu tidak enak Yang Mulia? Anda ingin menu makan malam yang lain?" Pertanyaan pramusaji itu membuyarkan lamunan Earwen. Ia menatap piringnya yang berisikan carbonara itu. Earwen menggeleng menolak ucapan sang pramusaji. Ia kemudian mulai menyuapkan sesendok demi sesendok ke dalam mulutnya. Sesekali matanya melirik ke arah Daisy yang tengah berkutat dengan bukunya. Omong-omong, hubungan iparnya dengan Daisy benar-benar tidak ada progres kemajuan sama sekali semenjak Earwen menginjakkan kakinya di Hillary. Di tambah kematian Belinda yang terjadi karena menyelematkannya itu membuat Daisy semakin tidak menyukainya. Earwen menghela nafas berat, Daisy tidak menyukainya sebagai kakak ipar dan sekarang Edm

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 55: Secret Room

    "Maaf Yang Mulia, King Edmund sedang tidak bisa untuk dijumpai sekarang." Ucapan sang pengawal yang berjaga di depan ruang kerja Edmund beberapa jam lalu.Earwen menatap dari kejauhan ruang kerja Edmund yang masih juga tertutup. Entah sudah berapa lama dirinya menghabiskan waktu untuk ini, duduk dengan mata menyorot ke depan sana. Sikap Edmund yang seperti itu justru mengundang rasa khawatir Earwen, ia takut terjadi sesuatu dengan pria itu. "Apa yang kau lakukan disini?" Earwen menoleh ke samping kala mendengar suara yang mengacaukan pikirannya. "Daisy? Bagaimana kabarmu?" tanya Earwen tanpa membalas pertanyaan Daisy tadi. Daisy menatap tajam ke arah Earwen kemudian beralih pandang melihat lurus ke depan, ia penasaran apa yang sedari tadi dilihat oleh Earwen. "Tidak usah berbasa-basi seperti itu!" Sinis Daisy. "Saya hanya ingin tahu bagaimana kabarmu, apakah itu sal–" "Lawyer Glenn?" Ucapan Daisy membuat Earwen ikut memandang ke depan. Benar saja seorang lelaki masuk ke dalam ru

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 54: The First Meet

    Rombongan Earwen sudah sampai di Hillary. Earwen langsung turun dari kudanya meninggalkan Briana dan Steve. Ia berjalan di lorong-lorong Paviliun utama, Earwen hendak kembali ke kamar dan melakukan ritual mandinya sebelum ia kembali bergulat dengan rencana-rencananya. Baru memegang kenop pintu suara pengawal terdengar. "Yang Mulia, maaf sebelumnya. Anda sudah dilarang untuk memasuki kamar Yang Mulia King Edmund lagi. Kamar anda sekarang berada di Paviliun timur," ucap pengawal tersebut sembari menundukkan pandangannya. Matanya mengerjap berulang kali, berusaha menyerap ucapan pengawal tersebut. Apa maksudnya? Dirinya sudah tidak tinggal di Paviliun utama lagi? Apa ada sesuatu hal yang membuat Edmund mengusirnya dari kamarnya?Earwen membuyarkan seluruh pertanyaan di kepalanya. Ia akan tanyakan itu nanti kepada Edmund, yang jelas sekarang mencari keberadaan Zane Salazar dan King Valiant. Earwen buru-buru melangkah kakinya ke paviliun timur, ia tidak akan menyangka akan kembali ke kam

  • Istri Cacat sang Raja Arogan    Chapter 53: Changed

    "Jadi Zane Salazar di tuduh sebagai penyebab kematian Faleia Jacqueline?" tanya Steve setelah Earwen menceritakan berkas yang dia temukan di ruang kerja Edmund tadi malam. Bola mata Earwen melesat jauh menatap langit yang membiru terang. Ia memikirkan kemana Ayahnya pergi. Earwen masih menyangkal bahwa Zane Salazar telah mati, karena hatinya mengatakan tidak. "Kau menemukan sesuatu Steve?" "Tidak, tapi kurasa kau ikuti saja Edmund. Mungkin di dalang di balik menghilangnya Zane Salazar." Earwen mengangguk kecil, Edmund sudah pasti sosok dibalik semua ini. Ia harus mengorek lebih dalam lagi mengenai Edmund. Earwen hanya menginginkan dirinya dapat di pertemukan dengan Zane Salazar, walau dalam keadaan tulang belulangnya saja. Tangannya terulur mengusap liontin milik mendiang ibunya. "Tolong bantu Earwen menemukannya," batinnya berbisik lirih. "Lady!" Pekikan Briana membuat Earwen dan Steve menoleh menatap Briana yang berlari ke arah mereka yang sedang duduk. "Ada apa?" tanya Earwen

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status