Di sebuah tempat yang penuh dengan orang-orang yang menghamburkan uang. Suasana yang ramai.. Permainan kartu yang melibatkan uang itu terjadi begitu saja. Ada beberapa wanita yang menemani tuannya bermain permainan yang disebut dengan judi. Namun, di sisi lain… Ada seorang gadis buta yang duduk di ujung bar… Perempuan yang bernampilan tertutup dengan rambut panjang berwarna keemasan. Mempunyai mata sebening air laut yang begitu terang. Namanya… “Lila…” “Kenapa kau memanggilku?” tanya perempuan itu. Pegawai itu terkekeh pelan. “Kau tidak bosan duduk di sini?” tanyanya. Lila menggeleng. “Ini kan sudah menjadi pekerjaanku.” Pegawai itu bertopang dagu menatap Lila yang tidak memandangnya. Cantik, meski tidak bisa melihat. Memiliki mata indah meski mata itu tidak berfungsi. “Aku iri denganmu.” Pegawai itu berdecak pelan. “Aku juga ingin memiliki keberuntungan sepertimu.”Lila memejamkan mata. Seperti mendapatkan sebuah petunjuk. “Beritahu Paman, tempat ini berantakan. Seper
Berusaha melupakan kejadian buruk yang menimpanya beberapa minggu yang lalu. Lila bahkan tidak datang ke tempat usaha pamannya. Ia ingin menghindar sampai kejadian itu samar di pikirannya. Jemarinya menyentuh jendela… Hangat terpaan angit membuatnya memejamkan mata. Sebentar lagi ia menikah dengan pria yang dijodohkan oleh orang tuanya. Lila Luciana… Hanyalah anak perempuan yang dibuang oleh ayahnya sendiri karena dianggap sebagai pembawa sial. Ayahnya menyalahkannya atas kematian ibunya yang meninggal karena melahirkannya. Terlahir saat kejadian alam bernama supernova yang terjadi 100 tahun sekali. Yang katanya akan memiliki banyak keberuntungan, tapi—sayangnya ayahnya sendiri tidak mempercayai hal itu. Dan malah membuangnya layaknya anak pembawa sial. Jika semuanya lancar… Lila akan menikah dengan pria dari anak walikota. Katanya, pernikahannya untuk memperlancar rencana ayahnya yang ingin mencalonkan sebagai pemimpin wilayah provinsi. Lila hanya sekali bertemu dengan p
Sore itu—Lila menguatkan tekadnya. Setelah berpikir ratusan kali. Ia akan mengatakan keadaan yang sebenarnya pada ayahnya. Malam ini ayahnya akan pulang setelah berkampanye di sebuah daerah. Ia akan memberitahukan hubungan adik tirinya dengan calon suaminya. Ia juga akan bilang bahwa ia sedang hamil.Lila berjalan pelan memasuki rumahnya. “Habis dari mana kamu?” itu suara ibu tirinya. Wanita itu berada di hadapan Lila. Menghadang Lila yang hendak masuk. “Aku tidak ke mana-mana. Aku hanya duduk di taman,” balas Lila dengan keadaan yang sebenarnya. Ia tidak pergi ke manapun. Pertanyaan yang konyol sekali dari ibu tirinya itu. “Tidak pergi ke tempat tukang kebun itu?” tanya ibu tirinya. “Kenapa kamu tidak pergi ke sana lagi dan menjadi jalang di sana?” tanyanya. Lila menggeleng. “Tidak.” Dari mana ibu tirinya tahu ia sering pergi ke tempat pamannya. Ia kira pergi dengan hati-hati saat orang lain sudah tidur.. “Aku tetap diam karena adikmu sering mengambil uang yang kau hasilkan
Lila berada di dalam kamarnya. Cara satu-satunya untuk mempertahankan bayi di dalam perutnya adalah dengan cara kabur dari rumah ini. Lila telah mengumpulkan banyak uang dari paman. Ia akan menggunakan uang itu untuk kabur. Kenapa Lila bersikeras mempertahankan bayi di dalam perutnya? Padahal tidak tahu siapa ayah dari janin itu. Karena Lila tidak ingin anaknya merasakan apa yang dirasakannya. Disingkirkan padahal tidak tahu apapun. Tidak dianggap padahal ada, dan bukan salahnya sama sekali. Lila merogoh lemarinya. Ada sebuah tas yang ia gunakan untuk menyimpan uangnya. Tas itu berada di paling bawah. Sedangkan uang yang sering dicuri oleh adik tirinya berada di atas lemari. Ia memang sengaja menaruhnya di sana agar adik tirinya itu tidak merogoh tasnya yang lain. Tapi—ketika ia mengambil tasnya—terasa sangat ringan. Ketika ia membukanya—meraba isi dalam tas itu… Ia tidak menemukan apapun. Padahal uangnya itu memenuhi seluruh tasnya. Deg!“Siapa yang mencuri uangku?” Lil
Kalimat pertama yang terlintas di otak Lila adalah… “Nikahi aku!” ucap Lila dengan lantang. Pria berumur 34 tahun itu mengernyit. Wajah tampannya menatap seorang perempuan buta itu dengan senyum miring. Meskipun buta, ternyata perempuan itu memiliki bola mata yang begitu indah. Bola mata yang berwarna biru terang. Seperti laut cerah..Rambut kuning keemasan yang tergerai… Juga kulit tubuhnya yang seputih susu dan pasti sehalus sutra…“Apa kau bilang?” tanya Lucas begitu dingin. Langkahnya membawa tubuhnya kian dekat dengan perempuan itu. Ada yang bilang, putri keluarga Bennedict sangat cantik namun cacat. Baru kali ini ia melihatnya secara langsung. Benar, memang cantik. Namun cacat. Pria itu melambaikan tangannya di depan Lila. Lila sama sekali tidak berkedip. Artinya, wanita itu memang buta. Lucas memandang Lila… Bagaimana bisa bola mata yang begitu cantik itu—tidak bisa melihat apapun.“Menikahlah denganku. Maka aku akan memberikanmu keberuntungan,” ucap Lila lagi. Ia y
Di sebuah gereja yang indah…Pemandangan yang langsung mengarah pada sebuah pegunungan. Seluruh ruangan yang dihias dengan bunga berwarna putih. Namun sayang, yang hadir dalam pernikahan ini hanya beberapa orang saja. Meskipun seperti itu… Sang pengatin wanita dirias begitu cantik. Menggunakan gaun panjang berwarna putih yang sangat pas ditubuhnya. Lila berjalan pelan menuju altar. Dengan pandangan lurus ke depan… Membawa bunga yang berada di tangannya. sampai Lila berhenti dengan ragu. Sampai ada tangan yang menarik tangannya pelan. membawanya berjalan sedikit lagi dan berhenti. Sehingga janji pernikahanpun dimulai. “Sekarang kalian resmi menjadi suami istri.” Suara pendeta. Lila terkesiap ketika pinggangnya ditarik. Kemudian ia merasakan deru nafas Lucas yang mengenai wajahnya. “Tutup matamu,” lirih Lucas. “Tidak ada bedanya jika aku menutup mataku.” Lucas tersenyum miring. Jemarinya mengusap pipi Lila. “Kita harus mengambil foto yang bagus..” Jemarinya menelusuri l
Berada di dalam mobil dan menuju rumah orang tua Lila. Tadi… Lila tidak sempat menyentuh bibir pria itu. Ia mengalihkan tangannya—hingga menyentuh rahang Lucas. Lila hanya memuji kecil Lucas dengan berkata. “Rahangmu bagus.” Tapi sepertinya Lucas sangat senang. Mestinya, kepercayaan diri pria itu semakin tinggi. Lila duduk seperti patung berada di samping Lucas. Tidak ada pembicaraan lain di antara mereka.Tidak menunggu waktu yang lama. Mereka sampai. Lucas turun lebih dahulu. Mengamati sebuah rumah tinggi nan luas bergaya eropa. Semuanya serba putih. Lila masih menggunakan pakaian pernikahannya. Sama seperti Lucas yang masih menggunakan setelan jas dan kemeja rapi. Lucas memeluk pinggang Lila dari samping tanpa aba-aba. “Bukankah kau terlalu kaku untuk sekelas istriku?” tanya Lucas. Lila berdehem pelan. “Aku akan berusaha.” Duduk berhadapan dengan dua orang yang menatapnya tajam. Tentu saja Lucas tidak akan takut. Ia malah tersenyum… Semakin mesra memeluk pinggang Lil
“Kau tadi memberi mereka uang?” tanya Lila. Lucas mengangguk. mengamati Lila dari samping. “Hm.” “Berapa banyak?” “Tidak banyak.” “Berapa?” tanya Lila mendesak. “Yang pastinya cukup untuk digunakan biaya kampanye.” Mobil berhenti di sebuah rumah. Rumah modern yang bertingkat dengan taman depan. Lila menyentuh lengan Lucas. Menghentikan pergerakan pria itu yang akan keluar. “Aku akan menggantinya.” Lucas terdiam—mengamati tangan mungil Lila yang masih memegang jasnya. Anehnya, ia tidak keberatan. Padahal ia tidak suka disentuh oleh sembarang orang. Tapi ia membiarkan wanita ini begitu saja. “Dengan apa kau menggantinya?” tanya Lucas. Lila tersadar dan melepaskan tangannya. “Aku akan membuat usahamu semakin maju.” Lucas memandang Lila. Sebenarnya, mengenai keberuntungan yang dimaksud Lila. Lucas tidak terlalu percaya. Maksudnya, sulit mempercayai hal seperti itu. Tapi Lila tidak terlihat sedang berbohong. Apalagi wanita itu mengatakannya dengan sangat percaya diri.“Bag
“Berhenti membuatku marah.” Lucas memejamkan mata. “Aku ingin membunuh semua orang yang ada di sini..” Lila mengerjap. “Jangan pernah membunuh mereka,” balas Lila. “Maka berhentilah melawanku.” Lucas menatap tajam Lila. “Aku akan berhenti melawan jika kau melepaskan mereka!” Lucas mundur beberapa langkah. Mengambil satu kunci yang dibawanya. Kemudian membuka sel Bi Rosa serta Omar dan Gate. Sehingga mereka pergi dari ruang bawah tanah itu meninggalkan Lucas dan Lila di sana. Mereka sempat menatap Lila dengan kasihan. Tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain segera pergi. Jika mereka berusaha menyelematkan Lila juga percuma. Hal itu akan menambah kemarahan Lucas dan bisa berakhir lebih buruk. “Sudah…” lirih Lucas. “Jangan membantahku apalagi melawanku.” Lucas mendekati Lila. Kembali mengurung wanita itu di tembok. “Tidakkah kau sadar jika aku pergi karena kesalahanmu juga?” tanya Lila. “Kau tidak tahu alasanku pergi?” tanyanya. Lucas menyipitkan mata.
Lucas tertawa. Tawa seram yang menggelegar. Ia mengusap pipinya yang terasa sedikit panas akibat tamparan. “Kau berani padaku.” Lucas menatap tajam Lila. “Aku akan menunjukkanmu siapa aku!” menarik Lila. “Maid!” teriak Lucas. Satu maid datang dengan terburu-buru. Maid itu menunduk takut. “Ambil bayinya!” maid itu berusaha mengambil leonard yang berada di gendogan Lila. Namun Lila tidak melepaskan anaknya. ia berusaha menahan Leonard agar tetap berada di dalam gendongannya. Uweeek! Tangisan Leonard yang terdengar. “Jangan!” Lila menarik Leonard. “Lepaskan atau aku akan membunuh anakmu!” ancam Lucas. Jika saja Lila bisa memberitahukan bahwa anak yang ingin dibunuh itu adalah anak pria itu sendiri. Lila akhirnya melepaskan Leonard yang berada di gendongannya. Merelakan Leonard diambil oleh orang lain. Namun Lila memastikan jika wajah Leonard tertutup oleh kain gendong. Ia tidak akan membiarkan Lucas melihat wajah anaknya. Baru saja melepaskan Leonard, Lila
Derrick dilepaskan. Dengan anak buahnya yang masih hidup. Namun, hal yang paling berharganya justru pergi. Derrick menatap nanar Lila yang sudah dibawa pergi oleh Lucas. “AAARGGGH!” teriak Derrick sembari menangisl. Memukul kursi besi itu dengan tangannya berkali-kali. Sampai tangannya berdarah sekalipun. Gagal. Gagal menjaga wanita yang paling ia cintai. Gagal melindungi sahabatnya. Sebelum pergi, Lila sempat berkata. “Ada maupun tidak ada aku. Kau harus tetap hidup lebih lama. Kau satu-satunya sahabat yang aku miliki. Aku tidak mau melihatmu menyerah dengan mudah pada hidup.” Itulah pesan Lila sebelum dibawa Lucas pergi. BRAAK BRAAK Derrick meraung sampai terguntai lemas di lantai. Mengusap wajahnya kasar… Itulah akhir dari pertemuan mereka. Tidak ada rencana yang bisa mereka lakukan. Rencana untuk mengunjungi wanita itu setiap bulan. Rencana untuk menjadi ayah dari anak wanita itu. Semuanya musnah begitu saja. “Dia pergi?” tanya seorang pria b
Derrick mengarahkan pistolnya pada Lucas. “Kau kalah.” Lucas tersenyum miring. “Anak buahmu akan mati di sini…” Derrick membawa Lila ke belakangnya. “Kau melanggar peraturan.” Derrick berdecih. “Tidak seharusnya kau berada di sini.” Derrick menatap tajam Lucas. “Kau yang akan mati. Kau yang kalah.” Lucas mengedikkan bahu. “Sayangnya mulai sekarang setengah dari bagian timur adalah wilayahku. Kau tidak tahu? Aku baru saja membeli bandara ini.” “Membeli beberapa tanah dan bangunan di sini…” lanjut Lucas dengan senyum smirk. Derrick menatap anak buahnya yang kalah jumlah. Ada begitu banyak anak buah Lucas. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah anak buahnya yang ada di sini. Anak buah Lucas menyergap anak buahnya hingga tidak bisa bergerak.Banyak anak buahnya di rumah untuk melindungi rumah serta markas utamanya. Ia tidak mengira kalau Lucas secepat itu membeli bandara. Sebelum membeli tiket—ia sudah memastikan jika bandara ini sangat aman dari Lucas. Pria ini memang benar-ben
“Sekarang, Sir.” Sam memberi aba-aba pada Lucas. Lucas sudah memasuki mobil untuk menuju kediaman Derrick yang terletak di derah timur. Membutuhkan waktu hampir 2 jam untuk ke sana. Mereka hampir sampai. Rombongan Lucas begitu banyak. Ada belasan mobil hitam yang terisi dengan anak buah. Mereka siap menggunakan senjata masing-masing. Tidak tanggung-tanggung ketika berada di sana. Mereka langsung adu senjata. DOOR! DOOR! Suara pistol tidak terelakkan lagi. Semua anak buah Derrick yang berjaga di depan langsung tumbang. Lucas duduk manis di dalam mobil sedangkan anak buahnya yang menyelesaikan. Setelah menghabisi anak buah Derrick—mobil kembali berjalan sampai di rumah yang tidak begitu besar. Lucas berdecih—rumah itu hanya cukup untuk menampung hewan peliharaan Lucas seperti serigala. Lucas keluar dari mobil. Ia melihat satu dari mereka yang familiar di ingatannya. Si rambut merah. Pria itu menodongkan senjata ke arahnya. “Kau si red velvet ya kan?” Lucas ter
Kamboja adalah negara yang akan didatangi Lila untuk bersembunyi. Di sanalah nanti, Derrick juga bisa memperluas usahanya. Lila berkemas… Hanya membawa barang-barang penting saja. Terutama keperluan Leonard. “Mamamama…” Lila meraba kasurnya sebelum duduk di samping Leonard. “Terima kasih sudah bertahan bersama mama..” Lila mengusap pelan kaki anaknya. Ia tersenyum. “Kita akan pergi. nanti…” Lila membayangkan di tempat baru. “Di sana, kita akan mulai hidup baru. Mama yakin kita bisa hidup bersama dengan damai di sana.” Lila sudah melihat tempat yang akan ia tempati. Tempatnya bagus dan tidak ada hal yang aneh. Untuk itu ia ingin segera ke sana saja. Lila mengangkat Leonard dan menggendong anaknya dengan nyaman. Tok tok “Aku sudah selesai!” teriak Lila. Akhirnya mereka berada di dalam mobil. Derrick berada di sampng Lila. Pria itu tidak berhenti menatap Lila dari samping. ‘aku puas-puaskan melihatnya. Setelah ini aku tidak bisa melihatnya lagi..’ Derrick meli
“Sir, keberadaan rumah Derrick sudah diketahui. Apakah kita langsung menyerang saja?” tanya Sam pada Lucas. Lucas yang awalnya sibuk melihat dokumen kini mendongak. “Apa kau yakin Lila ada di sana?” tanya Lucas. “Anak buah yang saya kirim ke tempat milik Derrick mengatakan, tidak menemukan Lila di sana. Kemungkinan besar nona Lila di rumah Derrick.” “Anak buah juga sudah melacak keberangkatan di bandara. Tidak menemukan jejak kepergian nona Lila di sana.” Sam mengatakannya dengan begitu yakin. Penyeledikian itu memakan waktu yang begitu lama. Lucas mengerahkan anak buahnya yang paling kompeten untuk mencari keberadaan Lila. “Kau ada rencana untuk ke sana?” tanya lucas. “Saya sudah merencanakannya, Sir.” Sam mengangguk. “Pertama, tempatkan anak buah kita di berbagai usaha Derrick.” “Lalu kita akan menyerang rumah bajingan itu.” “Kau yakin kita tidak kalah jumlah dengan mereka?” tanya Lucas. menyerang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan senjata dan perso
Setelah Derrick menarik Lila. Mereka berada di kamar Lila untuk berbicara. “Aku tidak bisa mengirimmu pergi sendirian.” Derrick memandang lekat Lila. “Kau harus tetap di sampingku agar aku bisa memastikan keselamatanmu.” Lila tersenyum. hatinya menghangat mendapat perhatian dari Derrick. Namun keberadaannya di samping pria itu justru akan menjadi malapetaka. “Aku punya firasat buruk jika aku tetap di sini.” Tangan Lila terangkat—ia menyentuh lengan Derrick. “Tidak masalah di manapun aku berada. Yang penting aku bisa tetap aman jika Lucas tidak menemukanku. Jika situasi nanti memungkinkan, kau bisa mengunjungiku dan Leonard.” Derrick menatap tangan Lila yang berada di lengannya. Tangan mungil wanita itu yang masih menyentuh lengan kemejanya. “Mana bisa aku membiarkanmu pergi setelah sekian lama aku berusaha mendapatkanmu…” Derick memejamkan mata sebentar. “Tetap di sini. aku akan menjaga kalian. aku tidak akan membiarkan Lucas mendapatkanmu kembali.” Lila menggeleng
“Kau masih belum menemukan apapun?” tanya Lucas sembari mengangkat gelasnya. Ia mengguncangnya pelan. Cairan yang berwarna cokelat itu bergerak hingga sedikit tumpah. Lucas mencengkram gelas itu sangat kencang. Kuku jemarinya memutih. “Aku sudah memberimu waktu seminggu untuk mencarinya, tapi kau—” lucas mengangkat kepalanya dan menatap tajam Dante. “Kau tidak menemukan apapun..” Lucas tersenyum miring. “Kau ingin berhenti bekerja?” Dante menggeleng dengan keras. “Tidak, Sir. Saya sudah berusaha untuk melacak di mana keberadaan nona. Tapi sistem saya tidak bisa menembusnya. Sepertinya Derick menggunakan Teknologi terbaru.” “Saya punya rencana untuk menggunakan cara manual. Dengan memata-matai anak usahanya…” Dante menunjukkan tabletnya pada Lucas. “Di sini letak usaha Derick. Tapi hal itu sangat berisiko.” Dante mengambil lagi tabletnya. “Itu bukan daerah anda…” Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi. “Aku sekarang tidak peduli wilayah siapa. yang aku inginkan hanyalah me