Home / Romansa / Istri Best Seller / Bunga Pengantin

Share

Bunga Pengantin

Author: Windersone
last update Last Updated: 2023-11-09 10:36:22

Kafkha keluar dari ruangan operasi, membawakan informasi baik untuk keluarga pasien yang di operasinya, bahwa pasien itu sudah keluar dari masa kritisnya. Reaksi keluarga pasien tampak lega dan berterima kasih padanya.

Pria itu lanjut berjalan menuju toilet untuk membasuh tangan. Di tengah kaki melangkah menuju toilet, ia melepaskan sarung tangan, penutup kepala, dan pakaian serba hijau yang digunakannya saat operasi. 

Setelah sampai di toilet, langkah Kafkha berhenti di pintu toilet pria setelah mendengar suara Bunga berbicara dari toilet wanita yang ada di sebelah. Kafkha menyadari keberadaan Bunga di sana setelah mendengar suara wanita itu menyebut nama Raisa, ia sedang menganga anak itu.

“Ba! Jangan menangis lagi, ya? Nanti Mama Raisa sedih. Hari ini Tante juga sedih, Tante tidak jadi bekerja. Tante tidak menyalahkan Raisa, mungkin belum rezekinya di sana. Tunggu bentar, Tante cuci tangan dulu,” ucap Bunga kepada Raisa yang berada di gendongan depannya. 

Kafkha memperhatikan Bunga dari pintu toilet yang sedikit dibuka.

“Dokter Kafkha!” panggil Sarah, seorang dokter kandungan di rumah sakit itu. 

Kafkha bergegas menutup pintu dan salah tingkah, bertingkah seolah dirinya sedang tak melakukan hal yang buruk.

“Dokter kenapa di sini? Dokter ….” Sarah tersenyum.

“Oh!” Bunga kaget setelah keluar dari toilet, ia menganggukan kepala sekali sambil tersenyum menyapa kedua dokter yang ada di hadapannya.

“Bawa Raisa ke ruangan ku. Tunggu aku di sana!” suruh Kafkha dengan raut wajah datar.

Kafkha memasuki toilet pria, ia meletakkan atribut operasinya ke samping wastafel dan mencuci tangannya sambil mengingat perkataan Bunga tadi. 

Kafkha bertemu perawat setelah keluar dari toilet, ia menyuruh perawat tersebut membawa pakaian operasi yang tadi digunakan olehnya. Kafkha lanjut berjalan menuju ruangannya yang ada di lantai tiga. 

Setelah membuka pintu ruangan, Kafkha melihat Bunga sedang duduk membelakangi keberadaannya, duduk di bangku pasien yang berkunjung sambil berbicara mengenai susu.

"Tante akan kasih kamu susu," kata Bunga.

Kafkha salah paham, ia mengira wanita itu sedang menyusui anaknya. Padahal, Raisa sedang meminum susu dari botol susu berukuran kecil yang ada di tangan Bunga dan tidak terlihat karena tubuhnya.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Kafkha, kaget, sambil berjalan cepat hadir di samping wanita itu. 

Kafkha melongo diam karena salah paham kepada Bunga. Bibirnya tak bisa berkata-kata setelah melihat dan sadar dirinya salah sangka. 

“Kenapa?” tanya Bunga, bingung. 

“Semua barang-barang ini?” tanya Kafkha dengan ekspresi seakan bertanya.

“Aku membelinya. Sebenarnya aku sudah membawa Raisa ke tempatku bekerja, karena aku tidak tahu harus meninggalkannya kepada siapa. Jadi, aku membawa Raisa bersamaku,” ucap Bunga, merasa bersalah.

“Jangan sesekali membawa putriku semau mu, dia bukan putrimu,” ucap Kafkha dengan dingin sambil mengambil anak itu dari pangkuan Bunga. 

Kafkha berdiri membelakangi Bunga sambil menenangkan Raisa yang kembali menangis menggeliatkan tubuh. Bunga mendekati Kafkha, ingin membantu pria itu menenangkan putrinya. Namun, Kafkha menjauhkan Raisa dari Bunga dan menyuruh wanita itu meninggalkan ruangannya dan tidak pernah mendekati putrinya. 

Tangan yang sempat terangkat ingin mengambil Raisa turun kembali dengan gendongan bayi yang masih berada ada di bagian depan tubuhnya. Bunga melangkah mundur, memutar tubuh dan berjalan ingin meninggalkan ruangan itu. Namun, Kafkha menyuruhnya berhenti.

“Bawa botol susu itu! Jangan berpikir untuk memberikan putriku benda semacam itu,” pesan Kafkha. 

Perkataan Kafkha menyakiti hati Bunga, tapi wanita itu hanya mengalah dan diam meski kehadiran Raisa sudah membuat pekerjaannya lenyap. Sekian itu juga merugikan dirinya sudah membeli barang-barang bayi itu. Bunga mengambil botol yang masih berisi separuh susu di dalamnya yang ada di atas meja, ia bergegas meninggalkan ruangan itu bersama kemarahan yang ditahan. 

Setelah Bunga pergi, Kafkha baru menyesal telah bertingkah kasar kepada wanita itu, mengingat Bunga sudah membantunya menjaga Raisa. Kafkha ingin meminta maaf, tapi gengsi membuatnya tidak sanggup melakukannya. 

***

Dua Hari Kemudian ....

Willa dan Bunga menghidangkan makanan di atas meja tamu undangan sebuah pernikahan. Bunga bekerja di tempat kerja Willa dengan profesi yang sama, sebagai petugas marketing di salah satu wedding organizer. Bunga sudah kembali ke perusahaan tempat di mana ia diterima dan ditolak sebelumnya, tapi posisi itu sudah ditempati oleh orang lain sehari setelah ia ditolak karena Raisa.

“Bisa bantu adikku membuat cerpen, ngak? Kebetulan, adikku membutuhkan bantuanmu,” kata Willa berjalan di samping Bunga dengan nampan makanan di tangan mereka berdua. 

“Bisa. Akhir-akhir ini aku tidak menulis, kamu bisa menyuruh adikmu ke rumahku karena aku belum bisa meninggalkan Mama di rumah sendiri. Penyakitnya kambuh lagi dua hari belakangan,” jelas Bunga sambil menyajikan makanan di tengah keributan yang sedikit terdengar di bawa tenda pernikahan yang berukuran cukup luas itu.

“Baiklah! Tidak hanya sendirian, dia membawa temannya, anak orang kaya, tapi temannya itu ingin belajar matematika.”

“Iya,” balas Bunga, singkat.

Bunga dan Willa berjalan ke arah yang berbeda, berjalan di antara beberapa tubuh dan bangku yang diduduki oleh beberapa tamu undangan. Selain melayani, Bunga ikut menyaksikan acara pernikahan sepasang sejoli itu sampai akhirnya acara pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh kedua sepasang pengantin itu. 

“Satu ... dua ... ti ... ga!” teriak semua orang bersambut dengan buket bunga melayang ke atas dengan posisi kedua pengantin itu berdiri membelakangi tamu undangan di atas panggung pelaminan.

Semua orang menoleh ke belakang, lanjut memutar badan memandangi buket bunga yang dilempa akan jatuh ke tangan siapa? Buket bunga tersebut melayang dan jatuh tepat di atas nampan kosong yang dipegang Bunga. Wanita itu tercengang kaget, termasuk beberapa tamu undangan.

“Bunga? Kamu akan menikah?” tanya Willa, tersenyum tak menyangka. 

Willa menyenggol bahu Bunga menyuruh wanita itu mengambilnya, tapi tangan Bunga ragu untuk mengambil bunga tersebut. Bunga mengambil bunga itu, kedua bola matanya memperhatikan buket bunga mawar putih itu. Tepuk tangan terdengar untuknya karena sudah mendapat buket bunga tersebut. Mata Bunga berkeliling menjelajah beberapa wajah yang tersenyum di sekelilingnya.

“Menikah bagaimana? Calonnya saja belum ada." Bunga berbicara dengan suara kecil dan  mencondongkan tubuhnya ke arah Willa.

Lalu, Bunga tersenyum kepada beberapa orang yang ada di hadapannya. 

Bunga melangkah mundur dan tidak sengaja menabrak sebuah tubuh setelah melangkah sebanyak 5 langkah. Bunga memutar tubuh melihat orang yang ditabraknya dan menaikkan pandangan.

Sejenak Bunga terdiam, memperhatikan kedua bola mata orang itu yang merupakan Kafkha. Bunga menundukkan pandangan dan meminta maaf. Lalu, Bunga memperhatikan wanita berambut panjang bergelombang yang berdiri di belakang Kafkha dan sedang menggendong Raisa, ia tersenyum kepada wanita itu. 

Seorang anak perempuan usia 7 tahun menabrak tubuh Bunga dari belakang, anak itu tampak sedang main kejar-kejaran bersama temannya. Tak sengaja, Bunga menjatuhkan nampan di tangannya, membuat buket bunga mawar putih itu jatuh ke lantai. 

“Kamu baik-baik saja?” Bunga lebih mengutamakan kondisi anak yang terjatuh di belakangnya setelah menabrak tubuhnya. Bunga memutar tubuh membelakangi keberadaan Kafkha dan membantu anak itu berdiri. 

Ibu bocah perempuan itu meminta maaf dan menarik tangan anak itu, membawanya pergi dari keramaian sambil memarahinya karena tidak mau mendengarkan perkataannya. Namanya juga anak-anak.

Bunga kembali menujukan mata kepada Kafkha, tapi pandangannya langsung mendapati buket bunga mawar putih yang disodorkan ke arahnya. Sejenak Bunga terbuai dalam suasana, situasi saat itu membuatnya berimajinasi seolah dokter tampan itu sedang melamarnya menggunakan buket bunga itu. 

“Bunga!” panggil Willa dengan suara kecil dari belakang setelah melihat Bunga diam menatap Kafkha dengan wajah melamun, sedangkan Kafkha terus mencoba menghancurkan lamunanya dengan menyuruh Bunga mengambil buket bunga itu.

“Ini bunganya!” ucap Kafkha, mulai kesal karena tidak ingin berada di situasi itu setelah melihat pandangan beberapa orang memperhatikan mereka.

“I-iya. Maaf,” ucap Bunga sambil mengambil buket bunga di tangan Kafkha.

Kafkha melanjutkan langkahnya, melewati tubuh Bunga dengan ekspresi santai. Wanita yang menggendong Raisa mengikuti Kafkha dan tersenyum kepada Bunga saat melewati tubuhnya.

Semua orang yang sempat berkumpul perlahan bubar, mereka kembali ke tempat duduk mereka masing-masing untuk menyudahi acara pernikahan itu. Willa mendekati Bunga, mengajak wanita itu kembali bekerja sambil mengambil nampan yang sempat dijatuhkan ke lantai.

Bunga mengikuti Willa, kepalanya menoleh ke belakang, memperhatikan Kafkah dan wanita yang bersamanya yang sudah berada di pelaminan dan sedang memberikan ucapan selamat pernikahan kepada kedua pengantin. Bunga kembali mengarahkan pandangan ke depan. Bergantian Kafkha yang memperhatikannya dari kejauhan. Sejenak pria itu diam menatap punggung Bunga. Lalu, ia tersenyum merespons perkataan pengantin pria yang merupakan seorang dokter, teman dekatnya. 

Related chapters

  • Istri Best Seller    Calon Istri

    Willa memberhentikan motornya di hadapan Bunga yang berdiri di halaman gedung pernikahan, ia sedang mengeluarkan ponsel dari tas yang dijinjingnya.“Maaf Nga, aku tidak bisa mengantarmu pulang, ada urusan penting. Kamu bisa pulang sendiri, ‘kan?” tanya Willa.“Iya,” balas Bunga tersenyum.Willa menurunkan kaca helm, ia membunyikan klakson motor, dan melanjutkan perjalanannya mengendarai motor Vespa berwarna biru miliknya itu. Bunga memperhatikan kepergian motor itu di antara beberapa kendaraan beroda dua yang masih banyak berlalu lalang di tengah malam. Mengapa tidak? Para pekerja shift malam di kota itu mulai bereaksi mengerjakan tugas mereka. Bunga menghidupkan ponselnya. Tapi, dalam hitungan detik, ponsel itu mati. Padahal, baterai masih tersisa 30%. Tentunya ponsel itu akan mati, kondisi baterai ponsel tersebut sudah tidak bagus. Apakah kalian pernah merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Bunga? Menjengkelkan pastinya. Ingin rasanya Bunga LEM BIRU (Lempar Beli Baru), malah

    Last Updated : 2023-11-09
  • Istri Best Seller    Terpaksa Menerima

    Bunga adalah orang yang menyambut tubuh Raisa, sebelum tubuh anak itu mendarat ke lantai. Bunga menggendong tubuh Raisa, memeluk anak itu dengan wajah ketakutan yang tergambar. Raisa menangis keras, sampai tangisannya sempat menghilang. Bunga mengayun pelan tubuh anak itu untuk menenangkannya. Kafkha marah besar, kedua bola matanya membesar marah menatap Eva. "Kamu pikir anakku kucing? Kalian semua lebih baik pergi sebelum aku mengusir kalian secara paksa," usir Kafkha memperingati mereka sambil mengarahkan tangan ke pintu yang terbuka lebar.Kemarahan Kafkha tak hanya menarik rasa takut ketiga wanita itu, Jelita pun ikut merasa takut dengan kemarahan yang terukir di wajah anaknya itu yang selama ini tidak pernah dilihatnya. Murka Kafkha kali ini membuat Jelita tidak bisa berkutik, menahan ketiga wanita itu untuk meminta maaf sebelum meninggalkan rumah itu.Kedua wanita yang berdiri di sisi kanan dan kiri Eva menyumut menyalahkan Eva atas kemarahan Kafkha yang ikut membuat mereka di

    Last Updated : 2023-11-09
  • Istri Best Seller    Situasi Yang Sama

    Bunga membantu Jelita membersihkan alat makan yang kotor. Mereka telah menyelesaikan makan malam berdua tanpa kehadiran dokter dingin itu, Kafkha. Sebelum meninggalkan rumah itu, Bunga ke kamar Kafkha untuk melihat kondisi Raisa. Setelah sampai di kamar Kafkha, tidak hanya melihat Raisa, Bunga juga melihat foto Marissa, istri Kafkha di rentetan foto di atas meja dan dinding kamar. Foto wanita itu seakan menghidupkan suasana kamar, memberikan energi semangat untuk. Kafkha dalam hidupnya.Keceriaan terlukis di wajah Kafkha di setiap foto itu, jauh berbeda dari Kafkha yang dijumpainya sekarang, bahkan Kafkha yang dijumpainya dulu. Bunga jadi mengerti, Marissa bagaikan penawar, obat atas luka di hati Kafkha. Wajar baginya Kafkha sulit melupakan mendiang istrinya itu.“Aku tidak yakin bisa mengisi hati Kafkha. Jika aku tetap bersamanya, sama saja aku melukainya. Tapi, bagaimana aku menolak pernikahan itu? Aku sudah menyetujuinya. Raisa juga kasihan. Mana aku juga ingin sekali menjaga anak

    Last Updated : 2023-11-27
  • Istri Best Seller    Mencegah Bukan Menyembuhkan

    Kafkha tidak tahu harus bahagia atau bersedih. Pernikahan mulai dipersiapkan dan akan diselenggarakan di kediamannya dua hari lagi. Para wedding organizer mulai menata beberapa bunga untuk dekorasi pernikahan di rumah itu. Semua orang tampak sibuk, terutama Jelita dan Murni yang tengah duduk di ruang tamu sambil melihat-lihat menu makanan yang akan disajikan di hari pernikahan nanti.Kafkha menoleh ke samping, melihat Bunga sedang menggendong Raisa di sudut ruang tamu itu. Tawa Bunga bersemi bersamaan dengan senyuman anaknya. Kafkha berdiri di depan pintu rumah melihat kesibukan setiap orang sampai tidak menyadari keberadaannya sendiri. Situasi Itu membuat Kafkha merasa mendiang Marissa selangkah demi selangkah menjauh darinya."Bagaimana perasaan Marissa melihat aku akan menikah? Dia pasti sedih," kata Kafkha dalam hati.Bunga memperkecil volume tawannya sampai akhirnya suara tawa itu tidak terdengar lagi setelah melihat pria yang akan menikahinya diam tampak tak tenang. Bunga melang

    Last Updated : 2023-11-27
  • Istri Best Seller    Hari Pernikahan

    Dua Hari Kemudian ....Kafkha mengenakan baju pengantin yang telah disediakan. Hatinya masih ragu untuk melanjutkan pernikahan itu karena takut tidak bisa menerima Bunga setelah pernikahan itu terjadi dan juga malah akan menyakiti hati wanita malang itu. Sama sepertinya, Kafkha merasa Bunga juga orang menyedihkan karena masa lalu yang di alaminya. Kafkha mengeluarkan foto pernikahannya bersama Marissa dari dompet, ia memejamkan mata sambil mengingat momen ketika dirinya mempersunting Marissa sebagai istrinya."Nak ...!" panggil Jelita.Kafkha membuka mata. Tangannya bergegas memasukkan kembali foto tersebut ke dompet dan menoleh ke belakang sambil tersenyum. Ia berjalan mengikuti Jelita meninggalkan kamar tamu yang ditempatinya sejak kamarnya didekorasi.Kafkha melihat banyak tamu undangan, ia tidak menyangka undangan Jelita tak sesuai ekspektasinya. Bukan hanya kerabat dekat, seluruh staff rumah sakit juga datang. Kafkha diam tercengang, matanya menjalar, menjelajah memperhatikan beb

    Last Updated : 2023-11-28
  • Istri Best Seller    Keracunan Susu

    Kafkha meluluhlantakkan semua perasaan sedihnya. Bibirnya tersenyum bahagia ketika bibirnya menjelajahi sekujur tubuh Bunga membuat tubuh wanita itu kaku merasakan kenikmatan dalam hubungan suami-istri untuk pertama kalinya. Beberapa kali bibir Kafkha berucap menyebut nama Marissa, hanya Marissa, bukannya Bunga. Kafkha bisa menikmati malam pertama pernikahannya bersama Bunga karena bayangan wajah Marissa. Ibarat, Bunga hanya wanita bayangannya. Hati Bunga sakit ketika mendengar nama Marissa diucap Kafkha disaat pria itu sudah menjadi suaminya. Namun, Bunga tidak lupa landasan mereka menikah. Tubuh pria itu jatuh di atasnya, kepala Kafkha berada tepat di dadanya. Pria itu menangis sambil mengungkapkan kerinduannya kepada Marissa. "Kamu tidak mencintaiku, kamu malah meninggalkanku," tangis Kafkha Isak.Untuk pertama kalinya Bunga melihat pria menangis sesedih itu di hadapannya, bahkan dalam pelukannya. Bunga ikut merasakan kesedihan pria itu, tangannya mengelus punggung mulus Kafkha d

    Last Updated : 2023-11-29
  • Istri Best Seller    Menolak Perhatian

    Kafkha tidak bisa tidur. Perasaan bersalah menghantuinya setiap kali ingat bentakannya pada Bunga. Pria itu menoleh ke samping, memandangi Bunga yang telah memejamkan mata dalam tidurnya. Kafkha melihat luka di tangan Bunga dan ingat kukunya sempat melukai tangan wanita itu. "Mengapa aku seceroboh ini?" Kafkha duduk dan memperhatikan tangan Bunga. Kafkha menyadari hal lain. Matanya mendapati sebercak darah di sprei yang ada di sampingnya, berada di antara dirinya dan Bunga. Ia ingat telah menyetubuhi Bunga dan juga mengingat bibirnya menyebut nama Marissa dalam kondisi sadar. Raisa kembali menangis. Kafkha bangkit dari kasur dan menghampiri keranjang bayi. Bunga ikut terbangun oleh suara tangis itu. Ia duduk dan memperhatikan jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Bunga tiada mengenal lelah, ia mengambil Raisa dari gendongan Kafkha dan menenangkan anak itu dalam gendongannya. "Kamu tidur saja. Aku yang akan menidurkannya," suruh Bunga. Kafkha menurut. Kakinya melangkah mendekati t

    Last Updated : 2023-11-29
  • Istri Best Seller    Berita Kecelakaan

    Bunga ke taman Lestari Indah bersama Raisa, la menggendong anak itu dan menggunakan payung untuk berteduh dari paparan sinar matahari yang bisa mengiritasi kulit Raisa. Willa girang setelah melihat bocah itu ikut bersamanya, kedua tangannya menarik tubuh Raisa dari gendongan Bunga dan membawa anak itu berjalan menghampiri sekumpulan ibu-ibu yang sedang memantau anak mereka main perosotan."Kamu bisa mengajari mereka dan aku yang akan mengurus anakmu yang cantik ini" Willa berseru, berbicara tanpa menoleh ke belakang."Tapi …." Bunga hanya bisa menggantungkan perkataannya karena tidak ingin mengungkapkan rasa ketakutannya.Ketakutan itu bersumber dari ingatannya mengenal sifat sensitif yang dimiliki Kafkha. Pria itu sangat teliti saat mengurus anaknya dan tidak mau anaknya dipegang oleh sembarang orang. Bunga khawatir Kafkha tahu kalau ia menitipkan Raisa kepada Willa. Namun, ia menepis pemikiran itu dan mencoba tenang selagi masih bisa mengawasi Raisa yang berada di satu tempat yang s

    Last Updated : 2023-11-30

Latest chapter

  • Istri Best Seller    Terima Kasih

    Sembilan Bulan Kemudian ….Bunga dan Kafkha duduk di salah satu bangku kosong di sebuah bioskop, mereka duduk berdampingan di bangku paling depan, berhadapan dengan layar lebar yang akan menampilkan sebuah film yang akan tayang dalam hitungan menit. Beberapa mata memperhatikan mereka dari belakang, menaruh rasa kagum kepada sepasang suami-istri jari manis dan jari kelingking itu. Baru beberapa detik Kafkha duduk, tangan pria itu mengelus perut besar Bunga, menambah mereka menjadi terbawa perasaan dan iri.“Pasangan yang serasi,” kata seorang wanita yang duduk di belakang mereka. Perkataan wanita muda itu tertangkap samar di telinga mereka, membuat Bunga sedikit malu dan salah tingkah dengan diam. “Katanya kita serasi. Menurutmu?” tanya Kafkha dengan berbisik ke telinga kanan Bunga. “Aku rasa begitu,” balas Bunga dan tersenyum lebar kepada suaminya itu. Film yang akan mereka tonton mulai. Bunga, Kafkha, dan semua pengunjung di dalam bioskop memperhatikan lakon dari pemain film itu

  • Istri Best Seller    Masa Depan Prioritas Utamaku

    Bunga menceritakan semua yang terjadi sebelum Kafkha sadar kepada suaminya itu sambil mengelus batu nisan kayu yang sementara tertancap di bagian kepala makan Stella. Kafkha mendengar jelas dengan seksama cerita istrinya itu dengan posisi masih berdiri memperhatikan makan tersebut. Tidak hanya masalah donor jantung maupun penyakit yang dialami Stella saja yang dibuka olehnya, Bunga juga ikut bercerita mengenai hubungan Marissa dan pria yang bernama Angga itu. “Ternyata ayah anak itu Angga namanya. Stella bilang, itu temanmu. Benarkah?” tanya Bunga, menoleh ke sisi kanan dengan pandangan naik. “Bukan hanya sekedar teman, dia sudah seperti saudara ku sendiri. Pantas saja,” kata Kafkha, mengingat mimpinya saat tidak sadarkan diri, ketika ia melihat Marissa bergandeng tangan bersama Angga. “Pantas apa?” tanya Bunga, sedikit penasaran. “Bukan apa-apa,” balas Kafkha, tersenyum. Bunga berdiri dan menghadap badan ke arah Kafkha. “Kamu tidak marah?” tanya Bunga dengan mata menyelidik. “

  • Istri Best Seller    Tidak Menyangka

    Bunga berdiri dari duduknya di hadapan seorang pria dan seorang wanita yang lebih tua darinya. Bunga menjabat tangan mereka secara bergantian untuk mengakhiri pertemuan kali ini sebelum akhirnya meninggal mereka di kafe tempat mereka bertemu. Siapa kedua orang yang ada di hadapan Bunga? Pria itu seorang sutradara dan wanitanya seorang produser film. “Terima kasih, Pak, Buk. Kalau begitu, saya pamit pergi. Kebetulan, mau menghadiri acara lain,” pamit Bunga dengan senyuman. Mereka yang ada di hadapan Bunga tersenyum. Keluar dari kafe tersebut, Bunga memasuki mobil Kafkha, mengemudikannya menuju tujuan keduanya setelah membicarakan perjanjian temu kemarin. Bunga datang ke salah satu perpustakaan yang cukup besar, di mana di sana sedang diadakan pertemuan antara Bunga bersama para penggemarnya melalui buku barunya yang terbit, diterbitkan oleh Kafkha secara diam-diam di belakangnya. ‘Istri Best Seller’ itulah judul buku itu. Uniknya, akhir dari tulisan itu ditulis oleh Kafkha sendiri,

  • Istri Best Seller    Surat Titipan

    Bunga mengajari Raisa melambaikan tangan kepada Lintang yang sudah berada di dalam sebuah mobil yang ada di halaman rumah. Lintang membalas lambaian tangan mereka dan mengemudikan mobil keluar dari pekarangan rumah itu dengan senyuman, tampak sudah bisa menerima kenyataan mengenai kepergian Stella yang tidak akan pernah bisa kembali lagi dalam pelukannya. Bunga melipat kecil kertas yang diberikan Lintang sebelum meninggalkan rumah itu dan menyelipkannya ke dalam saku celana kulotnya, lalu mengajak Riasa masuk. “Mulai hari ini, princes Icha akan tinggal di rumah ini ….” Bunga mempersilakan Raisa masuk.“Iya. Tapi, ini akan sulit,” kata Raisa, berlagak sedang berpikir. “Kenapa?” tanya Bunga, penasaran. “Panggil Icha dan Raisa tetap dipanggil Raisa. Nanti aku jadi bingung karena nama kami sama,” kata Raisa dengan pintarnya. “Baiklah Tuan putri,” balas Bunga dengan senyuman. Bunga menggenggam tangan Raisa dan mengajak anak itu ke kamar yang ada di samping kamar Jelita, kamar tamu it

  • Istri Best Seller    Kejutan Apa?

    Bunga dan beberapa orang berpakaian hitam berdiri mengelilingi sebuah makan yang baru saja membukit dengan banyaknya kelopak bunga mawar merah muda yang bertebaran di atasnya. Bunga yang berdiri di sisi kanan makam itu diam dalam kebisuan. Cairan bening menetes membasahi kedua pipinya dalam rasa sedih.Jelita merangkul bahu kiri Bunga dari belakang, mengelusnya pelan sambil menatap Bunga yang membuat wanita itu menoleh dan menunjukkan raut wajah sedih yang berusaha ditahan sejak tadi. "Mama ...!" panggil Raisa, histeris sambil memeluk batu nisan Stella, di mana Lintang juga melakukan hal yang sama. Hancurnya hati Bunga melihat kesedihan anak itu terutamanya. Sejak mengetahui Stella tidak bisa diselamatkan, Raisa tidak bisa diam. Memori Bunga berputar ke beberapa jam lalu, saat pertama kali dirinya mendengar kabar Stella tidak bisa diselamatkan. 'Stella tidak bisa diselamatkan.' Bunga jadi paham, catatan kematian yang dimaksud Danar bukan untuk Kafkha seperti yang dianggap Bunga se

  • Istri Best Seller    Catat Waktu Kematiannya

    Jelita yang belum berada jauh dari kamar kafkha mendengar jelas suara teriakan Bunga. Wanita paruh baya itu menghampiri Bunga dengan mengurung niat untuk mengunjungi Stella sebelumnya tanpa sepengetahuan Bunga. “Kafkha kenapa?” tanya Jelita. Danar datang bersama Risa, mereka berlari kecil menghampiri mereka dan memasuki ruangan itu dengan kecemasan. “Kalian di luar dulu. Biar kami yang tangani,” kata Risa sambil menarik kedua pintu dan menutupnya. Seorang perawat lain berlarian menghampiri mereka, bertanya kepada Bunga mengenai keberadaan Danar dengan ekspresi perawat itu tampak panik sampai napasnya terdengar ngos-ngosan, seperti baru dikejar anjing. “Di dalam. Ada apa?” tanya Bunga, penasaran. “Bu Stella, dia mencari dokter Danar. Sekarang kondisinya kritis, dia bersikeras ingin bertemu dokter Danar," kata perawat itu. "Dia berada di dalam. Biarkan Danar menangani Kafkha, dia juga membutuhkannya. Bukankah dia kanker darah? Cari dokter yang sesuai," kata Jelita, tidak ingin Da

  • Istri Best Seller    Kanker Darah?

    Bunga berjalan sambil menjinjing plastik makanan dengan rasa senang memasuki hotel, berjalan di lorong hotel yang akan membawanya ke kamar Stella. Suara tangis anak kecil yang amat dikenalinya, sejenak menghentikan kaki Bunga melangkah. Wanita itu berlari kecil ke arah kamar Stella, membuka pintu kamar itu, dan melihat Stella terkapar tidak sadarkan diri di tengah kamar dengan Raisa berusaha membangun wanita itu. “Ma …!” panggil Raisa. “Stella,” lirih Bunga dari pintu kamar.Raisa berdiri dan mendekati Bunga, mengadukan ketidaksadaran Stella kepada wanita itu. “Mama, Tante …,” adu Raisa, menangis. Bunga memasuki kamar itu, menaruh plastik di tangannya ke atas meja, lalu hendak mengambil ponsel dari tasnya. Kedatangan seorang pria memasuki kamar itu membuat Bunga berhenti ingin mengambil ponselnya, akan menghubungi ambulans tadinya. Bunga menatap pria itu yang tidak pernah dilihat olehnya sebelumnya. Bunga tidak tahu kalau pria itu adalah Lintang, kekasih masa lalu Stella yang sem

  • Istri Best Seller    Apa Untungnya Kami Menertawakan Mu?

    Bunga yang duduk di kursi roda didorong Willa menuju kamar Kafkha dengan tiang impus ikut didorong di samping wanita itu yang dilakuan oleh Risa. "Aku dengar dokter Kafkha kritis, dia sempat dinyatakan kehilangan nyawa tadi, tetapi beberapa menit kemudian, jantungnya berdetak kembali, meskipun lemah. Sungguh keajaiban. Hari ini Bu Bunga juga bari diketahui sedang hamil. Mungkin karena itu," kata salah satu perawat yang akan melewati keberadaan Bunga dan yang lainnya, tanpa disadari perawat itu mereka ada di hadapannya. "Diam, itu Bu Bunga," kata teman perawat yang berbicara tadi dengan suara kecil. Kedua perawat yang berjalan beriringan itu merasa tidak enak dan melewati keberadaan mereka dengan senyuman ringan dan menganggukkan kepala. "Mungkin mereka benar. Anak itu pembawa keberuntungan," kata Risa kepada Bunga. Bunga hanya diam dengan sedikit senyuman di dalam kekhawatiran masih menghantui jiwanya sebelum Kafkha dinyatakan stabil dan bisa mendapat donor jantung secepatnya. "

  • Istri Best Seller    Jangan Tinggalkan Aku

    Bunga duduk di bangku taman dan Kafkha duduk di kursi roda di hadapan wanita itu. Mereka membicarakan banyak kenangan indah di masa lalu dengan mengenepikan masalah yang sempat memisahkan mereka. Selain itu, mereka juga membicarakan tentang masa depan Raisa, anak semata wayang mereka. "Jika Raisa besar nanti, dia pasti akan cantik sepertimu. Hanya saja, dia mungkin akan meniru proporsi tubuhku yang tinggi," kata Kafkha, bercanda. "Kamu menghinaku? Bukankah nyaman memeluk wanita mungil seperti ku?" Bunga membalas candaan sang suami. "Iya. Saking nyamannya, aku sampai kehilangan dirimu saat tidur. Aku sempat khawatir mencari mu karena tidak ada di sampingku, ternyata kamu berada dalam selimut yang aku kira bantal guling," kata Kafkha, mengingat satu momen lucu saat tidur bersama Bunga. "Benarkah? Berarti, aku cukup penting dalam hidupmu?" tanya Bunga, dengan rasa bangga yang masih di tangguh. "Benar." Bunga tertawa bangga dan memeluk suaminya itu. Dalam dekapan Bunga, dada Kafkha

DMCA.com Protection Status