Home / Romansa / Istri Best Seller / Terpaksa Menerima

Share

Terpaksa Menerima

Author: Windersone
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bunga adalah orang yang menyambut tubuh Raisa, sebelum tubuh anak itu mendarat ke lantai. Bunga menggendong tubuh Raisa, memeluk anak itu dengan wajah ketakutan yang tergambar. Raisa menangis keras, sampai tangisannya sempat menghilang. Bunga mengayun pelan tubuh anak itu untuk menenangkannya. 

Kafkha marah besar, kedua bola matanya membesar marah menatap Eva. 

"Kamu pikir anakku kucing? Kalian semua lebih baik pergi sebelum aku mengusir kalian secara paksa," usir Kafkha memperingati mereka sambil mengarahkan tangan ke pintu yang terbuka lebar.

Kemarahan Kafkha tak hanya menarik rasa takut ketiga wanita itu, Jelita pun ikut merasa takut dengan kemarahan yang terukir di wajah anaknya itu yang selama ini tidak pernah dilihatnya. Murka Kafkha kali ini membuat Jelita tidak bisa berkutik, menahan ketiga wanita itu untuk meminta maaf sebelum meninggalkan rumah itu.

Kedua wanita yang berdiri di sisi kanan dan kiri Eva menyumut menyalahkan Eva atas kemarahan Kafkha yang ikut membuat mereka dimarahi. Mengapa tidak, Eva yang hampir mencelakai Raisa, tapi mereka juga mendapat imbasnya. 

"Raisa … kamu baik-baik saja, Nak?" Kafkha mengambil Raisa dari gendongan tangan Bunga dengan kecemasan. 

"Popok Raisa harus diganti. Satu lagi, anak itu harus dimandikan dan diberi makan, dia kelaparan. Dia juga kaget, tenangkan dia," ucap Bunga dengan ketenangan.

"Ma. Bukankah Mama mengetahui kalau Raisa setiap pagi dimandikan dan diberi makan? Mengapa Mama malah menjadikannya sebagai bahan uji coba?" tanya Kafkha menahan emosinya keluar kepada Jelita.

"Mama hanya ingin melihat mereka bertiga, sejauh mana mereka bisa mengurus Raisa," jelas Jelita. 

"Caranya tidak tepat, Ma. Mulai hari ini, jangan pernah lakukan hal ini lagi, cukup satu kali ini saja," tegas Kafkha.

Kafkha membawa putrinya menaiki tangga menuju kamar, meninggalkan keberadaan Jelita yang merasa bersalah. Bunga berdiri di tengah ruang tamu, memperhatikan kepergian Kafkha dan mengalihkan pandangan kepada Jelita dengan ekspresi bingung. Bunga tidak tahu kalau ketiga wanita itu adalah calon ibu dari anak yang baru ditolongnya.

"Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat. Kalau begitu, saya pergi dulu," pamit Bunga. 

"Tunggu! Bunga, kamu punya pacar?" tanya Jelita tanpa basa basi berniat ingin mewujudkan niat yang sempat terbesit di benaknya saat di rumah sakit.

"Kenapa, Tante?" Bunga mengarahkan pandangan pada Jelita setelah kakinya sempat melangkah beberapa langkah menuju pintu.

"Kamu mau menjadi istri Kafkha? Tante merasa kamu orang yang tepat untuk menjaga Raisa. Bukannya Tante ingin egois hanya menjadikanmu sebagai ibu bagi Raisa, tapi Tante juga berharap kamu bisa menjadi istri yang baik untuk Kafkha dan dia bisa mencintaimu juga. Tapi, sebelum itu kamu juga harus menyukainya, Tante harap kamu menyukainya. Jika kamu mau, datang malam ini ke sini," kata Jelita.

"Aku datang ke sini untuk meminta maaf karena tidak datang malam itu. Aku benar-benar lupa. Menyangkut apa yang Tante katakan, aku tidak yakin itu akan terlaksana," ucap Bunga tersenyum paksa.

Bunga melangkah mundur ke arah pintu, hingga akhirnya berjalan meninggalkan rumah itu bersama beban baru di benaknya mengenai keinginan Jelita. Perkataan Jelita terngiang-ngiang di telinganya sambil mengingat cerita dokter Danar, dokter yang menangani penyakit ibunya. Dokter itu sahabat Kafkha. Danar menceritakan tentang kekelaman hidup Kafkha setelah meninggalnya sang istri, Marissa.

'Sejak saat itu senyuman jarang keluar di bibirnya. Jikapun ada, hanya karena terpaksa. Bagi Kafkha, senyumannya sudah direnggut dan dibawa oleh mendiang istrinya. Kafkha juga sudah berjanji tidak akan pernah menikah lagi, meskipun usianya masih muda. Cintanya besar pada mendiang istrinya.'

Bunga mengingat cerita dokter Danar mengenai Kafkah sambil berjalan di tepi jalan yang dilewati oleh beberapa transportasi.

"Aku menyukainya. Tapi, jika aku menikah dan hanya menjadi penopang untuk anaknya, untuk apa? Aku tidak sebaik orang-orang di luaran sana yang mungkin bisa menjalani kehidupan dalam bayangan mendiang istrinya karena dia tampan dan kaya. Aku tidak membutuhkan itu, tapi aku membutuhkannya. Bukan uang dan ketampanan yang dibutuhkan saat seseorang bersedih, dalam kegelisahan, ataupun dalam ketakutan, tetapi dirinya. Uang dan ketampanan tidak bisa diajak untuk berkomunikasi, hanya dia yang aku butuhkan." Dalam hati Bunga berkata dengan kegundahan memenuhi pikirannya. 

Bunga memberhentikan taksi yang tampak dari jarak 20 m, tangannya melambai pelan. Taksi itu berhenti, ia memasukinya dan menyuruh sopir taksi mengantarnya sesuai alamat rumah yang disebutnya.

***

Jelita menyiapkan makan malam sendirian, pembantu rumah itu masih belum kembali dari kampungnya. Beberapa menu makanan sudah disajikan di atas meja dapur, dari berbagai jenis, dan warna. Kafkha memperhatikan kerepotan Jelita menyiapkan makan malam itu, ia melihat senyuman senang di bibir ibunya itu.

"Banyak sekali. Kita tidak akan sanggup memakan makanan sebanyak ini," kata Kafkha sambil duduk di bangkunya.

"Seseorang akan datang malam ini. Raisa sudah tidur?" tanya Jelita. 

"Sudah, Ma. Setelah makan malam, aku menidurkannya. Setelah makan aku akan ke rumah sakit, ada operasi yang harus aku lakukan," kata Kafkah sambil mengambil nasi dan meletakkannya ke piring.

"Tunggu sebentar. Malam ini kita harus membicarakan sesuatu, mengenai kamu dan masa depanmu, juga masa depan anakmu."Jelita duduk tegak dan menatap Kafkha serius sampai tangan anaknya itu melepaskan sendok nasi.

Jelita menceritakan niat yang terbesit di benaknya mengenai Bunga, calon istri dan ibu sambung yang tepat untuk mereka. 

Kedua tangan Bunga mencengkram keras, reaksinya kaget karena tidak tahu rencana sang ibu. Kafkha tersenyum miris dan tertawa ringan merasa tidak percaya dengan keputusan Jelita. Lalu, senyuman dan tawa itu luntur seketika, berganti dengan tatapan tajam menahan emosional.

"Mama tidak dengar perkataanku tadi? Aku sudah bilang kalau aku tidak ingin mengenal wanita manapun, aku tidak ingin menikah lagi," tekan Kafkha.

"Hanya sebagai ibu untuk anakmu. Kasihan Raisa, dia membutuhkan seorang ibu. Bunga sudah membantu Raisa beberapa kali, bukankah kamu juga mengatakan kalau Bunga sudah membantumu di mobil saat itu? Mama tidak menuntut kamu untuk mencintainya dan menyukainya, tapi ingat anakmu," tegas Jelita. 

Kafkha memalingkan pandangannya menjauh dari Jelita, kedua tangannya masih mencengkram erat di atas meja. 

"Pikirkan anakmu, Kafkha," kata Jelita membujuk. 

Perkataan Jelita memasuki ruang pikiran Kafkha. Ia mengakui dan membenarkan perkataan ibunya itu. Tapi, ia tidak sanggup menerima seseorang menggantikan posisi sang istri dalam hidupnya. Kafkha tidak bisa melihat wanita lain tidur disampingnya dan selalu berada di hadapannya sebagai seorang istri.

"Sekarang percayakan semuanya kepada Mama. Mama sudah memikirkannya. Mama akan kasih waktu untuk Bunga beradaptasi di sisimu dalam jangka 3 bulan. Jika dia tidak bisa, kita bisa mengakhiri segalanya dan Mama tidak akan memintamu menikah lagi," terang Jelita meyakini Kafkha. 

Jelita memiliki keyakinan kalau Bunga bisa meluluhkan hati Kafkha melalui kepribadian baiknya. Meski baru bertemu beberapa kali bersama Bunga, Jelita yakin wanita itu orang yang baik. 

"Secara tidak langsung, perkataan Mama bertujuan untuk memasukkan wanita itu dalam hidupku juga. Baiklah! Aku tidak ingin debat berulang kali mengenai ini. Aku kasih Mama kesempatan. Tapi, jika Raisa kenapa-napa seperti hari ini, jangan salahkan aku akan bertindak seperti apa yang aku inginkan. Satu lagi, aku tidak yakin dia bisa menggantikan posisi Marissa di hatiku. Sekeras apa pun kalian melakukannya, aku tidak yakin itu berhasil," balas Kafkha.

Usai Kafkha menyetujui keputusan itu, bersambut bel rumah terdengar berbunyi. Jelita tersenyum senang mendengar keputusan anaknya itu dan bertambah senang mendengar suara bel. Hatinya berkata, orang yang sudah memencet bel tersebut adalah Bunga. Wanita paruh baya itu bergegas berjalan keluar dari dapur menuju pintu rumah. Kedua tangannya membuka pintu itu selebar mungkin untuk orang yang berada di balik pintu tersebut. Dan, orang itu benar Bunga.

"Bunga. Ternyata benar itu kamu. Ayo masuk!" ajak Jelita sambil merangkul bahu Bunga berjalan menuju dapur. 

Bunga memperlambat langkah kaki setelah melihat duduk Kafkha menatapnya masuk ke dapur. Raut wajah dingin Kafkha membuat Bunga merasa keputusannya datang ke rumah itu adalah kesalahan karena mengusik ketenangan Kafkha.

Jelita menarik bangku di samping Kafkha,menyuruh Bunga duduk di samping anaknya itu. Lalu, ia duduk di bangkunya yang ada di hadapan mereka. Jelita menjadi juru bicara dari mereka berdua. Jelita memberikan penjelasan kepada Kafkha kalau Bunga bersedia menjadi ibu sambung Raisa dan menjadi istrinya, begitu juga sebaliknya. 

Kafkha dan Bunga hanya diam, tidak bicara satu kata pun. Beberapa kali mereka saling menoleh dan Bunga selalu melihat wajah dingin Kafkha. Mereka berdua sama-sama berpikir kalau hubungan itu tidak akan berjalan lancar. Tapi, ujungnya hanya bisa diam.

"Tidak ada di antara kalian yang menyelah perkataan Mama, kan? Kalian bisa menyanggahnya," ucap Jelita.

Tapi, Jelita berharap tidak ada satupun di antara mereka yang angkat bicara. Apalagi, menolak sarannya itu.

"Mama hanya perlu ingat dengan janji yang sudah Mama katakan," ujar Kafkha.

Kafkha berdiri, berjalan meninggalkan dapur tanpa makanan makanan di piringnya. Bunga memperhatikan kepergian Kafkha dengan perasaan bersalah telah mengusik ketenangan pria itu. Jelita meraih tangannya, mengajak Bunga makan dan menjelaskan tentang kepergian Kafkha yang pergi begitu saja karena operasi di rumah sakit. Padahal, Jelita tahu anaknya itu kesal.

Related chapters

  • Istri Best Seller    Situasi Yang Sama

    Bunga membantu Jelita membersihkan alat makan yang kotor. Mereka telah menyelesaikan makan malam berdua tanpa kehadiran dokter dingin itu, Kafkha. Sebelum meninggalkan rumah itu, Bunga ke kamar Kafkha untuk melihat kondisi Raisa. Setelah sampai di kamar Kafkha, tidak hanya melihat Raisa, Bunga juga melihat foto Marissa, istri Kafkha di rentetan foto di atas meja dan dinding kamar. Foto wanita itu seakan menghidupkan suasana kamar, memberikan energi semangat untuk. Kafkha dalam hidupnya.Keceriaan terlukis di wajah Kafkha di setiap foto itu, jauh berbeda dari Kafkha yang dijumpainya sekarang, bahkan Kafkha yang dijumpainya dulu. Bunga jadi mengerti, Marissa bagaikan penawar, obat atas luka di hati Kafkha. Wajar baginya Kafkha sulit melupakan mendiang istrinya itu.“Aku tidak yakin bisa mengisi hati Kafkha. Jika aku tetap bersamanya, sama saja aku melukainya. Tapi, bagaimana aku menolak pernikahan itu? Aku sudah menyetujuinya. Raisa juga kasihan. Mana aku juga ingin sekali menjaga anak

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Mencegah Bukan Menyembuhkan

    Kafkha tidak tahu harus bahagia atau bersedih. Pernikahan mulai dipersiapkan dan akan diselenggarakan di kediamannya dua hari lagi. Para wedding organizer mulai menata beberapa bunga untuk dekorasi pernikahan di rumah itu. Semua orang tampak sibuk, terutama Jelita dan Murni yang tengah duduk di ruang tamu sambil melihat-lihat menu makanan yang akan disajikan di hari pernikahan nanti.Kafkha menoleh ke samping, melihat Bunga sedang menggendong Raisa di sudut ruang tamu itu. Tawa Bunga bersemi bersamaan dengan senyuman anaknya. Kafkha berdiri di depan pintu rumah melihat kesibukan setiap orang sampai tidak menyadari keberadaannya sendiri. Situasi Itu membuat Kafkha merasa mendiang Marissa selangkah demi selangkah menjauh darinya."Bagaimana perasaan Marissa melihat aku akan menikah? Dia pasti sedih," kata Kafkha dalam hati.Bunga memperkecil volume tawannya sampai akhirnya suara tawa itu tidak terdengar lagi setelah melihat pria yang akan menikahinya diam tampak tak tenang. Bunga melang

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Hari Pernikahan

    Dua Hari Kemudian ....Kafkha mengenakan baju pengantin yang telah disediakan. Hatinya masih ragu untuk melanjutkan pernikahan itu karena takut tidak bisa menerima Bunga setelah pernikahan itu terjadi dan juga malah akan menyakiti hati wanita malang itu. Sama sepertinya, Kafkha merasa Bunga juga orang menyedihkan karena masa lalu yang di alaminya. Kafkha mengeluarkan foto pernikahannya bersama Marissa dari dompet, ia memejamkan mata sambil mengingat momen ketika dirinya mempersunting Marissa sebagai istrinya."Nak ...!" panggil Jelita.Kafkha membuka mata. Tangannya bergegas memasukkan kembali foto tersebut ke dompet dan menoleh ke belakang sambil tersenyum. Ia berjalan mengikuti Jelita meninggalkan kamar tamu yang ditempatinya sejak kamarnya didekorasi.Kafkha melihat banyak tamu undangan, ia tidak menyangka undangan Jelita tak sesuai ekspektasinya. Bukan hanya kerabat dekat, seluruh staff rumah sakit juga datang. Kafkha diam tercengang, matanya menjalar, menjelajah memperhatikan beb

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Keracunan Susu

    Kafkha meluluhlantakkan semua perasaan sedihnya. Bibirnya tersenyum bahagia ketika bibirnya menjelajahi sekujur tubuh Bunga membuat tubuh wanita itu kaku merasakan kenikmatan dalam hubungan suami-istri untuk pertama kalinya. Beberapa kali bibir Kafkha berucap menyebut nama Marissa, hanya Marissa, bukannya Bunga. Kafkha bisa menikmati malam pertama pernikahannya bersama Bunga karena bayangan wajah Marissa. Ibarat, Bunga hanya wanita bayangannya. Hati Bunga sakit ketika mendengar nama Marissa diucap Kafkha disaat pria itu sudah menjadi suaminya. Namun, Bunga tidak lupa landasan mereka menikah. Tubuh pria itu jatuh di atasnya, kepala Kafkha berada tepat di dadanya. Pria itu menangis sambil mengungkapkan kerinduannya kepada Marissa. "Kamu tidak mencintaiku, kamu malah meninggalkanku," tangis Kafkha Isak.Untuk pertama kalinya Bunga melihat pria menangis sesedih itu di hadapannya, bahkan dalam pelukannya. Bunga ikut merasakan kesedihan pria itu, tangannya mengelus punggung mulus Kafkha d

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Menolak Perhatian

    Kafkha tidak bisa tidur. Perasaan bersalah menghantuinya setiap kali ingat bentakannya pada Bunga. Pria itu menoleh ke samping, memandangi Bunga yang telah memejamkan mata dalam tidurnya. Kafkha melihat luka di tangan Bunga dan ingat kukunya sempat melukai tangan wanita itu. "Mengapa aku seceroboh ini?" Kafkha duduk dan memperhatikan tangan Bunga. Kafkha menyadari hal lain. Matanya mendapati sebercak darah di sprei yang ada di sampingnya, berada di antara dirinya dan Bunga. Ia ingat telah menyetubuhi Bunga dan juga mengingat bibirnya menyebut nama Marissa dalam kondisi sadar. Raisa kembali menangis. Kafkha bangkit dari kasur dan menghampiri keranjang bayi. Bunga ikut terbangun oleh suara tangis itu. Ia duduk dan memperhatikan jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Bunga tiada mengenal lelah, ia mengambil Raisa dari gendongan Kafkha dan menenangkan anak itu dalam gendongannya. "Kamu tidur saja. Aku yang akan menidurkannya," suruh Bunga. Kafkha menurut. Kakinya melangkah mendekati t

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Berita Kecelakaan

    Bunga ke taman Lestari Indah bersama Raisa, la menggendong anak itu dan menggunakan payung untuk berteduh dari paparan sinar matahari yang bisa mengiritasi kulit Raisa. Willa girang setelah melihat bocah itu ikut bersamanya, kedua tangannya menarik tubuh Raisa dari gendongan Bunga dan membawa anak itu berjalan menghampiri sekumpulan ibu-ibu yang sedang memantau anak mereka main perosotan."Kamu bisa mengajari mereka dan aku yang akan mengurus anakmu yang cantik ini" Willa berseru, berbicara tanpa menoleh ke belakang."Tapi …." Bunga hanya bisa menggantungkan perkataannya karena tidak ingin mengungkapkan rasa ketakutannya.Ketakutan itu bersumber dari ingatannya mengenal sifat sensitif yang dimiliki Kafkha. Pria itu sangat teliti saat mengurus anaknya dan tidak mau anaknya dipegang oleh sembarang orang. Bunga khawatir Kafkha tahu kalau ia menitipkan Raisa kepada Willa. Namun, ia menepis pemikiran itu dan mencoba tenang selagi masih bisa mengawasi Raisa yang berada di satu tempat yang s

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Salah Paham

    Kafkha meletakkan Raisa yang ada dalam gendongannya ke dalam keranjang bayi. Lalu, ia menghampiri Bunga yang ikut merasakan kekosongan di kamar itu, kedua bola matanya berkeliling melihat foto-foto sebelumnya yang ada di dinding kamar ataupun yang ada di atas meja menghilang."Drama apa lagi ini? Kamu tidak memiliki hak untuk menanggalkan semua foto-foto Marissa dan diriku!" teriak Kafkha, marah. Teriakan pria itu membuat Bunga kaget dan ketakutan. Raut wajahnya berubah bingung karena ia tidak mengerti maksud perkataan Kafkha karena bukan dirinya yang melepaskan semua foto-foto itu dari posisinya. "Aku ... ak--," perkataan Bunga terpotong karena Kafkha tidak memberikan celah untuknya berbicara.Kemarahan dan emosional tidak bisa dikendalikan Kafkha, ia mencengkram pergelangan tangan Bunga dan mendorong wanita itu sampai dahi Bunga terbentur ke meja. Cairan merah mengalir dan menumpuk di alis sebelah kiri wanita itu. "Sepertinya keputusanku menerimamu menjadi istriku adalah kesalaha

    Last Updated : 2024-10-29
  • Istri Best Seller    Pria Yang Pernah Melamar

    Kafkha mengangkat kepala dari bantal sambil mengucek kedua matanya, ia melihat Bunga berbaring di sampingnya dengan tangan wanita itu berada di dadanya. Kafkha menurunkan tangannya secara perlahan dan bangkit dari kasur. Kafkha berdiri memperhatikan Bunga tidur pulas. Melihat wajah polos wanita itu membuatnya merasa bersalah dan memikirkan cara untuk menebus kesalahannya kemarin. Kafkha berjalan menuju keranjang bayi, ia melihat anaknya itu masih tidur pulas. Matanya beralih menuju jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi. "Ya ampun, aku harus ke rumah sakit. Nanti aku pikirkan cara untuk menebus kesalahanku itu," kata Kafkha sambil berjalan menuju lemari dan mengambil beberapa pakaian, lalu membawanya ke kamar mandi. Hampir lima belas menit ia berada di kamar mandi. Setelah keluar, ia melihat Bunga sedang menggendong Raisa dan berdiri di tepi jendela. Raisa mengarahkan pandangan ke arah tangan Bunga menunjuk menuju luar jendela yang memperlihatkan aktivitas ibu-ibu yang sedang ber

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Istri Best Seller    Terima Kasih

    Sembilan Bulan Kemudian ….Bunga dan Kafkha duduk di salah satu bangku kosong di sebuah bioskop, mereka duduk berdampingan di bangku paling depan, berhadapan dengan layar lebar yang akan menampilkan sebuah film yang akan tayang dalam hitungan menit. Beberapa mata memperhatikan mereka dari belakang, menaruh rasa kagum kepada sepasang suami-istri jari manis dan jari kelingking itu. Baru beberapa detik Kafkha duduk, tangan pria itu mengelus perut besar Bunga, menambah mereka menjadi terbawa perasaan dan iri.“Pasangan yang serasi,” kata seorang wanita yang duduk di belakang mereka. Perkataan wanita muda itu tertangkap samar di telinga mereka, membuat Bunga sedikit malu dan salah tingkah dengan diam. “Katanya kita serasi. Menurutmu?” tanya Kafkha dengan berbisik ke telinga kanan Bunga. “Aku rasa begitu,” balas Bunga dan tersenyum lebar kepada suaminya itu. Film yang akan mereka tonton mulai. Bunga, Kafkha, dan semua pengunjung di dalam bioskop memperhatikan lakon dari pemain film itu

  • Istri Best Seller    Masa Depan Prioritas Utamaku

    Bunga menceritakan semua yang terjadi sebelum Kafkha sadar kepada suaminya itu sambil mengelus batu nisan kayu yang sementara tertancap di bagian kepala makan Stella. Kafkha mendengar jelas dengan seksama cerita istrinya itu dengan posisi masih berdiri memperhatikan makan tersebut. Tidak hanya masalah donor jantung maupun penyakit yang dialami Stella saja yang dibuka olehnya, Bunga juga ikut bercerita mengenai hubungan Marissa dan pria yang bernama Angga itu. “Ternyata ayah anak itu Angga namanya. Stella bilang, itu temanmu. Benarkah?” tanya Bunga, menoleh ke sisi kanan dengan pandangan naik. “Bukan hanya sekedar teman, dia sudah seperti saudara ku sendiri. Pantas saja,” kata Kafkha, mengingat mimpinya saat tidak sadarkan diri, ketika ia melihat Marissa bergandeng tangan bersama Angga. “Pantas apa?” tanya Bunga, sedikit penasaran. “Bukan apa-apa,” balas Kafkha, tersenyum. Bunga berdiri dan menghadap badan ke arah Kafkha. “Kamu tidak marah?” tanya Bunga dengan mata menyelidik. “

  • Istri Best Seller    Tidak Menyangka

    Bunga berdiri dari duduknya di hadapan seorang pria dan seorang wanita yang lebih tua darinya. Bunga menjabat tangan mereka secara bergantian untuk mengakhiri pertemuan kali ini sebelum akhirnya meninggal mereka di kafe tempat mereka bertemu. Siapa kedua orang yang ada di hadapan Bunga? Pria itu seorang sutradara dan wanitanya seorang produser film. “Terima kasih, Pak, Buk. Kalau begitu, saya pamit pergi. Kebetulan, mau menghadiri acara lain,” pamit Bunga dengan senyuman. Mereka yang ada di hadapan Bunga tersenyum. Keluar dari kafe tersebut, Bunga memasuki mobil Kafkha, mengemudikannya menuju tujuan keduanya setelah membicarakan perjanjian temu kemarin. Bunga datang ke salah satu perpustakaan yang cukup besar, di mana di sana sedang diadakan pertemuan antara Bunga bersama para penggemarnya melalui buku barunya yang terbit, diterbitkan oleh Kafkha secara diam-diam di belakangnya. ‘Istri Best Seller’ itulah judul buku itu. Uniknya, akhir dari tulisan itu ditulis oleh Kafkha sendiri,

  • Istri Best Seller    Surat Titipan

    Bunga mengajari Raisa melambaikan tangan kepada Lintang yang sudah berada di dalam sebuah mobil yang ada di halaman rumah. Lintang membalas lambaian tangan mereka dan mengemudikan mobil keluar dari pekarangan rumah itu dengan senyuman, tampak sudah bisa menerima kenyataan mengenai kepergian Stella yang tidak akan pernah bisa kembali lagi dalam pelukannya. Bunga melipat kecil kertas yang diberikan Lintang sebelum meninggalkan rumah itu dan menyelipkannya ke dalam saku celana kulotnya, lalu mengajak Riasa masuk. “Mulai hari ini, princes Icha akan tinggal di rumah ini ….” Bunga mempersilakan Raisa masuk.“Iya. Tapi, ini akan sulit,” kata Raisa, berlagak sedang berpikir. “Kenapa?” tanya Bunga, penasaran. “Panggil Icha dan Raisa tetap dipanggil Raisa. Nanti aku jadi bingung karena nama kami sama,” kata Raisa dengan pintarnya. “Baiklah Tuan putri,” balas Bunga dengan senyuman. Bunga menggenggam tangan Raisa dan mengajak anak itu ke kamar yang ada di samping kamar Jelita, kamar tamu it

  • Istri Best Seller    Kejutan Apa?

    Bunga dan beberapa orang berpakaian hitam berdiri mengelilingi sebuah makan yang baru saja membukit dengan banyaknya kelopak bunga mawar merah muda yang bertebaran di atasnya. Bunga yang berdiri di sisi kanan makam itu diam dalam kebisuan. Cairan bening menetes membasahi kedua pipinya dalam rasa sedih.Jelita merangkul bahu kiri Bunga dari belakang, mengelusnya pelan sambil menatap Bunga yang membuat wanita itu menoleh dan menunjukkan raut wajah sedih yang berusaha ditahan sejak tadi. "Mama ...!" panggil Raisa, histeris sambil memeluk batu nisan Stella, di mana Lintang juga melakukan hal yang sama. Hancurnya hati Bunga melihat kesedihan anak itu terutamanya. Sejak mengetahui Stella tidak bisa diselamatkan, Raisa tidak bisa diam. Memori Bunga berputar ke beberapa jam lalu, saat pertama kali dirinya mendengar kabar Stella tidak bisa diselamatkan. 'Stella tidak bisa diselamatkan.' Bunga jadi paham, catatan kematian yang dimaksud Danar bukan untuk Kafkha seperti yang dianggap Bunga se

  • Istri Best Seller    Catat Waktu Kematiannya

    Jelita yang belum berada jauh dari kamar kafkha mendengar jelas suara teriakan Bunga. Wanita paruh baya itu menghampiri Bunga dengan mengurung niat untuk mengunjungi Stella sebelumnya tanpa sepengetahuan Bunga. “Kafkha kenapa?” tanya Jelita. Danar datang bersama Risa, mereka berlari kecil menghampiri mereka dan memasuki ruangan itu dengan kecemasan. “Kalian di luar dulu. Biar kami yang tangani,” kata Risa sambil menarik kedua pintu dan menutupnya. Seorang perawat lain berlarian menghampiri mereka, bertanya kepada Bunga mengenai keberadaan Danar dengan ekspresi perawat itu tampak panik sampai napasnya terdengar ngos-ngosan, seperti baru dikejar anjing. “Di dalam. Ada apa?” tanya Bunga, penasaran. “Bu Stella, dia mencari dokter Danar. Sekarang kondisinya kritis, dia bersikeras ingin bertemu dokter Danar," kata perawat itu. "Dia berada di dalam. Biarkan Danar menangani Kafkha, dia juga membutuhkannya. Bukankah dia kanker darah? Cari dokter yang sesuai," kata Jelita, tidak ingin Da

  • Istri Best Seller    Kanker Darah?

    Bunga berjalan sambil menjinjing plastik makanan dengan rasa senang memasuki hotel, berjalan di lorong hotel yang akan membawanya ke kamar Stella. Suara tangis anak kecil yang amat dikenalinya, sejenak menghentikan kaki Bunga melangkah. Wanita itu berlari kecil ke arah kamar Stella, membuka pintu kamar itu, dan melihat Stella terkapar tidak sadarkan diri di tengah kamar dengan Raisa berusaha membangun wanita itu. “Ma …!” panggil Raisa. “Stella,” lirih Bunga dari pintu kamar.Raisa berdiri dan mendekati Bunga, mengadukan ketidaksadaran Stella kepada wanita itu. “Mama, Tante …,” adu Raisa, menangis. Bunga memasuki kamar itu, menaruh plastik di tangannya ke atas meja, lalu hendak mengambil ponsel dari tasnya. Kedatangan seorang pria memasuki kamar itu membuat Bunga berhenti ingin mengambil ponselnya, akan menghubungi ambulans tadinya. Bunga menatap pria itu yang tidak pernah dilihat olehnya sebelumnya. Bunga tidak tahu kalau pria itu adalah Lintang, kekasih masa lalu Stella yang sem

  • Istri Best Seller    Apa Untungnya Kami Menertawakan Mu?

    Bunga yang duduk di kursi roda didorong Willa menuju kamar Kafkha dengan tiang impus ikut didorong di samping wanita itu yang dilakuan oleh Risa. "Aku dengar dokter Kafkha kritis, dia sempat dinyatakan kehilangan nyawa tadi, tetapi beberapa menit kemudian, jantungnya berdetak kembali, meskipun lemah. Sungguh keajaiban. Hari ini Bu Bunga juga bari diketahui sedang hamil. Mungkin karena itu," kata salah satu perawat yang akan melewati keberadaan Bunga dan yang lainnya, tanpa disadari perawat itu mereka ada di hadapannya. "Diam, itu Bu Bunga," kata teman perawat yang berbicara tadi dengan suara kecil. Kedua perawat yang berjalan beriringan itu merasa tidak enak dan melewati keberadaan mereka dengan senyuman ringan dan menganggukkan kepala. "Mungkin mereka benar. Anak itu pembawa keberuntungan," kata Risa kepada Bunga. Bunga hanya diam dengan sedikit senyuman di dalam kekhawatiran masih menghantui jiwanya sebelum Kafkha dinyatakan stabil dan bisa mendapat donor jantung secepatnya. "

  • Istri Best Seller    Jangan Tinggalkan Aku

    Bunga duduk di bangku taman dan Kafkha duduk di kursi roda di hadapan wanita itu. Mereka membicarakan banyak kenangan indah di masa lalu dengan mengenepikan masalah yang sempat memisahkan mereka. Selain itu, mereka juga membicarakan tentang masa depan Raisa, anak semata wayang mereka. "Jika Raisa besar nanti, dia pasti akan cantik sepertimu. Hanya saja, dia mungkin akan meniru proporsi tubuhku yang tinggi," kata Kafkha, bercanda. "Kamu menghinaku? Bukankah nyaman memeluk wanita mungil seperti ku?" Bunga membalas candaan sang suami. "Iya. Saking nyamannya, aku sampai kehilangan dirimu saat tidur. Aku sempat khawatir mencari mu karena tidak ada di sampingku, ternyata kamu berada dalam selimut yang aku kira bantal guling," kata Kafkha, mengingat satu momen lucu saat tidur bersama Bunga. "Benarkah? Berarti, aku cukup penting dalam hidupmu?" tanya Bunga, dengan rasa bangga yang masih di tangguh. "Benar." Bunga tertawa bangga dan memeluk suaminya itu. Dalam dekapan Bunga, dada Kafkha

DMCA.com Protection Status