"Kalau begitu, terserah kamu saja," kata Leni. Lagi pula, dia tidak punya banyak uang, jadi jika Brandon ingin mengambil nyawanya, Leni juga tidak bisa melawan."Baiklah kalau begitu," kata Brandon.Leni tercengang sesaat. Artinya ... Brandon menyetujui syaratnya? Sepertinya terlalu mudah, deh?"Bagaimana dengan tanganmu? Masih panas, nggak?" tanya Brandon sambil menatap tangan Leni yang masih disiram dengan air dingin."Nggak ada rasa," jawab Leni. "Sudah disiram air dingin selama ini, seharusnya sudah nggak apa-apa, deh."Brandon pun menutup airnya, lalu mengeluarkan selembar saputangan yang dia bawa dan mengelap tangan Leni."Di rumah ada obat, nggak? Tanganmu masih agak bengkak, sebaiknya taruh obat," kata Brandon."Ada," jawab Leni lagi."Kalau begitu, bawa obatnya kemari," kata Brandon.Leni berlari kembali ke kamarnya sendiri untuk mengambil salep untuk luka bakar, lalu dia baru tiba-tiba menyadari, mengapa dia begitu menuruti perkataan Brandon?Namun, setelah berpikir sejenak,
"Aku punya beberapa saudara dari ayah yang sama," jawab Brandon. "Kekasih ayahku lebih banyak, jadi anaknya tentu saja juga banyak."Orang tua Leni jelas-jelas tidak menyangka bahwa mereka akan mendengar jawaban seperti ini. Dalam sekejap, suasananya menjadi canggung. Mereka juga tidak tahu harus bagaimana melanjutkan topik pembicaraan ini.Melihat situasi ini, Leni langsung berkata, "Ayah, Ibu, ini masalah orang tuanya. Orang tuanya adalah orang tuanya, sedangkan dia adalah dia!"Brandon menatap Leni dengan tatapan heran, dengan sejenis kehangatan yang juga tidak dia sadari.Orang tuanya Leni tersadar, mereka pun berkata, "Iya, itu masalah orang tua. Kalau begitu ... Brandon, kamu sekarang kerja apa?""Tugas utamaku mengelola perusahaan," jawab Brandon."Mengelola ... perusahaan?" Ayahnya Leni mencurigai telinganya sendiri. "Perusahaan apa? Kamu baru berusia 29 tahun."Bagi ayahnya Leni, bisa menjadi seorang manajer menengah biasa di usia 29 tahun juga sudah sangat bagus.Kalau mengel
"Oh ya?" gumam Brandon. Tatapannya tertuju ke wajah Leni yang memerah, seperti sedang memikirkan sesuatu.Ting!Lift ini tiba di lantai pertama, kedua orang ini pun berjalan keluar dari lift, ke tempat mobil Brandon diparkirkan.Dengan terburu-buru, Leni melambaikan tangannya sambil berkata, "Begini saja, ya. Sampai jumpa!" Kemudian, dia berbalik dan ingin langsung pergi.Namun, Brandon tiba-tiba meraih lengan Leni dan menarik wanita ini ke pelukannya."Ahh!" seru Leni dengan terkejut, hidungnya juga menabrak dada pria ini.Sakit! Leni mengasihani hidungnya yang sepertinya sudah tertabrak seperti ini beberapa kali. Sekeras apa pun tulang hidungnya, hidungnya juga tidak bisa menahan benturan seperti ini.Brandon membungkukkan badannya dan mendekatkan bibirnya ke telinga Leni sambil berbisik, "Bukankah kamu bilang, asalkan aku nggak mengatakan apa pun tentang kejadian di hotel itu, kamu akan mewujudkan keinginanku?"Leni menjilati bibirnya yang agak kering dan bertanya, "Apa ... yang kam
Pada jam pulang kerja, Irene berkata pada Yuna, bosnya, "Kak Yuna, besok, bisakah aku izin setengah hari? Aku mau pergi mengunjungi makam ibuku."Besok memang hari libur nasional. Namun, bagi pekerja restoran, mereka malah makin sibuk pada hari libur. Tentu saja, mereka juga tidak akan libur pada hari libur.Yuna merasa agak heran. Dia tidak menyangka bahwa ibunya Irene sudah meninggal. Oleh karena itu, dia berkata, "Baiklah, nggak masalah. Kalau kamu pergi mengunjungi makam ibumu pada siang hari, aku bisa membiarkan orang dari dapur membantumu mempersiapkan beberapa hidangan untuk dipersembahkan di makam ibumu.""Nggak perlu, terima kasih, biar aku persiapkan saja," kata Irene. Dia ingin memasak beberapa hidangan sendiri untuk persembahan ibunya.Saat ibunya meninggal, dia masih terlalu kecil. Sekarang, dia sudah dewasa, jadi dia ingin membiarkan ibunya melihat bahwa dia sudah bisa memasak."Kalau begitu, aku pulang dulu, ya," kata Irene."Baik," kata Yuna. Dia seperti ingin mengucapk
Setelah Irene menyimpan bahan masakannya ke dalam kulkas, dia baru menyadari bahwa Michael sedang bersandar di pintu dapur sambil menatapnya dengan tatapan penuh pikiran.Irene memalingkan wajahnya dengan canggung untuk menghindari tatapan pria ini. Hanya saja, saat dia hendak berjalan keluar dari dapur, lengannya ditarik oleh pria ini. "Kamu belum bilang selamat malam," kata Michael.Irene tercengang untuk sesaat, lalu bergegas berkata, "Selamat malam."Michael menatap Irene, lalu tiba-tiba tersenyum dan berkata, "Kak, ucapan selamat malam ini sepertinya makin asal-asalan."Irene seketika terdiam. Untuk sesaat, dia tidak tahu harus bagaimana menjawab ucapan Michael."Ada yang mengusulkan, kalau aku mau kamu menyukaiku, aku harus menyanjungmu," kata Michael sambil membungkukkan badannya sehingga tatapannya setara dengan tatapan Irene. "Bagaimana menurutmu? Kalau aku menyanjungmu, bisakah kamu menyukaiku?"Irene hampir menggigit lidahnya sendiri. Dengan mata terbelalak, dia menatap pria
"Kamu sudah lupa dengan nasib ayahmu pada akhirnya?" tanya Willy lagi."Aku nggak lupa, aku juga sudah pernah bilang, aku nggak akan melakukan kesalahan yang sama dengan Ayah," jawab Michael."Kalau begitu, sekarang, kamu seharusnya mengusir Irene dari Kediaman Yunata, biar dia nggak muncul lagi dalam hidupmu!" kata Willy dengan kesal."Sepertinya nggak bisa," kata Michael dengan tatapan menggelap. Tadi, saat dia mendengar Willy mengucapkan kata-kata ini, jantungnya tiba-tiba seperti diremas, seakan-akan dia menolak ucapan ini secara naluriah, bahkan tidak ingin memikirkan hal itu sama sekali."Kamu ...." Willy menahan amarahnya sambil memelototi cucunya ini."Kakek, aku nggak akan mengulangi kesalahan ayahku, jadi aku akan memegang kendali atas segala hal. Aku akan membuat Irene terbiasa dengan keberadaanku, hingga dia sama sekali nggak bisa meninggalkanku," kata Michael sambil tersenyum kecil. Namun, tatapannya penuh akan peringatan. "Jadi, aku harap Kakek nggak ikut campur urusanku.
Oleh karena itu, biasanya, ziarah kubur juga tidak terlalu nyaman. Terlebih lagi, karena sudah lama, ada banyak tempat yang sudah retak. Untuk renovasi, sepertinya akan menjadi sebuah proyek besar, jadi sebaiknya makamnya langsung dipindahkan saja ke pekuburan.Hanya saja, kemudian, karena Irene masuk penjara, tentu saja keinginannya juga tidak bisa terwujudkan. Setelah dia keluar dari penjara, dia tidak punya uang. Jangankan membeli lahan kuburan, dia bahkan tidak punya uang untuk menyewa pekerja untuk pemindahan kuburan.Saat Irene berjalan ke kaki gunung, dia melihat orang desa yang mengatur pendaftaran. Di kaki gunung, sudah ada gubuk tempat orang-orang yang datang ziarah makam bisa melakukan pendaftaran.Namun, saat Irene berjalan maju dan mendaftarkan nomor makam ibunya, begitu orang itu melihat nomor ini, orang itu langsung berkata, "Makam ini sudah dipindahkan, kenapa kamu masih datang ke sini?""Dipindahkan?" Irene seketika tercengang."Iya, sudah dipindahkan oleh seseorang be
Tetangganya memberitahunya bahwa ayah dan ibu tirinya pergi jalan-jalan. Sekarang, tidak ada orang di rumah. Berdasarkan ucapan tetangganya, Elena membeli rumah besar di luar, jadi dia sudah jarang pulang rumah.Mendengar hal ini, Irene pun tahu bahwa ayah dan ibu tirinya sepertinya sengaja pergi. Mereka pasti tahu bahwa hari ini Irene akan pergi mengunjungi makam ibunya, jadi mereka sengaja meninggalkan rumah.Begitu Irene memikirkan uang 100 miliar yang diminta ayahnya, dia langsung merasa pusing.Dari mana dia yang sekarang bisa mendapatkan uang 100 miliar untuk ayahnya?!Setelah Irene berpamitan dengan tetangganya, dia menghubungi nomor telepon Elena. "Kamu di mana? Aku ada urusan, mau ketemu denganmu," kata Irene."Maaf, aku nggak punya waktu," kata Elena dengan nada bicara yang angkuh."Kalau begitu, aku hanya mau tanya, ke mana Ayah memindahkan makam ibuku?" tanya Irene."Aku juga nggak tahu," jawab Elena dengan sinis."Kalau begitu, sekarang, kamu tahu, 'kan, mereka jalan-jalan