Oleh karena itu, Irene berkata pada Michael, "Tunggu sebentar di sini, ya. Aku pergi ambil obat dulu. Kemudian, dia langsung berlari keluar dari rumah duka ini dengan terburu-buru.Michael berbaring di atas sofa. 'Sebentar, ya .... Dulu, saat Irene pergi beli obat pada tengah malam, dia juga mengucapkan kata itu,' pikir Michael.Baiklah, aku akan menunggu, aku akan menunggunya pulang ....'...Irene berlari dengan terburu-buru ke gerbang besi kediaman ini. Lampu jalan di sisi gerbang itu secara kebetulan menyinari pengantar obat yang tampak kebingungan.Pria ini jelas-jelas juga tidak menyangka bahwa tengah malam begini, dia akan mengantarkan obat ke depan pintu kediaman sebesar ini."Ini pesananmu? Nona Irene?" tanya pria itu."Iya, itu aku," jawab Irene sambil menerima obat dari tangan pria itu. Setelah berterima kasih pada pria itu, Irene berbalik dan berlari lagi ke arah Rumah Duka.Pengantar obat itu menggaruk kepalanya sambil memandang kediaman luas yang tidak berujung ini, masih
Michael membuka matanya secara perlahan dan menatap Irene. Seperti sebelumnya, Irene kembali dengan napas yang terengah-engah. 'Meskipun Irene takut padaku, nggak menyukaiku dan bahkan mungkin membenciku, dia tetap nggak tega melihatku kesakitan, ya?' Sambil memikirkan hal ini, bahkan rasa sakit di tubuh Michael juga rasanya jauh mereda.Michael membuka mulutnya dengan patuh dan menelan obat dan air yang Irene bawakan untuknya.Tatapan Irene pun tertuju ke bibir pria ini. Jelas-jelas terlihat bekas gigitan di bibir Michael. Sebelumnya, dia pasti benar-benar kesakitan, sehingga dia bisa menggigit bibirnya hingga terluka."Kalau kamu terus menatapku seperti itu, aku akan menciummu," kata Michael.Irene seketika tersadar. Wajahnya pun memerah. "Aku hanya melihat bibirmu yang terluka, nggak ada maksud lain," kata Irene."Nggak apa-apa juga kalau kamu punya maksud lain. Kalau Kakak ingin menciumku, kamu bisa melakukannya kapan pun itu," kata Michael. Pada saat ini, meskipun wajahnya tetap p
Sebelumnya, Michael tidak akan mengucapkan kata-kata seperti ini. Namun, pada saat ini, melihat Irene berdiri di depan papan roh ayahnya, entah mengapa kata-kata ini keluar dari mulutnya Michael.Michael merasa seakan-akan hanya saat dia menghadapi Irene barulah dia bisa mengeluarkan kata-kata yang sudah terpendam dalam lubuk hatinya."Kalau dipikir-pikir, dulu, ayahku juga pasti pernah bertemu dengan banyak wanita dan pasti ada yang lebih cantik dari dia. Tapi, demi seorang wanita seperti ini, ayahku malah menyerahkan segalanya, bodoh sekali," gumam Michael."Ayahmu nggak tentu hanya menyukai ibumu karena ibumu cantik. Saat seseorang benar-benar menyukai orang lain, penampilannya mungkin nggak sepenting itu lagi. Selain itu ... sepertinya dia akan menyukai semua tentang orang itu, baik yang baik maupun yang buruk," kata Irene.Tatapan Michael berkilau sesaat, tetap tertuju pada wajahnya Irene. "Mungkin ... seperti yang kamu katakan, saat seseorang benar-benar menyukai orang lain, pena
Melihat Michael menghentikan langkahnya, Irene bertanya dengan heran, "Ada apa?""Nggak apa-apa," jawab Michael sambil menunduk.Saat kedua orang ini kembali ke rumah utama, Irene bertanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang?""Sudah jauh membaik," jawab Michael."Meskipun sakit maag ini sudah penyakit lama, kamu tetap harus meluangkan waktu untuk pergi periksa ke rumah sakit," kata Irene. "Ada beberapa penyakit yang berasal dari penyakit kecil yang nggak dirawat, hingga akhirnya menjadi penyakit parah.""Jadi, Kakak sedang mengkhawatirkanku, ya?" tanya Michael sambil tersenyum.Irene terdiam sejenak. Dia merasa agak canggung, jadi dia ingin naik ke lantai atas. Namun, Michael malah langsung memeluk wanita ini sambil berkata, "Baik, aku janji, aku akan meluangkan waktu untuk pergi merawat tubuhku di rumah sakit. Aku juga akan minum obat yang kamu belikan hari ini dengan patuh. Kalau aku bersedia mendengarkan ucapanmu, apakah kamu akan lebih menyukaiku sedikit saja?""Apa?" Irene merasa kebi
Dengan susah payah, Leni akhirnya mematikan panggilan ini. Irene berkata, "Apa yang dikatakan ibumu padamu? Kamu terlihat sangat sengsara, bahkan menyuruh ibumu untuk menghukummu.""Apa lagi kalau bukan soal kencan buta?" Leni menjulingkan matanya dan berkata, "Ibuku bilang, pria ini sangat terkenal. Ibuku merebutnya dari ibu-ibu lainnya dengan susah payah, supaya aku pergi bertemu dengan pria itu terlebih dahulu."Leni juga tidak berdaya melawan ibunya.Sepertinya, menurut ibunya, dalam dua tahun ke depannya, jika dia tidak juga menikah, dia mungkin tidak akan bisa menikah seumur hidupnya.Setelah berpikir sejenak, Irene berkata, "Kalau begitu, coba pergi saja, anggap saja ini kesempatan.""Nggak, deh. Sekarang, aku sudah cukup tua. Aku hanya akan pusing kalau aku pergi kencan buta lagi," kata Leni. Setiap dia teringat akan desakan ibunya selama beberapa hari terakhir, dia merasa seakan-akan dia ingin muntah darah."Kenapa? Ada apa?" tanya Irene.Leni menatap sahabatnya ini, lalu berk
Bagaimanapun, Leni juga tidak pernah mengalami terlalu banyak kegelapan dunia ini, tidak seperti Irene yang sudah mengalami terlalu banyak penderitaan di penjara. Terkadang-kadang, Irene bahkan tidak memiliki tenaga untuk menangis lagi."Puih!" Puding yang masih belum Leni telan pun menyembur keluar. Dia langsung mengambil tisu untuk mengelap mulutnya, lalu berkata pada Irene, "Irene, jangan bercanda saat aku sedang makan, ucapanmu konyol sekali.""Aku serius," kata Irene.Kedua orang ini saling bertatapan. Sesaat kemudian, Leni tertawa dengan sinis dan berkata, "Kalau dia benar-benar masih menyukaiku, kami juga nggak cocok. Coba kamu pikirkan, Keluarga Sinatra itu keluarga seperti apa? Kalau aku benar-benar menikah dengannya, ke depannya, hidupku akan menjadi pertarungan dalam keluarga kaya. Dengan daya tempurku, sepertinya aku akan dianiaya di sana."Jadi, Leni tidak ingin memikirkan hal-hal seperti ini. Setelah dia membayar "utangnya" pada Brandon, dia akan mendapatkan kebebasan lag
Oke! Target sudah dikonfirmasi!Leni berjalan maju dan berkata, "Tuan Kenneth Tenedy, ya? Apa kabar, aku Leni Chiara.""Apa kabar," kata pria itu sambil memerhatikan Leni."Emm ... aku mau bilang, aku ...." Leni sebenarnya ingin meminta maaf pada pria ini. Bagaimanapun, hari ini, dia hadir di kencan buta ini bukan atas kemauannya sendiri, melainkan hanya untuk menghadapi ibunya. Nanti, dia bisa mentraktir pria ini makan dan menganggap bahwa dia mendapatkan seorang teman baru.Alhasil, sebelum dia bisa menyelesaikan ucapannya, pria ini langsung berkata, "Kalau begitu, ayo jalan-jalan dulu sebentar. Sepertinya ada taman kecil di sebelah pasar swalayan ini. Ayo jalan-jalan di taman itu."Apa? Jalan-jalan di taman?Leni memandang ke arah langit yang sudah menggelap, lalu melihat jam yang sudah menunjukkan lewat pukul lima sore. Sekarang sudah hampir jam makan malam, jadi Leni bertanya, "Nggak makan dulu?"Leni hanya bermaksud untuk memberi peringatan dengan niat baik. Bagaimanapun, tempat
"Nona Leni, siapa ini?" tanya Kenneth."Iya, coba kamu katakan, aku siapa?" tanya Brandon sambil menatap Leni.Dalam sekejap, tatapan kedua pria ini tertuju pada Leni, sehingga Leni merasa seakan-akan tatapan mereka akan menembus dirinya.Salah satu pria ini adalah lawan kencan buta yang dipilih ibunya, sedangkan pria lainnya adalah penagih utangnya sekaligus pacar barunya, dia tidak bisa menyinggung keduanya!Namun, untuk meminimalkan dampak buruknya, daripada ibunya yang berada di balik lawan kencan butanya ini, Leni merasa bahwa dia lebih tidak bisa menyinggung Brandon. Oleh karena itu, dia tersenyum dengan canggung dan berkata pada Kenneth, "Hampir saja aku lupa memperkenalkan kalian. Tuan Kenneth, ini pacarku, emm, namanya Brandon."Mendengar ucapan Leni, ekspresi Kenneth seketika berubah. "Pacar? Kamu sudah punya pacar?""I ... iya ..." jawab Leni dengan perasaan bersalah. Seaneh apa pun sikap Kenneth sebelumnya, Leni-lah yang bersalah dalam hal ini.Kenneth merasa murka hingga s