Gunarto menatap Irene dengan heran, tatapannya juga tampak terkejut.Irene mengambil inisiatif untuk menyapa pengurus rumah ini. "Halo, Paman Gunarto.""Nona Irene, kalau ada keperluan, kamu bisa panggil aku," kata Gunarto sambil tersenyum."Panggil Irene saja," kata Irene. Dia merasa canggung dengan panggilan "Nona Irene"."Kamu adalah tamunya Tuan, jadi tentu saja aku harus memanggilmu Nona Irene," kata Gunarto dengan sopan.Irene juga tidak lagi bersikeras. Lagi pula, dia tidak akan tinggal lama di tempat ini."Paman Gunarto, bawa dia lihat-lihat kamarnya, biar dia bisa memilih kamarnya," kata Michael."Berikan saja satu kamar acak untukku," kata Irene."Emm ...." Gunarto menatap Michael dengan kebingungan."Kalau begitu, kamar sambungan di lantai tiga saja," kata Michael dengan santai."Baik," jawab Gunarto.Irene merasa agak kebingungan. Apa itu kamar sambungan? Namun, saat Gunarto membawanya ke lantai tiga, dia juga tidak banyak tanya.Sesampainya di lantai tiga, Gunarto membuka
Sambil memikirkan hal ini, Irene berjalan ke samping ranjang. Hanya saja, saat dia melihat bingkai foto di atas meja, dia langsung menegang. Matanya terbelalak dengan tidak percaya sambil menatap foto itu dengan tatapan tercengang.Itu fotonya!Selain itu, dia sama sekali tidak ingat bahwa dia pernah mengambil foto seperti ini. Di foto itu, dia juga tidak melihat ke arah lensa kamera.Siapa yang mengambil foto ini? Mengapa foto ini bisa berada di kamar ini? Siapa pemilik kamar ini ...."Krek!"Pada saat ini, seseorang membuka pintu kamar. Irene mengangkat kepalanya dan melihat Michael."Sepertinya aku nggak perlu menjelaskan lagi, Kakak sudah tahu kalau kedua kamar ini terhubung," kata Michael sambil tersenyum dan berjalan maju. Melihat bingkai foto di tangannya Irene, dia bertanya, "Menurut Kakak, bagaimana hasil foto ini?""Kenapa bisa ada fotoku di kamar ini?" tanya Irene tanpa menjawab."Tentu saja aku menyuruh seseorang untuk mengambilnya," kata Michael sambil mengambil bingkai fo
Bukankah Irene seharusnya takut pada Michael? Pria itu bisa membuatnya menderita dengan mudah. Satu patah kata dari pria ini bisa langsung menjatuhkan Irene ke neraka.Namun, mengapa saat pria ini mendekatinya dan berbisik di telinganya, dia malah merasa agak lepas kendali?Dia sama sekali tidak bisa menghadapi pria ini. Meskipun pria ini memanggilnya dengan sebutan "kakak", pada akhirnya, dia juga hanyalah sebuah bidak catur yang pria ini mainkan saat pria ini merasa bosan!Pada saat ini, Michael malah menunduk dan mengambil bingkai foto yang terletak di samping ranjangnya. Dia melihat wanita di foto tersebut. Kedua mata Irene sedang memandang ke depan, sudut bibirnya juga sedikit terangkat.Wajahnya yang cantik memancarkan ketenangan dan keanggunan yang membuat orang merasa sangat nyaman.Michael merasa seakan-akan jika Irene tersenyum padanya, dia seperti mendapatkan sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya."Kak," gumam Michael dengan pelan sambil menelusuri bibir Irene d
Harus diketahui bahwa sekarang baru lewat pukul lima. Mana ada keluarga biasa yang mempersiapkan sarapan sepagi ini?"Ke depannya, sarapan di sini akan dihidangkan berdasarkan jam kerja Kakak, aku akan memastikan Kakak sarapan sebelum pergi kerja," kata Michael sambil membawa Irene ke meja makan. Kemudian, dia menekan bahu Irene supaya Irene duduk di kursi.Irene duduk dengan patuh sambil menatap makanan yang melimpah dan beragam di atas meja. Akhirnya, Irene minum segelas susu, makan semangkuk bubur dan beberapa potong kue.Sarapan seperti ini jauh lebih melimpah daripada roti seharga empat ribu yang biasanya dia beli sebagai sarapannya.Sarapan seperti ini juga membuatnya merasakan dengan lebih jelas bahwa dia benar-benar sedang tinggal di Kediaman Yunata, bukan di kamar kontrakan yang kecil itu."Nanti, aku akan menyuruh sopirku untuk mengantarkan Kakak ke Pusat Sanitasi Lingkungan," kata Michael.Irene bergegas berkata, "Nggak perlu, aku naik bus saja.""Rumahku jauh dari Pusat San
"Sekarang, belum ada yang menemukan merek syal dan sarung tangan ini. Ada yang bilang, mungkin syal dan sarung tangan ini rajutan tangan khusus dari merek terkenal."Irene merasa gugup mendengar diskusi rekan kerjanya. Jika mereka tahu bahwa itu rajutan dia, entah apa yang akan mereka pikirkan.Melihat syal dan sarung tangan Michael, Shanti bergumam, "Sarung tangan ini mirip sekali dengan rajutan Irene sebelumnya."Bagaimanapun, sebelumnya, saat Irene merajut sarung tangan ini, Shanti melihatnya dari samping. Selain itu, Irene juga meminta bantuan Shanti di bagian yang tidak dia pahami, jadi tentu saja Shanti mengenali sarung tangan itu.Hanya saja, begitu Shanti mengucapkan kata-kata ini, dia langsung dihina oleh orang-orang di sekitarnya."Kak Shanti, kalaupun Irene merajut sarung tangan, memangnya sarung tangan itu layak dipakai oleh Michael?""Michael hanya memakai sarung tangan yang dirajut oleh desainer terkenal, mana mungkin dia akan memakai hasil rajutan seorang petugas kebersi
"Aku tahu," kata Elena sambil menahan kegelisahan dalam hatinya. Untuk sekarang, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah pergi meminta penjelasan dari Irene.Dia harus mencari tahu apa sebenarnya hubungan antara Irene dengan Kris!...Pada malam hari, setelah Irene mandi dan keluar dari kamar mandi, dia melihat cahaya dari celah pintu yang menghubungkan kamar ini dengan kamar sebelah.Apakah Michael sudah pulang?Sambil memikirkan hal ini, Irene mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Dia ingin memberi tahu Michael tentang penjemputan sopir itu.Hanya saja, pintu itu tidak tertutup rapat, melainkan sedikit terbuka. Jadi, begitu Irene mengetuk pintu itu, pintu itu langsung terbuka. Irene melihat sebuah proyeksi besar di bagian kiri depannya. Dari proyeksi itu, jelas-jelas bisa terlihat bahwa ada rapat yang sedang berlangsung. Di layar tersebut, juga terlihat banyak orang asing.Pada saat ini, semua orang di rapat itu jelas-jelas melihat dirinya. Tatapan mereka secara serentak t
Irene hanya merasa bahwa pada saat ini, dia seperti seekor binatang langka yang sedang diamati oleh orang-orang."Hmm? Kakak benar-benar mau kujemput?" tanya Michael lagi.Wajah Irene sudah benar-benar merah. Dia bergegas berkata, "Nggak perlu." Kemudian, dia langsung kembali ke kamarnya dan menutup pintu penghubung itu.Michael tersenyum kecil. Saat dia berbalik, ekspresinya sudah kembali seperti semula. Dia duduk lagi di kursinya dan kembali menghubungkan audionya."Mari kita lanjutkan rapatnya," kata Michael dengan cuek sambil mengabaikan ekspresi semua orang yang tampaknya sangat penasaran.Seseorang tidak bisa menahan diri dari bertanya, "El, apakah itu orang yang menelepon saat kita rapat sebelumnya?"Dengan alis terangkat, Michael bertanya, "Kenapa? Mau tahu, ya?"Dalam sekejap, orang itu merinding ketakutan. Dia tertawa dengan canggung dan berkata, "Emm ... mari kita lanjutkan rapatnya."Meskipun mereka sedang rapat, semua orang malah memiliki pemikiran yang sama, yaitu bahwa p
Ekspresi Elena seketika menjadi kaku. Namun, sekarang, dia juga tidak bisa menunjukkan amarahnya, jadi dia hanya tersenyum dengan malu. Kemudian, dia mengeluarkan dompetnya dan bertanya pada Irene, "Berapa?"Irene langsung menjawab, "212 ribu."Elena mengeluarkan uang 400 ribu dan berkata dengan gaya pura-pura murah hati, "Kakak nggak perlu mengembalikan uang yang lebih, anggap saja sebagai pemberianku untuk Kakak."Irene tersenyum dengan sinis sambil menerima uang itu dan berkata, "Ini bukan pemberianmu, tapi akulah yang berbaik hati hanya menerima ganti rugi sekecil ini. Menurutmu, kalau aku menuntutmu karena kamu sengaja melukaiku, berapa uang yang harus kamu bayar untuk kompensasi?"Wajah Elena langsung memerah. Untung saja, pada saat ini, dia memakai masker, jadi tidak ada yang bisa melihat ekspresinya!Dia hampir lupa bahwa Irene dulunya adalah seorang pengacara!"Mana mungkin aku sengaja melukai Kakak?" kata Elena dengan seulas senyuman palsu di wajahnya. "Aku benar-benar nggak