Istri Bayaran Sang Opa Menawan
Bab 8 : Chat dari Siapa?
Sesampainya di kantin, kami duduk di salah satu meja yang berbentuk bulat. Kebetulan sekali suasana di kantin ini tidak terlalu ramai bahkan hanya ada dua meja saja yang terisi. Syukur lah.
Intan meraba tasku, lenganku, bajuku dan melirik ke arah sepatuku juga. Dia amati semua yang kupakai hari ini. Mungkin dia sedang memeriksa apakah tas dan bajuku ini barang palsu atau asli. Hahaha.
“Hari ini kamu pakai baju baru, tas baru dan sepatu baru. Semuanya serba baru. Bahkan rambut kamu juga udah tertata rapi sekarang. Terlihat terawat, wangi, dan lembut. Sudah tidak acak-acakan dan bau seperti dulu lagi,” cerocos Intan menilai perubahan penampilanku hari ini.
Aku hanya tersenyum anggun sambil mengipas-ngipaskan tanganku ke udara.
“Kamu kok bisa sih secepat ini berubahnya?” tanya Intan penasaran sambil keheranan. Sementara Bagas hanya diam menyimak saja.
“Kamu cantik banget loh sekarang. Aku sampai pangling tahu,” puji Intan dan aku masih diam saja sambil senyum-senyum.
“Iya, nih. Kamu juga sekarang makin kelihatan lebih cantik dan memesona. Wangi juga,” tambah Bagas memuji sambil terus menatapku dengan lekat.
Tampaknya pria beralis tebal ini benar-benar terpana melihat perubahanku sekarang, sepertinya dia bakalan jatuh cinta benaran tapi aku yang sekarang sudah beda status. Kalau aku yang dulu, mungkin kegirangan andai kata dia menyatakan cinta. Ugh, lupakan, gak ada kata cinta dalam kamus hidupku yang sekarang. Yang penting hidupku sejahtera, damai dan bisa kuliah.
Aku hanya tersenyum dan tersipu malu saja mendengarnya. Sebenarnya hatiku sangat berbunga-bunga mendengar sanjungan dari kedua temanku ini, tapi sekuat mungkin aku berusaha untuk tetap terlihat anggun.
“Ah, kalian ini bisa aja,” jawabku sambil tetap tersenyum semanis mungkin.
“Beneran ih Lol.” Intan mendelik sambil menodongkan tubuhnya. “Kamu sekarang udah sukses, ya? Udah jadi orang kaya, ya?” tanyanya setengah berbisik.
“Apaan sih kamu.” Aku mengibaskan tangan di depan wajah Intan sambil terkekeh kecil.
Asal kalian tahu saja, ini semua berkat kakek tua bau tanah itu karena dirinyalah aku bisa seperti sekarang ini. Tampil glamour dengan barang-barang mewah dan percaya diri, itu semua sebab peran Opa Jhon di dalamnya. Dia yang mengubahku. Terima kasih, Opa Jhon, suamiku sayang. Uhukkk ... aku terasa tersedak air liur jadinya.
“Udah ah sekarang pesenan makanan, yuk!” ucapku mengalihkan pembicaraan.
“Ayo deh! Kebetulan aku memang belum sarapan juga tadi,” imbuh Bagas sambil memegangi perutnya.
Matahari perlahan sudah mulai naik, langit biru tampak semakin cerah. Sepertinya alam semesta turut menyertai kebahagiaanku.
“Kalian mau pesan apa? Pesan aja makanan yang kalian mau. Aku yang traktir.” Aku berkata sambil memandangi Intan dan Bagas secara bergantian.
“Kamu beneran mau traktir kita?” Mata Intan terlihat berbinar.
Aku mengangguk.
“Kalian boleh pesan makanan dan minuman apa saja dan sebanyak-banyaknya.” Aku kembali pasang wajah manis.
“Wah, kamu baik banget sih. Makasih, ya.” Wajah Intan semakin semringah.
“Yes, akhirnya hari ini aku akan makan enak sebanyak-banyaknya.” Bagas menimpali sambil memamerkan sederetan gigi putihnya pada kami.
Huh, dasar! Aku tertawa.
Silakan saja kalian pesan makanan yang banyak, selagi pakai uangnya Opa Jhon, itu bukanlah hal yang berat bagiku. Setidaknya bolehlah sekali-kali menraktir teman. Berbagi kebahagiaan tidak ada salahnya ‘kan?
Tiba-tiba, ponselku di dalam tas terasa bergetar. Getarannya hanya dua kali dan aku tahu ini hanya ada chat yang masuk. Kira-kira chat dari siapa, ya? Sedikit penasaran juga jadinya. Terpaksa kuintip tas di pangkuan dan mengusap layarnya. Terpampanglah sebuah chat, tanpa membuka aplikasi hijau itu pun.
[Selesai urusan daftar ulang, langsung pulang!]
Tanpa kuberikan tahu pun, kalian pasti tahu siapa pengirimnya. Hmmm ....
Bersambung ....
Istri Bayaran Sang Opa MenawanBab 9 : Tebakan IntanDemi keamanan, sebaiknya tak kubuka dulu chat dari Si Opa alias suami tuaku itu. Anggap aja aku gak tahu kalau dia ada chat. Yeah, itu bagus. Setidaknya biarkanlah aku bersama teman-temanku dulu.Aku memanggil pelayan di kantin. Wanita yang memakai baju kaos itu segera menghampiri meja kami. Kupersilakan Intan dan Bagas untuk memilih dan memesan makanan serta minuman yang mereka mau. Setelah itu baru lah aku memesan makanan dan minuman untukku. Usai mencatat pesanan aku, Intan dan Bagas, wanita yang kuperkirakan berusia tiga puluhan tahun itu pergi meninggalkan meja kami. Tiba-tiba aku kepikiran untuk menanyakan keadaan mereka setelah lulus sekolah kemarin. Firasatku mengatakan bahwa nanti Intan akan menuntutku untuk menceritakan tentang mengapa perubahan diriku cepat sekali, sebaiknya kualihkan dulu topik obrolan ini.“Oh iya, apa aktivitas kalian berdua setelah lulus sekolah kemarin?” “Kalau aku sih cari-cari informasi tentang
Istri Bayaran Sang Opa Menawan Bab 10 : Sindiran Musuh bebuyutanku itu--Xeon, menatapku dengan tajam dan penuh permusuhan. Lalu pria tukang bully itu mengajak teman-temannya untuk duduk tak jauh dari meja kami. Aku yakin, pasti akan ada yang diperbuatnya di situ karena sengaja duduk berdekatan dengan meja ini. “Hei! Kalian tahu gak? Aku mencium aroma-aroma busuk di sini. Kalian apa gak merasakan?” tanya Xeon yang bernada sindiran dengan suara yang nyaring. Aku tahu, itu pasti sindiran untukku. Ternyata dia benar-benar tidak kenal tempat untuk mencari masalah. Namun, aku tetap harus tenang dan tak boleh terpancing olehnya. Lebih baik aku cuekin saja dia mau ngomong apa. 'Kan nanti capek sendiri mulutnya. “Hadeuh. Dasar ya, orang kampung! Kalau dekil mah, ya, tetep dekil aja gak usah belagu deh!” sindirnya lagi. Aku membuang napas dengan kasar. Laki-laki yang tak memiliki akal pikiran sehat itu terus saja mengeluarkan kata-kata pedasnya untukku. Hah! “Kok aroma busuknya maki
Bab 11 : Serba DilayaniAku berdiri di depan mobil sambil memasang tampang cemberut pada dua pria ini. Lalu dibukakan pintu oleh salah seorang pengawalnya Opa Jhon, aku pun masuk ke dalamnya. Mobil pun melaju keluar dari halaman kampus ternama ini. Aku melemparkan pandangan keluar jendela sambil menyandarkan punggung dan kepala di kursi mobil. Apa-apaan sih si kakek tua itu? Aku dongkol banget lihat tingkah dia. Ngapain coba mesti ngirimin bodyguard kayak gini untuk aku? Tanpa dijaga juga aku bisa jaga diri. Aku merasa ini terlalu berlebihan sekali sih menurutku dan aku sebenarnya tidak menyukai ini.Mentang-mentang dia orang kaya, banyak duit, jadi bisa seenaknya melakukan semua ini. Mengirim pengawal untuk menjemputku. Padahal aku hanya ke kampus dan bisa menelepon sopir juga nanti jika memang sudah waktunya untuk pulang. Aku mendengus kesal di dalam mobil. Tak ada yang bisa kulakukan selain menurut dan patuh. Menyebalkan sekali! Setelah beberapa saat di jalan, tibalah kami di de
Bab 12 : Pasti MahalKuraih gelas air putih dan meneguknya hingga tandas. Kemudian mengelap bibir dengan tisu yang telah disediakan di meja, tak lupa dengan gaya anggun tentunya. Lolyta sudah jadi orang kaya dan berkelas, bukan kaum kismin seperti dulu lagi. Bibir juga sepertinya sudah berubah jadi sexy, soalnya udah pake lipstik mehong seharga ratusan ribu, dibeliin Opaku tersayang. Beda ama dulu, yang kadang untuk membuat bibir tak kering, aku itu harus jajan gorengan dan ditempelin ke bibir sebelum masuk ke dalam perut, biar bibir cling dan mengkilap.Aku bangkit dari tempat duduk. "Bik, saya mau kembali ke kamar, ya. Saya mau salat dan setelah itu saya ingin istirahat," kataku pada wanita yang rambutnya mirip seperti bule itu. "Baik, silakan Nyonya!" jawabnya dengan sangat sopan, berbicara pun sambil membungkukkan badannya.Aku pun berjalan lebih dulu dan Bibik Maria mengikutiku dari belakang. Ternyata Bibik Maria mengantarku sampai ke depan pintu kamar. Benar-benar mematuhi a
Bab 13 : Pura-pura Romantis"Wah iya, ya. Aku juga gak nyangka sih kita bisa ketemu di universitas yang sama. Rasanya seneng banget tahu! Apalagi tahu kamu sekarang udah berubah drastis, makanya aku--" "Oh iya, nanti sore kamu ada acara ke mana?" potongku cepat karena aku sudah tahu ke mana arah pembicaraan Intan. Pasti dia akan menyinggung soal diriku dan alamatku. Oleh sebab itu, aku memotong ucapannya lebih dulu. "Nanti sore? Ke mana, ya?" Terlihat bola mata Intan berputar ke atas seperti sedang berpikir. "Kayaknya gak ke mana-mana deh. Emang kenapa? Kamu sendiri ke mana?" sambungnya lagi. "Kalau aku sih maunya di rumah aja. Oh iya, kamu gak ada niatan untuk nonton sama Bagas? Dengar-dengar film yang nanti tayang itu seru loh!" seruku antusias. "Wah, boleh juga itu ide kamu. Oke deh nanti aku coba ya ajak Bagas untuk nonton bioskop bareng. Semoga aja dia mau," ucapnya bersemangat. Aku pun mendukungnya, "semoga aja, ya. Semangat!" Kami berdua pun tertawa bersama. Akhirnya ak
Bab 14 : Uang JatahOpa Jhon mendengkus kesal dan aku hanya tertawa puas saja. Ah peduli amat! Lagian aku juga tadi itu terpaksa.Aku segera menyendok nasi dan lauk pauknya. Lalu menikmati makan malam dengan suami tuaku. Saat di tengah-tengah sedang asyik menikmati makan, Opa Jhon berdeham. “Bagaimana pendaftaran ulang kamu tadi?” tanya Opa Jhon seketika. “Semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja, Mas,” sahutku. “Lalu kapan mulai masuk kuliahnya?” tanyanya lagi. Kini suasana sudah mulai mencair dan bicara juga sudah terasa santai. “Besok, Mas.” Pria itu mengangguk-angguk. Makanan yang ada di piringnya telah habis sampai tandas. “Tapi, Mas, aku boleh gak minta sesuatu?” “Minta apa?” tanyanya yang terdengar seperti keberatan. “Aku minta mulai besok kalau aku ke kampus jangan lagi suruh bodyguard itu mengawalku dan membatasi ruang gerakku. Aku ingin hidup normal dan sedikit bebas,” usulku. Semoga saja pria sepuh ini mau menuruti permintaanku. “Begini Lolyta, kamu tidak bisa s
Bab 15 : Sombong“Aku gak butuh uang segitu dari kamu, dasar benalu!” bentaknya. “Jaga ucapan kamu, ya, Xeon!” seruku dengan tak kalah tegas, tapi tetap berusaha menahan emosi. Sebab, aku tak ingin Opa Jhon melihat sifat asliku yang sangat garang ini. Bodo amat! Aku gak peduli. Apa dia pikir dengan caranya yang arogan seperti itu aku semakin takut? Atau bahkan semakin marah? Oh tentu tidak. Aku sangat puas sekali ini. Hatiku bergemuruh dan terasa seperti bertepuk tangan di dalam sana dengan meriah. Aku menang. Setelah menghamburkan uang itu di lantai, lelaki tak berakhlak itu pergi begitu saja. Mungkin dia merajuk. Ya, itu terserah dia. Bukan urusanku. Lagi pula jika dia menolak, dia juga yang rugi sendiri. Dasar sombong!Kemudian Opa Jhon memanggilkan pengawalnya.“Cepat punguti dan satukan lagi uang itu,” titahnya pada pengawalnya. Segera laki-laki bertubuh tegap itu melaksanakan perintah Opa Jhon dan memunguti uang-uang yang berserakan di atas lantai berkeramik putih. “Ayo ki
Bab 16 : Minta KasurAku bangkit dari tempat duduk dan melipat selimutku lalu menatanya di atas tempat tidur milik Opa Jhon. Aku menyambar handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Kemudian mulai membersihkan diri. Aku mulai menyiramkan air ke seluruh tubuh lalu mulai menggosok badan perlahan. Sensasi air hangat di pagi hari yang dingin membuatku betah berlama-lama di dalam kamar mandi. Namun, aku tetap menyelesaikan mandi dengan cepat. Hari ini adalah jadwal pertamaku masuk kuliah, jangan sampai aku terlambat. Selesai menyiram tubuh, lantas aku pun menggosok gigi lalu setelah selesai aku berkumur-kumur. Usai membersihkan diri, aku pun melilitkan handuk lembut berwarna putih ke badan. Saat aku keluar dari kamar mandi pun, kulihat ternyata Opa Jhon masih anteng duduk di atas ranjang tidurnya sambil memainkan tabletnya. Aku hanya menggeleng-geleng saja. Mendadak aku mendapatkan ide untuk mengerjai si Opa jutek. Aku sengaja mondar mandir berjalan-jalan ke sana kemari berpura-pura menca